Jumat, 01 September 2017

Bab istihadloh

BAB ISTIHADLOH

Istihadloh adalah: darah yang keluar dari bagian terdangkal dari rahim karena tidak normal ( penyakit ) diluar masa haid dan nifas. Orang yang  mengeluarkan darah diluar masa haid dan nifas maka disebut: Mustahadloh ( orang yang mengalami istihadloh ). Pada  hakikatnya orang tersebut adalah suci meskipun mengeluarkan darah terus menerus, oleh karena itu Mustahadloh tidak dilarang melakukan sesuatu yang diharamkan ketika haid seperti: sholat, puasa, bersetubuh dll. meskipun dalam kondisi mengeluarkan darah.
Sewaktu akan melakukan sholat baik sholat fardlu atau sunah, seorang Mustahadloh wajib membasuh najis dari farji lalu menyumbatnya dengan kapas untuk mencegah atau mengurangi keluarnya darah.Namun jika darah masih mengalir keluar, maka untuk melakukan sholat masih diwajibkan memasang pembalut lalu wudlu atau tayammum saat waktu sholat telah tiba. Itu semua dilakukan secara muwalah ( Jawa: nuli-nuli ) lalu wajib menyegerakan sholat meskipun sholat sunah, artinya tidak boleh menunda melebihi lamanya sholat 2 rokaat yang ringan tanpa ada alasan kemaslahatan sholat misalnya: makan, ngobrol.dll
Apabila menunda sholat sampai melebihi  lamanya sholat 2 rokaat yang ringan yang tidak ada hubunganya dengan kemaslahatan sholat, maka wajib mengulangi membasuh najis dari farji, menyumbat farji dan berwudlu atau tayammum meskipun pembalut tidak bergeser dari tempatnya. Demikian  juga wajib mengulangi membasuh najis dari farji, menyumbat farji dan berwudlu atau tayammum meskipun pembalut tidak bergeser dari tempatnya jika sesucinya batal disebabkan selain istihadloh seperti   kentut, kencing, tidur, bersentuhan dengan laki-laki yang bukan mahromnya dll.   
Adapun menunda sholat sampai lamanya sholat 2 rokaat yang ringan dengan alasan kemaslahatan sholat seperti: menanti sholat jama’ah, menjawab adzan dll maka tidak wajib  mengulangi membasuh najis dari farji, menyumbat farji dan berwudlu atau tayammum.
Dalam hal kewajiban menyumbat farji bagi mustahadloh ada pengecualian:                1.Mustahadloh merasakan sakit akibat sumbatan, maka diperbolehkan melepaskan sumbatan  .
2. Mustahadloh sedang menjalankan puasa maka wajib  melepaskan sumbatan  karena menjaga keabsahan puasa.
Bagi orang yang beser kencing, madzi, wadi, kentut, berak dan mani hukumnya seperti mustahadloh dalam kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seperti:  menyumbat, memasang pembalut, sesuci dll. Namun bagi orang yang beser mani selain melakukan kewajiban-kewajiban tersebut juga diwajibkan mandi setiap akan menunaikan sholat fardlu. ( Busyrol Karim Juz I Hal: 52 )
Didalam Kitab Fatawi Kubro disebutkan bahwa Ibnu Hajar Al-haitami rohimahullahu ditanya tentang orang yang air kencingnya selalu menetes padahal hakikatnnya tidak beser hanya saja alat kemaluanya tidak kuat menahan air kencing, apakah tetesan tersebut dima’fu jika terjadi setelah melakukan wudlu ?
Ibnu Hajar rohimahullahu menjawab bahwa yang dimaksud dengan orang beser yang hukum-hukumnya  diterangkan oleh Fuqoha’ bukan orang yang air seninya selalu menetes disebabkan oleh lemahnya alat kelamin menahan keluarnya air seni. Tetapi orang beser adalah orang yang semenjak  masuk waktu sholat sampai keluar waktu sholat selalu mengeluarkan air seni sehingga  tidak ada kesempatan waktu untuk melakukan sesuci dan sholat dalam keadaan suci.
Imam Ibnu Zubair rohimahullahu di dalam Kitab At-tanbih mengatakan sedikit tetesan air seni dari orang yang beser sepanjang masih ada ditempat istinja’ tidak menjalar ke anggota badan yang lain atau pakaian maka hukumnya dima’fu bahkan menurut Al-Bulqini dan Az-zarkasi rohimahumallahu ma’fu tersebut berlaku baik sebelum atau sesudah sesuci.
Keduanya berkata bahkan didalam Kitab Al-kifayah dijelaskan tetesan air seni dari orang yang beser  secara mutlak ( baik sedikit atau banyak ) tetap dima’fu
Macam-macam istihadhoh ada tujuh karena perempuan yang mengalami istihadloh adakalanya :

1.MUBTADI’AH MUMAYIZAH: perempuan yang pertama kali haid dan bisa membedakan warna darah

2.MUBTADI’AH GHOIRUL MUMAYIZAH: perempuan yang pertama kali haid dan tidak bisa membedakan warna darah

3.MU’TADAH MUMAYIZAH: perempuan yang pernah haid dan bisa membedakan warna darah

4.MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH DZAKIROTAN LI’ADATIHA QODRON WA WAQTAN: perempuan yang pernah haid dan tidak bisa membedakan warna darah tetapi  ingat kebiasaan datangnya  haid dan lamanya haid                                                                                                                                                            
5.MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH NASIYATAN LI’ADATIHA QODRON WA WAQTAN: perempuan yang pernah haid yang tidak bisa membedakan warna darah dan lupa  pada kebiasaan datangnya haid dan lama waktu haid                                                                                                                                    
                                                                                                                                                               
6. MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH DZAKIROTAN LIL QODRI DUNAL WAQTI: perempuan yang pernah haid yang tidak bisa membedakan warna darah dan hanya ingat  masa lama haid                                                                                                                                                 
7. MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH DZAKIROTAN LIL WAQTI DUNALQODRI: perempuan yang pernah haid yang tidak bisa membedakan warna darah dan hanya ingat datangnya haid                                                                                                                                    
Contoh I : MUBTADI’AH  MUMAYIZAH : ( perempuan yang pertama kali haid dan bisa membedakan darah kuat dan darah lemah ) seperti: hitam dan merah. oleh karena itu darah yang lemah meskipun lama dihukumi istihadhoh sementara darah yang kuat dihukumi haid dengan syarat-syarat sbb:
1.Darah kuat tidak kurang dari masa minimal haid (sehari semalam) dan tidak melebihi masa  maksimal haid (15 hari )
2.Darah lemah tidak kurang dari masa minimal suci ( 15 hari ) yang  keluar secara terus menerus, berbeda dengan  darah lemah yang keluar tidak terus menerus misalnya: perempuan mengeluarkan darah hitam selama 10 hari kemudian keluar lagi darah merah selama10 hari lalu berhenti, maka perempuan tersebut menghukumi dengan kemampuanya membedakan darah yakni darah hitam dihukumi sebagai darah haid dan darah merah sebagai istihadloh meskipun darah merah tersebut kurang dari 15 hari
3.Darah lemah keluar terus menerus artinya darah tersebut keluar selama 15 hari atau lebih secara terus menerus ( tidak diselingi darah kuat ).
Apabila darah kuat tidak mencapai  sehari semalam atau melebihi 15 hari atau darah lemah kurang dari 15 hari atau darah lemah tidak keluar terus menerus. Contoh:
Seorang wanita mengeluarkan darah secara bergantian: hari pertama mengeluarkan darah hitam lalu hari kedua mengeluarkan darah merah lalu hari ketiga mengeluarkan darah hitam lalu hari keempat mengeluarkan darah merah, dan seterusnya, maka wanita tersebut tidak menetapi syarat-syarat diatas dan hukumnnya akan dijelaskan dibelakang ( yaitu haidnya sehari semalam jika diketahui awal keluarnya darah ).

MACAM-MACAM DARAH

Macam-macam darah haid ada 5 : 1. Hitam  2. Merah  3. Merah kekuningan  4. Kuning  5. Kuning agak putih
Masing-masing darah tersebut mempunyai salah satu dari 4 sifat: 1.Tidak kental dan tidak busuk 2. Kental dan busuk 3. Kental tidak busuk 4. Tidak kental tapi busuk
Penetapan darah kuat dilihat dari sisi  warnanya 1. Hitam 2. Merah ( darah merah dikatagorikan lemah jika dibandingkan dengan hitam,dan kuat jika dibandingkan dengan merah kekuningan ) 3. Merah kekuningan lebih kuat dari kuning  4.Kuning lebih kuat dari kuning agak putih
Penetapan darah kuat dilihat dari sisi sifatnya:
Darah yang berbau busuk lebih kuat dari darah yang tidak berbau
Darah yang kental lebih kuat daripada darah yang encer.
Apabila dua darah keluar secara berurutan, masing-masing mempunyai kekuatan sifat yang berbeda , maka yang dihukumi darah haid adalah yang lebih dahulu keluar dengan catatan keduannya melebihi 15 hari.
Contoh: perempuan mengeluarkan darah merah kental 10 hari lalu diikuti darah hitam encer 10 hari, maka 10 hari pertama dihukumi haid sedangkan 10 hari kedua dihukumi istihadloh. Namun bila keduanya tidak melebihi 15 hari maka keduaanya dihukumi haid

Darah yang sifat kekuatannya berbeda-beda, ketika keluar secara berurutan yakni darah kuat, darah lemah dan darah yang paling lemah maka darah kuat dan lemah dihukumi haid dengan syarat darah kuat keluar lebih dulu kemudian disambung darah lemah dan keduannya tidak melebihi masa  maksimal haid ( 15 hari ) seperti seorang wanita mengeluarkan darah hitam 5 hari, lalu darah merah 5 hari, kemudian darah merah kekuningan 5 hari selanjutnya mengeluarkan darah kuning secara terus-menerus, maka darah selain kuning dihukumi haid.
Apabila darah kuat tidak diikuti darah lemah seperti: keluar darah hitam 5 hari, lalu darah kuning 5 hari, selanjutnya darah merah, maka yang dihukumi haid hanya darah yang hitam .
Atau jika keluarnya darah lemah mendahului darah kuat seperti: Keluar darah merah 5 hari, lalu darah hitam 5 hari, selanjutnya darah kuning, maka yang dihukumi haid hanya  darah yang hitam.
Dan  jika darah kuat dan darah lemah melebihi 15 hari seperti: Keluar darah hitam 10 hari, lalu darah merah 6 hari, selanjutnya darah kuning, maka yang dihukumi haid juga darah yang hitam saja.  
Apabila Mubtadi’ah ( wanita yang pertama kali haid ) mengeluarkan darah merah atau darah kuning 5 hari, lalu darah hitam 5 hari, kemudian darah merah sampai akhir bulan maka yang dihukumi haid hanya darah hitam sedangkan darah sebelum dan sesudah darah hitam dihukumi istihadloh 
Far’un: Jika perempuan mengeluarkan darah merah 15 hari, kemudian darah hitam setengah hari maka darah merah dihukumi haid  adapun darah hitam dihukumi suci.
Dan kalau perempuan mengeluarkan darah merah sehari, kemudian darah hitam semalam maka seluruhnya dihukumi haid.
Menurut pendapat Ashabussyafi’iyah: Apabila Mubtadi’ah ( wanita yang pertama kali haid ) mengeluarkan darah hitam sehari semalam atau lebih, kemudian disambung darah merah sebelum 15 hari maka pada waktu darah merah dia wajib meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan ketika haid karena dimungkinkan darah merah mampet sebelum melewati 15 hari sehingga semuanya dihukumi haid , namun jika darah merah melebihi 15 hari maka dia disebut Mustahadloh Mumayyizah ( wanita yang terjangkit istihadloh dan bisa membedakan darah kuat dan lemah ) oleh karena itu yang dihukumi haid adalah darah hitam sedangkan darah merah dihukumi suci dengan catatan memenuhi syarat-syarat diatas, lalu dia wajib wajib mandi ketika sudah melewati 15 hari kemudian menjalankan sholat dan puasa serta mengqodloni sholat-sholat yang ditinggalkan pada waktu darah merah keluar. Kata-kata darah hitam dan merah  diatas hanya sekedar contoh, maka sebetulnya yang harus diperhatikan adalah kuat lemahnya darah.
Tindakan-tindakan diatas hanya pada bulan pertama adapun untuk bulan kedua dan seterusnya perempuan tersebut wajib mandi sholat dan puasa dan boleh dijimak  ketika darah kuat berubah menjadi darah lemah tanpa harus menunggu sesudah15 hari.
Far’un : Imam Rofi’i mengartikan berubah darah kuat menjadi lemah adalah: jika benar-benar sudah menjadi darah lemah artinya tidak ada garis-garis hitam sama sekali oleh karena itu bila masih ada garis-garis hitam maka hukum haid masih berlangsung.

Contoh ke II: MUBTADI’AH GHOIRULMUMAYYIZAH (  perempuan  yang pertama kali haid tetapi tidak bisa membedakan darah kuat dan lemah ) bila mengalami istihadloh maka yang dihukumi haid hanya sehari semalam pada tiap-tiap bulan karena kewajiban sholat yang jelas-jelas gugur adalah sehari semalam sedangkan selebihnya   masih diragukan  akan    tetapi    pada       daur pertama                               ( bulan pertama ) harus menunggu hingga maksimal haid ( 15 hari ) kemudian mandi dan mengqodhoni ibadah ( sholat dan puasa ) mulai tanggal 2 sampai 15, dan pada daur kedua ( bulan kedua ) dia harus langsung mandi ketika melewati sehari semalam apabila keadaanya terus begitu, sementara 29 hari dihukumi suci jika dia 
mengetahui waktu mulai keluarnya darah dan seandainya tidak mengetahuinya maka dia dihukumi seperti Mutahayyiroh. untuk hukumnya akan dijelaskan dibelakang insyaallah.

Contoh ke III: MU’TADAH MUMAYIZAH ( perempuan yang pernah haid dan bisa membedakan warna darah ) bila terjangkit istihadloh maka penghukuman haid dengan Tamyiz        ( kemampuan membedakan darah ) baik melebihi kebiasaan ataupun kurang bukan dengan adat ( kebiasaan ) yang berbeda dengan tamyiz dengan catatan antara tamyiz dan adat tidak dipisahkan masa minimal suci ( 15 hari ) atau lebih.
Apabila seorang wanita kebiasaan haidnya 5 hari diawal bulan dan selebihnya suci, kemudian suatu saat keluar darah terus menerus tanpa henti tetapi dia melihat darah hitam selama 10 hari dan selebihnya darah merah maka yang dihukumi haid 10 hari bukan 5 hari, dengan alasan  tamyiz lebih kuat daripada adat karena tamyiz adalah ciri darah sedangkan adat ciri orangnya.     
Didalam kitab Qolyubi Juz I Hal:105 disebutkan: apabila kebiasaan haid perempuan 5 hari diawal bulan, selebihnya suci kemudian suatu ketika dia melihat darah hitam 10 hari diawal bulan lalu selebihnya darah merah maka haidnya 10 hari, jika pada bulan berikutnya darah berhenti setelah 10 hari maka adatnya berubah 10 hari bukan 5 hari, dan jika darah yang keluar setelah 10 hari tersebut sama sifatnya maka haidnya 10 hari.    
Apabila masa kebiasaan haid seseorang sama dengan tamyiz contohnya: kebiasaan haid 5 hari diawal bulan sementara tamyiz juga demikian ( 5 hari ) maka penetapan hukum haidnya berdasarkan tamyiz dan adat  meskipun jarak keduanya lamanya minimal suci ( 15 hari ) atau lebih seperti: Wanita yang adat haidnya 5 hari  mengeluarkan darah 25 hari darah lemah, kemudian keluar darah kuat 5 hari lalu darah lemah maka masa adat ( 5 hari ) dihukumi haid karena adat, sedangkan darah kuat 5 hari  juga dihukumi haid karena tamyiz.
Imam An-Nawawi didalam Kitab Al-Majmu’ Juz II Hal: 431 mengatakan: Apabila seorang wanita yang bisa membedakan darah kuat dan lemah kebiasaan haidnya 5 hari diawal bulan kemudian terjangkit istihadloh maka hukumnya ditafsil:
1. Jika tamyiz lamanya sama dengan adat ( kebiasaan ) seperti: perempuan mengeluarkan darah hitam 5 hari, dan selebihnya darah merah maka Ulama’ sepakat haidnya 5 hari
2. Jika tamyiz lamanya tidak sama dengan adat ( kebiasaan ) maka ada 3 pendapat namun pendapat yang shohih haidnya didasarkan tamyiz, baik  tamyiz melebihi adat ataupun kurang.
Imam Ar-Rofi’I didalam Kitab Syarah Al-Wajiz Juz II Hal: 477 mengatakan: Apabila perempuan (kebiasaan haidnya 5 hari) mengeluarkan darah lemah 20 hari atau lebih kemudian darah kuat 5 hari lalu darah lemah maka 5 hari pertama dihukumi haid berdasarkan adat dan darah kuat 5 hari juga dihukumi haid yang lain.karena diantara keduanya dipisah masa suci yang sempurna.
Bagi Mu’taddah Mumayyizah ( perempuan yang pernah haid dan bisa membedakan warna darah ) pada  daur awal  (putaran pertama) wajib mandi setelah melewati 15 hari, dan untuk daur kedua ( putaran kedua ) wajib mandi setelah darah kuat berubah darah lemah secara sempurna.
Contoh IV: MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH DZAKIROTAN LI’ADATIHA QODRON WA WAQTAN: perempuan yang pernah haid dan tidak bisa membedakan warna darah tetapi ingat kebiasaan datangnya  haid dan lamanya haid maka haidnya didasarkan pada kebiasaan datangnya  haid dan lamanya haid.
Apabila haid seorang perempuan 5 hari diawal bulan kemudian terjangkit istihadloh maka darah yang dihukumi haid 5 hari dari awal bulan dan selebihnya darah istihadloh karena berdasarkan kebiasaan haid meskipun belum berulang kali karena kebiasaan bisa menjadi ketetapan hanya terjadi satu kali asalkan kebiasaan tersebut tidak berubah-ubah.oleh karena itu apabila  kebiasaan haid berubah-ubah maka penetapan adat haid tidak cukup hanya satu kali   
Dalam kitab Fathal wahhab Juz I Hal: 28 dijelaskan:
1. Apabila  daur  ( putaran ) haid seorang perempuan berulang dan kebiasaan haidnya teratur tetapi dia lupa urutanya maka pengambilan masa haidnya berdasarkan  naub ( giliran ) yang paling minim karena masa itu yang diyakini haid.
2. Apabila daur  ( putaran ) haid seorang perempuan berulang tetapi kebiasaan haidnya tidak teratur maka pengambilan masa haidnya berdasarkan  naub ( giliran ) yang paling minim.
3. Apabila daur  ( putaran ) haid seorang perempuan tidak berulang tetapi lupa naub ( giliran ) yang terakhir maka pengambilan masa haidnya berdasarkan  naub (giliran) yangpaling minim.
4. Apabila daur  ( putaran ) haid seorang perempuan berulang dan kebiasaan haidnya teratur tetapi dia lupa urutanya tetapi ingat naub ( giliran ) yang terakhir maka pengambilan masa haidnya berdasarkan  naub (giliran) yang terakhir.
5. Apabila daur  ( putaran ) haid seorang perempuan berulang tetapi kebiasaan haidnya tidak teratur namun ingat naub ( giliran ) yang terakhir maka pengambilan masa haidnya berdasarkan  naub (giliran) yang terakhir.
6. Apabila daur  ( putaran ) haid seorang perempuan tidak berulang dan ingat naub ( giliran ) yang terakhir maka pengambilan masa haidnya berdasarkan  naub (giliran) yang terakhir.
7. Apabila daur  ( putaran ) haid seorang perempuan berulang dan ingat urutan kebiasaan haid maka maka kebiasan tersebut belum bisa dijadikan ketetapan kecuali jika sudah terjadi dua  kali. Oleh karena itu apabila wanita haid pada bulan pertama 3 hari, pada bulan ke dua 5 hari dan bulan ke tiga 7 hari, kemudian daur  ( putaran ) haid terulang sama, artinya: pada bulan ke empat darah haid keluar selama 3 hari, bulan ke lima selama 5 hari dan bulan ke enam 7 hari. Kemudian mengalami istihadhoh pada bulan ke 7, 8 dan ke 10 maka penetapan hukum haid adalah : bulan ke tujuh selama 3 hari, bulan ke delapan selama 5 hari dan bulan ke sembilan selama 7 hari. Hukum ini juga berlaku untuk bulan selanjutnya.
Pengertian daur  ( putaran ) haid bagi perempuan yang adatnya tidak berubah-ubah adalah: masa yang mengandung haid dan suci.
Pengertian daur  ( putaran ) haid bagi perempuan yang adatnya berubah-ubah adalah: beberapa bulan ( baik sedikit atau banyak ) yang kebiasan haid masing-masing bulan berbeda-beda
 
Contoh V:  MU’TADAH GHOIRUL MUMAYYIZAH NASIYATAN LI’ADATIHA QODRON WA WAQTAN: ( perempuan yang pernah haid meskipun sekali dan tidak bisa membedakan warna darah dan lupa  pada kebiasaan datangnya haid dan lama waktu haid ). Perempuan ini juga disebut Mutahayyiroh ( orang yang bingung menghadapi kasus haid dan permasalahanya). Adapun hukumnya sbb :                                                                                                                                                    
Dia diberlakukan sebagai orang yang haid artinya: haram istimta’ bagi suami di bagian anggota badan dari pusar sampai dengan lutut, haram membaca Al-qur’an baik ketika sholat atau diluar sholat kecuali membaca surat Al-Fatihah ketika sholat, maka hukumnya wajib. Semua itu didasarkan atas hati-hati, sebab selama mengeluarkan darah tersebut  sangat memungkinkan  bahwa darah tersebut adalah haid.
Dia juga diberlakukkan sebagai orang yang suci artinya wajib menjalankan ibadah fardlu seperti sholat dan puasa Romadlon. Hal itu juga didasarkan atas hati-hati, sebab sewaktu mengeluarkan darah bagi perempuan tersebut juga dimungkinkan suci.
Selain itu setiap akan melakukan sholat fardlu diwajibkan mandi terlebih dahulu ketika telah tiba waktu sholat. Berbeda kalau perempuan tersebut ingat waktu mampetnya haid misalnya, ia tahu bahwa biasanya haidnya mampet pada saat matahari terbenam maka ia wajib mandi hanya pada saat maghrib lalu wudlu untuk menjalankan sholat maghrib sebab kemungkinan haid berhenti hanya pada saat maghrib tidak pada waktu yang lain.
Catatan: Bagi Mustahadloh no:5 ini tidak diwajbkan mandi pada daur  awwal ( putaran pertama ) kecuali setelah melewati 15 hari, kemudian pada putaran berikutnya diwajibkan mandi setiap tiba waktu sholat untuk melakukan satu sholat fardlu  
Mustahadloh ini setiap datang bulan Romadhon wajib berpuasa dengan cara sbb:
1. Melaksanakan puasa pada bulan Romadlon sebagaimana orang yang suci baik bulan Romadlon saat itu genap 30 hari atau hanya 29 hari.karena puasa selama bulan Romadlon, yang diyakini sah adalah 14 hari. Hal itu jika bulan Romadlon berlangsung selama 30 hari.bila bulan Romadlon berlangsung selama 29 hari, maka yang diyakini sah adalah 13 hari. Contoh: datangnya haid tanggal 1 bulan Romadlon pada siang hari, maka haidnya akan berhenti paling lama tanggal 16 Romadlon pada siang hari, berarti 14 hari berikutnya jika Romadlon berusia 30 hari atau 13 hari jika Romadlon berusia 29 hari, adalah diyakini masa suci dimana melakukan puasa dalam kondisi demikian adalah sah.                                                                                                                                                            
2. Melaksanakan puasa sebulan penuh ( 30 hari ) pada bulan berikutnya walaupun usia bulan pada saat itu hanya 29 hari.karena yang diyakini sah adalah14 hari sebagaimana diatas.
Dengan kedua keterangan diatas, dipastikan bahwa puasa yang diyakini sah adalah 28 hari jika Romadlon berusia 30 hari atau 27 hari ibadah puasa yang sah jika Romadlon berusia 29 hari.selain itu masih ada puasa 2 hari lagi yang wajib dilakukan sebagaimana ini
3. Melaksanakan puasa pada bulan berikutnya selama 6 hari dengan hitungan waktu 18 hari artinya berpuasa pada 3 hari pertama dan 3 hari pada hari ke 16,17 dan 18. Karena :
jika haid datang pada hari pertama di siang hari, maka puasa hari ke17 dan 18 diyakini sah karena kedua hari tersebut dipastikan suci.
jika haid datang pada hari kedua di siang hari, maka puasa pada hari ke 1 dan  18 diyakini sah karena kedua hari tersebut dipastikan suci.
jika haid datang pada hari ketiga di siang hari, maka puasa pada hari ke 1 dan  2 diyakini sah karena kedua hari tersebut dipastikan suci.
jika haid datang pada hari ke16 di siang hari, maka puasa pada hari ke 2 dan  3 diyakini sah karena kedua hari tersebut dipastikan suci.
jika haid datang pada hari ke17 di siang hari, maka puasa pada hari ke 3 dan  16 diyakini sah karena kedua hari tersebut dipastikan suci.
jika haid datang pada hari ke18 di siang hari, maka puasa pada hari ke 16 dan  17 diyakini sah karena kedua hari tersebut dipastikan suci.
Catatan: Kewajiban pada no: 3 tidak dilakukan jika ia tahu bahwa kebiasaan haidnya berhenti pada waktu malam hari

Contoh VI: MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH DZAKIROTAN LIL QODRI DUNAL WAQTI: perempuan yang pernah haid , tidak bisa membedakan warna darah dan ingat masa lama haid tetapi tidak ingat waktu datang dan berhentinya  haid. Misalnya: Ia berkata masa haid yang saya alami adalah 5 hari di sepuluh hari pertama pada setiap bulan hanya saja saya tidak ingat kapan darah itu mulai keluar tetpi saya yakin benar bahwa pada pertama saya masih suci.ketetapan hukum bagi perempuan tersebut ialah: bahwa hari ke 6 dipastikan haid oleh karena itu diwajibkan menjauhi sesuatu yang diharamkan ketika haid seperti:sholat, membaca Al-qur’an, menyentuh Al-qur’an dan puasa.
Adapun hari pertama dan 20 hari terakhir  dihukumi suci oleh karena itu dia wajib melakukan sholat,puasa dan juga boleh ditholaq.
Adapun hari ke 2 sampai dengan hari ke 5 dia diberlakukan sebagai orang yang haid dan juga diberlakukan sebagai orang yang suci artinya: wajib menjauhi larangan-larangan haid tetapi wajib melaksanakan sholat dan puasa namun demikian tidak wajib mandi tetapi cukup berwudlu karena haid tidak mungkin berhenti pada hari-hari tersebut.
Adapun hari ke 7  sampai dengan hari ke 10 dia diberlakukan sebagai orang yang haid dan juga diberlakukan sebagai orang yang suci. akan tetapi demi hati-hati dia wajib mandi setiap kali tiba waktu sholat untuk melakukan satu sholat fardlu karena satu diantara hari ke 7  sampai dengan hari ke 10 adalah hari berhentinya haid.
Catatan: jika dia tahu berhentinya haid seperti: berhenti pada waktu matahari terbenam, maka untuk melakukan sholat fardlu wajib mandi hanya saat maghrib, adapun untuk menunaikan selain sholat maghrib, maka cukup hanya dengan berwudlu

Contoh VII : MU’TADAH GHOIRUL MUMAYIZAH DZAKIROTAN LIL WAQTI DUNALQODRI: ( perempuan yang pernah haid dan tidak bisa membedakan warna darah dan hanya ingat waktu datangnya haid tetapi tidak ingat lamanya haid ). Misalnya ia ingat bahwa haidnya dimulai awal bulan tetapi lupa kebiasaan lama haid, maka hukumnya sbb: 
   - tanggal satu diyakini sebagai haid oleh karena itu wajib menjauhi larangan-larangan haid.
-15 hari yang terakhir yakni tanggal 16 sampai dengan tanggal 30 diyakini suci karena didasarkan pada kebiasaan awal haidnya yang sudah diketahui yaitu: tanggal satu dan      
dimungkin lama haid mencapai batas maksimal ( 15 hari ), oleh karena itu untuk melakukan sholat dan thowaf tidak diwajibkan mandi tetapi cukup berwudlu dan membalut serta menyumbat farji dengan kapas.
- tanggal 2 sampai dengan 15 adalah masa-masa dimungkinkan haid, suci dan berhentinya haid oleh karena itu wajib melakukan ibadah fardlu sebagaimana orang suci seperti: sholat dan puasa. Tetapi juga wajib menjahui larangan-larangan haid sebagaimana orang yang haid.                                                                                                                                                     
selain itu, setiap kali akan melakukan sholat diwajibkan mandi sebab ada kemungkinkan haidnya berhenti pada salah satu hari diantara tanggal 2 sampai dengan tanggal 15 dan juga wajib berwudlu dan membalut serta menyumbat farji dengan kapas.
Catatan: Jika perempuan tersebut ingat waktu berhentinya haid misalnya: Biasanya haidnya berhenti pada pukul 11.00 siang, maka hanya diwajibkan mandi pada saat akan menunaikan sholat dhuhur
Bagi Mustahadloh no: 6 ini tidak diwajbkan mandi pada daur  awwal ( putaran pertama ) kecuali setelah melewati 15 hari, kemudian pada putaran berikutnya, setiap tanggal 2 sampai dengan 15 diwajibkan mandi setiap tiba waktu sholat untuk melakukan satu sholat fardlu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.