Selasa, 25 Desember 2018

Lirik INNALHABIBALMUSTHOFA


♡ﺇﻥ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺍﻟﻤﺼﻄﻔﯽ♡

♡Innal Habibal Mushthofa♡

ﺇﻥ ﺍﻟﺤَﺒِﻴﺐَ ﺍﻟﻤُﺼﻄَﻔَﻰ * ﺫُﻭﺭَﺃﻓَﺔٍ ﻭَﺫُﻭ ﻭَﻓَﺎ
ﻭَﺫِﻛﺮُﻩُ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸِّﻔَﺎ * ﺍِﺫَﺍﺗَﻤَﺎﺩَﻯ ﺑِﺎﻟﻌِﻠَﻞ

Sesungguhnya seorang kekasih pilihan
Bersifat belas kasih dan menepati janji
Mengingatnya adalah penyembuh
ketika seseorang diterpa rasa sakit.

ﻧِﻠﻨَﺎ ﺑِﻪِ ﻃُﻮﻝَ ﺍﻟﻤَﺪﻯ * ﻧَﺼﺮًﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺍﻟﻌِﺪَﻯ
ﻳَﺴُﺮُّﻧَﺎ ﺍَﻥ ﻳُﻔﺘَﺪَﻯ ﺑِﺎﻟﺮُّﻭﺡِ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﺍﻟﻤُﻘَﻞ

Dengannya, kami akan meraih harapan pertolongan dari semua musuh
Kami bahagia bila ruh dan ucapan kami menjadi tebusan

ﻃَﺎﺭَﺕ ﻟَﻪُ ﺍَﺭﻭَﺍﺣُﻨَﺎ ﺩَﺍﻣَﺖ ﺑِﻪِ ﺍَﻓﺮَﺍﺣُﻨَﺎ
ﺯَﺍﻟَﺖ ﺑِﻪِ ﺍَﺗﺮَﺍﺣُﻨَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺍﻟﺮَّﺟَﺎﺀُ ﻭَﺍﻻَﻣَﻞ

Arwah kami terbang karenanya
selamanya mendapat kebahagiaan
Rasa susah akan hilang
karena dia adalah harapan dan impian.

ﺍَﻭﺭَﺩﺕَ ﺭَﺑِّﻰ ﻧِﻌَﻤًﺎ ﻋَﺪَّﺍ ﻧُﺠُﻮﻡٍ ﻓِﻰ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎ
ﺍَﺣﺴِﻦ ﺍِﻟﻬِﻰ ﻛَﺮَﻣًﺎ ﺧِﺘَﺎﻣَﻨَﺎ ﻋِﻨﺪَ ﺍﻻَﺟَﻞ

Engkau telah membuat Tuhanku memberi banyak nikmat, sebanyak jumlah bintang di langit
Baguskanlah, wahai Tuhanku, dengan kemuliaan-kemuliaan di akhir hayat kami.

Nasab Rosulullah SAW

NASAB NABI MUHAMMAD SAW DARI IBU DAN AYAH
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ
Bagian I-2
Materi ini khusus membahas tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW, materi ini saya ambil dari kitab kecil bernama khulashatu nuril yaqin, ringkasan dari kitab Nurul Yaqin, Insya Allah saya tulis perjudul sesuai kitabnya, dan isinya pun ringkas disertai nomor urut sesuai sumbernya, tapi walaupun ringkas semoga bermanf'at. Dan untuk materi yang pertama ini saya ambil sumbernya sebagian dari kitab Tijan Darori. Selamat menyimak...!
Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang terakhir, beliau seorang Rasul yang diutus Allah SWT kepada seluruh umat manusia dengan membawa agama Islam, agama yang diridoi Allah SWT, dan Allah tidak akan menerima agama selain agama Islam.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang dari keturunan bangsa Quraisy, bangsa yang paling terpandang di kota Makkah, beliau dilahirkan pada hari senin tanggal 12 Robi'ul Awwal tahun gajah yang bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 masehi dan meninggal pada usia 63 tahun pada hari senin tanggal 13 Robi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 8 juni tahun 633 masehi.
Bagi kita yang beragama islam wajib mengetahui nasab Nabi Muhammad SAW dari Ibu dan Ayahnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang 'Ulama yang bernama "Syekh Ibrohim Al-Bajury" bahwa wajib hukumnya bagi seorang mu'min muslim mengetahui nasab Nabi Muhammad SAW. Berikut saya jelaskan nasab beliau.
1. Nasab Dari Ayah
Ayahnya bernama Sayyid 'Abdulloh bin 'Abdul Muthollib bin Hasyim bin 'Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab bin Murroh bin Ka'ab bin Luay bin Gholib bin Fihr bin Malik bin Nador bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin ILyas bin Mudor bin Nazar bin Ma'ad bin Adnan.
Berikut rincian dari nama-nama di atas :
1. 'Abdullah nama isterinya Aminah binti Wahhab dari Bani Zuhroh bin Kilab (suku Quraisy MAKKAH)
2. 'Abdul Muthallib, namanya adalah 'Amir atau Syaibatul hamdi, isterinya bernama Fatimah binti 'Amar dari Bani Makhzum (suku Quraisy MAKKAH).
3. Hasyim, namanya adalah 'Amar atau ‘Umar, istrinya bernama Salma binti ‘Umar dari Bani Najjar (suku khozroj MADINAH)
4. ‘Abdi Manaf, namanya adalah Mugiroh, isterinya bernama 'Atikah binti Murroh dari Bani Salim (suku Qois 'Ailan)
5. Qushoy, namanya adalah Zaid atau Yazid, isterinya bernama Huba binti Halil dari Bani Khuza'ah (suku Qum'ah)
6. Kilab, namanya adalah Hakim, isterinya bernama Fatimah binti Sa’ad
7. Murroh, isterinya bernama Hindun binti sarir dari Bani Fihir bin Malik
8. Ka’ab, isterinya bernama Wahsyiyah binti Syaiban dari Bani Fihir
9. Luay, isterinya bernama Ummu Ka’ab Mariyah binti Ka’ab dari Bani Qudo’ah
10. Gholib, isterinya bernama Ummu Luay Salma binti ‘Amar dari Bani Khuza’ah
11. Fihir, isterinya bernama Ummu Gholib Laila binti sa’ad dari Bani Hudzail suku Quraisy
12. Malik, isterinya bernama Jandalah binti harb
13. Nador, istrinya bernama ’Atikah binti ‘Udwan dari suku Qois ‘Ailan
14. Kinanah, isterinya bernama Barroh
15. Khuzaimah, isterinya bernama ’Awanah binti Sa’ad dari Qois ‘Ailan
16. Mudrikah, isterinya bernama Salma binti Aslam dari Bani Qudo’ah
17. Ilyas, isterinya bernama Khondaf
18. Mudor, isterinya bernama Robab binti Jundah bin Ma’ad
19. Nazar, isterinya bernama Saudah binti ‘Ak
20. Ma’ad, isterinya bernama Mu’anah binti Jausyam
21. ‘Adnan, beliau hidup pada zaman Nabi Musa AS
2. Nasab Dari Ibu
Ibunya bernama Aminah binti Wahhab bin ‘Abdi Manaf bin Zuhroh bin Kilab.

Minggu, 23 Desember 2018

Perjalanan hidup manusia

Khutbah Jum’at :

ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ

ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬ ﻱ ﺧـﻠـﻖ ﺍﻟـﺠـﻨـﺔَ ﻭ ﺧـﻠـﻖ ﺃﻫـﻠَـﻬـﺎ * ﻭ ﺧـﻠـﻖ ﺍﻟـﻨـﺎﺭ ﻭ ﺧـﻠـﻖ ﺃﻫـﻠَـﻬـﺎ *
ﺃﺷـﻬـﺪ ﺍﻥ ﻷ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ ﻻ ﺷـﺮﻳﻚ ﻟﻪ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺗـﻨـﺠﻰ ﻣـﻦ ﺍﻟـﻨـﺎﺭ ﻗـﺎﺋـﻠَـﻬـﺎ * ﻭﺃﺷـﻬﺪ ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻋﺒـﺪﻩ ﻭﺭﺳـﻮﻟﻪ ﺍﻟـﻤـﺒـﻌـﻮﺙَ ﻟـﺘـﺘــﻤـﻴـﻢ ﻣـﻜﺎﺭﻡ ﺍﻷﺧـﻼﻕ ﻭﺃﺣـﺴـﻨِـﻬـﺎ *

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻼﺓ ﺗﻐﻔﺮ ﺑﻬﺎ ﺁﻟﺬﻧﻮ ﺏ
ﻭ ﺗﺼﻠﺢ ﺑﻬﺎ ﺁﻟﻘﻠﻮ ﺏ ﻭﺗﻨﻄﻠﻖ ﺑﻬﺎ ﺁﻟﻌﺼﻮ ﺏ
ﻭ ﺗﻠﻴﻦ ﺑﻬﺎ ﺁﻟﺼﻌﻮ ﺏ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭ ﻣﻦ ﺁﻟﻴﻪ ﻣﻨﺴﻮﺏ

ﺃﻣـﺎﺑﻌـﺪ ﻓﻴـﺎ ﻋﺒـﺎﺩﺍﻟﻠﻪ ﺃﻭﺻــﻴﻜﻢ ﻭﺍﻳﺎﻱ ﺑﺘﻘـﻮﻯ ﺍﻟﻠﻪ ﻟـﻌـﻠـﻜﻢ ﺗـﻔـﻠـﺤـﻮﻥ *

Maasyirol muslimin Rahimakumullah

Marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah, dengan taqwa yang sebenar benarnya, dengan senantiasa menunaikan perintah serta menjauhi semua yang dilarang, dalam keadaan seperti apapun, dimanapun dan kapanpun.
Agar kita senantiasa mendapatkan rahmat dan kebahagiaan dalam hidup didunia ini sampai di akherat nanti.

Allah telah berfirman :
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﺘَّﻘُﻮﻥَ * ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺒُﺸْﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ
“Sesungguhnya orang orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, bagi orang orang itu kebahagiaan di dalam hidupnya di dunia sampai akhirat”.(QS. Yunus 63-64).

Maasyirol muslimin Rahimakumullah

perjalanan hidup manusia baik suka maupun duka mendapat nikmat atau tertimpa musibah bencana
pada akhirnya tentu hanya menuju satu diantara dua tempat, yaitu surga atau neraka.
Allah menciptakan keduanya tentu juga menciptakan calon penghuni yang bakal menempatinya.
Kita juga tentu maklum siapa yang bakal menempati masing masing dari keduanya.
Karena Allah telah menjanjikan akan menempatkan hambanya yang beriman di surga, dengan firman Nya :

ﻭَﻋَﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﺗَﺠْﺮِﻱ ﻣِﻦْ ﺗَﺤْﺘِﻬَﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬَﺎﺭُ ﺧَﺎﻟِﺪِﻳﻦَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻭَﻣَﺴَﺎﻛِﻦَ ﻃَﻴِّﺒَﺔً ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕِ ﻋَﺪْﻥٍ

“Allah Ta’ala telah menjanjikan kepada orang orang mukmin laki laki maupun perempuan, masuk di dalam surga , yang dibawahnya mengalir sungai sungai... mereka akan kekal selamanya, di tempat yang indah dan bagus di dalam surga Adn.”. (QS. At Taubah : 72).

Adapun yang akan menghuni neraka, Allah juga telah berfirman, menyiapkan calon calon penghuninya, sebagai ancaman yang difirmankan dalam Al Qur’an :
ﻭَﻋَﺪَ ﺍلله ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭَ ﻧَﺎﺭَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺧَﺎﻟِﺪِﻳﻦَ ﻓِﻴﻬَﺎ
“Allah telah memberikan ancaman bagi orang orang munafiq laki maupun perempuan dan juga bagi orang orang kafir, akan dimasukkan di dalam neraka jahannam selama lamanya tak akan dikeluarkan di dalamnya . (QS. At Taubah : 68).

Apabila telah jelas siapa orang yang akan menghuni surga dan siapa pula yang akan menghuni neraka,
Maka marilah kita jaga diri kita berusaha terus menerus meningkatkan iman dan taqwa jangan sampai kita tidak termasuk orang orang yang akan menghuni surga .

Maasyirol muslimin Rahimakumullah

Jelaslah janji dan ancaman Allah, oleh karena kita telah mendapatkan anugerah dari Allah berupa akal yang sempurna, kemampuan berdaya dan berupaya, marilah kita gunakan dengan pertimbangan akal dan fikiran kita, Dan berikhtiyar, berupaya menggapai kebahagiaan hidup didunia ini sampai diakhirat kelak. Dengan cara melakukan amal amal shalih dan menambah ketha’atan kita kepada Allah SWT.

Tersebut dalam kitab Nashaihud diniyah bahwa Nabi pernah bersabda :

ﺍﻋْﻤَﻠُﻮﺍ ؛ ﻓَﻜُﻞٌّ ﻣُﻴَﺴَّﺮٌ ﻟِﻤَﺎ ﺧُﻠِﻖَ ﻟَﻪُ ؛ ﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴَّﻌَﺎﺩَﺓِ ، ﻓَﻴُﻴَﺴَّﺮُ ﻟِﻌَﻤَﻞِ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴَّﻌَﺎﺩَﺓِ ، ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺸَّﻘَﺎﺀِ ﻓَﻴُﻴَﺴَّﺮُ ﻟِﻌَﻤَﻞِ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺸَّﻘَﺎﻭَﺓِ

“Artinya: “Berbuatlah kalian karena setiap orang dimudahkan melakukan apa yang ditakdirkan untuknya, Barang siapa yang ditakdirkan untuk menjadi ahli surga ia diberi kemudahan untuk melakukan amalan penduduk surga, dan barang siapa yang ditakdirkan untuk menjadi ahli neraka ia diberi kemudahan untuk melakukan amalan penduduk neraka.”. (Nashaihud diniyah : 17).

Ketahuilah bahwa seorang mukmin yang mengerti agama dan kokoh dalam ilmu dan keyakinannya dialah orang yang memperbaiki amalannnya karena Allah SWT, ia berusaha dengan segala upaya untuk mewujudkannya kemudian bersandar kepada karunia Allah SWT dan tidak bersandar kepada amal baiknya.
Inilah sifat para nabi, para ulama, para salafunasshalihin terdahulu semoga Allah SWT memberi rahmat dan keridhaan atas mereka semua.

Hal ini dijelaskan oleh sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
ﻟﻦ ﻳﺪﺧﻞَ ﺃﺣﺪُ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﺑﻌﻤﻠﻪ . ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻭﻻ ﺃﻧﺖ ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻭﻻ ﺍﻧﺎ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺘﻐﻤﺪﻧﻲ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑﺮﺣﻤﺘﻪ
Artinya: “ Seseorang tidak dapat masuk surga dengan amal perbuatannya,” para sahabat bertanya: ‘Meskipun anda wahai Rasulullah?’ Beliau Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab: ‘Meskipun aku hanya saja Allah menyelimuti aku dengan rahmat-Nya.”

Adapun orang yang rajin beramal shaleh sedangkan ia bergantung pada amalannya berarti ia termasuk orang yg takjub pada diri sendiri, lancang terhadap Tuhannya, bisa jadi ia akan ditimpa ujian agar ia sadar dan mengerti kelemahan dirinya dan ketidak mampuannya beramal shaleh kalau tidak karena karunia dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:

ۚﻭَﻟَﻮْﻟَﺎ ﻓَﻀْﻞُ ﺍلله ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺘُﻪُ ﻣَﺎ ﺯَﻛَﻰٰ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﺃَﺑَﺪًﺍ ﻭَﻟَٰﻜِﻦَّ ﺍلله ﻳُﺰَﻛِّﻲ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ۗﻭَﺍلله ﺳَﻤِﻴﻊٌ ﻋَﻠِﻴﻢٌ

Artinya: “ Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan munkar) selamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui .” (Qs. an-Nuur ayat: 21)

Maasyirol muslimin Rahimakumullah

Manakala kita memang tercipta sebagai calon penghuni surga, tentulah mudah bagi kita berbuat baik, melakukan ibadah dan amal shalih tanpa rasa malas dan terasa mudah dan ringan, seolah olah dituntun bagai air mengalir menuju tempat yang rendah, karena memang sudah beriman dan ada semangat beramal baik, memang orang inilah calon ahli surga. Sebagaimana firman Allah :

ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻟِﻠَّﻪِ ﻳَﺤْﻜُﻢُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ۚ ﻓَﺎﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻋَﻤِﻠُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺎﺕِ ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕِ ﺍﻟﻨَّﻌِﻴﻢِ

Kekuasaan di hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka. Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh adalah di dalam surga yang penuh kenikmatan. (QS. Al Hajj : 56).

Maasyirol muslimin Rahimakumullah

Orang orang yang beriman dan bertaqwa , takut kepada Allah dan juga beramal shalih, akan mendapatkan kegembiraan, kebahagiaan hidupnya sejak didalam dunia sampai dialam akhirat, sesuai dengan impian dan keinginan setiap manusia bahagia didunia dan diakhirat, sebagaimana yang senantiasa dimohonkan dalam setiap do’a di setiap waktu.
Allah telah menjanjikan :

ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﺘَّﻘُﻮﻥَ * ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺒُﺸْﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻻ ﺗَﺒْﺪِﻳﻞَ ﻟِﻜَﻠِﻤَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺫَﻟِﻚَ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻔَﻮْﺯُ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢُ
“Orang orang yang beriman dan bertaqwa, bagi mereka kebahagiaan di dalam hidupnya di dunia dan di akhirat, tiada pernah ada perubahan bagi janji Allah, Demikian itu semua sebagai angerah yang agung” (QS.Yunus : 63-64).

Semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dan pertolongan, sehingga mampu memenuhi kewajiban menghambakan diri kepada Allah, tetap iman Islam sampai akhir hayat, mendapatkan khusnul khatimah.
Aamiiin aamiiin Ya Robbal Alamiin

ﺑَﺎﺭَﻙَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻟِﻲ ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢِ * ﻭَﻧَﻔَﻌَﻨِﻲ
ﻭَﺇِﻳَّﺎ ﻛُﻢْ ﺑِﺎﺍْﻵﻳَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﺍﻟْﺤَﻜِﻴْﻢِ * ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺘَّﻮَّﺍﺏُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ *
ﻗَﺎﻝَ الله ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﻫُﻮَ ﺃَﺻْﺪَﻕُ ﺍْﻟﻘﺎﺋِﻠِﻴْﻦَ :
ﺃَﻋُﻮْﺫُﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸًّﻴْﻄَﺎﻥِ ﺍﻟﺮَّﺟِﻴْﻢِ *
ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ *
ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻟِﻠَّﻪِ ﻳَﺤْﻜُﻢُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ۚ ﻓَﺎﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻋَﻤِﻠُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺎﺕِ ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕِ ﺍﻟﻨَّﻌِﻴﻢِ*
ﻭَﻗُﻞْ ﺭَﺏِّ ﺍْﻏﻔِﺮْ ﻭَﺍﺭْﺣَﻢْ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻤِﻴْﻦَ *
::
Khutbah Jum’at Kedua:

ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ِﻟﻠﻪِ , ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ِﻟﻠﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻖَ ﺍْﻷَﺷْﻴَﺂﺀَ * ﺃَﺣْﻤَـﺪُﻩُ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺣَﻤْﺪَ ﻣَﻦْ ﻋُﻔِﻲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒَﻼَﺀِ *
ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻵ ﺍِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻵ ﺷَـﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ ﺷَﻬَﺎﺩَﺓً ﺗُﻨْﺠِﻲْ ﻗَﺎﺋِﻠَﻬَـﺎ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠَـﺰَﺍﺀِ *
ﻭَﺃَﺷْـﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ ﺃَﺗْﻘَﻰ ﺍْﻷَﺗْﻘِﻴﺂﺀِ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻭَﺍْﻷَﻧْﺒِﻴﺂﺀِ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﺍﻟْﻜَﺮَﻣﺂﺀِ * ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﺍْْﻷَﺻْﻔِﻴﺂﺀِ * ﻭَﻣَﻦْ ﺗُﺒِﻌَﻬُﻢْ ﺑِﺈِﺣْﺴَﺎﻥِ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﻠِّﻘَﺎﺀ ِ *
ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ ﻓَﻴَﺎ ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃُﻭْﺻِﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻱَ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺃَﺷْـﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﻮَﺍﻟِﻲ ﺍﻟﻨَّﻌَﻤﺂﺀِ
ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮْﺍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﻣَﺮَﻛُﻢْ ﺃَﻣْﺮًﺍ ﻋَﻤِﻴْﻤًﺎ * ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺟَﻞَّ ﺟَﻼَﻟُﻪُ : ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ * ﻳَﺂﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺻَﻠُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴْﻤًﺎ *
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴْﻦَ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﻭَﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ * ﻭَﺗَﺎﺑِﻊِ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ ﻟَﻬُﻢْ ﺑِﺈِﺣْﺴَﺎﻥٍ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺭْﺣَﻤْﻨَﺎ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ *
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ * ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ * ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُّﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ * ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺻْﻠِﺢْ ﺃَﺋِﻤَﺘَﻨَﺎ ﻭَﺃُﻣَّﺘَﻨَﺎ * ﻭَﻗُﻀَﺎﺗَﻨَﺎ ﻭَﻋُﻠَﻤَﺎﺀَﻧَﺎ ﻭَﻓُﻘَﻬَﺎﺀَﻧَﺎ * ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺨَﻨَﺎ ﺻَﻼَﺣًﺎ ﺗَﺎﻣًّﺎ ﻋَﺎﻣًّﺎ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻫُﺪَﺍﺓَ ﻣُﻬْﺘَﺪِﻳْﻦَ *
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍْﻧﺼُﺮْ ﻣَﻦْ ﻧَﺼَﺮَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺧْﺬُﻝْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻫْﻠِﻚْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺃَﻟِّﻒْ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮْﺏِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ * ﻭَﻓُﻚَّ ﺃَﺳْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺄْﺳُﻮْﺭِﻳْﻦَ * ﻭَﻓَﺮِّﺝْ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺮُﻭْﺑِﻴْﻦَ * ﻭَﺍﻗْـﺾِ ﺍﻟﺪَّﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺪْﻳُﻮْﻧِﻴـْﻦَ * ﻭَﺍﻛْﺘُﺐِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻟﺴَّﻼَﻣَﺔَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻐُﺰَّﺍﺓِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪِﻳْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِﻳْﻦَ * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ *
ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍﺩْﻓَﻊْ ﻋَﻨَّﺎ ﺍﻟْﻐَﻠَﺎﺀَ * ﻭَﺍﻟْﺒَﻼَﺀَ ﻭَﺍﻟْﻮَﺑَﺎﺀَ * ﻭَﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲَ ﻭَﺍﻟﺴُّﻴُﻮْﻑَ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ * ﻭَﺍﻟﺸَّﺪَﺍﺋِﺪَ ﻭَﺍﻟْﻤِﺤَﻦَ * ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ * ﻣِﻦْ ﺑَﻠَﺪِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺧَﺎﺻَّﺔً * ﻭَﻣِﻦْ ﺑُﻠْﺪَﺍﻥِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻣَّﺔً * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻹِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ ﺑﺎﻹِﻳـْﻤَﺎﻥِ * ﻭَﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲْ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻨَﺎ ﻏِﻼًّ ﻟِّﻠَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺅُﻭْﻑٌ ﺭَّﺣِﻴْﻢ
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎْﻟﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍْﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳْﺘَﺎﺀِﺫِﻯ ﺍْﻟﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍْﻟﺒَﻐْﻰِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭْﻥَ * ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺳْﺌَﻠُﻮْﻩُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ﻳُﻌْﻄِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮُ

Senin, 17 Desember 2018

Akad nikah

ﺃﺭﻛﺎﻥ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ
ﻭﺍﻟﺘﻌﺮﻳﻒ ﺑﻜﻞ ﺭﻛﻦ، ﻭﺑﻴﺎﻥ ﺷﺮﻭﻃﻪ
ﻟﻠﻨﻜﺎﺡ ﺃﺭﻛﺎﻥ ﺧﻤﺴﺔ : ﻭﻫﻲ :
ﺻﻴﻐﺔ، ﻭﺯﻭﺟﺔ، ﻭﺯﻭﺝ، ﻭﻭﻟﻲّ، ﻭﺷﺎﻫﺪﺍﻥ .
ﺍﻟﺮﻛﻦ ﺍﻷﻭﻝ : ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ :
ﻭﺍﻟﺼﻴﻐﺔ : ﻫﻲ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻣﻦ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ، ﻛﻘﻮﻟﻪ : ﺯﻭﺟﺘﻚ، ﺃﻭ : ﺃﻧﻜﺤﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ .
ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻛﻘﻮﻟﻪ : ﺗﺰﻭﺟﺖ، ﺃﻭ ﻧﻜﺤﺖ ﺍﺑﻨﺘﻚ، ﻭﻳﺼﺢّ ﺗﻘﺪّﻡ ﻟﻔﻆ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻋﻠﻰ ﻟﻔﻆ ﺍﻟﻮﻟﻲّ، ﻷﻥ ﺍﻟﺘﻘﺪﻡ ﻭﺍﻟﺘﺄﺧﺮ ﺳﻮﺍﺀ ﻓﻲ ﺇﻓﺎﺩﺓ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ .
ﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﺗﺸﺮﻳﻊ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ :
ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ : ﻫﻲ ﺃﻧﻪ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﺑﺪّ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺭﺿﺎ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪﻳﻦ، ﻭﺍﻟﺮﺿﺎ ﺃﻣﺮ ﺧﻔﻲ ﻻ ﻳُﻄﻠﻊ ﻋﻠﻴﻪ، ﺍﻋﺘﺒﺮ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ـ ﻭﻫﻲ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﻝ ـ ﺩﻟﻴﻼً ﻇﺎﻫﺮﺍً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺿﺎ ﻓﻲ ﻧﻔﺲ ﻛﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪﻳﻦ .
ﺷﺮﻭﻁ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ :
ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ :
1 ـ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺑﻠﻔﻆ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ، ﺃﻭ ﺍﻹﻧﻜﺎﺡ :
ﻭﻣﺎ ﻳﺸﺘﻖ ﻣﻨﻬﻤﺎ؛ ﻛﺰﻭّﺟﺘﻚ ﻭﺃﻧﻜﺤﺘﻚ، ﻭﻗﺒﻠﺖ ﺗﺰﻭﻳﺠﺎ، ﺃﻭ ﻗﺒﻠﺖ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ .
ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﺷﺘﺮﻁ ﻟﻔﻆ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺍﻹﻳﺠﺎﺑﻲ، ﻭﻣﺎ ﺍﺷﺘﻖ ﻣﻨﻬﻤﺎ، ﻷﻧﻬﻤﺎ ﺍﻟﻠﻔﻈﺎﻥ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻭﺍﻟﺸﺮﻉ، ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻭﻫﻤﺎ ﺍﻟﻤﺴﺘﻌﻤﻼﻥ ﻓﻲ ﻧﺼﻮﺹ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ . ﻓﻔﻲ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ :
} ﻓَﺎﻧﻜِﺤُﻮﺍْ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢ ﻣِّﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀ ﻣَﺜْﻨَﻰ ﻭَﺛُﻼَﺙَ ﻭَﺭُﺑَﺎﻉَ { ‏[ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ : 3 ‏] ﻭﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ :
} ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻗَﻀَﻰ ﺯَﻳْﺪٌ ﻣِّﻨْﻬَﺎ ﻭَﻃَﺮﺍً ﺯَﻭَّﺟْﻨَﺎﻛَﻬَﺎ ﻟِﻜَﻲْ ﻟَﺎ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺣَﺮَﺝٌ ﻓِﻲ ﺃَﺯْﻭَﺍﺝِ ﺃَﺩْﻋِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ ... .. ... { ‏[ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ : 37 ‏]
‏[ ﻭﻃﺮﺍً : ﺣﺎﺟﺔ، ﻭﻟﻢ ﺗﺒﻖ ﻟﻪ ﺭﻏﺒﺔ ﻓﻴﻬﺎ . ﺃﺩﻋﻴﺎﺋﻬﻢ : ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﺩّﻋﻮﺍ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺑﻨﺎﺅﻫﻢ ﻭﻫﻢ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻛﺬﻟﻚ ‏] .
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨّﺔ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﻳﺎ ﻣﻌﺸﺮ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﻣﻨﻜﻢ ﺍﻟﺒﺎﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺰﻭﺝ ... . ."
‏( ﺍﻧﻈﺮ ﺩﻟﻴﻞ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ‏) .
2 ـ ﺍﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﺑﻠﻔﻆ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﺃﻭ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻓﻲ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻘﺒﻮﻝ :
ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻮﻟﻲّ : ﺯﻭﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﻲ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﺰﻭﺝ : ﻗﺒﻠﺖ، ﻟﻢ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ . ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺰﻭﺝ : ﺯﻭِّﺟﻨﻲ ﺍﺑﻨﺘﻚ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻮﻟﻲّ : ﻗﺒﻠﺖ، ﻟﻢ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺃﻳﻀﺎَ، ﻷﻧﻬﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﺼﺮﺣﺎً ﺑﻠﻔﻆ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﺃﻭ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ .
ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﻐﻴﺮ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ :
ﻭﻳﺼﺢّ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﺎﻟﻠﻐﺎﺕ ﺍﻟﻌﺠﻤﻴﺔ، ﻭﻫﻲ ﻣﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ . ﻓﻠﻮ ﻭﺟﺪ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﻝ ﺑﻠﻐﺔ ﻋﺠﻤﻴﺔ ﺻﺢ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻭﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻳﻌﺮﻓﺎﻥ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ، ﺍﻋﺘﺒﺎﺭﺍً ﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ، ﻷﻥ ﻟﻔﻆ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺃﻭ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻻ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻬﻤﺎ ﺇﻋﺠﺎﺯ، ﻓﺎﻛﺘﻔﻲ ﺑﺘﺮﺟﻤﺘﻬﻤﺎ .
ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﺄﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ :
ﻻ ﻳﺼﺢّ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺑﺄﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﺑﺄﻱّ ﻟﻐﺔ ﻛﺎﻧﺖ .
ﻭﺃﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ : ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺤﺘﻤﻞ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻭﻏﻴﺮﻩ : ﻛﺄﺣﻠﻠﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ، ﺃﻭ ﻭﻫﺒﺘﻬﺎ ﻟﻚ، ﻷﻥ ﺃﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﺗﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨّﻴﺔ، ﻭﺍﻟﻨّﻴﺔ ﻣﺤﻠّﻬﺎ ﺍﻟﻘﻠﺐ .
ﻭﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻬﻮﺩ، ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺩ ﻻ ﻳﻄّﻠﻌﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ، ﺣﺘﻰ ﻳﺸﻬﺪﻭﺍ : ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪﺍﻥ ﻗﺪ ﻧﻮﻳﺎ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ .
ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺑﺔ :
ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻻ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺑﺔ، ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﺘﻌﺎﻗﺪﺍﻥ ﺣﺎﺿﺮﻳﻦ ﺃﻭ ﻏﺎﺋﺒﻴﻦ .
ﻓﻠﻮ ﻛﺘﺐ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﺇﻟﻰ ﻏﺎﺋﺐ، ﺃﻭ ﺣﺎﺿﺮ : ﺯﻭﺟّﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ، ﻓﻮﺻﻞ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺰﻭﺝ، ﻓﻘﺮﺃﻩ، ﻭﻗﺎﻝ : ﻗﺒﻠﺖ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﺑﻨﺘﻚ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢّ ﺍﻟﻌﻘﺪ، ﻷﻥ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ، ﻭﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻻ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺑﺎﻟﻜﻨﺎﻳﺔ .
ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺍﻷﺧﺮﺱ ﺍﻟﻤﻔﻬﻤﺔ :
ﺃﻣﺎ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺍﻷﺧﺮﺱ ﺍﻟﻤﻔﻬﻤﺔ، ﻭﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺨﺘﺺ ﺑﻔﻬﻢ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﻔﻄﻨﻮﻥ ﺍﻷﺫﻛﻴﺎﺀ، ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺑﻬﺎ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻷﻧﻬﺎ ﺗﻨﺰﻝ ﻣﻨﺰﻟﺔ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﺍﻟﺼﺮﻳﺢ .
ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺇﺷﺎﺭﺗﻪ ﺧﻔﻴﺔ، ﻻ ﻳﻔﻬﻤﻬﺎ ﺇﻻ ﺍﻷﺫﻛﻴﺎﺀ ﺍﻟﻔﻄﻨﻮﻥ، ﻓﻼ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻷﻧﻬﺎ ﻋﻨﺪﺋﺬ ﺗﻨﺰﻝ ﻣﻨﺰﻟﺔ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ، ﻭﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﻻ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ .
3 ـ ﺍﺗﺼﺎﻝ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﺑﺎﻟﻘﺒﻮﻝ :
ﻭﻣﻦ ﺷﺮﻭﻁ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻥ ﻳﺘﺼﻞ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﺑﺎﻟﻘﺒﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺝ، ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ : ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ، ﻓﺴﻜﺖ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻣﺪﺓ ﻃﻮﻳﻠﺔ، ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﻗﺒﻠﺖ ﺯﻭﺍﺟﻬﺎ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﺍﻟﻌﻘﺪ، ﻟﻮﺟﻮﺩ ﺍﻟﻔﺎﺻﻞ ﺍﻟﻄﻮﻳﻞ ﺑﻴﻦ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﻝ، ﻣﻤﺎ ﻳﺠﻌﻞ ﺃﻣﺮ ﺭﺟﻮﻉ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺪﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺃﻣﺮﺍً ﻣﺤﺘﻤﻼً، ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺴﻜﻮﺕ ﺍﻟﻴﺴﻴﺮ : ﻛﺘﻨﻔﺲ، ﻭﻋﻄﺎﺱ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻀﺮّ ﻓﻲ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﻌﻘﺪ .
4 ـ ﺑﻘﺎﺀ ﺃﻫﻠﻴﺔ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻳﺘﻢ ﺍﻟﻘﺒﻮﻝ :
ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ : ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ ﻭﻟﻜﻦ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺼﺪﺭ ﺍﻟﻘﺒﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﺟﻦّ ﺍﻟﻮﻟﻲ، ﺃﻭ ﺃﻏﻤﻲ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻘﺒﻞ ﺍﻟﺰﻭﺝ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ .
ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺰﻭﺝ : ﺯﻭِّﺟﻨﻲ ﺍﺑﻨﺘﻚ، ﺛﻢ ﺃﻏﻤﻲ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ : ﺯﻭّﺟﺘﻚ، ﺑﻄﻞ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ، ﻭﻟﻢ ﻳﺼﺢّ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻭﻟﻮ ﻭﺟﺪ ﺍﻟﻘﺒﻮﻝ، ﻟﻔﻘﺪﺍﻥ ﺃﻫﻠﻴّﺔ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪﻳﻦ ﻗﺒﻞ ﺗﻤﺎﻡ ﺍﻟﻌﻘﺪ .
5 ـ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ﻣﻨﺠﺰﺓ :
ﻓﻼ ﺗﺼﺢ ﺇﺿﺎﻓﺔ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ، ﻭﻻ ﺗﻌﻠﻴﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻭﻁ .
ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ : ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻘﺪ ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﺰﻭﺝ : ﺗﺰﻭﺟﺘﻬﺎ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﺍﻟﻌﻘﺪ .
ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ : ﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﺑﻨﺘﻲ ﻗﺪ ﻧﺠﺤﺖ ﻓﻲ ﺍﻻﻣﺘﺤﺎﻥ ﻓﻘﺪ ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺇﻳﺎﻫﺎ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﺰﻭﺝ : ﻗﺒﻠﺖ ﺯﻭﺍﺟﻬﺎ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺃﻳﻀﺎً، ﻷﻥ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻨﺠﺰﺍً، ﺗﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺁﺛﺎﺭﻩ ﻣﻦ ﺣﻴﻦ ﺇﻧﺸﺎﺋﻪ، ﻓﺈﺿﺎﻓﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ، ﺃﻭ ﺗﻌﻠﻴﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻭﻁ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﺗﺄﺧﻴﺮ ﺃﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ، ﺃﻭ ﺇﻟﻰ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﺸﺮﻁ، ﻭﻫﺬﺍ ﻳُﻨﺎﻓﻲ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻌﻘﺪ .
6 ـ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ :
ﻓﻼ ﻳﺼﺢّ ﺗﻮﻗﻴﺖ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﻤﺪﺓ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ : ﻛﺸﻬﺮ، ﺃﻭ ﺳﻨﺔ، ﺃﻭ ﻣﺠﻬﻮﻟﺔ : ﻛﻘﺪﻭﻡ ﻏﺎﺋﺐ، ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ : ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ ﺷﻬﺮﺍً، ﺃﻭ ﺳﻨﺔ، ﺃﻭ ﺇﻟﻰ ﻗﺪﻭﻡ ﻓﻼﻥ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﺰﻭﺝ : ﻗﺒﻠﺖ ﺯﻭﺍﺟﻬﺎ، ﻟﻢ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﻮﺭ، ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ ﺍﻟﻤﺤﺮّﻣﺔ .
ﺭﻭﻯ ﻣﺴﻠﻢ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ ﻭﺑﻴﺎﻥ ﺃﻧﻪ ﺃُﺑﻴﺢ ﺛﻢ ﻧﺴﺦ ... . ، ﺭﻗﻢ : 1406 ‏) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﺳَﺒْﺮَﺓ ﺍﻟﺠﻬﻨﻲ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓﻘﺎﻝ : " ﻳﺎ ﺃﻳّﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ، ﺇﻧﻲ ﻗﺪ ﻛﻨﺖ ﺃﺫﻧﺖ ﻟﻜﻢ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ، ﻭﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺣﺮّﻡ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻥ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻨﻬﻦّ ﺷﻲﺀ ﻓﻠﻴﺨﻞِّ ﺳﺒﻴﻠﻪ، ﻭﻻ ﺗﺄﺧﺬﻭﺍ ﻣﻤﺎ ﺁﺗﻴﺘﻤﻮﻫﻦّ ﺷﻴﺌﺎً ."
ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﺸﻐﺎﺭ :
ﻻ ﻳﺼﺢّ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﺸﻐﺎﺭ، ﻭﻫﻮ : ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻟﺮﺟﻞ : ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺗُﺰﻭِّﺟﻨﻲ ﺍﺑﻨﺘﻚ، ﻭﻳﻀﻊ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺻﺪﺍﻕ ﻟﻸُﺧﺮﻯ . ﻓﻴﻘﻮﻝ ﺍﻵﺧﺮ : ﺗﺰﻭﺟﺖ ﺍﺑﻨﺘﻚ، ﻭﺯﻭﺟﺘﻚ ﺍﺑﻨﺘﻲ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﺕ .
ﻭﺳﺒﺐ ﺑﻄﻼﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻫﻮ ﺗﻌﻠﻴﻖ ﺯﻭﺍﺝ ﻛﻞِّ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺧﺮﻯ، ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻖ ﻣﻔﺴﺪ ﻟﻠﻌﻘﺪ ﻛﻤﺎ ﺳﺒﻖ .
ﻭﺃﻳﻀﺎً، ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﺸﻐﺎﺭ .
ﺭﻭﻯ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﺍﻟﺸﻐﺎﺭ، ﺭﻗﻢ : 4822 ‏) ﻭﻣﺴﻠﻢ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﺗﺤﺮﻳﻢ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﺸﻐﺎﺭ ﻭﺑﻄﻼﻧﻪ، ﺭﻗﻢ : 1415 ‏) ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ :- ‏( ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻧﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺸِّﻐﺎﺭ، ﻭﺍﻟﺸﻐﺎﺭ : ﺃﻥ ﻳﺰﻭّﺝ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﺑﻨﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻳﺰﻭﺟﻪ ﺍﺑﻨﺘﻪ، ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺻﺪﺍﻕ .
ﻭﺳﻤﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺷﻐﺎﺭﺍً ﺃﺧﺬﺍً ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻬﻢ : ﺷﻐﺮ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ : ﺇﺫﺍ ﺧﻼ ﻋﻨﻪ .
ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻗﺪ ﺧﻼ ﻫﻮ ﺃﻳﻀﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻬﺮ، ﻓﺄﺷﺒﻪ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺍﻟﺸﺎﻏﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ .
ﺍﻟﺮﻛﻦ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ :
ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻟﻴﺼﺢّ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ :
1 ـ ﺧﻠﻮّﻫﺎ ﻣﻦ ﻣﻮﺍﻧﻊ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺍﻟﺘﻲ ﻣﺮ ﺫﻛﺮﻫﺎ ﻓﻲ ﻣﺤﺮﻣﺎﺕ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻟﺨﻄﺒﺔ .
2 ـ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻣﻌﻴﻨﺔ، ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻲّ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻟﺮﺟﻞ : ﺯﻭّﺟﺘﻚ ﺇﺣﺪﻯ ﺑﻨﺎﺗﻲ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢّ ﺍﻟﻌﻘﺪ، ﻟﻌﺪﻡ ﺗﻌﻴﻴﻦ ﺍﻟﺒﻨﺖ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ .
3 ـ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻣُﺤْﺮِﻣَﺔً ﺑﺤﺞ ﺃﻭ ﻋﻤﺮﺓ .
ﺭﻭﻯ ﻣﺴﻠﻢ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﺗﺤﺮﻳﻢ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻭﻛﺮﺍﻫﺔ ﺧﻄﺒﺘﻪ، ﺭﻗﻢ : 1409 ‏) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﻻ ﻳُﻨﻜَﺢ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ، ﻭﻻ ﻳُﻨﻜَﺢ، ﻭﻻ ﻳَﺨْﻄﺐ " ﺃﻱ ﻻ ﻳﺘﺰﻭﺝ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ، ﻭﻣﺜﻠﻪ ﺍﻟﻤﺤﺮَﻣَﺔ، ﻭﻻ ﻳﺰﻭّﺟﻪ ﻏﻴﺮﻩ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﺤﺮﻣﺔ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﺮﻣﺔ، ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﺑﻮﻻﻳﺔ، ﺃﻭ ﻭﻛﺎﻟﺔ، ﻭﻻ ﻳﻄﻠﺐ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻟﻠﺘﺰﻭﻳﺞ .
ﺍﻟﺮﻛﻦ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ : ﺍﻟﺰﻭﺝ :
ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ :
1 ـ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻤّﻦ ﻳﺤﻞ ﻟﻠﺰﻭﺟﺔ ﺍﻟﺘﺰﻭّﺝ ﺑﻪ، ﻭﺫﻟﻚ ﺑﺄﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺤﺮﻣﻴﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ .
2 ـ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻣﻌﻴﻨﺎً، ﻓﻠﻮ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻮﻟﻲّ : ﺯﻭّﺟﺖ ﺍﺑﻨﺘﻲ ﺇﻟﻰ ﺃﺣﺪﻛﻤﺎ، ﻟﻢ ﻳﺼﺢّ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻟﻌﺪﻡ ﺗﻌﻴﻴﻦ ﺍﻟﺰﻭﺝ .
3 ـ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﺣﻼﻻً، ﺃﻱ ﻟﻴﺲ ﻣﺤﺮﻣﺎً ﺑﺤﺞ ﺃﻭ ﻋﻤﺮﺓ، ﻟﻠﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ " ﻻ ﻳَﻨْﻜِﺢ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ، ﻭﻻ ﻳُﻨﻜَﺢ، ﻭﻻ ﻳﺨﻄﺐ ."
ﺍﻟﺮﻛﻦ ﺍﻟﺮﺍﺑﻊ : ﺍﻟﻮﺍﻟﻲ :
ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ :
ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻐﺔ : ﺗﺄﺗﻲ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﺍﻟﻤﺤﺒﺔ ﻭﺍﻟﻨﺼﺮﺓ . ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ :
} ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَﻮَﻝَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻓَﺈِﻥَّ ﺣِﺰْﺏَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻐَﺎﻟِﺒُﻮﻥَ { ‏[ ﺍﻟﻤﺎﺋﺪﺓ : 56 ‏] .
ﻭﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ : ﻫﻲ ﺗﻨﻔﻴﺬ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻐﻴﺮ، ﻭﺍﻹﺷﺮﺍﻑ ﻋﻠﻰ ﺷﺆﻭﻧﻪ .
ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻐﻴﺮ : ﺍﻟﻘﺎﺻﺮ ﻭﺍﻟﻤﺠﻨﻮﻥ، ﻭﺍﻟﺒﺎﻟﻐﺔ ﻓﻲ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭ .
ﻭﻳﻌﺮّﻓﻬﺎ ﺑﻌﻀﻬﻢ : ﺑﺄﻧﻬﺎ ﺗﻨﻔﻴﺬ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻐﻴﺮ، ﺷﺎﺀ ﺃﻭ ﺃﺑﻰ، ﻓﺘﺸﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻹﺟﺒﺎﺭ .
ﻭﻳﺴﻤﻰ ﻣَﻦ ﺃﻋﻄﺘﻪ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺣﻖ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ : ﻭﻟﻴﺎً .
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻓَﺈﻥ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﺳَﻔِﻴﻬﺎً ﺃَﻭْ ﺿَﻌِﻴﻔﺎً ﺃَﻭْ ﻻَ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴﻊُ ﺃَﻥ ﻳُﻤِﻞَّ ﻫُﻮَ ﻓَﻠْﻴُﻤْﻠِﻞْ ﻭَﻟِﻴُّﻪُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ { ‏[ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : 282 ‏] .
ﺣﻜﻤﺔ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ :
ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﻐﺎﺭ ﻭﺍﻟﻘﺎﺻﺮﻳﻦ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﺭﻋﺎﻳﺔ ﻣﺼﺎﻟﺤﻬﻢ، ﺣﺘﻰ ﻻ ﺗﻀﻴﻊ ﻫﺪﺭﺍً، ﻭﺣﻔﻆ ﺣﻘﻮﻗﻬﻢ، ﻭﺗﺪﺑﻴﺮ ﺷﺆﻭﻧﻬﻢ .
ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﻭﺍﺟﺐ ﻓﻲ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ :
ﻻﺑﺪ ﻓﻲ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺑﺎﻟﻐﺔ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﺻﻐﻴﺮﺓ، ﺛﻴّﺒﺎً ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﺑﻜﺮﺍً، ﻣﻦ ﻭﻟﻲّ ﻳﻠﻲ ﻋﻘﺪ ﺯﻭﺍﺟﻬﺎ .
ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻻﻣﺮﺃﺓ ﺗُﺰﻭَّﺝ ﻧﻔﺴﻬﺎ، ﻭﻻ ﺃﻥ ﺗﺰﻭَّﺝ ﻏﻴﺮﻫﺎ، ﺑﺈﺫﻥ ﺃﻭ ﺑﻐﻴﺮ ﺇﺫﻥ ﺳﻮﺍﺀ ﺻﺪﺭ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ، ﺃﻭ ﺍﻟﻘﺒﻮﻝ .
ﻭﺩﻟﻴﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ ‏( ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ /3 227 ‏) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ :- ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ : " ﻻ ﺗﺰﻭَّﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓُ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ، ﻭﻻ ﺗﺰﻭَّﺝ ﻧﻔﺴﻬﺎ " ﻭﻛﻨﺎ ﻧﻘﻮﻝ : ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺰﻭِّﺝ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻫﻲ ﺍﻟﻔﺎﺟﺮﺓ . ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ : ﻫﻲ ﺍﻟﺰﺍﻧﻴﺔ .
ﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﺷﺘﺮﺍﻁ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﻓﻲ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ :
ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﺷﺘﺮﺍﻁ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻠﻴﻖ ﺑﻤﺤﺎﺳﻦ ﺍﻟﻌﺎﺩﺍﺕ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻓﻲ ﻣﺒﺎﺷﺮﺓ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻭﺫﻟﻚ ﻟﻤﺎ ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻴﺎﺀ .
5 ـ ﺩﻟﻴﻞ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﻓﻲ ﻋﻘﺪ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ :
ﻭﺍﺳﺘُﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﻓﻲ ﻋﻘﺪ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ، ﻭﺍﻟﺴﻨّﺔ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ :
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ : ﻓﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻃَﻠَّﻘْﺘُﻢُ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀ ﻓَﺒَﻠَﻐْﻦَ ﺃَﺟَﻠَﻬُﻦَّ ﻓَﻼَ ﺗَﻌْﻀُﻠُﻮﻫُﻦَّ ﺃَﻥ ﻳَﻨﻜِﺤْﻦَ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟَﻬُﻦَّ ﺇِﺫَﺍ ﺗَﺮَﺍﺿَﻮْﺍْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ... . { ‏[ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : .232
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﺃﺻﺮﺡ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻋﺘﺒﺎﺭ ﺍﻟﻮﻟﻲّ، ﺇﺫ ﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻌﺘﺒﺮﺍً ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻟﻌﻀﻠﻪ ﻣﻌﻨﻰ . ﻭﺍﻟﻌﻀﻞ : ﻣﻨﻊ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ .
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺴﻨّﺔ : ﻓﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﺣﺒّﺎﻥ : ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ : " ﻻ ﻧﻜﺎﺡَ ﺇﻻ ﺑَﻮِﻟّﻲ ﻭﺷﺎﻫﺪَﻱْ ﻋﺪْﻝ، ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﻧﻜﺎﺡ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﻮ ﺑﺎﻃﻞ ."
‏( ﻣﻮﺍﺭﺩ ﺍﻟﻈﻤﺂﻥ ﺇﻟﻰ ﺯﻭﺍﺋﺪ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ : ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺩ ‏) . ﻭﺭﻭﻯ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻟﻲّ، ﺭﻗﻢ : 2085 ‏) ، ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻻ ﻧﻜﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲّ، ﺭﻗﻢ : 1101 ‏) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﺍﻷﺷﻌﺮﻱ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ : " ﻻ ﻧِﻜَﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮَﻟﻲّ ."
6 ـ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺑﻐﻴﺮ ﻭﻟﻲّ ﻭﻣﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ :
ﻓﺈﺫﺍ ﺯﻭﺟﺖ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻭﻟﻲّ ﺍﻋﺘﺒﺮ ﺯﻭﺍﺟﻬﺎ ﺑﺎﻃﻼً، ﺛﻢ ﺇﻥ ﺃﻋﻘﺐ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺩﺧﻮﻝ ﻭﺟﺐ ﺍﻟﺘﻔﺮﻳﻖ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ، ﻟﺒﻄﻼﻥ ﺍﻟﻌﻘﺪ، ﻭﻭﺟﺐ ﻟﻠﻤﺮﺃﺓ ﻣﻬﺮ ﺍﻟﻤﺜﻞ، ﺳﻮﺍﺀ ﺳﻤﻲ ﻟﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻣﻬﺮ، ﺃﻡ ﻟﻢ ﻳُﺴَﻢّ .
ﻭﺩﻟﻴﻞ ﺫﻟﻚ : ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﺃﻳُّﻤﺎ ﺍﻣﺮﺃُﺓ ﻧﻜﺤﺖ ﺑﻐﻴﺮ ﺇﺫْﻥ ﻭﻟﻴِّﻬﺎ ﻓﻨﻜﺎﺣُﻬﺎ ﺑﺎﻃﻞّ ـ ﺛﻼﺛﺎً ـ ﻓﺈﻥ ﺩﺧﻞ ﺑﻬﺎ ﻓﻠﻬﺎ ﺍﻟﻤﻬﺮ ﺑﻤﺎ ﺍﺳﺘﺤﻞّ ﻣﻦ ﻓﺮﺟﻬﺎ، ﻓﺈﻥ ﺗﺸﺎﺟﺮﻭﺍ، ﻓﺎﻟﺴﻠﻄﺎﻥُ ﻭﻟﻲّ ﻣﻦ ﻻ ﻭﻟﻲَّ ﻟﻪ ‏) .
ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻓﻲ ﻭﺍﻟﻮﻟﻲ، ﺭﻗﻢ : 2083 ‏) ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻻ ﻧﻜﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲّ، ﺭﻗﻢ ‏( 1881 ‏) ، ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲّ، ﺭﻗﻢ : 1102 ‏) ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ .
ﻭﻻ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺍﻃﺊ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ـ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻢّ ﺑﻐﻴﺮ ﻭﻟﻲّ . ﺣﺪّ ﺍﻟﺰﻧﻰ، ﻟﺸﺒﻬﺔ ﺍﺧﺘﻼﻑ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻓﻲ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﻐﻴﺮ ﻭﻟﻲّ .
ﻭﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﺗﺪﺭﺃ ﺑﺎﻟﺸﺒﻬﺎﺕ، ﻟﻜﻦ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺘﻌﺰﻳﺰ .
ﻭﺍﻟﺘﻌﺰﻳﺰ ﻋﻘﻮﺑﺔ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺤﺪّ ﻳﻘﺪّﺭﻫﺎ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺑﻤﺎ ﻳﺮﺍﻩ ﺭﺍﺩﻋﺎً ﻭﻣﺆﺩﺑﺎً .
7 ـ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺣﺴﺐ ﺗﺮﺗﻴﺒﻬﻢ :
ﻭﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻫﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﺍﻵﺗﻲ :
ﺍﻷﺏ .
ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﺃﺑﻮ ﺍﻷﺏ .
ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ .
ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ .
ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻷﺥ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ .
ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻷﺥ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ .
ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ .
ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻢ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ .
ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ .
ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ .
ﻭﻫﻜﺬﺍ ﺳﺎﺋﺮ ﺍﻟﻌﺼﺒﺎﺕ، ﻓﺈﻥ ﻋُﺪﻣﺖ ﺍﻟﻌﺼﺒﺎﺕ ﻓﺎﻟﻘﺎﺿﻲ، ﻟﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :-
" ﻓﺎﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﻟﻲّ ﻣﻦ ﻻ ﻭﻟﻲّ ﻟﻪ ."
8 ـ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻻﺑﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ :
ﻫﺬﺍ ﻭﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻼﺑﻦ، ﻭﻻ ﻻﺑﻦ ﺍﻻﺑﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻓﻼ ﻳﺰﻭﺝ ﺍﺑﻦ ﺃﻣﻪ ﺑﻮﻻﻳﺔ ﺍﻟﺒﻨﻮﺓ، ﻷﻧﻬﺎ ﻻ ﻣﺸﺎﺭﻛﺔ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻨﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺴﺐ، ﺇﺫ ﺍﻧﺘﺴﺎﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻴﻬﺎ، ﻭﺍﻧﺘﺴﺎﺏ ﺍﻻﺑﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻴﻪ . ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺃﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻌﻤﻮﻣﺔ ﻷُﻣﻪ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﺑﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤّﻬﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﻭﻟﻲّ ﺃﻗﺮﺏ ﻣﻨﻬﺎ ﺟﺎﺯ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺰﻭِّﺟﻬﺎ .
9 ـ ﺷﺮﻭﻁ ﺍﻟﻮﻟﻲ :
ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻟﻲّ، ﺃﺑﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ، ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ :
ﺃـ ﺍﻹﺳﻼﻡ :
ﻓﻼ ﻳﺰﻭّﺝ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﺔ، ﻷﻧﻪ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻜﺎﻓﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻭَﻟَﻦ ﻳَﺠْﻌَﻞَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻟِﻠْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺳَﺒِﻴﻼً { ‏[ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ : 1401 ‏] .
ﻭﻷﻥ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻣﺒﻨﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻌﺼﺐ ﻓﻲ ﺍﻹﺭﺙ، ﻭﻻ ﺗﻮﺍﺭﺙ ﺑﻴﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﻛﺎﻓﺮ .
ﻭﻳﺰﻭﺝ ﻛﺎﻓﺮ ﻛﺎﻓﺮﺓ، ﻭﻟﻮ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩﻫﺎ، ﻓﻴﺰﻭﺝ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩﻱ ﻧﺼﺮﺍﻧﻴﺔ، ﻭﺍﻟﻨﺼﺮﺍﻧﻲ ﻳﻬﻮﺩﻳﺔ، ﻷﻥ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻛﻠﻪ ﻣﻠﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻭَﺍﻟَّﺬﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍْ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﺑَﻌْﺾٍ { ‏[ ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ : 73 ‏] .
ﺏ ـ ﺍﻟﻌﺪﺍﻟﺔ :
ﻭﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﺎﻟﻌﺪﺍﻟﺔ : ﻋﺪﻡ ﺍﺭﺗﻜﺎﺏ ﺍﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ، ﻭﻋﺪﻡ ﺍﻹﺻﺮﺍﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﻐﺎﺋﺮ، ﻭﻋﺪﻡ ﻓﻌﻞ ﻣﺎ ﻳﺨﻞّ ﺑﺎﻟﻤﺮﻭﺀﺓ : ﻛﺎﻟﺒﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻄﺮﻗﺎﺕ، ﻭﺍﻟﻤﺸﻲ ﺣﺎﻓﻴﺎ، ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ .
ﻓﻼ ﻳُﺰﻭّﺝ ﺍﻟﻔﺎﺳﻖ ﻣﺆﻣﻨﺔ، ﺑﻞ ﻳﻨﺘﻘﻞ ﺣﻖ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻠﻴﻪ، ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﺪﻻً .
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﻻ ﻧﻜﺎﺡَ ﺇﻻ ﺑﻮَﻟﻲّ ﻣُﺮْﺷِﺪ " ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻲ ﻣﺴﻨﺪﻩ ﺑﺴﻨﺪ ﺻﺤﻴﺢ .
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻤﺮﺷﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ : ﺍﻟﻌﺪﻝ .
ﻭﻷﻥ ﺍﻟﻔﺴﻖ ﻧﻘﺺ ﻳﻘﺪﺡ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓ، ﻓﻴﻤﻨﻊ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ .
ﻭﻓﻲ ﻗﻮﻝ : ﻻ ﺗﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﻌﺪﺍﻟﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻷﻥ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻣﺒﻨﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻌﺼﺐ، ﻭﺍﻟﻌﺼﺒﺔ ﺗﺤﻤﻠﻪ ﻭﻓﺮﺓ ﺍﻟﺸﻔﻘﺔ ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺮّﻱ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻣﻮﻟﻴﺘﻪ، ﻭﻫﺬﻩ ﺍﻟﺸﻔﻘﺔ ﻻ ﺗﺨﺘﻠﻒ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻌﺪﻝ ﻭﻏﻴﺮﻩ .
ﻭﻷﻥ ﺍﺷﺘﺮﺍﻁ ﺍﻟﻌﺪﺍﻟﺔ ﻗﺪ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﻟﻰ ﺣﺮﺝ ﻛﺒﻴﺮ ﻟﻘﻠّﺔ ﺍﻟﻌﺪﻭﻝ، ﻭﻻﺳﻴﻤﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻳﺎﻡ، ﻭﻟﻢ ﻳﻌﺮﻑ ﺃﻥ ﺍﻟﻔﺴﻘﺔ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳُﻤﻨﻌﻮﻥ ﻣﻦ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﺑﻨﺎﺗﻬﻢ ﻓﻲ ﺃﻱّ ﻋﺼﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺼﻮﺭ .
ﺝ ـ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ :
ﻓﻼ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﺼﺒﻲ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻷﻧﻪ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ، ﻓﻼ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺃﻭﻟﻰ .
ﺩ ـ ﺍﻟﻌﻘﻞ :
ﻓﻼ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻤﺠﻨﻮﻥ، ﻷﻧﻪ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ، ﻓﺄﻭﻟﻰ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻪ ﻭﻻﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ
ﻫـ ـ ﺍﻟﺴﻼﻣﺔ ﻣﻦ ﺍﻵﻓﺎﻕ ﺍﻟﻤُﺨﻠّﺔ ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ :
ﻓﻼ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻤﺨﺘﻞِّ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺑﺴﺒﺐ ﻫﺮﻡ، ﺃﻭ ﺧﺒﻞ، ﻟﻌﺠﺰ ﻫﺆﻻﺀ ﻋﻦ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﺍﻷﻛﻔّﺎﺀ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﺮﻳﻀﺎً ﻳﻐﻤﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻧﺘﻈﺮﺕ ﺇﻓﺎﻗﺘﻪ، ﻷﻥ ﺍﻹﻏﻤﺎﺀ ﻗﺮﻳﺐ ﺍﻟﺰﻭﺍﻝ ﻛﺎﻟﻨﻮﻡ .
ﻭـ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺤﺠﻮﺭﺍً ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺴﻔﻪ :
ﻭﺍﻟﻤﺤﺠﻮﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺴﻔﻪ : ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺒﺬﺭ ﻣﺎﻟﻪ، ﻷﻥ ﺍﻟﺴﻔﻴﻪ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ، ﻓﺄﻭﻟﻰ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻪ ﻭﻻﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ .
ﺯـ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺣﻼﻻً :
ﻓﻼ ﻳﺰﻭّﺝ ﺍﻟﻤُﺤْﺮﻡُ ﺑﺤﺞ ﺃﻭ ﻋﻤﺮﺓ ﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻫﻮ ﻣﺤﺮﻡ، ﻟﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﻻ ﻳﻨﻜﺢ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻭﻻ ﻳﻨﻜﺢ ."
ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﺗﺤﺮﻳﻢ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻭﻛﺮﺍﻫﺔ ﺧﻄﺒﺘﻪ، ﺭﻗﻢ : 1409 ‏) .
ﺗﻨﺒﻴﻪ :
ﺇﺫﺍ ﻓﻘﺪﺕ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻟﺘﻲ ﺫﻛﺮﺕ ﻓﻲ ﻭﻟﻲّ ﻗﺮﻳﺐ ﻣﻦ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ، ﺍﻧﺘﻘﻞ ﺣﻖ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻠﻴﻪ، ﻣﻤّﻦ ﺗﻮﻓﺮﺕ ﻓﻴﻪ ﺷﺮﻭﻁ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻛﺎﻣﻠﺔ، ﺇﻻ ﺍﻟﻤُﺤﺮﻡ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﺗﻨﺘﻘﻞ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻋﻨﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺑﻌﺪ ﻣﻨﻪ، ﻷﻥ ﺍﻹﺣﺮﺍﻡ ﻻ ﻳﺴﻠﺐ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ، ﻟﺒﻘﺎﺀ ﺍﻟﺮﺷﺪ ﻭﺍﻟﻨﻈﺮ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﻤﻨﻊ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻨﺘﻘﻞ ﺣﻖ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ ﺇﺣﺮﺍﻡ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﺍﻟﻘﺮﻳﺐ .
10 ـ ﺃﻗﺴﺎﻡ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ :
ﺗﻨﻘﺴﻢ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﺇﻟﻰ ﻗﺴﻤﻴﻦ :
ﺍﻷﻭﻝ : ﻭﻻﻳﺔ ﺇﺟﺒﺎﺭ .
ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﻭﻻﻳﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ .
ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻷَﺟﺒﺎﺭ :
ﻭﻭﻻﻳﺔ ﺍﻹﺟﺒﺎﺭ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﻟﻸﺏ، ﻭﺍﻟﺠﺪ ﺃﺑﻲ ﻓﻘﻂ، ﻭﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﺇﺟﺒﺎﺭ ﻟﻐﻴﺮﻫﻤﺎ .
ﻭﻭﻻﻳﺔ ﺍﻹﺟﺒﺎﺭ ﺇﻧﻤﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﺍﻟﺒﻨﺖ ﺍﻟﺒﻜﺮ، ﺻﻐﻴﺮﺓ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﻛﺒﻴﺮﺓ، ﻋﺎﻗﻠﺔ ﺃﻭ ﻣﺠﻨﻮﻧﺔ .
ﻓﻸﺑﻴﻬﺎ ـ ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻟﺠﺪﻫﺎ ﺃﺑﻲ ﺃﺑﻴﻬﺎ ـ ﺃﻥ ﻳﺰﻭِّﺟﻬﺎ ﺑﻐﻴﺮ ﺇﺫﻧﻬﺎ ﻭﺭﺿﺎﻫﺎ، ﻷﻧﻪ ﺃﺩﺭﻯ ﺑﻤﺼﻠﺤﺘﻬﺎ، ﻭﻟﻮﻓﺮﺓ ﺷﻔﻘﺘﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻻ ﻳﺨﺘﺎﺭ ﻟﻬﺎ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻟﻬﺎ .
ﻭﺍﺣﺘﺠّﻮﺍ ﻟﻬﺬﺍ ﺑﻘﻮﻟﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﺍﻷﻳّﻢ ﺃﺣﻖّ ﺑﻨﻔﺴﻬﺎ ﻣﻦ ﻭﻟﻴِّﻬﺎ ... " ﻭﺳﻴﺄﺗﻲ ﺑﻌﺪ ﻗﻠﻴﻞ ـ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺪﻝ ﺑﻤﻔﻬﻮﻣﻪ ﺃﻥ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﻭﻟﻴّﻬﺎ ﺃﺣﻖ ﺑﻬﺎ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻬﺎ، ﻷﻥ ﺍﻷﻳﻢ ﻫﻲ ﺍﻟﺜﻴﺐ، ﻭﻫﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺒﻜﺮ .
ﻟﻜﻦ ﺷﺮﻃﻮﺍ ﻟﺼﺤﺔ ﻫﺬﺍ ﺍﻹﺟﺒﺎﺭ ﺛﻼﺛﺔ ﺷﺮﻭﻁ :
ﺃـ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻨﻬﺎ ﻋﺪﺍﻭﺓ ﻇﺎﻫﺮﺓ .
ﺏ ـ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻛﻔﺆﺍً .
ﺝ ـ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻣﻮﺳﺮﺍً ﺑﻤﻌﺠﻞ ﺍﻟﻤﻬﺮ .
ﺍﻟﺘﺮﻏﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﺌﺬﺍﻥ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ :
ﺇﺫﺍ ﻗﻠﻨﺎ ﺇﻥ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻷﺏ ـ ﻭﻣﺜﻠﻪ ﺃﺑﻮ ﺍﻷﺏ ـ ﻫﻲ ﻭﻻﻳﺔ ﺇﺟﺒﺎﺭ، ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻌﻨﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﺍﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﻳﺠﺒﺮﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ، ﻭﻳﻤﻬﻞ ﺭﺃﻳﻬﺎ، ﺑﻞ ﺍﻷﻓﻀﻞ ﻭﺍﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺄﺫﻧﻬﺎ ﻓﻲ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ، ﺗﻘﺪﻳﺮﺍً ﻟﻬﺎ، ﻭﺗﻄﺒﻴﻘﺎً ﻟﻘﻠﺒﻬﺎ .
ﻭﺩﻟﻴﻞ ﺫﻟﻚ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﻻ ﺗٌُﻨْﻜﺢٌ ﺍﻷﻳﻢ ﺣﺘﻰ ﺗﺴﺘﺄﻣﺮ، ﻭﻻ ﺗﻨﻜﺢُ ﺍﻟﺒﻜﺮُ ﺣﺘﻰ ﺗﺴﺘﺄﺫﻥُ، ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻛﻴﻒ ﺇﺫﻧُﻬﺎ؟ ﻗﺎﻝ : ﺃﻥ ﺗﺴﻜُﺖ ."
ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﺍﺳﺘﺌﺬﺍﻥ ﺍﻟﺜّﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﺎﻟﻨﻄﻖ ﻭﺍﻟﺒﻜﺮ ﺑﺎﻟﺴﻜﻮﺕ، ﺭﻗﻢ : 1419 ‏) ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﺌﺬﺍﻥ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﻭﺍﻟﺜﻴﺐ، ﺭﻗﻢ : 2107 ‏) ﻭﺭﻭﻯ ﻣﺴﻠﻢ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ ﺍﺳﺘﺌﺬﺍﻥ ﺍﻟﺜّﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﺎﻟﻨﻄﻖ ﻭﺍﻟﺒﻜﺮ ﺑﺎﻟﺴﻜﻮﺕ، ﺭﻗﻢ : 1421 ‏) ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ :- ﺃﻥّ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ : " ﺍﻷﻳﻢ ﺃﺣﻖ ﺑﻨﻔﺴﻬﺎ ﻣﻦ ﻭﻟﻴﻬﺎ، ﻭﺍﻟﺒﻜﺮُ ﺗﺴﺘﺄﺫﻥُ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻬﺎ، ﻭﺇﺫﻧُﻬﺎ ﺻُﻤﺎﺗُﻬﺎ ." ﻭﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﺃﻳﻀﺎً ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﺌﺬﺍﻥ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﻭﺍﻟﺜﻴّﺐ، ﺭﻗﻢ : 1108 ‏) .
‏[ ﻭﺍﻷﻳّﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺜﻴﻦ : ﻫﻲ ﺍﻟﺜﻴّﺐ ‏] .
ﻭﺍﻟﺤﺪﻳﺜﺎﻥ ﻣﺤﻤﻮﻻﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺪﺏ ﻓﻲ ﺣﻖ ﺍﻟﺒﻜﺮ .
ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭ :
ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭ : ﻓﻬﻲ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﻟﻜﻞ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻧﺎﻫﻢ، ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪّﻣﻨﺎﻩ .
ﻭﻭﻻﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭ ﺇﻧﻤﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺜﻴﺐ، ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺃﻱ ﻣﻦ ﺃﻭﻟﻴﺎﺋﻬﺎ ـ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺃﺑﺎً ـ ﺇﻻ ﺑﺈﺫﻧﻬﺎ ﻭﺭﺿﺎﻫﺎ .
ﻭﺩﻟﻴﻞ ﺫﻟﻚ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ : ‏( ﻻ ﺗﻨﻜﺢ ﺍﻷﻳﻢ ﺣﺘﻰ ﺗﺴﺘﺄﻣﺮ ‏) .
ﻭﺣﺪﻳﺚ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﺃﻳﻀﺎً : ‏( ﺍﻷﻳﻢ ﺃﺣﻖ ﺑﻨﻔﺴﻬﺎ ﻣﻦ ﻭﻟﻴﻬﺎ ‏) .
ﻭﺍﻟﺜﻴِّﺐ : ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺯﺍﻟﺖ ﺑﻜﺎﺭﺗﻬﺎ ﺑﻮﻁﺀ ﺣﻼﻝ ﺃﻭ ﺣﺮﺍﻡ، ﻭﻻ ﺑﻤﺮﺽ ﺃﻭ ﺳﻘﻄﺔ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ .
ﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﺌﻤﺎﺭ ﺍﻟﺜِّﻴﺐ :
ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﺌﻤﺎﺭ ﺍﻟﺜﻴﺐ، ﻭﻋﺪﻡ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﺇﻻ ﺑﺮﺿﺎﻫﺎ ﻫﻲ ﺃﻧﻬﺎ ﻋﺮﻓﺖ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﻓﻼ ﻳﺠﺒﺮ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻷﻧﻬﺎ ﻟﻤﻤﺎﺭﺳﺘﻬﺎ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻻ ﺗﺴﺘﺤﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﺑﻪ، ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺗﺴﺘﺤﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﺑﻪ .
ﺗﺰﻭﻳﺞ ﺍﻟﺜﻴﺐ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮﺓ :
ﺍﻟﺜَّﻴﺐ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ، ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻷﺑﻴﻬﺎ، ﻭﻻ ﻷﻱ ﻭﻟﻲ ﻣﻦ ﺃﻭﻟﻴﺎﺋﻬﺎ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﺒﻠﻎ، ﻷﻥ ﺇﺫﻥ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮﺓ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﺘﺒﺮ، ﻓﺎﻣﺘﻨﻊ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﺒﻠﻎ، ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺇﺫﻧﻬﺎ ﻣﻌﺘﺒﺮﺍً .
ﻋﻀﻞ ﺍﻟﻮﻟّﻲ :
ﺍﻟﻌﻀﻞ : ﻣﻨﻊ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ .
ﻓﺈﺫﺍ ﻃﻠﺒﺖ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺑﺎﻟﻐﺔ ﻋﺎﻗﻠﺔ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻣﻦ ﻛﻒﺀ، ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻲ ﻭﻟﻴِّﻬﺎ ﺃﻥ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺘﻨﻊ ﺍﻟﻮﻟﻲ ـ ﻭﻟﻮ ﺃﺑﺎ ـ ﻣﻦ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ، ﺯﻭّﺟﻬﺎ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ، ﻷﻥ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﺣﻖ ﻋﻠﻰ ﺃﻭﻟﻴﺎﺋﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﻃﻠﺒﻬﺎ ﺍﻟﻜﻔﺆ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺘﻨﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﻭﻓﺎﺗﻪ ﻟﻬﺎ، ﻭﻓّﺎﻩ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ .
ﻭﺩﻟﻴﻞ ... ﺫﻟﻚ : ﻣﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻟﻲ، ﺭﻗﻢ 2038 ‏) ، ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﻻ ﻧﻜﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲ، ﺭﻗﻢ 1102 ‏) ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ : " ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﻟﻲ ﻣﻦ ﻻ ﻭﻟﻲ ﻟﻪ ."
ﻟﻜﻦ ﺇﺫﺍ ﻋﻴّﻨﺖ ﻫﻮ ﻛﻔﺆﺍً، ﻭﻋّﻴﻦ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﻛﻔﺆﺍً ﻏﻴﺮﻩ، ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﻤﻨﻌﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻒﺀ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻴّﻨﺘﻪ، ﻭﻳﺰﻭﺟﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻒﺀ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻴّﻨﻪ، ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺑﻜﺮﺍً، ﻷﻧﻪ ﺃﻛﻤﻞ ﻧﻈﺮﺍً ﻣﻨﻬﺎ .
ﻏﻴﺒﺔ ﺍﻟﻮﻟّﻲ :
ﺇﺫﺍ ﺗﻌﺪﺩ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ، ﻭﻏﺎﺏ ﺍﻟﻮﻟﻲّ ﺍﻷﻗﺮﺏ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻜﺎﻥ ﻏﻴﺒﺘﻪ ﺑﻌﻴﺪﺍً ـ ﻣﺮﺣﻠﺘﻴﻦ ﻓﺄﻛﺜﺮ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺣﻠﺘﺎﻥ ﻣﺴﻴﺮﺓ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﻴﻠﺔ ـ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﺘﻘﻞ ﺣﻖ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﺍﻷﺑﻌﺪ ﻣﻨﻪ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ ﺳﻠﻄﺎﻥ ﺑﻠﺪﻩ، ﻷﻥ ﺍﻟﻐﺎﺋﺐ ﻭﻟﻲّ، ﻭﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺣﻖ ﻟﻪ، ﻓﺈﻥ ﺗﻌﺬﺭ ﺍﺳﺘﻴﻔﺎﺀ ﺣﻖ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻣﻨﻪ ﻟﻐﻴﺒﺘﻪ، ﻧﺎﺏ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ .
ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﻜﺎﻥ ﻏﻴﺒﺘﻪ ﻗﺮﻳﺒﺎً ـ ﺃﻱ ﺃﻗﻞ ﻣﻦ ﻣﺮﺣﻠﺘﻴﻦ ـ ﻓﻼ ﻳﺰﻭﺝ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺇﻻ ﺑﺈﺫﻧﻪ، ﻟﻘﺼﺮ ﺍﻟﻤﺴﺎﻓﺔ، ﻭﺇﻣﻜﺎﻥ ﻣﺮﺍﺟﻌﺘﻪ، ﻓﺈﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﺤﻀﺮ، ﺃﻭ ﻳﻮﻛِّﻞ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻣﻘﻴﻤﺎً .
ﺍﺟﺘﻤﺎﻉ ﺃﻭﻟﻴﺎﺀ ﻓﻲ ﺩﺭﺟﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ .
ﺇﺫﺍ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﺃﻭﻟﻴﺎﺀ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﺩﺭﺟﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺐ، ﻛﺈﺧﻮﺓ ﺃﺷﻘﺎﺀ ﺃﻭ ﻷﺏ، ﺍﺳﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺰﻭِّﺟﻬﺎ ﺃﻓﻘﻬﻬﻢ ﺑﺒﺎﺏ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﻷﻧﻪ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﺸﺮﺍﺋﻄﻪ .
ﻭﺑﻌﺪﻩ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ ﺃﻭﺭﻋﻬﻢ، ﻷﻧﻪ ﺃﺷﻖ ﻭﺃﺣﺮﺹ ﻋﻠﻰ ﻃﻠﺐ ﺍﻷﻏﺒﻂ ﻟﻬﺎ .
ﺛﻢ ﺃﺳﻨّﻬﻢ ﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﺗﺠﺮﺑﺘﻪ .
ﻭﻳﺰﻭَّﺟﻬﺎ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﻫﺆﻻﺀ ﺑﺮﺿﺎ ﺍﻵﺧﺮﻳﻦ، ﻟﺘﺠﺘﻤﻊ ﺍﻵﺭﺍﺀ، ﻭﻻ ﺑﺘﺸﻮﺵ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﺎﺳﺘﺌﺜﺎﺭ ﺑﻌﺾ ﺑﺎﻟﻌﻘﺪ . ﻓﺈﻥ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ، ﻭﻗﺎﻝ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻧﺎ ﺃﺯﻭِّﺝ، ﺃﻗﺮﻉ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﻭﺟﻮﺑﺎً ﻗﻄﻌﺎً ﻟﻠﻨﺰﺍﻉ، ﻓﻤﻦ ﺧﺮﺟﺖ ﻗﺮﻋﺘﻪ ﺯﻭَّﺟﻬﺎ .
ﻓﻠﻮ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﺍﻟﻤﻔﻀﻮﻝ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﻣَﻦ ﺧﺮﺟﺖ ﻗﺮﻋﺘﻪ، ﻭﻛﺎﻧﺖ ﻗﺪ ﺃﺫﻧﺖ ﻟﻜﻞ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻥ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ، ﺻﺢ ﺗﺰﻭﻳﺠﻪ ﻟﻬﺎ ﻟﻺﺫﻥ ﻓﻴﻪ، ﺃﻣﺎ ﻟﻮ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﺫﻧﺖ ﻟﻮﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ، ﻓﺰﻭّﺟﻬﺎ ﻏﻴﺮﻩ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺼﺢّ ﻟﻌﺪﻡ ﺇﺫﻧﻬﺎ ﻭﺭﺿﺎﻫﺎ .
ﻓﻘﺪﺍﻥ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ :
ﺇﺫﺍ ﺍﻧﻌﺪﻡ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﺍﻧﺘﻘﻠﺖ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ، ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺼﻮﺏ ﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ﻣﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ .
ﻭﻓﻲ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﻣَﻦ ﻻ ﻭﻟﻲ ﻟﻬﺎ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻳﺠﺐ ﺗﺤﻘﻴﻘﻬﺎ، ﻭﻗﺪ ﺗﻘﺪﻡ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :- " ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﻟﻲ ﻣﻦ ﻻ ﻭﻟﻲ ﻟﻪ ."
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ‏( ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ، ﺑﺎﺏ : ﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﻻ ﻧﻜﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲ، ﺭﻗﻢ : 1102 ‏) .

الوكالة في الزواج:
يصحّ للوليّ المجبرـ وهو الأب والجد أبو الأب ـ في تزويج البكر، التوكيل في تزويجها بغير إذنها.
ولا يشترط في صحة هذه الوكالة أن يعين الولي للوكيل الزوج، لأن الولي يملك التعيين في التوكيل، فيملك الإطلاق به، وإذا أطلق الولي الوكالة، وجب على الوكيل أن يحتاط لمصلحة الزوجة، فلا يزوِّجها من غير كفء، لأن التوكل عند الإطلاق يحمل على الكفء.

أما غير المجبر من الأولياء ـ وهو غير الأب والجد أبي الأب ـ فلا يجوز له التوكيل في التزويج إلا بإذن المرأة، لأنه لا يملك تزويجها بغير إذنها، فأولى أن لا يملك أن يوكل من يزوّجها بغير إذنها.

الركن الخامس: الشاهدان:
تمهيد:
إن عقد الزواج، وإن كان كغيره من العقود التي يشترط فيها الرضا والإيجاب والقبول، لكن الإسلام أحاط هذا العقد بهالة من التعظيم والتفخيم، وطبعه بطابع ديني، وصبغه صبغة تعبدية، فجعل الإقدام عليه طاعة لله عز وجل، وقربة من القربات التي يثاب عليها.
ولما كان لعقد النكاح نتائج خطيرة تترتب عليه ـ من حل المعاشرة بين الزوجين، ووجوب المهر والنفقة، وثبوت نسب الأولاد، واستحقاق الإرث، ووجوب المتابعة، ولزوم الطاعة، وكانت هذه النتائج عرضة للجحود والكنود من كل من الزوجين ـ احتاط الدين لها، وأوجب حضور شاهدين ـ على الأقل ـ يشهدان عقد الزواج، وشرط فيهما شروطاً تجعلهما مكان الثقة والاطمئنان لإثبات تلك النتائج، إذا ما دعت الحاجة إلى شهادتهما، فيما إذا دبّ شقاق بين الزوجين، أو تنكر منهما أحد لحقوق هذا العقد ونتائجه.
دليل وجوب الشاهدين في عقد النكاح:
والدليل على وجوب شاهدين في عقد النكاح قوله - صلى الله عليه وسلم -: " لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل، وما كان غير ذلك فهو باطل ".
رواه ابن حبان في صحيحه. انظر موارد الظمآن إلى زوائد ابن حبان (النكاح، باب: ما جاء في الولي والشهود، رقم: 1247).

شروط الشاهدين:
يشترط في الشاهدين الشروط التالية:

أـ الإسلام:
فلا يصح عقد النساء بشهادة غير المسلمين، لأن لعقد الزواج اعتباراً دينياً، فلابدّ أن يشهده من يدين بدين الإسلام، ولأن غير المسلم لا يوفّق بشهادته على المسلمين.
أضف إلى ذلك أن الشهادة ولاية، فلا تقبل شهادة غير المسلم على المسلم، لأنه لا ولاية له عليه. قال تعالى: {وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ} [التوبة: 71] وقال تعالى: {وَلَن يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً} [النساء: 141].
ب ـ الذكورة:
فلا ينعقد عقد الزواج بشهادة النساء، ولا برجل وامرأتين. قال الزهري رحمه الله:
(مضت السنّة عن الرسول - صلى الله عليه وسلم -: أنه لا تجوز شهادة النساء في الحدود، والنكاح والطلاق) والزهري تابعي، ومثل هذا القول من التابعي في حكم الحديث المرفوع إلى رسول الله - صلى الله عليه وسلم - على ما قرره العلماء.
ج ـ العقل والبلوغ:
فلا ينعقد عقد الزواج بحضور المجانين والصبيان فحسب، لأن عقد الزواج له مكانته الخطيرة، فالاقتصار على حضور المجانين والصبيان استخفاف به.
د ـ العدالة ولو ظاهراً:
يجب أن يكون الشاهدان عدلين، ولو من حيث الظاهر، أي بأن يكونا مستوري الحال، غير ظاهري الفسق.
فلا ينعقد الزواج بشهادة الفاسقين المُجاهرين بفسقهم لعدم الوثوق بشهادتهم.
هـ ـ السمع:
فلا ينعقد الزواج بشهادة أصمّين، أو نائمين، لأن الغرض من الشهادة لا يتحقق بأمثالها، ولأن المشهود عليه قول، فلابدّ من سماعه.

وـ البصر:
فلا ينعقد بشهادة العميان، لأن الأقوال لا تثبت إلا بالمعاينة والسماع.

الإشهاد على رضا الزوجة:
يستحبّ الإشهاد على رضا الزوجة بعقد النكاح، وذلك بأن يسمع شاهدان ـ الشروط المذكورة في شروط الشاهدين ـ إذنَ المرأة ورضاها: بأن تقول: رضيت بهذا العقد، أو أذنت فيه، وذلك احتياطاً، ليؤمن إنكارها بعد ذلك.

إعفاف الأب أو الجد:
يجب على الولد، سواء كان ذكراً أم أنثى، مسلماً أم كافراً، إعفاف الأب، ومثله الجد، سواء كان من جهة الأب، أو من جهة الأم، وسواء كان مسلماً أم كافراً: وذلك بأن يعطيه مهر امرأة حرّة، أو يقول له: تزوج وأنا أُعطيك المهر.

لكن يشترط لوجوب ذلك على الولد ثلاثة شروط:
أـ أن يكون الولد موسراً بالمهر.
ب ـ أن يكون الأب ـ ومثله الجد ـ معسراً بالمهر.
ج ـ أن يكون الأب، أو الجد محتاجاً إلى الزواج، وذلك بأن كانت نفسه تتوق إليه.
ووجهه: أن هذا الإعفاف للأب ـ أو الجد ـ من وجوه حاجاته المهمة: كالنفقة والكسوة.
ولئلا يعرّضه للزنى المفضي إلى الهلاك، وذلك لا يليق بحرمة الأبوة، وليس هو من وجوه المصاحبة بالمعروف، المأمور بها بقوله تعالى: {وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً}
[لقمان: 15].

أنكحة الكفار:
نكاح الكفار فيما بينهم صحيح، ودليل ذلك حديث غيلان وغيره، ممّن أسلم وعنده أكثر من أربعة نسوة، فإن النبي - صلى الله عليه وسلم - أمره أن يمسك أربعاً ويفارق سائرهنّ.
فلم يسأله - صلى الله عليه وسلم - عن شرائط نكاحهنّ، فلا يجب البحث عن ذلك.
ولو ترافعوا إلينا لم نبطل أنكحتهم، ولو أسلموا أقررنا نكاحهم.
إسلام الكفّار بعد زواجهم:
إذا كان الرجل كافراً، وكان عنده امرأة كافرة، فأسلما معاً، دام نكاحهما. وذلك لأن الفرقة إنما تقع باختلاف الدين، ولم يختلف دينهما في الكفر ولا في الإسلام.
روى الترمذي (النكاح، باب: ما جاء في الزوجين المشركين يسلم أحدهما، رقم: 1144)، وأبو داود (الطلاق، باب: إذا أسلم أحد الزوجين، رقم: 2283) عن ابن عباس رضي الله عنهما: أن رجلاً جاء مسلماً على عهد النبي - صلى الله عليه وسلم -، ثم جاءت امرأته مسلمة، فقال: يا رسول الله، إنها كانت أسلمت معي فرُدَّها عليّ، فردها عليه.
أما إذا أسلم هو، وأصرّت هي على الكفر:
فإن كانت الزوجة كتابية دام نكاحه لها، لجواز نكاح المسلم الكتابية.
وإن كانت وثنية، أو ملحدة، ولم تسلم أثناء عدّتها، تنجزت الفرقة بينهما من حين إسلام زوجها.
أما إذا أسلمت في العدّة، فإنه يبقى النكاح بينهما.
ولو أسلمت المرأة، وأصرّ الزوج على الكفر، فإنه يفرّق بينهما من حين إسلامها، إلا أن يسلم، وهي ما تزال في العدّة، فإنها ترُدّ إليه بنفس النكاح السابق.

أما إن عاد وأسلم بعد انقضاء عدّتها، فإنها لا ترجع إليه إلا بعقد جديد.
روى عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده: أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ردّ بنته زينب على أبي العاص بن الربيع بمهر جديد ونكاح جديد.
أخرجه الترمذي (النكاح، باب: ما جاء في الزوجين المشركين يسلم أحدهما، رقم: 1142).
قال الترمذي: هذا حديث في إسناده مقال، والعمل على هذا الحديث عند أهل العلم: أن المرأة إذا أسلمت قبل زوجها ثم أسلم ز وجها وهي في العدّة، أن زوجها أحقّ بها ما كانت في العدّة.