Sabtu, 17 Desember 2022

Infaq masjid untuk kebutuhan yang lain




Sebagaimana lazim kita saksikan di masjid-masjid daerah, di sebagian titik area masjid disediakan kotak amal/infak untuk menggalang dana atau mempersilakan pengunjung mendermakan sebagian uangnya untuk kemaslahatan masjid. Penggalangan dana dengan model demikian dinilai lebih efektif ketimbang menarik iuran di masyarakat dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah, karena di samping menghemat tenaga dan waktu, juga tempat mengumpulkan donasi sangat strategis, yaitu masjid atau area sekitarnya.   

Dampak dari strategi tersebut, tidak jarang menjadikan masjid sangat memadai untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan memiliki saldo yang melimpah ruah. Dalam titik ini, munculah gagasan dari takmir masjid mengalokasikan dana infak masjid untuk biaya pendidikan. Pikirnya, masjid sudah berkecukupan sedangkan sektor kemaslahatan pendidikan di masyarakat sekitar memerlukan kucuran dana. Bagaimana hukum mengalokasikan uang infak masjid untuk biaya pendidikan?   Hukum mengalokasikan dana infak masjid untuk pendidikan adalah haram, sebab tidak sesuai peruntukannya. 

Para penyumbang bermaksud dengan pemberiannya untuk kemaslahatan masjid, bukan untuk hal lain. Ketika para penyumbang meletakkan uang di kotak amal masjid, indikasi kuatnya adalah tujuan mereka agar uang tersebut dialokasian untuk hal-hal yang berkaitan dengan masjid, baik berhubungan dengan perbaikan fisik bangunan masjid atau kemaslahatan masjid secara umum seperti gaji muadzin, gaji takmir, gaji khatib, biaya operasional masjid, dan lain sebagainya.   Dalam fiqih, alokasi sumbangan infak masjid sendiri wajib diarahkan kepada salah satu dari dua hal. Pertama, ‘imarah yaitu kebutuhan fisik bangunan masjid, misalnya dana renovasi atau penjagaan kelestarian bangunan masjid. Kedua, mashalih, yaitu segala hal yang berkaitan dengan kemaslahatan masjid seperti gaji khatib, gaji nazir, biaya kemakmuran kegiatan masjid, dan lain sebagainya. Selain dari dua tasaruf (pengalokasian) tersebut tidak diperbolehkan.   Penentuan alokasi ‘imarah dan mashalih disesuaikan dengan tujuan pemberi, bila penyumbang menentukan untuk kebutuhan fisik masjid (‘imarah), maka hanya boleh untuk kebutuhan fisik masjid. Bila tujuan penyumbang untuk mashalih atau dimutlakan, maka boleh untuk alokasi ‘imarah dan kemaslahatan masjid secara umum. Namun pihak nazir wajib memprioritaskan kebutuhan ‘imarah masjid (KH Ja’far Shadiq, Risalah al-Amajid, hal. 18).   Baca: Hukum Menjual Barang Wakaf Masjid yang Sudah Rusak   Dalam aturan fiqh, alokasi pemberian sumbangan harus disesuaikan dengan kehendak pemberi, wajib bagi pihak penerima mengalokasikan uang pemberian sesuai tasaruf yang ditentukan pemberi. Misalnya, orang bersedekah untuk korban bencana alam, wajib ditasarufkan untuk para korban. Penggalangan dana untuk acara syiar keagamaan seperti maulid akbar wajib ditasarufkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan acara tersebut. Meski uang yang diterima menjadi milik penerima tapi kepemilikannya atas uang tersebut dibatasi sesuai arah tasaruf yang ditentukan pemberi. Pemberian jenis ini disebut dengan hibah muqayyadah atau shadaqah muqayyadah (hibah yang dibatasi/sedekah yang dibatasi).   Menjadi berbeda hukumnya bila penentuan tasaruf yang disebutkan pemberi hanya sebatas “pemanis bibir” atau basa-basi perekat sekat kecanggungan atau penanda keakraban, semisal ucapan pemberi “ini uang untuk membeli es”, “ini silakan ambil untuk tambahan membeli susu anakmu”, dan ucapan sejenis lainnya. Dalam kondisi demikian penerima sedekah/hibah tidak wajib mengalokasikan sesuai tasaruf yang “ditentukan” pihak pemberi, ia bebas menggunakan uang pemberian yang diterima untuk apa saja. Sebab pemberi tidak benar-benar bermaksud menentukan tasaruf sumbangannya, melainkan sebatas basa-basi.  
 Syekh Abdurrahman al-Masyhur mengatakan:  

 فرع أعطى آخر دراهم ليشتري بها عمامة مثلاً ولم تدل قرينة حاله على أن قصده مجرد التبسط المعتاد لزمه شراء ما ذكر وإن ملكه لأنه ملك مقيد يصرفه فيما عينه المعطي   

“Cabang permasalahan. Bila seseorang memberi orang lain beberapa dirham untuk dibelikan serban semisal, dan indikasi keadaannya tidak menunjukan bahwa tujuan pemberi adalah sebatas basa-basi yang dibiasakan, maka wajib bagi pihak yang diberi membelikan serban tersebut, meski ia telah memilikinya, sebab kepemlikannya dibatasi, ia hanya boleh mentasarufkan dirham sesuai yang ditentukan pemberi” (Syekh Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, hal.367).   Sebagai solusi agar uang infak dapat dialokasikan untuk biaya pendidikan atau kebutuhan sosial masyarakat lainnya, pihak takmir hendaknya memisah kotak amal untuk masjid dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Misalnya, di depan pintu masjid disediakan dua kotak amal; kotak pertama bertuliskan infak masjid, kotak kedua diberi tanda “dana sosial/dana pendidikan”. Dengan langkah pemisahan kotak demikian, dapat menjadikan sebuah indikasi maksud penyumbang, masing-masing uang yang terkumpul di kedua kotak dapat ditasarufkan sesuai peruntukannya.  

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/uang-infak-masjid-untuk-biaya-pendidikan-bolehkah-7MMEO

Minggu, 04 Desember 2022

تلقين ميت

 لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ، وَهُوَ حَيٌّ دَائِمٌ لَا يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الخَيْرُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ المَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ القِيَامَةِ، فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ، وَمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الغُرُوْرِ،

يَا عَبْدَ اللهِ، ابْنَ عَبْدَيِ اللهِ (يَا أَمَةَ اللهِ، بِنْتَ عَبْدَيِ اللهِ)... 

يَا عَبْدَ اللهِ، ابْنَ حَوَاء (يَا أَمَةَ اللهِ، بِنْتَ حَوَاء)...

اذْكُرِ (اذْكُرِي) العَهْدَ الَّذِيْ خَرَجْتَ (خَرَجْتِ) عَلَيْهِ مِنْ دَارِ الدُّنْيَا، وَهُوَ شَهَادَةُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّ المَوْتَ حَقٌّ، وَأَنَّ القَبْرَ حَقٌّ، وَأَنَّ نَعِيْمَهُ حَقٌّ، وَأَنَّ عَذَابَهُ حَقٌّ، وَأَنَّ سُؤَالَ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ فِيْهِ حَقٌّ، وَأَنَّ البَعْثَ حَقٌّ، وَأَنَّ الحِسَابَ حَقٌّ، وَأَنَّ المِيْزَانَ حَقٌّ، وَأَنَّ الصِّرَاطَ حَقٌّ، وَأَنَّ شَفَاعَةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَأَنَّ الجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، وَأَنَّ لِقَاءَ اللهِ تَعَالَى لِأَهْلِ الحَقِّ حَقٌّ، وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيْهَا، وَأَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي القُبُوْرِ،

الآنَ قَدْ صِرْتَ (صِرْتِ) فِي أَطْبَاقِ الثَّرَى وَبَيْنَ عَسَاكِرِ المَوْتَى، فَإِذَا جَاءَكَ (جَاءَكِ) المَلَكَانِ المُوَكَّلَانِ بِكَ (بِكِ)، وَهُمَا مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ فَلَا يُفْزِعَاكَ (يُفْزِعَاكِ) وَلَا يُرْهِبَاكَ (يُرْهِبَاكِ)، فَإِنَّهُمَا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالَى عَزَّ وَجَلَّ، وَإِذَا سَأَلَاكَ (سَأَلَاكِ) "مَنْ رَبُّكَ (رَبُّكِ) ومَنْ نَبِيُّكَ (نَبِيُّكِ) وَمَا دِيْنُكَ (دِيْنُكِ) وَمَا قِبْلَتُكَ (قِبْلَتُكِ) وَمَا إِمَامُكَ (إِمَامُكِ) وَمَنْ إِخْوَانُكَ (إِخْوَانُكِ)" فَقُلْ (فَقُوْلِيْ) لَهُمَا بِلِسَانٍ فَصِيْحٍ وَاعْتِقَادٍ صَحِيْحٍ "اللهُ رَبِّي ومُحَمَّدٌ نَبِيِّى وَالإِسْلَامُ دِيْنِي وَالكَعْبَةُ قِبْلَتِي وَالقُرْآنُ إِمَامِي وَالمُسْلِمُوْنَ وَالمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَانِي،" وَقُلْ (وَقُوْلِيْ) "رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا" عَلَى ذَلِكَ حُيِّيْتَ (حُيِّيْتِ) وَعَلَى ذَلِكَ مِتَّ (مِتِّ) وَبِذَلِكَ تُبْعَثُ (تُبْعَثِيْنَ) إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ الآمِنِيْنَ  (3 x) ثَبَّتَكَ اللهُ بِالقَوْلِ الثَّابِتِ (ثَبَّتَكِ اللهُ بِالقَوْلِ الثَّابِتِ) يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِالقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ، يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ المُطْمَئِنَّةُ، ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً، فَادْخُلِى فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي  

الفاتحة

Kamis, 01 Desember 2022

khutbah membahagiakan orang lain



 
اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا.
اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. 
وَأَشْهَدُ أَنَّ  مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. 
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى  سيدنا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan selalu berusaha menjalankan perintah-perintahnya dan menjahui larangan-larangannya. 
Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
عَنْ اَبِىْ مُوْسَى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ اَفْضَلُ ؟
Suatu ketika, sahabat Abu Musa RA matur kepada Baginda Nabi Muhammad SAW “Ya Rasulullah, orang muslim seperti apa yang paling utama?”
"قال "مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ"  
Nabi bersabda “Muslim yang paling utama adalah seorang muslim dimana orang-orang muslim (lainnya) selamat dari keburukan mulut dan tangannya”.

Maksudnya, setiap muslim yang paling utama adalah seorang muslim yang tidak merugikan orang lain, baik melalui lisan atau tidakannya.
Dengan adanya hadis ini, maka, mari kita bermawas diri, introspeksi diri, bagaimana kita bertetangga, bermasyarakat, sudah benar apa belum, sudah menciptakan manfaat apa justru hanya membuat masalah yang merugikan orang lain.
Mari kita perbaiki hidup kita dengan cara membenahi cara kita berkumpul, sukur-syukur bisa memberi manfaat kepada orang lain.
Nabi Muhammad SAW bersabda
خَيْرُ النَّاسِ اَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik orang adalah yang dapat memberi manfaat kepada sesama.
Lebih baik lagi jika kita mampu menciptakan kebahagiaan orang lain, menjadi orang yang melegakan semua pihak.
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا  قَالَ : إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّ اَحَبَّ الْاَعْمَالِ اِلَى اللهِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُسْلِمِ.
Hadis riwayat Ibnu Abbas RA, bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda “sesungguhnya amal yang paling disukai Allah SWT setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim yang lain.
Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Adapun cara membuat gembira bisa dengan tindakan yang bermacam-macam. Yang terpenting adalah selama tidak melanggar aturan syara’. Bisa dengan perkataan yang menyenangkan, bisa dengan sikap rendah hati, tidak merasa yang paling mulia sendiri, menghormati hak-hak orang lain dan sebagainya.
“Ndadekno konco seneng iku sodaqoh,ngguyoni konco nganti seneng iku sodaqoh,di jaluki tulung terus nyempetke nganti konco bungah iku yo sodaqoh,kekarepane konco kadang jengkelno tapi ditoto atine nganti ngroso bungah iku yo sodaqoh”

Seorang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang bernama Abu Hurairah pernah suatu ketika hendak melakukan iktikaf di masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah, namun di dalam masjid itu beliau melihat seseorang yang sedang duduk bersedih di pojok masjid. Sahabat Nabi itu segera mendatanginya dan menayakan perihal kesedihannya.
Setelah mengetahui masalahnya, Abu Hurairah berkata: “Ayo berdirilah bersamaku, aku akan memenuhi kebutuhanmu.” Orang itu berkata: “Apakah engkau akan meninggalkan iktikafmu di masjid Rasul ini hanya demi aku?”
Abu Hurairah kemudian menangis dan berkata: “Aku mendengar penghuni kubur ini (Rasulullah) bersabda:
من مشى فى حاجة اخيه كان خيرا له من اعتكاف عشر سنين ومن اعتكف يوما ابتغاء وجه الله عزوجل جعل الله بينه وبين النار ثلاث خنادق كل خندق ابعد مما بين الخافقين (رواه الطبراني)
“Barangsiapa yang berjalan di dalam membantu keperluan saudara muslimnya, maka itu lebih baik baginya dari i’tikaf sepuluh tahun lamanya. Dan barangsiapa yang beri’tikaf satu hari karena mengharap ridha Allah Swt, maka Allah menjadikan di antara dia dan api neraka jarak sejauh tiga khondaq / parit. Setiap khondaq dari khondaq lainnya jaraknya sejauh langit dan bumi,” (HR. Thabrani, mu’jam Al-Awsath: 7322).

Dalam kitab Al ‘Athiyyatul Haniyyah dijelaskan
رُوِيَ، مَنْ اَدْخَلَ عَلَى مُؤْمِنٍ سُرُوْرًا، خَلَقَ اللهُ مِنْ ذَلِكَ السُرُوْرِ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَلَكٍ، يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
 “Barang siapa yang membahagiakan orang mukmin lain, Allah Ta’ala menciptakan 70.000 malaikat yang ditugaskan memintakan ampunan baginya sampai hari kiamat sebab ia telah membahagiakan orang lain.
Bahkan dalam kitab Qomi’uth Thughyan diceritakan, Ada orang yang berlumur dosa, namun kemudian Allah melebur dosa-dosanya. Baginda Nabi bertanya kepada malaikat Jibril “sebab apa gerangan Allah mengampuni dosa-dosa orang itu?” malaikat Jibril menjawab
"لَهُ صَبِيٌّ صَغِيْرٌ، فَاِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ يَسْتَقْبِلُهُ، فَيَدْفَعُ اِلَيْهِ شَيْئًا مِنَ الْمَأْكُوْلاَتِ اَوْ مَا يَفْرَحُ بِهِ، فَاِذَا فَرِحَ الصَّبِيُّ يَكُوْنُ كَفَّارَةً لِذُنُوْبِهِ
Karena ia memiliki anak kecil, ketika pulang dari bepergian, saat ia masuk ke rumahnya, ia disambut putranya yang masih kecil, ia memberikan buah tangan yang membuat sang buah hati bahagia.
Kebahagiaan anak inilah yang mengakibatkan ia memperoleh “Kaffarotudz dzunub” dosa yang diampuni.


Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Jangan sampai kita merugikan orang lain. Sebisa mungkin kita berusaha menjadi orang yang dapat memberi manfaat kepada orang lain, membahagiakan orang lain, melegakan hati orang lain, menghormati hak-hak sesama.
Jika hidup kita demikian, artinya, menghormati hak-hak orang lain, berusaha membahagiakan sesama, insya Allah kita akan selamat, tentram dan dijauhkan dari hal-hal yang tak disukai.
Semoga Allah SWT membrikan ridlo kepada kita semua, hidup kita selalu dibina, dibimbing menuju ridlo-Nya, amin ya Robbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ.  اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
بسم الله الرحمن الرحيم

ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ِﻟﻠﻪِ , ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ِﻟﻠﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻖَ ﺍْﻷَﺷْﻴَﺂﺀَ * ﺃَﺣْﻤَـﺪُﻩُ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺣَﻤْﺪَ ﻣَﻦْ ﻋُﻔِﻲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒَﻼَﺀِ * 
ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻵ ﺍِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻵ ﺷَـﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ ﺷَﻬَﺎﺩَﺓً ﺗُﻨْﺠِﻲْ ﻗَﺎﺋِﻠَﻬَـﺎ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠَـﺰَﺍﺀِ * 
ﻭَﺃَﺷْـﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ ﺃَﺗْﻘَﻰ ﺍْﻷَﺗْﻘِﻴﺂﺀِ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻭَﺍْﻷَﻧْﺒِﻴﺂﺀِ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﺍﻟْﻜَﺮَﻣﺂﺀِ * ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﺍْْﻷَﺻْﻔِﻴﺂﺀِ * ﻭَﻣَﻦْ ﺗُﺒِﻌَﻬُﻢْ ﺑِﺈِﺣْﺴَﺎﻥِ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﻠِّﻘَﺎﺀ ِ * 
ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ ﻓَﻴَﺎ ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃُﻭْﺻِﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻱَ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺃَﺷْـﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﻮَﺍﻟِﻲ ﺍﻟﻨَّﻌَﻤﺂﺀِ
ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮْﺍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﻣَﺮَﻛُﻢْ ﺃَﻣْﺮًﺍ ﻋَﻤِﻴْﻤًﺎ * ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺟَﻞَّ ﺟَﻼَﻟُﻪُ : ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ * ﻳَﺂﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺻَﻠُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴْﻤًﺎ * 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴْﻦَ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﻭَﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ * ﻭَﺗَﺎﺑِﻊِ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ ﻟَﻬُﻢْ ﺑِﺈِﺣْﺴَﺎﻥٍ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺭْﺣَﻤْﻨَﺎ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ * 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ * ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ * ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُّﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ * ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺻْﻠِﺢْ ﺃَﺋِﻤَﺘَﻨَﺎ ﻭَﺃُﻣَّﺘَﻨَﺎ * ﻭَﻗُﻀَﺎﺗَﻨَﺎ ﻭَﻋُﻠَﻤَﺎﺀَﻧَﺎ ﻭَﻓُﻘَﻬَﺎﺀَﻧَﺎ * ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺨَﻨَﺎ ﺻَﻼَﺣًﺎ ﺗَﺎﻣًّﺎ ﻋَﺎﻣًّﺎ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻫُﺪَﺍﺓَ ﻣُﻬْﺘَﺪِﻳْﻦَ * 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍْﻧﺼُﺮْ ﻣَﻦْ ﻧَﺼَﺮَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺧْﺬُﻝْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻫْﻠِﻚْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺃَﻟِّﻒْ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮْﺏِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ * ﻭَﻓُﻚَّ ﺃَﺳْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺄْﺳُﻮْﺭِﻳْﻦَ * ﻭَﻓَﺮِّﺝْ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺮُﻭْﺑِﻴْﻦَ * ﻭَﺍﻗْـﺾِ ﺍﻟﺪَّﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺪْﻳُﻮْﻧِﻴـْﻦَ * ﻭَﺍﻛْﺘُﺐِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻟﺴَّﻼَﻣَﺔَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻐُﺰَّﺍﺓِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪِﻳْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِﻳْﻦَ * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * 
ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍﺩْﻓَﻊْ ﻋَﻨَّﺎ ﺍﻟْﻐَﻠَﺎﺀَ * ﻭَﺍﻟْﺒَﻼَﺀَ ﻭَﺍﻟْﻮَﺑَﺎﺀَ * ﻭَﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲَ ﻭَﺍﻟﺴُّﻴُﻮْﻑَ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ * ﻭَﺍﻟﺸَّﺪَﺍﺋِﺪَ ﻭَﺍﻟْﻤِﺤَﻦَ * ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ * ﻣِﻦْ ﺑَﻠَﺪِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺧَﺎﺻَّﺔً * ﻭَﻣِﻦْ ﺑُﻠْﺪَﺍﻥِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻣَّﺔً * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻹِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ ﺑﺎﻹِﻳـْﻤَﺎﻥِ * ﻭَﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲْ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻨَﺎ ﻏِﻼًّ ﻟِّﻠَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺅُﻭْﻑٌ ﺭَّﺣِﻴْﻢ
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎْﻟﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍْﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳْﺘَﺎﺀِﺫِﻯ ﺍْﻟﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍْﻟﺒَﻐْﻰِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭْﻥَ * ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺳْﺌَﻠُﻮْﻩُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ﻳُﻌْﻄِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮُ

Diposting oleh M.SYAFIIL ANAM di 14.24

khutbah istiqomah

Khutbah 1
اَلحمدُ لله الذي اصطفَى لمحبتهِ الأخيار، فصرَف قلوبَهم إلى طاعته ومرضاته آناءَ الليل وأطرافَ النهار، 
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له مقلبُ القلوب والأبصار، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدًا عبدُه ورسولُه المصطفى المختار،  
اللهم صل وسلم وبارك على
 سيدنا محمد وعلى آله الطيبين الأطهار، وعلى جميع أصحابه الأخيار، ومن سار على نهجهم ما أظلم الليلُ وأضاءَ النهار أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ 

 Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan. 

Kaum Muslimin rahimakumullah,
Istiqamah adalah luzum tha’atillah: konsisten dalam ketaatan dan kepatuhan kepada Allah ta’ala. Orang yang istiqamah adalah orang yang senantiasa konsisten taat kepada Allah, melaksanakan segenap kewajiban dan meninggalkan berbagai perkara haram. Orang yang berhasil istiqamah dalam kataatan kepada Allah, maka surga-lah tempatnya di akhirat. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (فصلت: ٣٠)
 Maknanya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’,”  (QS Fushshilat: 30).

Firman Allah “Kemudian mereka istiqamah” dalam ayat tersebut, menurut Sahabat Abu Bakar bermakna, “Mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.” Menurut Ibnu ‘Abbas, “Mereka konsisten dalam melaksanakan kewajiban.” Sementara kata Qatadah, “Istiqamah dalam ketaatan kepada Allah.” 

Allah juga memerintahkan Nabi-Nya untuk Istiqamah:
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ  (الشورى: ١٥)
Maknanya: “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan istiqamahlah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka"   (QS asy-Syura: 15) 

Salah seorang sahabat pernah berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku tentang Islam sebuah perkataan sehingga aku tidak perlu bertanya lagi kepada siapa pun setelahnya.” Rasulullah menjawab: 
قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ (رواه مسلم)
Maknanya: “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah” (HR Muslim) 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Seorang Arif billah Imam Rifai pernah menyatakan:
اِسْتَقِمْ بِنَفْسِكَ يَسْتَقِمْ بِهَا غَيْرُكَ، كَيْفَ يَكُوْنُ الظِّلُّ مُسْتَقِيْمًا وَالْعُوْدُ أَعْوَجُ
“Istiqamahkan dirimu maka orang lain akan menjadi istiqamah karenamu, bagaimana mungkin bayangan sebuah benda akan lurus jika bendanya bengkok?” 
Oleh karenanya sebuah komunitas, perkumpulan atau institusi apa pun yang berharap baik dan merindukan kesuksesan dan kejayaan haruslah dimulai dari istiqamah pemimpinnya. Jika pemimpin dan yang dipimpin istiqamah, guru dan murid istiqamah, suami dan istri istiqamah, direktur dan karyawan istiqamah, pejabat dan rakyat istiqamah dan seluruh lapisan masyarakat di semua bidang dan lini senantiasa istiqamah, maka kebaikan dan kesalehan akan merata di tengah masyarakat kita. 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita selalu istiqamah di jalan Allah meski zaman berubah, walaupun tahun telah berganti. Meski dilanda bencana kesusahan dan ujian,Kita manfaatkan masa-masa hidup yang sementara ini untuk taat kepada Allah. Kehidupan kita di dunia ini adalah nikmat yang harus disyukuri dengan berupaya meraih kebaikan dunia dan akhirat. Kita diberi amanah berupa nikmat waktu, agar kita beramal tanpa ditunda-tunda lagi, tanpa kebingungan dan kehilangan arah. Hari-hari kita hidup di dunia, itulah umur kita. Orang yang tidak memanfaatkan umurnya maka umur itu yang akan melindasnya tanpa ia bisa meraih apa pun dari kehidupan yang fana ini. 
Al-Hasan al-Bashri pernah mengatakan:

ابْنَ آدَمَ، إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ، ذَهَبَ بَعْضُكَ
“Wahai manusia, engkau tidak lain adalah hari-hari yang terus berjalan, setiap lewat suatu hari maka sebagian dari dirimu telah hilang dan lenyap.” 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita terus istiqamah. Kita rawat dan jaga keimanan kita dari hal-hal yang merusak dan memutuskannya. Kita konsisten dalam taat kepada Allah. Ketaatan kepada Allah adalah cahaya di alam kubur, penyelamat di atas jembatan shirath di hari kemudian dan keberuntungan di hari kebangkitan.  
Marilah kita berdoa di hari yang penuh barakah ini. Mudah-mudahan kita dianugerahi kemampuan oleh Allah untuk istiqamah, melakukan semua jenis kebaikan dan menjauhi segenap dosa dan kemaksiatan di sepanjang kehidupan. 
Marilah kita berdoa dengan doa Imam al-Hasan al-Bashri:
اللهم أَنْتَ رَبُّنَا فَارْزُقْنَا الْاسْتِقَامَةَ
“Ya Allah, Engkau adalah Tuhan kami, maka karuniakanlah kepada kami istiqamah di jalan-Mu.” 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ 
اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ للهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
 وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ  وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ
 (وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين)



Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، 
 أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ * ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ * ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُّﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ * ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺻْﻠِﺢْ ﺃَﺋِﻤَﺘَﻨَﺎ ﻭَﺃُﻣَّﺘَﻨَﺎ * ﻭَﻗُﻀَﺎﺗَﻨَﺎ ﻭَﻋُﻠَﻤَﺎﺀَﻧَﺎ ﻭَﻓُﻘَﻬَﺎﺀَﻧَﺎ * ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺨَﻨَﺎ ﺻَﻼَﺣًﺎ ﺗَﺎﻣًّﺎ ﻋَﺎﻣًّﺎ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻫُﺪَﺍﺓَ ﻣُﻬْﺘَﺪِﻳْﻦَ * 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍْﻧﺼُﺮْ ﻣَﻦْ ﻧَﺼَﺮَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺧْﺬُﻝْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻫْﻠِﻚْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺃَﻟِّﻒْ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮْﺏِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ * ﻭَﻓُﻚَّ ﺃَﺳْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺄْﺳُﻮْﺭِﻳْﻦَ * ﻭَﻓَﺮِّﺝْ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺮُﻭْﺑِﻴْﻦَ * ﻭَﺍﻗْـﺾِ ﺍﻟﺪَّﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺪْﻳُﻮْﻧِﻴـْﻦَ * ﻭَﺍﻛْﺘُﺐِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻟﺴَّﻼَﻣَﺔَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻐُﺰَّﺍﺓِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪِﻳْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِﻳْﻦَ * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * 
ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍﺩْﻓَﻊْ ﻋَﻨَّﺎ ﺍﻟْﻐَﻠَﺎﺀَ * ﻭَﺍﻟْﺒَﻼَﺀَ ﻭَﺍﻟْﻮَﺑَﺎﺀَ * ﻭَﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲَ ﻭَﺍﻟﺴُّﻴُﻮْﻑَ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ * ﻭَﺍﻟﺸَّﺪَﺍﺋِﺪَ ﻭَﺍﻟْﻤِﺤَﻦَ * ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ * ﻣِﻦْ ﺑَﻠَﺪِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺧَﺎﺻَّﺔً * ﻭَﻣِﻦْ ﺑُﻠْﺪَﺍﻥِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻣَّﺔً * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻹِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ ﺑﺎﻹِﻳـْﻤَﺎﻥِ * ﻭَﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲْ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻨَﺎ ﻏِﻼًّ ﻟِّﻠَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺅُﻭْﻑٌ ﺭَّﺣِﻴْﻢ
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. 
ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎْﻟﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍْﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳْﺘَﺎﺀِﺫِﻯ ﺍْﻟﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍْﻟﺒَﻐْﻰِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭْﻥَ  ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺳْﺌَﻠُﻮْﻩُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ﻳُﻌْﻄِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮ

Senin, 28 November 2022

Cinta dalam diam Hidayah Hadiyah

CINTA DALAM DIAM
KISAH CINTA PUTRI ROSULULLAH SAW

Kisah cinta salah satu dari sahabat Rasulullah yang fenomenal yaitu kisah cinta antara Sahabat Ali bin Abi Thalib dengan Putri bungsu Rasulullah yaitu Fatimah Az-Zahra. Kisah cinta antara Ali bin abi Thalib dengan Fatimah Az-Zahra sangat luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaanya dalam sikap, kata maupun ekspresi. Saking terjaga kerahasiaannya setan saja tidak tahu-menahu urusan cinta di antara keduanya.

Fatimah mendapatkan didikan penuh dari ayahnya yang seorang Nabi dan Rasul. Fatimah tumbuh menjadi perempuan cantik, cerdas, dan penuh kasih sayang. Kecantikan Fatimah tidak hanya jasmaninya saja, bahkan kecantikan ruhaninya sampai melewati batas-batas langit hingga langit ketujuh.

Ali bin Abi Thalib diam-diam sudah menyukai Fatimah sejak lama, ia kerap melihat sosok gadis dari jauh yang sangat menawan sedang mengobati luka Rasulullah. Saat itu Fatimah dengan sigap dan cepat segera mengobati luka-luka di sekujur tubuh Rasulullah akibat perang.

Begitu juga dengan Fatimah yang diam-diam menyukai sahabat baik ayahandanya. Sudah sejak lama mendengar mengenai kebaikan hati Ali bin Abi Thalib, ia sering melihat dari jauh paras rupawan dan kepintaran otak yang Ali bin Abi Thalib miliki.

***

Pada saat kaum muslimin hijrah ke Madinah, Fatimah dan kakaknya Ummu Kulsum tetap tinggal di Makkah sampai Rasulullah mengutus orang untuk menjemput keduanya. Setelah Rasulullah menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat Rasulullah berusaha untuk meminang Fatimah.

Suatu ketika Fatimah dilamar oleh seorang laki-laki yang sangat dekat dengan Rasulullah; ia telah mempertaruhkan harta, jiwa dan kehidupannya untuk Islam, selalu menemani perjuangan Rasulullah. Dialah Abu Bakar Ash Shiddiq.

Ketika mendengar bahwa Abu Bakar melamar putri Rasulullah tersebut, seketika Ali terkejut. Ia sadar dibandingkan dengan Abu Bakar, Ali bukanlah siapa-siapa. Apalagi Ali juga begitu miskin, bahkan untuk mahar pernikahan saja ia tidak punya. Sedangkan Abu Bakar kedudukannya sangat dekat dengan Rasulullah dan Abu Bakar seorang saudagar, tentu lebih bisa membahagiakan Fatimah.

Waktupun berlalu dan Ali mendapat kabar bahwa lamaran dari Abu Bakar ditolak Fatimah dan Rasulullah dengan lembut. Kabar itupun membuat Ali merasa senang dan mempersiapkan diri kembali berharap ia masih memiliki kesempatan untuk melamar Fatimah.

Akan tetapi ujian Ali belum berhenti di situ saja, ternyata Ummar ibn Al Khattab juga turut melamar Fatimah. Seorang laki-laki yang gagah perkasa dan pemberani, setan saja takut kepadanya. Membuat Ali harus berusaha ikhlas jika Fatimah menikah dengan Ummar. Namun beberapa saat kemudian Ali menerima kabar yang membuat Ali semakin bingung, karena lamaran Ummar pun juga ditolak oleh Fatimah.

***

“Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?” Seru sahabat Ansharnya.

“Mengapa tidak engkau yang mencoba melamar Fatimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Rasulullah.”

“Aku?” Tanya tak yakin.

“Ya. Engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa aku andalkan?”

Sahabatnya pun memberi dukungan, “Kami selalu berada di belakangmu, kawan!”

Akhirnya Ali memutuskan memberanikan diri untuk menemui Rasulullah dengan menyampaikan maksud hatinya untuk meminang putri Rasulullah Fatimah Az-Zahra untuk menjadi istrinya.

***

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau mempunyai sesuatu?”

“Tidak ada Rasulullah,” jawab Ali.

“Di mana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu?” Tanya Rasulullah lagi.

“Masih ada padaku wahai Rasulullah,” jawab Ali.

“Berikan itu kepadanya (Fatimah) sebagai mahar!” Kata beliau.

Kemudian Ali langsung bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Rasulullah menyuruh menjualnya, dan baju besi tersebut Ali jual kepada Utsman bin Affan seharga 470 dirham; kemudian ia serahkan kepada Rasulullah dan Rasul berikan ke Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin.

Fatimah yang sudah lama memendam cintanya kepada Ali bin Abi Thalib merasa bahagia. Kaum muslimin merasa gembira atas pernikahan Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Setelah setahun menikah, Fatimah dan Ali Allah Swt. karuniai anak laki-laki bernama Hasan dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun ke 4 H.


*****************************

Mencintai dalam diam, kuat dalam mengikhlaskan, dan yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik. Walaupun Ali bin Abi Thalib tidak memiliki ekonomi yang sempurna, tapi komitmennya sempurna, sehingga Allah mempermudah jalannya.

Itulah cinta dalam diam, cinta yang selalu berlandaskan oleh ketaatan; yang diutamakan ialah cinta yang besar kepada Allah dan RasulNya. Itulah kisah cinta tentang keberanian, tanggung jawab, komitment, dan keikhlaan sebuah cinta.

Ada beberapa hikmah dari kisah cinta mereka. Ketika Ali merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Fatimah, maka Ali mencintai Fatimah dalam diam. Karena diam adalah salah satu bukti cinta pada seseorang. Dengan diam berarti memuliakan kesucian diri dan hati sendiri dan orang yang di cintai. Sebab jika diungkapkan tapi belum siap untuk mengikat ikatan suci bisa saja terjerumus dalam maksiat.

Biarlah cinta dalam diam menjadi hal yang sangat indah yang bersemayam di sudut hati dan menjadi rahasia antara hati sendiri dan Allah Sang Maha Penguasa Hati. Yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui para hambanya yang menjaga hatinya. Allah juga telah mempersiapkan imbalan bagi para penjaga hati. Imbalan itu tak lain adalah hati yang terjaga.

Semoga kisah ini dapat bermanfaat bagi para insan yang merindukan cinta suci karena-Nya, yang sedang berikhtiar sekuat hatinya, dan yang saat ini menanti dengan sabar demi menyambut jalan cinta yang Allah Swt ridai. Amin.

Jumat, 18 November 2022

Zakat uang di bank


Pertama yang harus kita perhatikan adalah bahwa kewajiban zakāt māl adalah berlaku pada harta yang tersimpan (kanzun) yang terdiri atas emas dan perak. 
Ayat yang menjelaskan hal ini adalah QS at-Taubah ayat 34: “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak kemudian ia tidak menafkahkannya di jalan Allah (mengeluarkan zakatnya), maka berilah kabar gembira terhadap mereka akan azab yang teramat pedih.”    

Kita bicara tentang emas dan perak. Ada dua jenis emas dan perak yang saat ini beredar di masyarakat, yaitu pertama berupa emas murni yang biasanya berwujud emas batangan, dan kedua berupa emas yang dicetak. Untuk emas yang dicetak umumnya disebut sebagai huliyyin mubāh, yaitu perhiasan mubah. Ada kalanya emas yang ada dalam bentuk cetak ini berupa kalung, cincin, atau berupa mata uang seperti dinar dan dirham.   
Nishab dari huliyyin mubah ini adalah 20 mitsqāl, setara dengan 20 dinar, atau kurang lebih 425 gram. Sementara nishab emas murni adalah setara 85 gram. Masing-masing dari emas murni dan emas yang dicetak ini wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (rub’u al-‘ushr). Untuk nishab perak dalam bentuk huliyyin mubah, adalah sama dengan 200 dirham atau setara dengan kadar 2.975 gram. Adapun bila dalam bentuk perak murni (batangan), maka nishabnya setara dengan ukuran timbangan 595 gram. Zakat yang wajib dikeluarkan dari perak ini juga sama yaitu 2,5%-nya. 

Catatan yang perlu diperhatikan dari keberadaan zakat emas dan perak tadi adalah bahwa keduanya telah disimpan (kanzun) selama kurang lebih 1 tahun, baik dalam bentuk batangan murni atau dalam bentuk cetak (Lihat KH. Afifuddin Muhadjir, Fathu al-Mudjīb al-Qarīb fi hilli Alfādhi al-Taqrīb, Situbondo: Ibrahimy Press, 2014, hal. 48).    

Lantas apa hubungannya keberadaan emas dan perak ini dengan uang? Jawabnya adalah hubungannya sangat erat. Mengapa? Karena sejarah mata uang di dunia ini erat hubungannya dengan emas dan perak. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih klasik pun juga disebutkan adanya relasi antara mata uang dengan emas dan perak. Bahkan dalam Keputusan Muktamar ke-8 Nahdlatul Ulama di Jakarta, tanggal 12 Muharram 1352 H./ 7 Mei 1933 M juga menyamakan kedudukan uang ini sama dengan emas dan perak. Namun menilik dari tahun dihasilkannya keputusan, keputusan ini tidak bisa disalahkan karena memang pada tahun itu kedudukan uang masih memiliki simpanan berupa cadangan emas yang terletak di Bank Indonesia.   

Pasca dihasilkannya keputusan Muktamar NU yang ke-8 ini berlaku hukum bahwa setiap uang yang disimpan oleh masyarakat, adalah bernilai cadangan emas dan perak. Karena ia bernilai cadangan emas, maka bila uang tersebut disimpan selama satu tahun, baik disimpan sendiri atau disimpan di bank, dengan catatan yaitu asal tidak dipergunakan sama sekali, maka dari uang ini berlaku nishab zakat.   Nishab ini ditentukan kadarnya berdasar nishab emas dan perak murni. Bila dalam 1 gram emas murni bernilai 500 ribu (misalnya), maka harga 85 gram emas adalah setara dengan Rp42.500.000. Dengan demikian, zakat yang wajib dikeluarkan adalah menjadi sebesar 2,5%-nya sehingga bernilai Rp1.062.000. Arti lain dari hal ini adalah, setiap masyarakat yang memiliki uang simpanan sebesar Rp. 42.500.000 adalah sudah setara dengan memiliki 85 gram emas sehingga wajib dikeluarkan zakatnya.   Keberadaan uang ini adalah baik yang disimpan sendiri maupun yang disimpan dalam unit niaga seperti perbankan dan lembaga/tempat penyimpanan lainnya. Akan tetapi, keputusan ini adalah berlaku ketika mata uang masih memiliki simpanan cadangan emas di bank, yaitu tepatnya era sebelum tahun 1970-an. 

Lantas bagaimana dengan uang dewasa ini?   Seiring dengan perkembangan zaman, kedudukan mata uang telah berubah. Negara sekarang memakai jenis mata uang fiat yang mana nilainya tidak ditentukan berdasarkan cadangan emas yang tersimpan, melainkan ia ditentukan berdasarkan hasil neraca perdagangan. Makna uang sudah bergeser menjadi makna niaga karena setiap satuan mata uang ditentukan nilainya dari hasil perniagaan. Syarat dari niaga (tijarah) adalah perputaran mata uang di unit niaga dan adanya ‘urudlu al-tijarah (modal niaga). Oleh karena itu, untuk mata uang yang tidak berada dalam satuan unit niaga ini, maka uang tersebut tidak bisa disebut mengalami perputaran. 
Lantas, dimanakah letak unit niaganya?    
Suatu misal, ada orang yang menyimpan uang secara konvensional yaitu menyimpan uang secara klasik di rumah. Selama satu tahun uang tersebut tidak dipakai untuk suatu jenis usaha tertentu, maka secara tidak langsung uang masyarakat seperti ini disebut tidak mengalami perputaran. Karena tidak mengalami perputaran, maka tidak ada yang disebut 'urudlu al-tijarah (modal niaga). Padahal, keberadaan 'urudlu al-tijarah inilah yang menjadi dasar utama ditetapkannya zakat, yakni zakat tijarah (zakat niaga).   

Berbeda halnya bila uang masyarakat disimpan di bank. Sebagaimana yang dahulu juga kita bahas bahwa pada dasarnya uang yang disimpan di bank dalam bentuk deposito dan reksadana adalah diawali dengan akad serah terima modal antara nasabah dengan perbankan sebagai wakil nasabah untuk menyalurkan ke unit niaga yang aman bagi dana nasabah. Oleh karena itu, uang yang dititipkan ke bank oleh nasabah bisa disebut sebagai urudlu al-tijarah, karena ada unsur serah terima modal tersebut. Karena adanya unsur serah terima modal, maka berlaku pula hukum zakat niaga sebesar 2,5% bilamana uang tersebut telah mencapai haul (satu tahun).   

Sebagai ilustrasi misalnya Pak Ahmad mendepositokan uangnya sebesar 10 juta rupiah pada 5 Syawal 1438 H. Pada saat kalender sudah menunjuk 5 Syawal 1439 H, ternyata uang Pak Ahmad telah mencapai 12 juta rupiah. Berapakah zakat yang harus dikeluarkan oleh Pak Ahmad? Jawabnya adalah dengan mendasarkan pada hitungan urudlu al-tijarah sebesar 10 juta maka dihitung bahwa besarnya zakat Pak Ahmad adalah sebesar 250 ribu rupiah. Hal ini tentu tidak berlaku bilamana Pak Ahmad menyimpan uang tersebut di rumah sendiri, karena uang sebesar 10 juta tidak mengalami perputaran dalam unit niaga.   

Semoga uraian singkat ini bisa menghapus silang sengkarut soal apakah uang simpanan dan tabungan wajib dikeluarkan zakatnya apa tidak. Sebagai garis besar jawabnya adalah apakah uang tersebut dipergunakan dalam unit niaga atau tidak. Bila dipergunakan, maka wajib dikeluarkan zakatnya, dan bila tidak digunakan dan hanya disimpan sendiri, maka tidak wajib dikeluarkan. Wallahu a’lam bi al-shawab.      

Kamis, 17 November 2022

lirik yasirlana


Lirik yasir lana

اِلَهَنَا .. يَا اِلَهَنَا يَسِرْلَنَا اُمُوْرَنَا

Allah Yaa Robb.. Allah Yaa Robbi..
Mudahkanlah Urusan Kami

اِلَهَنَا .. يَا اِلَهَنَا مِنْ دِيْنِنَا وَدُنْيَانَا

Allah Yaa Robb.. Allah Yaa Robbi.

Agama Kami, Dunia Kami

يَافَتَاحُ .. يَافَتَاحُ .. يَافَتَاحُ يَاعَلِيْمُ

Wahai Sang Pembuka

Wahai Yang Maha Mengetahui 

اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تِلاَوَةِ اْلقُرْآنِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami..
Untuk Membaca Al Qur’an..

وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تَعَلُّمِ اْلعُلُوْمِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami

Untuk belajar berbagai ilmu

يَا رَبَّنَا، يَا رَبَّنَا .. يَا فَــتَّاحُ .. يَاعَـلِيْمُ

Wahai Tuhanku

Wahai Sang Pembuka

Wahai Yang Maha Mengetahui 

*****

Allah Yaa Robb.. Allah Yaa Robbi..
Mudahkanlah Urusan Kami
Agama Kami, Dunia Kami
Wahai Allah Yang Mengetahui

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami..
Untuk Membaca Al Qur’an..
Bacalah Al Qur’an.. Bacalah Al Qur’an..
Al Qur’an Sumber Kehidupan..


اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تِلاَوَةِ اْلقُرْآنِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami..
Untuk Membaca Al Qur’an..

وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تَعَلُّمِ اْلعُلُوْمِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami

Untuk belajar berbagai ilmu

يَا رَبَّنَا، يَا رَبَّنَا .. يَا فَــتَّاحُ .. يَاعَـلِيْمُ

Wahai Tuhanku

Wahai Sang Pembuka

Wahai Yang Maha Mengetahui 

Sabtu, 12 November 2022

9 adab makan dalam ihya ulumuddin


Adab Sedang Makan dalam Ihya Ulumiddin

1. Membaca Basmalah di setiap menyuap makanan dan diakhiri dengan membaca Hamdalah. 
Pada suap yang pertama, membaca Bismillah. Suap yang kedua membaca Bismillahi Rahman. Suap yang ketiga membaca Bismillahi Rahman Rahim. Hendaknya membaca dengan agak keras supaya orang lain di sekitarnya mendengarkan.

2. Makan dengan tangan kanan dan dimulai dari makanan yang terasa asin dan diakhiri dengan yang asin pula. Menyuap makanan sedikit demi sedikit, tapi dibolehkan pula dalam bentuk segenggam tangan. 

3. Tidak mencela makanan 

4. Dianjurkan makan makanan yang ada didepannya kecuali buah-buahan. 

5. Hendaknya tidak memotong/mengambil makanan dari bagian tengah, namun dimulai dari pinggir. 

6. Tidak memotong roti maupun daging dengan pisau, karena Nabi melarangnya. Beliau bersabda, "Gigitlah sekuat-kuatnya."

7.  Hendaknya pula menjilat (makanan pada) jari-jarinya 

8. Tidak meniup-niup makanan panas karena hal tersebut dilarang.

9. Dianjurkan makan kurma dengan jumlah yang ganjil dan tidak menyatukan antara kurma dan bijinya dalam satu nampan

Sabtu, 05 November 2022

Sholawat Thibbil qulub dan Busyro lana


Sholawat thibil qulub

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ اْلأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ اْلأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ


Ya Allah, curahkanlah rahmat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai obat hati dan penyembuhnya, penyehat badan dan kesembuhannya dan sebagai penyinar penglihatan mata beserta cahayanya. Semoga shalawat dan salam tercurahkan pula kepada keluarga serta para sahabat-sahabatnya.”

*****

Busyro lana

بُشْرَی لَنَا نِلْنَاالْمُنَا زَالَ الْعَنَی وَفَي الْهَنَا

"Kebahagiaan milik kami karena kami mendapat harapan"
"Dan hilang sudah semua kesusahan lengkap sudah semua kebahagiaan"

وَالدَّهْرُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ  وَالْبِشْرُ أَضْحَی مُعْلَنَا

"Dan waktu sudah menepati janjinya"
"Dan kebahagiaan menampakan kemuliaan kami"


يَا نَفْسُ طِيْبِي بِالِّلقَا  يَا عَيْنُ قَرِّي أَعْيُنَا
"Wahai jiwa berbahagialah dengan pertemuan"
"Wahai mata tenanglah tenanglah"

هَذَا جَمَالُ الْمُصْطَفَی  أَنْوَارُهُ لَاحَتْ لَنَا
"Inilah keindahan Mustofa (Nabi Muhammad) SAW"
"Cahayanya memancar menembus jiwa kami"


صَلِّ وَسَلِّم يَاسَلَام  عَلَي النَّبِي مَاحِي الظَّلَام
"Duhai Pemberi Keselamatan berikanlah sholawat dan salam"
"Kepada Nabi pengikis kegelapan"

وَلْأٰلِ وَالصَّحْبِ الْكِرَام  مَا أُنْشِدَتْ بُشْرَی لَنَا
"Juga kepada keluarga Nabi dan para sahabatnya yang mulia"
"Selama dinasyidkan 'busyra lana' "


Senin, 31 Oktober 2022

adab makan


etika makan yang telah dilakukan Rasulullah:

1. Berwudhu ketika hendak makan

Dalam beberapa hadis diriwayatkan bahwa beliau berwudhu ketika hendak makan, beliau bersabda: “Barangsiapa ingin diperbanyak kebaikannya oleh Allah, maka hendaklah dia berwudlu ketika makanan sudah dihidangkan dan pada saat diangkat.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)

Rasulullah bersabda:

“بَرَكَةُ الطَّعَامِ الْوُضُوْءُ قَبْلُهُ وَالْوُضُوْءُ بَعْدَهُ”  رواه الترمذي ، وأبو داود .

Berkahnya makanan adalah berwudhu baik sebelum maupun sesudahnya,” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

2. Membaca Basmalah sebelum Makan

Rasulullah bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَاماً فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ، فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ

Jika salah seorang diantara kalian makan, maka ucapkanlah nama Allah (bismillaah), jika lupa pada awalnya, maka bacalah: Bismillahi fii awwalihi wa akhirihi.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

3. Membaca Hamdalah setelah makan

Selesai makan atau minum Rasulullah membaca:

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِيْنَ

Puji syukur kepada Allah yang telah memberi makan dan memberi minum kepada kami serta menjadikan kami termasuk orang-orang Islam.” (HR. Abu Dawud)

4. Berkumur setelah Makan

Diriwayatkan bahwa setelah Rasulullah selesai makan, beliau berkumur.

Kami mengunyah dan memakannya bersama beliau. Setelah itu beliau meminta air, kemudian berkumur-kumur sehingga kami pun melakukan seperti itu bersama beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

5. Makan dengan Tangan Kanan

Rasulullah bersabda:

عن عمر بن أبي سلمة رضي الله عنهما قال: … فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((يا غلام، سمِّ اللهَ، وكُلْ بيمينك

Dari Umar bin Abi Salamah r.a. berkata: …Rasulullah Saw. berkata kepadaku; Hai anakku ucapkanlah bismillaah. Makanlah dengan tangan kananmu...” (HR. Al-Bukhari)

6. Rasulullah Makan Menggunakan Tiga Jari (Isyarat Tidak Serakah)

Diterangkan dari Ka’ab bin Malik, ia berkata:

كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يأكل بثلاثة أصابع ، ويلعق يده قبل أن يمسحها

Sesungguhnya Rasulullah Saw. (ketika makan maka beliau menggunakan tiga jari, dan menjilati tangan sebelum dibasuh.” (HR. Muslim)

7. Mengambil Makanan yang Terdekat

Beliau pernah menegur Umar bin Salamah (ketika itu ia masih kecil):

عَنْ عُمَرَ بْنِ أبي سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنْتُ غُلاماً في حَجْرِ رَسُولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ في الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم: ” يا غُلامُ، سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِينكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ،

“Dari Umar bin Abi Salamah ia berkata: Saya masih kecil dibawah asuhan Rasulullah Saw. Aku biasa menjulurkan tanganku ke tempat makanan, maka Rasulullah Saw. bersabda: Wahai anakku, sebutlah nama Allah (basmalah) dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada didekatmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

8. Tidak Makan Sambil Berbaring

Diterangkan dari Abu Juhaifah (Wahab bin Abdullah), bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

لا آكل مُتَّكِئًا

“Sesungguhnya saya, saya tidak (pernah) makan sambil berbaring.” (HR. Al-Bukhari)

9. Tidak Mencaci Makanan

Abu Hurairah menjelaskan bahwa:

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

Rasulullah Saw. tidak pernah mencaci makanan. Jika beliau suka, beliu makan. Jika beliau tidak suka, beliau tidak memakannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

10. Tidak Membiarkan Makanan yang Jatuh

Rasulullah tidak pernah membiarkan makanan yang jatuh. Dari Anas ra. Rasulullah Saw. bersabda:

إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذَهَا ، فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذَى ، وَلْيَأْكُلَهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيْلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِيْ فِي أَيِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ

Jika suapan salah seorang diantara kalian jatuh, maka ambillah (jangan dibiarkan) dan buang yang kotor, setelah itu makan kembali, jangan biarkan makanan untuk syetan. Jangan bersihkan tangan dengan alat pembersih sebelum menjilat jari-jari tangannya. Sebab tiada yang mengetahui pada makanan yang mana yang terdapat keberkahan.” (HR. Muslim)


11. Tidak Berlebih-lebihan dalam Makan

Rasulullah bersabda:

ما ملأ آدَمِيُّ وِعَاءً شراً من بطنه بحسب ابن ادم أكلات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه

Tiada suatu tempat (wadah) yang jelek jika dinuhi oleh manusia selain perutnya sendiri. Cukuplah baginya beberapa suapan yang sekiranya bisa menguatkan tulang belulangnya. Jika masih kurang, maka sepertiga (perutnya) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

12. Minum dengan Tiga Tegukan dan Membaca Basmalah 

Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda:

لا تشربوا واحدا كشرب البعير ولكن اشربوا مثنى وثلاث وسموا إذا أنتم شربتم واحمدوا إذا أنتم رفعتم

Janganlah kalian minum seperti minumnya hewan. Tetapi minumlah kalian dengan dua atau tiga kali, dan jika kalian minum sebutlah nama Allah (membaca basmalah), kemudian pujilah Dia (membaca hamdalah), ketika kalian mengangkatnya (selesai minum).”(HR. At-Tirmidzi)

13. Tidak Bernafas dalam Bejana (Tempat Minum)

Dari Anas ra. ia berkata:

عن أبي قتادة رضي الله عنه أَنَّ النّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : نَهَى أَن يُتَنَفَّسَ فِي الإِنَاءِ

Dari Abi Qatadah ra, bahwasanya Nabi Saw. melarang (kita) bernafas di dalam bejana atau meniup di dalamnya.” (HR. Muslim)

14. Tidak Makan dan Minum dengan Berdiri.

Rasulullah Saw.  melarang makan dan minum dengan berdiri, 

عن قتادة عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه نهى أن يشرب الرجل قائما قال قتادة فقلنا فالأكل فقال ذاك أشر أو أخبث

“Dari Qotadah dari Anas dari Nabi Saw. Bahwa sesungguhnya Nabi Saw. melarang orang minum sambil berdiri. Lalu Qotadah bertanya (kepada Anas) : Kalau makan bagaimama? Ia pun menjawab : Hal itu (makan dan minum sambil berdiri) lebih buruk dan jelek.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)

Semoga kita juga bisa mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak hanya kenyang yang kita dapat melainkan keberkahan dalam makanan yang telah kita makan sehingga kita mendapatkan keberkahan pula dalam kehidupan. Aamiin.. 

Wallahu a’lam.

Selasa, 25 Oktober 2022

khutbah 4 perkara yang memudahkan menuju surga


Khutbah I
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ دين الاسلام، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه صاحب الشفاعة والمقام ، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى دار السلام ، 
أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita mempertebal ketaqwaan kita kepada Allah dengan menghindarkan diri dari kecurangan, kebohongan dan berbagai sifat tercela lainnya. Dan memulai hari-hari dengan amalan-amalan saleh yang nyata sebagai pembuktian kebenaran Iman. Sebab, segala perbuatan dan amal manusia, baik maupun buruk merupakan pencerminan imannya kepada Allah SWT.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Ketika ada orang yang bertanya kepada kita, bagaimana jalan untuk menggapai surga, tentu kita akan menjawabnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau telah memberikan beberapa penjelasan, yang akan menghantarkan kita menuju surga Allah subhanahu wata‘ala. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagaimana berikut:
أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
Artinya: Sebarkan kedamaian, berikan makanan, bersilaturrahimlah, shalatlah ketika orang-orang tidur, engkau akan masuk surga dengan damai. 

Pertama, orang yang menghendaki untuk masuk surga adalah orang yang menebarkan salam, perdamaian dan kasih sayang. Menebarkan perdamaian bisa diawali dengan memberi ucapan salam kepada saudara kita, yaitu Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Yang artinya keselamatan, rahmat, dan berkah Allah subhanahu wata‘ala semoga tercurahkan untukmu. Lazimnya ucapan salam ini akan dijawab oleh saudara kita dengan jawaban wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh yang artinya bagimu keselamatan, rahmat dan berkah Allah subhanahu wata‘ala. Ucapan tersebut tampak sepele, namun memiliki makna yang mendalam.

Imam an-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim menjelaskan bahwa ucapan salam tidak sekadar kata-kata, namun mengandung arti menebarkan perdamaian, kasih sayang dan kerukunan terhadap sesama, baik kepada keluarga, tetangga, maupun terhadap sesama Muslim. Kata salam juga menjadi kunci yang ampuh untuk menghilangkan permusuhan, kebencian, dan kerenggangan di antara sesama. Karena itu, Islam sangat menganjurkan kita untuk saling mengucapkan salam, tujuannya adalah mewujudkan kerukunan dan kedamaian, dan menghilangkan kerenggangan dan permusuhan di antara sesama. 

Hadits di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak diperkenankan bagi seorang Muslim untuk membenci dan menghujat sesama Muslim, menyebarkan permusuhan, menebarkan ujaran kebencian dan memutuskan tali persaudaraan. Karena menebarkan permusuhan adalah ciri-ciri dari ajaran syaitan, sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 91, syaitan memiliki tujuan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara sesama Muslim.
اِنَّمَا يُرِيۡدُ الشَّيۡطٰنُ اَنۡ يُّوۡقِعَ بَيۡنَكُمُ الۡعَدَاوَةَ وَالۡبَغۡضَآءَ فِى الۡخَمۡرِ وَالۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَنۡ ذِكۡرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ‌ ۚ فَهَلۡ اَنۡـتُمۡ مُّنۡتَهُوۡنَ
setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, Dengan minuman keras dan judi itu,  dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

Kedua, jalan untuk menggapai surga adalah memberikan makanan, Selain kita diwajibkan untuk mengeluarkan nafkah untuk keluarga, atau mengeluarkan zakat atas harta, Nabi menganjurkan kepada kita untuk bersedekah, terutama bagi orang-orang yang membutuhkan. Mengapa memberikan makanan dapat menghantarkan kita menuju surga? Karena orang yang senang memberikan makanan adalah orang yang dekat dengan surga. Sebagaimana riwayat Imam Turmudzi dalam sunan Turmudzi Juz 3 halaman 407 disebutkan:
السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka.”
Imam Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh kitab Faidlul Qadir karya Muhammad al-Munawi, juz 4 halaman 138 menjelaskan, bahwa sikap dermawan merupakan buah dari cinta akhirat, dan tidak berlebihan dalam mencintai dunia fana. Sikap dermawan tumbuh dari penghayatan seseorang tentang iman dan tauhid kepada Allah subhanahu wata‘ala. Sehingga muncul sikap tawakkal dan berserah diri kepada Allah, secara otomatis muncul sikap percaya bahwa Allah adalah pemberi rezeki. Seorang dermawan yakin bahwa orang berbuat baik dengan mensedekahkan sebagian hartanya, Allah pasti akan menggantinya sepuluh kali lipat kebaikan. Berbeda dengan orang yang bakhil, ia adalah orang yang terlalu cinta dunia dan ragu terhadap janji Allah . Karena itu, tempat yang layak bagi seorang dermawan adalah surga, sebaliknya tempat yang layak bagi orang bakhil adalah neraka.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Ketiga, menjalin silaturrahim dan persaudaraan, walaupun hanya dengan ucapan salam. Dalam sebuah riwayat Imam Hakim dalam Kitab Mustadrok Ala Shohihain Juz 2 halaman 563, dengan sanad yang shahih Nabi bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ حَاسَبَهُ اللَّهُ حِسَابًا يَسِيرًا وَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ قَالُوا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: تُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ، وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ» قَالَ: فَإِذَا فَعَلْتُ ذَلِكَ، فَمَا لِي يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْ تُحَاسَبَ حِسَابًا يَسِيرًا وَيُدْخِلَكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ
Artinya: “Tiga hal yang menjadikan seseorang akan dihisab Allah dengan mudah dan akan dimasukkan ke surga dengan Rahmat-Nya. Sahabat bertanya, bagi siapa itu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Nabi bersabda: Engkau memberi orang yang menghalangimu, engkau memaafkan orang yang mendzalimimu, dan engkau menjalin persaudaraan dengan orang yang memutuskan silaturrahim denganmu. Sahabat bertanya, jika saya melakukannya, apa yang saya dapat wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Nabi bersabda: engkau akan dihisab dengan hisab yang ringan dan Allah akan memasukkanmu ke surga dengan rahmat-Nya.”


Mengenai pentingnya silaturrahim, terdapat sebuah cerita dari Imam Ashbihani yang termaktub dalam kitab Irsyadul Ibad halaman 94, suatu ketika sahabat duduk di sisi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Kemudian Nabi bersabda: tidak boleh duduk dengan kami orang yang memutuskan silaturrahim, kemudian seorang pemuda keluar dari halaqoh, pemuda tersebut mendatangi bibinya untuk menyelesaikan sesuatu masalah di antara keduanya, kemudian bibinya meminta maaf terhadap pemuda tersebut. Setelah urusan selesai, pemuda kembali ke halaqoh, kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun pada suatu kaum, yang di dalamnya terdapat orang yang memutuskan persaudaraan. 

Keempat, menjalankan shalat malam ketika banyak orang telah tidur terlelap. Shalat malam menjadi shalat yang spesial karena dilakukan di waktu banyak orang beristirahat dan lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata‘ala. Shalat malam juga menjadi indikasi seseorang jauh dari riya’ dan pamer dalam beribadah, karena di waktu ini banyak orang beristirahat. Sehingga bagi orang yang menjalankan ibadah di waktu malam mendapatkan ganjaran yang lebih, terutama oleh Nabi disabdakan sebagai orang yang akan masuk surga dengan tanpa kesulitan. Nabi juga bersabda:
‏ عَنْ ‏‏أَبِي هُرَيْرَةَ ‏‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ‏‏قَالَ : ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏: " ‏أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ "
“Seutama-utama puasa setelah ramadhan adalah puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim No. 1163)

Menebarkan salam dan kedamaian, memberikan makanan, menjalin persaudaraan, dan shalat malam adalah anjuran dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, agar kita dapat menggapai surga dengan tanpa kesulitan dan tanpa banyak rintangan. Jika kita konsisten dan istiqamah dengan anjuran Nabi tersebut, Allah akan memberikan kita pertolongan untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi perbuatan yang kurang menyenangkan
Perlu diingat, Nabi yang telah dijamin masuk surga oleh Allah subhanahu wata‘ala selalu giat dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata‘ala. Dalam kehidupan di tengah masyarakat, Nabi  selalu baik hati, riang dan sopan terhadap semua orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu yang lebih duluan memberikan salam, sekalipun kepada anak-anak dan para sahaya. Nabi selalu memberikan apa yang dimiliki kepada para sahabatnya, walaupun beliau sendiri dalam keadaan kekurangan. Nabi selalu bersilaturrahim dan memaafkan terhadap setiap orang, walaupun terhadap orang yang pernah memusuhinya, dan Nabi selalu menjalankan shalat malam, hingga kedua telapak kaki beliau membengkak. Semoga kita semua dapat mencontoh prilaku dan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
أعوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطانِ الرَّجيم؛ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

الخطبة الثانية

ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺟَﻌَﻞَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ﺍَﻳَّﺎﻡِ ﺍْﻻُﺳْﺒُﻮْﻉِ
ﻭَﺍﺧْﺘَﺼَّﻪُ ﺑِﺴَﺎﻋَﺔٍ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻣُﺠَﺎﺏٌ ﻣَﺴْﻤُﻮْﻉٌ 

ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠّٰﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻟَﺎ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ ﺷَﻬَﺎﺩَﺓً ﻣُﺤَﺘَﻮِﻳَﺔً ﻋَﻠَﻰ ﻛَﻤَﺎﻝِ ﺍْﻻِﺧْﻼَﺹِ ﻭَﺍﻟْﺤُﻀُﻮْﻉِ 
ﻭَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﺳَﻴِّﺪَﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ ﺻَﺎﺣِﺐُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﻡِ ﺍﻟْﻤَﺤْﻤُﻮْﺩِ ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﺍﻟْﻤَﺮْﻓُﻮْﻉِ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺍٰﻟِﻪِ ﻭَ ﺻَﺤْﺒِﻪِ ﺫَﻭِﻯ ﺍﻟﺰُّﻫْﺪِ ﻭَﺍﻟْﺨُﺸُﻮْﻉِ 
ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ
ﻓَﻴَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ، ﺍِﺗَّﻘُﻮْﺍ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﻓِﻰ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﺍﻟْﺤَﺎﻻَﺕِ
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺟَﻞَّ ﺟَﻼَﻟُﻪُ : ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺻَﻠُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﻧُﻮْﺭِ ﺍْﻻَﻧْﻮَﺍﺭِ ﻭَﺳِﺮِّ ﺍْﻻَﺳْﺮَﺍﺭِ ﻭَﺗِﺮْﻳَﺎﻕِ ﺍْﻻَﻏْﻴَﺎﺭِ ﻭَﻣِﻔْﺘَﺎﺡِ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟْﻴَﺴَﺎﺭِ، ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﻥِ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﺎﺭِ ﻭَ ﺍٰﻟِﻪِ ﺍْﻻَﻃْﻬَﺎﺭِ، ﻭَ ﺍَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﺍْﻻَﺧْﻴَﺎﺭِ ﻋَﺪَﺩَ ﻧِﻌَﻢِ ﺍﻟﻠّٰﻪِ ﻭَ ﺍِﻓْﻀَﺎﻟِﻪِ
ﻭَ ﺍَﺭْﺣَﻤْﻨَﺎ ﻭَﺍﺣْﺸُﺮْﻧَﺎ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺍَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ ﺍَﻟْﺎَﺣْﻴَﺂﺀِ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻭَﺍﻟْﺎَﻣْﻮَﺍﺕِ ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ، ﻳَﺎ ﻗَﺎﺿِﻲَ ﺍﻟْﺤَﺎﺟَﺎﺕِ ﻭَ ﻳَﺎ ﻋَﺎﻟِﻢِ ﺍﻟﺴِّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻔِﻴَّﺎﺕِ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻧْﺼُﺮِ ﺍﻹِﺳْﻠَﺎﻡَ ﻭَﺍﻟﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻧْﺼُﺮْ ﺟُﻴُﻮْﺵَ ﺍﻟْﻤُﻮَﺣِّﺪِﻳْﻦَ ﻭَ ﺍَﻋْﻞِ ﻛَﻠِﻤَﺘَﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﻓِّﻘْﻨَﺎ ﻭَﺟَﻤِﻴْﻊَ ﻭُﻻَﺓِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَ ﻗُﻀَﺎﺗِﻬِﻢْ ﻟِﻠْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﻧُﺼْﺮَﺓِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﻭَﺍﺗِّﺒَﺎﻉِ ﺷَﺮِﻳْﻌَﺔِ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻧْﺼُﺮْﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺪُﻭِّﻫِﻢْ ﺍَﻋْﺪَﺍﺋِﻚَ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ
ﻭَ ﺍَﻫْﻠِﻚِ ﺍﻟْﻜَﻔَﺮَﺓَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺒْﺘَﺪِﻋَﺔَ ﻭَﻛُﻞَّ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﻋَﺪُﻭٌ ﻟِﻠﺪِّﻳِﻦِ 
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍٰﺗِﻨَﺎ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺎٰﺧِﺮَﺓِ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَ ﻗِﻨَﺎ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ 

ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠّٰﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﻳَٲ ﻣُﺮُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِ ﺫِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَ ﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ ﻓَﺎﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢَ ﻳَﺬْﻛُﺮْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮُ

Selasa, 18 Oktober 2022

Doa Nabi Isa AS

اللَّهُمَّ إنِّي أَصْبَحْتُ لَا أَسْتَطِيْعُ دَفْعَ مَا أَكْرَهُ، وَلَا أَمْلِكُ نَفْعَ مَا أَرْجُوْ، وَأَصْبَحَ الْأَمْرُ بِيَدِ غَيْرِي، وَأَصْبَحْتُ مُرْتَهَناً بِعَمَلِي فَلَا فَقِيْرَ أَفْقَرُ مِنِّي. اللَّهُمَّ لَا تُشْمِتْ بِي عَدُوِّي، وَلَا تَسُؤْ بِي صَدِيْقِي، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتِي فِي دِيْنِي، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّي، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيَّ مَنْ لَا يَرْحَمُنِي، يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ.

Latin: Allahumma inni Asbahtu Laa Astati’u Daf’a maa Akrohu walaa Amliku Naf’a maa Arjuu wa Asbahal Amru biyadi ghoiri wa Asbahtu Murtahinan biamaliy fala Faqiro Afqoru minni, Allahumma La Tusymit bi Aduwwiy wala Tasu’ biy Shodiqi wala Taj’al Musibati fi Dini wala Taj’alid dunya Akbaro Hammi wala Tusalith Alayya man La Yarhamuni Yaa Hayyu Yaa Qoyyum’

“Ya Allah, aku tidak memiliki kemampuan untuk menolak apa yang kubenci, akupun tidak memiliki kekuasaan untuk memiliki apa yang kuharapkan. Segala perkaraku tidak dalam genggamku, aku hanyalah hamba hina, tiada yang lebih hina dibanding aku. Yaa Allah janganlah Engkau buat musuhku senang di atas penderitaanku, jangan Engkau buat temanku mencelakaiku, jagalah agamaku, jangan Engkau jadikan dunia sebagai kegelisahanku, janganlah kau berikan leluasa (untuk mencelakaiku) pada orang yang tidak belas kasih padaku, Wahai Dzat yang Maha Hidup lagi Maha Adigdaya.”

Selasa, 27 September 2022

Mahalul qiyam simthuduror


محل القيام فی المولد سمط الدرار
۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰

ﻳَﺎ ﻧَﺒِﻲ ﺳَﻼَﻡٌ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ۰۞۰ ﻳﺎﺭَﺳﻮﻝ ﺳَﻼَﻡٌ ﻋَﻠَﻴْﻚَ

ﻳﺎﺣَﺒِﻴْﺐْ ﺳَﻼَﻡٌ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ۰۞۰ ﺻَﻠَﻮَﺍﺕُ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻚَ

Wahai Nabi Salam Untukmu wahai Rosul Salam untukmu 

Wahai Kekasih salam untukmu Shalawat Allah untukmu


أَشْرَقَ الْگوْنُ ابْتِهَاجًا ۞ بِوُجُوْدِ الْمُصْطَفٰی احْمَد

وَلِأَهْلِ الْگوْنِ أُنْسٌ ۞ وَسُرُوْرٌ قَدْ تَجَدَّد

Asyroqol kaunubtihaajan ۞ biwujuudil mushthofa Ahmad

Wa li-ahlil kauni unsun ۞ wa suruurun qod tajaddad


Alam bersinar-seminar bersuka ria.. menyambut kelahiran Al-Musthafa Ahmad

Riang gembira meliput penghuninya.. sambung-menyambung tiada hentinya

فَاطْرَبُوا يَااهْلَ الْمَثَانِی ۞ فَهَزَارُ الْيُمْنِ غَرَّد

وَاسْتَضِيْئُوْا بِجَمَالً ۞ فَاقَ فِی الْحُسْنِ تَفَرَّد

Fathrobuu yaahlal matsaani ۞ fahazaarul yumni ghorrod

Wastadhiiu bi jamaalin ۞ faaqo filhusni tafarrod

Bergembiralah, wahai pengikut Al-Quran.. burung burung kemujuran kini berkicauanp

Bersuluhlah dengan sinar keindahan.. mengungguli semua yang indah tiada bandingan

وَلَنَاالْبُشْرٰی بِسَعْدٍ ۞ مُسْتَمِرٍّ لَيْسَ يَنْفَد

حَيْثُ أُوْتِيْنَاعَطَاءً ۞ جَمَعَ الْفَخْرَ الْمُؤَبَّد

Wa lanaal busyroo bisa‘din ۞ mustamirrin laisa yanfad

Haitsu uutiinaa ‘athooan ۞ jama‘al fakhrol mu’abbad

Kini wajiblah bersuka cita.. Dengan keberuntungan terus-menerus tiada habisnya

Manakala kita beroleh anugerah.. Padanya terpadu kebanggaan abadi


فَلِرَبِّيْ کُلُّ حَمْدٍ ۞ جَلَّ اَنْ يَحْصُرَهُ الْعَد

إِذْحَبَانَا بِوُجُوْدِ الْمُصْطَفٰی الْهَادِيْ مُحَمَّد

Falirobbii kullu hamdin ۞  jalla ayyahshurohul 'ad

Idz habaanaa biwujuudil ۞ mushthofal haadii Muhammad

Bagi Tuhan segala puji.. tiada bilangan mampu mencakupnya

Atas penghormatan dilimpahkan-Nya bagi kita.. dengan lahirnya Al-Musthafa Al-Hadi Muhammad


مَرْحَبًا يَا نُوْرُ الْعَيْنِ مَرْحَبًا مَرْحَبًا 

مَرْحَبًا جَدَّ الْحُسَيْنِ مَرْحَبًا مَرْحَبًا 


يَارَسُوْلَ اللّٰهِ اَهْلًا ۞ بَكَ اِنَّا بِكَ نُسْعَد

وَبِجَاهِهْ يَااِلٰهِيْ ۞ جُدْ وَبَلِّغْ کُلَّ مَقْصَد

Yâ Rosuulallahi ahlan ۞ bika innaa bika nus‘ad

Wa bijaahih yaa Ilaahii ۞ jud wa balligh kulla maqshod

Ya Rasulullah, selamat datang, ahlan wa sahlan.. Sungguh kami beruntung dengan kehadiranmu

Ya Ilahi, ya Tuhan kami.. semoga Kau berkenan memberi nikmat karunia-Mu
menyampaikan kami ke tujuan idaman.. demi ketinggian derajat Rasul di sisi-Mu


وَاهْدِنَا نَهْجَ سَبِيْلِهْ ۞ گيْ بِهِ نُسْعَدْ وَ نُرْشَدْ

رَبِّ بَلِّغْنَا بِجَاهِهْ ۞ فِی جِوَارِهْ خَيْرَ مَقْعَدْ

Wahdinaa nahja sabiilih ۞ kay bihi nus‘ad wa nursyad

Robbi ballighnaa bijaahih ۞ fî jiwaarih khoiro maq‘ad 

Tunjukilah kami jalan yang ia tempuh.. agar dengannya kami bahagia beroleh kebaikan melimpah

Rabbi, demi mulia kedudukannya di sisi-Mu.. tempatkanlah kami di sebaik tempat di sisinya


وَصَلَاةُ اللّٰه تَغْشٰی ۞ اَشْرَفَ الرُّسْلِ مُحَمَّدْ

وَسَلَامٌ مُسْتَمِرٌّ ۞ کُلَّ حِيْنٍ يَتَجَدَّدْ

Wa sholaatullaahi taghsyaa asyrofar rusli Muhammad

Wa salaamun mustamirrun ۞ kulla hiinin yatajaddad

 
Semoga shalawat Allah meliputi selalu.. rasul termulia, Muhammad 

Serta salam terus-menerus.. silih berganti setiap saat…




——————–
رَبِّ فـَاجْعَلْ مُجْتمَعْنَا ۰۞۰ غَايَتـُهْ حُسْنُ الخِتـَــامِ

Robbi faj’al mujtama’nâ
Ghôyatuh husnul khitâmi

Yaa Allah jadikanlah perkumpulan kami
Puncaknya menjadi husnul khotimah.

وَاعْطِـــنَا مَا قَدْ سَألـْنَا ۰۞۰ مِنْ عَطـَـايَاكَ الجِسَامِ

Wa’thinâ mâ qod sa-alnâ
Min ‘athôyâ kal jisâmi

Berikanlah kepada kami, apa yang kami minta
Dari pemberian-Mu Yang Maha Besar.

وَاکْرِمِ الأرْوَاحَ مِنَّا ۰۞۰ بِلقَا خَيرَ الأَنَامِ

وأبْلِغِ المُخْتَارَ عَنَّا ۰۞۰ مِنْ صَلَاةٍ وَسَلَامٍ


Beri kemuliaan Ruh Ruh kami
Bisa berjumpa dengan Nabi sebaik baik manusia.

Sampaikan dari kami untuk Nabi pilihan
Sholawat dan salam kami.



Rabu, 21 September 2022

lirik qolbu mutayam

Sholawat ini dibawakan oleh grup Hadroh Az Zahir dalam bahasa Arab

اَلقَلْبُ مُتَيَّمْ بِطٰهَ النَّبِی ۰۞۰  وَصَلَّی وَسَلَّمْ عَلَی طٰهَ النَّبِی

Hati Rindu mendalam kepada Nabi Thaha

Semoga sholawat dan salam tercurah kepada Nabi Thaha

نَبِيْنَا الْمُگرَّمْ نَبِيْنَا الْمُشَرَّفْ ۰۞۰ طٰهَ العَرَبِيّ طَهَ العَرَبِيّ

Nabi dari kalangan orang terhomat, nabi Yang mulia (keturunan Bani Hasyim) Thaha adalah orang Arab, Thaha adalah orang Arab

أَحْمَدُ هَدَانَا وَالْمَوْلَی قَدْشَاء ۰۞۰  بِالْخَيْرِ اَتَانَا وَبِالْحَقِّ جَاء

Ahmad telah membimbing kita, dan itulah yang diinginkan Tuhan 

Dengannya kebaikan dan kebenaran haqiqi itu datang

لِلتَّقْوَی دَعَانَا لِدَرْبِ الرَّجَاء ۰۞۰ وَالْمَوْلَی اَغْنَانَا بِطٰهَ النَّبِی

Kepada orang-orang yang bertaqwa ia mendoakan untuk jalan pengharapan
Dan Tuhan mencukupi kita dengan berkah Nabi thaha

يَارَسُوْلَ اللّٰه جِئْتَ بِالْقُرْآن  ۰۞۰  مِنْ وَحْیِ الْإِلٰه مَوْلَانَا الرَّحْمٰن

Wahai Utusan Allah, Dengan perantaramu Al-Quran datang Wahyu dari Tuhan Yang Maha Pemurah

وَبِعَوْنِ اللّٰه نَشَرْتَ الْإِيْمَان ۰۞۰  يَاحَبِيْبَ اللّٰه يَاطٰهَ النَّبِی

Dan dengan Pertolongan Allah, engkau menyebarkan iman

wahai kekasih Allah, wahai Nabi Thaha

گمْ يَخْطُو فُؤَادِی لِتِلْكَ الدِّيَار ۰۞۰ وَبِشَوْقٍ يُنَادِیْ شَافِعِی الْمُخْتَار

Bagaimana langkah saya ke rumah itu

Dan dengan penuh kerinduan ia memanggil penolong lagi terpilih

قَدْ طَالَ ابْتِهَادِی عَنْ اَغْلَی مَقَام ۰۞۰  وَالحَجُّ مُرَادِی وَدِيَارُ النَّبِي

Sungguh dalam kerinduanku pada tempat tertinggi itu (Mekkah dan Madinah) Haji adalah tujuanku dan juga rumah Nabi (Masjid Nabawi)

Selasa, 20 September 2022

khutbah cinta Rosul SAW

Khutbah 1
اَلْحَمْدُ لله الَذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَهَدَانَا إلَى صِرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ صِرَاطِ الَذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَاالضَالِّيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ اَلْمَالِكُ الْحقُّ الْمُبِيْنُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًارَسُوْلُ الله صَادِقُ الْوَعْدِ الْاَمِيْن
اَللّٰـهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلأَوَّلِيْنَ وَصَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلآخِرِيْنَ وَصَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلـمُرْسَلِيْنَ وَصَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى الْمَلَإِ اْلأَعْلٰى إِلٰى يَوْمِ الدِّيْنَ.اَمَّا بَعْدُ فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوااللهَ  حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ 
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Pada kesempatan ini marilah kita perkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan iman dan takwa yang sebenar-benarnya. Berusaha keras melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang. 
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Kita sekarang di penghujung  bulan safar sebentar lagi Memasuki bulan kelahiran manusia sempurna pilihan Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam, yakni Nabi Muhammad ﷺ. 
Memperingati dalam arti mempelajari sejarah perjuangannya dalam mendakwahkan agama Islam, meneladani kebaikan-kebaikan akhlaknya, dan mengikuti sunnah-sunnah serta memperbanyak bacaan shalawat atasnya. Agar kita semua termasuk orang-orang yang selalu mencintai dan dicintai oleh Rasulullah ﷺ dan akan mendapatkan syafaatnya di dunia sampai di akhirat kelak. 
Ma’asyiral muslminin wazumratal mu’minin rahimakumullâh,
Nabi Muhammad bin Abdillah. Beliau bukan hanya diutus untuk kalangan bangsa Arab saja, namun seluruh manusia bahkan alam semesta. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat as-Saba’ ayat 28 dan Alanbiya 107
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. As-Saba’[34]: 28).

وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡنَ
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.(alanbiya 107)
Ayat2 ini memiliki empat hal pokok yang harus dimengerti, yaitu 1.ada yang mengutus yakni Allah ﷻ., 2.adanya utusan Allah dalam hal ini Rasulullah Muhammad ﷺ, 3.diutus kepada seluruh manusia dan alam semesta 4.sebagai بَشِيرًا وَنَذِيرًا pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan serta rahmat bagi seluruh alam
Rasulullah Muhammad ﷺ bukan sekadar membawa rahmat bagi seluruh alam namun justru kepribadian beliau lah yang menjadi rahmat. Begitu mulianya sifat Rasulullah Muhammad sehingga Allah menyebutkan dengan pujian yang sangat agung.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍۢ
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al-Qalam: 4)
Kemuliaan sifat Rasulullah tercermin dalam cara beliau berdakwah. Sehingga Islam dikenal sebagai agama yang mengajarkan kepada kemaslahatan dunia dan akhirat.  Rasulullah mengajarkan untuk saling menghargai, saling menolong, menjaga persaudaraan, perdamaian, dan sebagaianya. Lebih dari itu, Rasulullah juga mengajarkan etika terhadap binatang. Sehingga dalam melakukan sembelihan binatang pun diajarkan cara-cara yang maslahat dan tidak menyakiti binatang. 
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa visi pendidikan Rasulullah adalah terciptanya kedamaian dan keselamatan dunia dan akhirat. Sepantasnya sebagai umatnya kita semua kaum muslimin bersyukur atas diutusnya Rasulullah dan  senantiasa mencintai beliau dengan sepenuh hati, dengan kecintaan yang sebenar-benarnya.
Walaupun tidak ada aturan yang menjelaskan cara mencintai rasul secara khusus, namun kecintaan terhadap Rasulullah dapat dibuktikan dengan beberapa hal, di antaranya dengan memperbanyak membaca shalawat. Sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 56,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab[33]: 56).
Para sahabat Rasulullah telah membuktikan kecintaanya terhadap Rasulullah secara nyata. Pertama, Ali Bin Abi Thalib menggantikan menggantikan Rasulullah saat pengepungan oleh kaum Quraisy pada saat Rasulullah hendak hijrah. Kedua, berkaitan dengan peristiwa Isra Mi’raj. Ketika tidak ada satupun orang yang percaya kepada rasulullah telah diisra mi’rajkan, Abu Bakar Ash-Shidiq lah orang yang pertama kali meyakini akan kebenaran tersebut. Ketiga, Umar Bin Khattab tidak rela Rasulullah dikabarkan telah meninggal, sehingga siapapun yang berani mengatakan berita itu akan dipukul oleh beliau. 

Selain memperbanyak bacaan shalawat, cara kita mencintai Rasulullah adalah dengan mengikuti sunnah-sunnahnya. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun segala kebiasaan sikap Rasulullah. dengan jalan memperbanyak bershalawat dan mengikuti sunnah-sunnah rasullah semoga kita semua menjadi orang-orang yang dicinta oleh Rasulullah.
Dikisahkan dalam kitab Nashaihul Ibad karya Imam Nawawi, Syekh Syibli mendatangi Ibn Mujahid, secara sepontan Ibn Mujahid merangkul dan mencium kening Syekh Syibli. Syekh Syibli pun bertanya tentang hal itu. Syekh ibn Mujahid menceritakan bahwa ia pernah bermimpi dan melihat Rasulullah mencium kening Syekh Syibli. Dalam mimpinya Ibn Mujahid bertanya kepada Rasulullah, hal apa yang menyebabkan Rasulullah begitu mencintai Syekh Syibli. Rasulullah menjawab bahwa Syekh Syibli selalu membaca dua ayat terakhir Surat at-Taubah dan shalawat setiap selesai shalat fardhu.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ 
Dan membaca shalawat 
صَلَّى اللهُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّد
Kemudian Ibn Mujahid menanyakan akan hal itu terhadap syaikh syibli dan ternyata syaikh syibli selalu mengamalkan apa yang diceritakan Rasulullah dalam mimpi Ibn Mujahid.

Melihat kisah tersebut, bukan hanya berapa banyak shalawat yang dibaca, namun konsisten, terus menerus dan kecintaan sebenar-benarnya kepada Rasulullah.lah yang dapat menjadikan kita semua dikenal oleh Rasulullah dan akan mendapatkan cintanya. 

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu bershalawat dan menjalankan sunnah Rasulullah sebagai bukti cinta kita. Dan kita semua akan mendapatkan cinta dan syafaat dari beliau Rasulullah Muhammad ﷺ, amiin ya Rabbal ‘alamin.

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم
وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡنَ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْاَنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنَا وَاِيَّاكُمْ بِالْاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ 
فَاسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ وَ كَفَرَ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ حَبِيْبُهُ وَ خَلِيْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَ الْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَاعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
قال الله تعالى فى القران الكريم اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَ سَلَّمْتَ وَ بَارَكْتَ عَلَى سيدنا اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ سيدنا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ * ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ * ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُّﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺻْﻠِﺢْ ﺃَﺋِﻤَﺘَﻨَﺎ ﻭَﺃُﻣَّﺘَﻨَﺎ * ﻭَﻗُﻀَﺎﺗَﻨَﺎ ﻭَﻋُﻠَﻤَﺎﺀَﻧَﺎ ﻭَﻓُﻘَﻬَﺎﺀَﻧَﺎ * ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺨَﻨَﺎ ﺻَﻼَﺣًﺎ ﺗَﺎﻣًّﺎ ﻋَﺎﻣًّﺎ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻫُﺪَﺍﺓَ ﻣُﻬْﺘَﺪِﻳْﻦَ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍْﻧﺼُﺮْ ﻣَﻦْ ﻧَﺼَﺮَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺧْﺬُﻝْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻫْﻠِﻚْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺃَﻟِّﻒْ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮْﺏِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ * ﻭَﻓُﻚَّ ﺃَﺳْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺄْﺳُﻮْﺭِﻳْﻦَ * ﻭَﻓَﺮِّﺝْ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺮُﻭْﺑِﻴْﻦَ * ﻭَﺍﻗْـﺾِ ﺍﻟﺪَّﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺪْﻳُﻮْﻧِﻴـْﻦَ * ﻭَﺍﻛْﺘُﺐِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻟﺴَّﻼَﻣَﺔَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻐُﺰَّﺍﺓِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪِﻳْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِﻳْﻦَ * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * 
ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍﺩْﻓَﻊْ ﻋَﻨَّﺎ ﺍﻟْﻐَﻠَﺎﺀَ * ﻭَﺍﻟْﺒَﻼَﺀَ ﻭَﺍﻟْﻮَﺑَﺎﺀَ * ﻭَﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲَ ﻭَﺍﻟﺴُّﻴُﻮْﻑَ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ * ﻭَﺍﻟﺸَّﺪَﺍﺋِﺪَ ﻭَﺍﻟْﻤِﺤَﻦَ * ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ * ﻣِﻦْ ﺑَﻠَﺪِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺧَﺎﺻَّﺔً * ﻭَﻣِﻦْ ﺑُﻠْﺪَﺍﻥِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻣَّﺔً * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻹِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ ﺑﺎﻹِﻳـْﻤَﺎﻥِ * ﻭَﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲْ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻨَﺎ ﻏِﻼًّ ﻟِّﻠَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺅُﻭْﻑٌ ﺭَّﺣِﻴْﻢ
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎْﻟﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍْﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳْﺘَﺎﺀِﺫِﻯ ﺍْﻟﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍْﻟﺒَﻐْﻰِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭْﻥَ * ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺳْﺌَﻠُﻮْﻩُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ﻳُﻌْﻄِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮُ

Jumat, 16 September 2022

Barang wakaf rusak masihkah berpahala

Syekh Al-Imam Taqiyuddin menjelaskan mengenai makna wakaf secara etimologi adalah pemanfaatan barang yang memiliki kriteria tahan lama dan tidak boleh dialokasikan untuk tujuan lainnya melainkan hanya untuk kebaikan semata karena bermaksud mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sebagaimana dalam keterangan beliau dalam kitab Kifayatul Akhyar (juz II, halaman 303-304)

حبس مَال يُمكن الِانْتِفَاع بِهِ مَعَ بَقَاء عينه مَمْنُوع من التَّصَرُّف فِي عينه تصرف مَنَافِعه فِي الْبر تقرباً إِلَى الله تَعَالَى

Artinya:

Menahan suatu aset yang bisa diambil manfaatnya bersamaan dengan tetapnya wujud fisik, disertai larangan mengalokasikan fisik barang wakaf sehingga fisik itu musnah. Pengalokasiaan manfaat aset wakaf adalah untuk kebaikan semata karena bermaksud sebagai pendekatan kepada Allah Ta’ala.”

Di samping kriteria yang telah disebutkan di atas mengenai terus mengalirnya pahala amal, disyaratkan benda wakaf tersebut masih dipakai atau dimanfaatkan. Maka apabila benda yang kita wakafkan itu sudah rusak atau tidak dimanfaatkan lagi maka tidak ada pahala yang mengalir kepada kita. Ini sebagaimana dijelaskan dalam keterangan berikut,

‏( ﻗﻮﻟﻪ ﻷﻧﻪ ‏) ﺃﻱ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﺔ ﻻﺷﺘﺮﺍﻁ ﻛﻮﻥ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺗﻔﻴﺪ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻭﻫﻲ ﺑﺎﻗﻴﺔ ﺃﻱ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﺷﺘﺮﻁ ﺫﻟﻚ ﻟﻜﻮﻥ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﺇﻧﻤﺎ ﺷﺮﻉ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﺬﻟﻚ ﺇﻻ ﺇﻥ ﺣﺼﻞ ﺍﻹﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﺎﻟﻌﻴﻦ ﻣﻊ ﺑﻘﺎﺋﻬﺎ ‏.

Artinya:

Hal ini merupakan persyaratan bagi benda wakaf yang bisa memberikan manfaat, karena sesungguhnya persyaratan utuhnya/ tetapnya benda wakaf hanya dikarenakan keberadan disyariatkan wakaf adalah supaya menjadi shodaqoh jariyah, dan hal tersebut tidak tercapai kecuali jika benda wakaf tersebut bisa diambil manfaatnya beserta tetapnya benda wakaf tersebut. (Hasyiyah I’anatut Tholibin, juz 3, halaman 159)

ﻳﻘﺼﺪ ﺑﺎﻟﻮﻗﻒ ﺩﻭﺍﻡ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﻭﺗﺤﺼﻴﻞ ﺍﻟﺜﻮﺍﺏ ﻭﺍﻷﺟﺮ ﺑﻨﻔﻌﻪ ﺍﻫـ

Artinya

Tujuan dari wakaf, adalah kekalnya pemanfaatan benda wakaf dan diperolehnya pahala sebab manfaatnya benda wakaf tersebut (Fiqhul Islam wa Adillatuhu, juz 8, halaman 228)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pahala wakaf akan tetap mengalir kepada orang yang beramal selama benda tersebut masih dipakai atau dimanfaatkan. Maka apabila barang wakaf rusak atau tidak dimanfaatkan lagi maka tidak ada pahala yang mengalir kepada kita. Demikian. Wallahu a’lam.

Selasa, 13 September 2022

Tukar Guling tanah wakaf

Tanah yang telah diikrarkan sebagai wakaf oleh orang yang mewakafkan (waqif) itu sudah menjadi kewenangan Nadhir wakaf dalam tasharrufnya bukan kewenangan waqif lagi. Waqif boleh membuat syarat ketika mewaqafkan seperti : “Kayu jati ini saya waqafkan untuk masjid dengan syarat dijadikan daun pintu pada pintu utama masjid” tetapi waqif tidak punya kewenangan menukar, menyewakan, meminjamkan dsb. Yang mempunyai kewenangan adalah nadhir.

Kemudian tanah yang telah diwakafkan -dalam pandangan ulama madzhab Syafi`i- tidak boleh ditukarkan dengan tanah yang lain لا يجوز استبدال الوقف . Tetapi dalam pandangan ulama madzhab Hanafi diperbolehkan jika membawa kemaslahatan. Dan jika mengikuti madzhab Hanafi maka yang melakukan penukaran pun harus Nadhir. Jika waqif melakukan penukaran maka harus seizin Nadhir.

Seseorang ingin menyumbangkan sejumlah uang kepada masjid apabila tanah sawahnya laku terjual. Tetapi setelah ditawarkan, tanah sawah itu tidak laku, karena termasuk tanah yang tidak produktif. Akhirnya orang tersebut mewakafkan sawah itu kepada masjid. Sekarang setelah tanah sawah itu menjadi inventaris wakaf masjid, ditawar oleh salah satu investor untuk mendirikan sebuah pabrik. Pihak nadhir masjid tidak dapat mengambil manfaat dari sawah itu kecuali dengan menjualnya lalu uang hasil penjualan dibelikan sawah yang produktif.

 

Dasar Pengambilan Dalil :

 

1 .اعانة الطالبين  جزء 3 ص 179 :

         (ولا يباع موقوف) اي ولا يوهب للخبر المار أول الباب وكما يمتنع بيعه وهبته يمتنع تغيير هيئته كجعل البستان دارا . وقال السبكى يجوز بثلاثة شروط ان يكون يسيرا لايغير مسماه وعدم ازالة  شيئ من عينه بل ينقله من جانب الى اخر وان يكون فيه مصلحة للوقف.

  1. I`anatut Thalibin Juz 3 hal 179 :

               Barang wakaf tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan berdasarkan Hadits yang dahulu pada Bab Pertama. Sebagaimana barang wakaf tidak boleh dijual dan dihibahkan maka tidak boleh pula dirubah keadaannya seperti kebun dijadikan rumah. As-Subki berkata: Boleh merubah dengan tiga syarat: 1. Perubahan hanya sedikit yang tidak mengubah nama, 2. Tidak menghilangkan bagian dari dzat wakaf, bahkan memindahkannya dari satu bentuk ke bentuk yang lain dan 3. Perubahan itu membawa kemaslahatan bagi barang wakaf.

2 . حاشية الشرقاوى  جزء 2 ص 178:

           ولا يجوز استبدال الموقوف عندنا وان خرب خلافا للحنفية وصورته عندهم : ان يكون المحل قد آل الى السقوط فيبدل بمحل اخر احسن منه بعد حكم حاكم يرى صحته ويمتنع قسمة الموقوف أو تغيير هيئته.

 

  1. Hasyiyah As-Syarqawi Juz 2 hal 178 :

              Tidak boleh mengganti barang wakaf menurut ulama madzhab Syafi`i walaupun telah rusak, berbeda dengan pendapat ulama madzhab Hanafi. Contoh penggantian barang wakaf menurut ulama madzhab Hanafi seperti: Ada tempat yang akan runtuh maka boleh diganti di tempat lain yang lebih baik bagus setelah adanya keputusan hakim yang menganggap keabsahannya. Dan tidak boleh membagi barang wakaf atau merubah keadaannya.

  1. بغية المسترشدين ص 174 :

          وتجوز بل تجب عليه المعاوضة فى ملك المسجد ان رأى المصلحة كأن كانت ارض المسجد لا تحرث أو تحرث نادرا فرغب فيها شخص بأرض تحرث دائما

  1. Bughyatul Mustarsyidin hal 174 :

               Boleh atau bahkan wajib pertukaran wakaf milik masjid jikalau ada kemaslahatan, seperti ada tanah masjid yang tidak ditanami atau ditanami tapi jarang sekali, lalu ada seseorang yang ingin menukarnya dengan tanah yang bisa ditanami selamanya.

  1. الفوائد المكية ص 60 :

           واعلم أن الأصح من كلام المتأخرين كالشيخ ابن حجر وغيره أنه يجوز الانتقال من مذهب الى مذهب من المذاهب المدونة ولو بمجرد التشهي سواء انتقل دواما او في بعض الحادثة

  1. Al-Fawaidul Makkiyyah hal 60 :

Menurut pendapat yang sangat sahih dari komentar ulama muta`akhkhirin seperti Ibn Hajar dan lainnya, bahwa perpindahan dari satu madzhab ke madzhab yang lain di antara madzhab-madzhab yang mudawwan (artinya: dibukukan, yang dimaksud adalah madzhab empat) adalah boleh meskipun karena hanya selera, baik selamanya atau sementara dalam sebuah kejadian.


Hukum menjual harta wakaf

A.    Hukum Dasar Menjual Harta Wakaf 

Pengertian wakaf

Wakaf secara bahasa adalah menahan (al-habs). Sedang menurut syara` wakaf adalah menahan harta-benda tertentu yang bisa diambil manfaatnya untuk hal-hal yang diperbolehkan (mubah) sembari tetap utuhnya dzat atau materinya, dengan larangan mentasharufkan dzatnya.

 كِتَابُ اْلوَقْفِ هُوَ لُغَةً اَلْحَبْسُ وَشَرْعًا حَبْسُ مَالٍ يُمْكِنُ الِانْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِ فِي رَقَبَتِهِ عَلَى مَصْرِفٍ مُبَاحٍ.  

“Bab tentang wakaf. Secara bahasa wakaf artinya menahan (al-habs), sedang menurut syara` wakaf adalah menahan harta-benda yang bisa diambil manfaatnya untuk hal yang diperbolehkan berserta tetap utuhnya harta-benda itu sediri dengan cara tidak mentasharufkan dzatnya. (Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarhi Manhaj ath-Thullab, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418 H, juz, I, h. 440) 

Adapun di antara dalil yang menjadi dasar wakaf salah satunya adalah hadits riwayat Muslim yang menyatakan bahwa: “Ketika anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga yaitu sedekah jariyah (sedekah yang selalu mengalir pahalanya), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendo’akan orang tuanya”. Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud sedekah jariyah di dalam hadits tersebut adalah wakaf. Hal ini sebagaimana dikemukakan Zakariya al-Anshari.

 وَالْأَصْلُ فِيهِ خَبَرُ مُسْلِمٍ { إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ } .وَالصَّدَقَةُ الْجَارِيَةُ مَحْمُولَةٌ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ عَلَى الْوَقْفِ 

Adapun dasar tentang wakaf adalah hadits riwayat Muslim: ‘Ketika anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga yaitu sedekah jariyah (sedekah yang selalu mengalir pahalanya), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendo’akan orang tuanya’. Menurut para ulama sedekah jariyah ditafsirkan atau mengandung pengertian wakaf,” (Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarhi Manhaj ath-Thullab, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418 H, juz, I, h. 440).

 Penjelasan tentang wakaf di atas mengandaikan bahwa harta benda wakaf tidak boleh dijual-belikan. Menurut madzhab syafi’i, imam Malik, imam Ahmad dan para ulama berpendapat bahwa jual-beli harta-benda wakaf adalah batal, baik hakim (pihak pemerintah) menetapkan kesahannya maupun tidak. Hanya imam Abu Hanifah yang memperbolehkan jual-beli harta-benda wakaf tetapi dengan catatan belum disahkan oleh hakim.

  فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي بَيْعِ الْعَيْنِ اَلْمَوْقُوفَةِ ذَكَرْنَا اَنَّ مَذْهَبَنَا بُطْلَانُ بَيْعِهَا سَوَاءٌ حَكَمَ بِصِحَّتِهِ حَاكِمٌ اَوْلَا وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَاَحْمَدُ وَالْعُلَمَاءُ كَافَّةً اِلَّا أَبَا حَنيِفَةَ فَقَالَ يَجُوزُ بَيْعُهُ مَا لَمْ يَحْكُمْ بِصِحَّتِهِ حَاكِمٌ  

“Pandangan para ulama mengenai hukum jual-beli benda yang diwakafkan. Kami telah menyebutkan bahwa madzhab kami (madzhab syafi’i) berpendapat bahwa jual-beli harta-benda wakaf adalah batal baik kesahannya telah ditetapkan oleh pihak pemerintah (hakim) atau belum. Inilah pandangan yang dipegangi imam Malik, imam Ahmad dan seluruh ulama kecuali imam Abu Hanifah dimana beliau berpendapat bolehnya jual-beli herta-benda wakaf selama belum ditetapkan kesahannya oleh hakim” (Lihat Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, IX, h. 246) Kendati demikian dalam kasus tertentu dimana harta-benda wakaf tersebut sama sekali tidak bisa dimanfaatkan lagi maka ada pendapat yang memperbolehkannya. Misalnya menjual tikar atau karpet masjid yang sudah rusak dan tidak layak untuk dipakai. 

   وَالْأَصَحُّ جَوَازُ بَيْعِ حُصْرِ الْمَسْجِدِ إِذَا بَلِيَتْ وَجُذُوعُهُ إِذَا انْكَسَرَتْ وَلَمْ تَصْلُحْ إِلَّا لِلْإِحْرَاقِ 

“Pendapat yang lebih sahih menyatakan bahwa boleh menjual tikar (atau karpet, pent) apabila sudah rusak atau tiangnya jika sudah rapuh dan tidak sudah tidak layak dipakai kecuali dibakar”. (Muhyiddin Syarf, Minhaj ath-Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin, Bairut-Dar al-Ma’rifah, h. 81) 

Kebolehan dalam konteks ini harus dibaca dalam kerangka untuk menghindari adanya penyia-nyian terhadap harta-benda tersebut, sehingga menjualnya diperbolehkan. Sedangkan hasil penjualannya diperuntukkan bagi kepentingan wakaf itu sendiri, yang dalam hal ini adalah untuk kemaslahatan masjid.  

*****

Dasar hukum

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : أَنْ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ أَصَابَ أرْضًا بخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَهِ، إنِّي أصَبْتُ أرْضًا بخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ، فَمَا تَأْمُرُ بِهِ؟ قَالَ: إنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ: فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ، أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوْهَبُ وَلَا يُوْرَثُ، وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ، وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ، وَفِي سَبِيلِ اللهِ، وَابْنِ السَّبِيْلِ، وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالمَعْرُوفِ، وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ 

”Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Umar bin al- Khattâb mendapat sebidang tanah di khaibar. Beliau mendatangi Rasulullah SAW meminta pendapat beliau,"Ya Rasulallah, aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku dapat harta lebih berharga dari itu sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan untukku dalam masalah harta ini?". Maka Rasulullah SAW berkata,"Bila kamu mau, bisa kamu tahan pokoknya dan kamu bersedekah dengan hasil panennya. Namun dengan syarat jangan dijual pokoknya (tanahnya), jangan dihibahkan, jangan diwariskan". Maka Umar ra bersedekah dengan hasilnya kepada fuqara, dzawil qurba, para budak, ibnu sabil juga para tetamu. Tidak mengapa bila orang yang mengurusnya untuk memakan  hasilnya atau memberi kepada temannya secara makruf, namun tidak boleh dibisniskan.” (Al-Bukhari, Shahîh Al-Bukhârî, (Ttp, Darel Thuq An-Najah, 1422H), cet. 1, jilid 3, h. 198, no. 2737)  
1.     Jumhur Berdasarkan hadis di atas, maka jumhur ulama bersepakat harta wakaf tidak boleh dijual. Ketika seseorang berwakaf menurut jumhur ulama, telah lepaslah kepemilikan harta tersebut dari si wakif untuk selama-lamanya, dan berpindah kepemilikannya sepenuhnya kepada Allah.
2.     Abu Hanifah Beliau dalam hal ini membolehkan jika seorang wakif menarik kembali harta wakafnya atau menjualnya jika hal tersebut atas keinginan wakif sendiri semasa hidupnya. Karena bagi beliau akad wakaf sifatnya tidak lazim, dia seperti akad ’ariyah (Pinjam), dimana dalam akad pinjam seseorang meminjamkan hartanya kepada orang lain, pada saat itu subtansinya dia memberikan manfaat pada orang lain, tapi dari segi kepemilikan harta tersebut tetap menjadi milik dia, suatu saat jika dia ingin menarik atau meminta kembali, maka sah dan boleh saja. Begitu pula dalam wakaf menurut Abu Hanifah, kepemilikan harta wakaf ketika diwakafkan masih sepenuhnya hak wakif, hanya manfaatnya yang dia sedekahkan kepada orang lain. Yang artinya wakif masih punya kewenangan sepenuhnya terhadap harta wakafnya. Baik dia ingin menjualnya, atau hanya mewakafkannya untuk batasan waktu tertentu, silahkan saja dengan syarat itu dilakukan oleh wakif sendiri semasa hidupnya.  

B.     Tukar Guling (Istibdal/Ruislag)
1.     Pengertian Tukar Guling Istilah tukar guling dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah istibdâl. Secara bahasa adalah meminta ganti atau badal. Fahruroji menjelaskan secara lebih luas, bahwa tukar guling di dalam fikih adalah menjual harta benda wakaf untuk dibelikan harta benda lain sebagai penggantinya, baik harta benda pengganti itu sama dengan harta benda wakaf yang dijual atau berbeda. Adapula yang mengartikan mengeluarkan suatu harta benda dari status wakaf dan menggantikannya dengan harta benda lainnya. Adapun ibdâl adalah penggantian harta benda wakaf dengan harta benda wakaf lainnya. (Fahruroji, Tukar Guling Tanah Wakaf Menurut Fikih dan Peraturan Perundang-undangan, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2016), Cet. Ke-1, h. 7) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa istibdal adalah perbuatan menukar harta benda wakaf dengan harta benda lainnya. Seperti menjual tanah wakaf kemudian hasil penjualannya dibelikan kembali tanah sebagai pengganti tanah wakaf yang dijual.  

2.     Macam-macam Istibdâl (Tukar Guling) Dalam pelaksanaannya istibdal bisa terjadi dengan beberapa model:
a.       Pengganti Sejenis Istibdâl wakaf dengan harta benda pengganti yang sejenis. Contoh tanah wakaf ditukar dengan tanah wakaf, tanah wakaf yang di atasnya ada bangunan masjid harus ditukar dengan tanah wakaf yang di atasnya ada masjid.
b.      Pengganti Tidak Sejenis Istibdâl wakaf dengan harta tidak sejenis. Contoh menukar tanah wakaf dengan bangunan. Seperti yang pernah terjadi di Aceh. Tanah seluas 4.831 M² yang terletak di Desa Kute Lintang kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi D. I. Aceh. Nazhir menjual tanah wakaf tersebut seharga Rp. 45.000.000,00 dan uang hasil penjualan dipergunakan untuk membangun mushola di tiga desa.
c.       Parsial Istibdâl wakaf parsial, yaitu menjual sebagian tanah wakaf, dan uang hasil penjualannya digunakan untuk membiayai pengembangan sisa dari tanah wakaf yang tidak dijual.
d.      Kolektif Istibdâl wakaf kolektif yaitu menjual aset wakaf yang sudah tidak produktif, dengan satu aset wakaf yang produktif. Contoh yang terjadi di Singapura, MUIS Menggunakan instrument istibdal dalam mengembangkan tanah wakaf, yaitu dengan menukar 20 tanah wakaf yang nilainya rendah, dan hasilnya sedikit menjadi tanah wakaf yang bernilai tinggi dan hasilnya banyak.  

C.     Tukar Guling Harta Wakaf Dalam Fiqih
1.     Madzhab Hanafi
Al-Kasâni menyebutkan di dalam madzhab Hanafi menukar harta wakaf dibolehkan apabila wakif mensyaratkan di dalam ikrar wakaf, dan ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad. Dari Abû      Yûsuf,   apabila seorang wakif mensyaratkan bagi dirinya untuk menjual harta wakaf dan menggantinya dari hasil tersebut harta wakaf yang lebih baik maka hukumnya boleh. Sesungguhnya menetapkan syarat dalam wakaf, tidak membatalkan wakaf. Karena menjual pintu masjid ketika dia rusak, atau menjual pohon wakaf yang telah kering, kemudian menggantinya dengan yang lain sesungguhnya itu tidak memutus wakaf. Namun apabila di dalam ikrar wakaf tidak mensyaratkan, maka menurut Abû Hanîfah dan Muhammad tidak boleh, sedangkan menurut AbûYusuf tetap boleh.
2.     Madzhab Maliki
“Menurut ulama kami, tidka diperbolehkan menjual harta wakaf, kecuali berupa rumah yang berada disamping masjid, kemudian diperlukan untuk perluasan masjid. Maka mereka membolehkan melakukan penukaran dengan syarat hasil dari penjualan rumah tersebut dipergunakan untuk membeli harta wakaf pengganti.” (al-Ghârnâthî, Al-at-Tâj wal Iklîl li Mukhtashar Khalîl, (tt.p:, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1416 H/1994 H), Cet. ke-1, jilid. 7, h. 663
3.     Madzhab Asy-Syafi’i
“sehingga tidak bisa dipakai untuk shalat, maka hal tersebut tidak dapat mengembalikan kepemilikan  kepadanya, dan tidak boleh menjual atau menukarnya, karena kepemilikan atas masjid tersebut telah dan selamanya milik Allah. Tidak akan kembali meski telah terjadi sirna. Sama seperti seorang budak yang telah dimerdekakan, maka akan selamanya dia merdeka setelah itu. Adapun jika seseorang mewakafkan kebun kurma, kemudian kurma tersebut kering, atau mewakafkan hewan ternaknya, kemudian hewan tersebut  sakit- sakitan, atau mewakafkan batang kurma kemudian batang tersebut lapuk, maka dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan  haram  melakukan  penukaran, seperti halnya wakaf masjid. Pendapat kedua mengatakan boleh, karena harta wakaf tersebut sudah  tidak  dapat  diharapkan   memberi manfaat, maka menjualnya itu lebih baik daripada membiarkannya rusak  tanpa  ada  gunanya,  hal itu berbeda dengan masjid yang masih dapat digunakan melakukan shalat disitu meskipun dalam keadaan rusak. Apabila barang- barang wakaf tersebut ditukar, nilai barang penukar harus senilai barang wakaf…” (Asy-Syairâzi, al-Muhadzdzab, (tt. p, Darel kutub al-‘Ilmiyah, tt), Vol. 2, h. 331.)
“Pendapat yang paling kuat adalah boleh menjual menjual harta benda wakaf berupa puing-puing masjid jika telah rusak, atau ada ganti yang lebih dari baik dari yang ada tersebut, supaya harta wakaf tersebut tidak hilang dan sirna begitu saja tanpa memberi manfaat. Hasil penjualannya dibelikan kembali gantinya, maka disini tidak masuk dalam kaidah menjual, karena harta wakaf tersebut tergantikan, yang baru menggantikan yang telah tiada. (Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, (tt. p, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415H/1994M), Cet. ke-1, Vol. 3, h. 550)
4.     Madzhab Hambali
“Sesungguhnya Imam Ahmad bin Hambal membolehkan mengganti masjid dengan masjid yang lain karena untuk kemashlahatan, begitu juga mengubahnya. Pendapat ini berdasarkan hadis Umar, bahwasanya Umar RA menukar masjid kufah yang lama dengan masjid yang lain. Sehingga bekas masjid yang lama kemudian menjadi pasar kurma. Dan Imam Ahmad juga membolehkan seandainya ditimpa  musibah seperti tsunami, maka boleh memindahkan masjid yang  ada  disana  ke  tempat  yang  lain.  Bahkan boleh menukar masjid, misalkan warganya disana sudah tidak butuh lagi terhadap masjid tersebut, kemudian masjid itu dijual dan hasilnya dibangunkan kembali masjid di tempat  yang lain. (Ibnu  Taimiyah,  Majmu’  al-Fatâwa, (Suadi Arabia: Majma’ Malik Fahd, 1416 H/1995M), Vol. ke-31, h. 266)
5.     Madzhab Azh-zhahiri
Apabila seseorang mewakafkan hartanya, kemudian mengatakan akan menjualnya jika dia membutuhkan, dari segi hukum wakafnya sah, tapi syarat  dalam  ikrar  wakaf  merujuk  kembali  harta wakaf adalah syarat yang bâthil. (Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 8, h. 161)  

Di antara empat madzhab tersebut, disamping ada perbedaan-perbedaannya, juga ada persamaan- persamaannya, antara lain :

  1. Secara umum para ulama melarang tukar guling tanah wakaf terhadap harta wakaf. Terutama kalau harta wakafnya berupa masjid kalau tanpa alasan yang dibenarkan secara syariah.
  2. Mereka sepakat untuk sebisa mungkin barang wakaf harus dijaga kelestariannya dan dilindungi keberadaannya.
  3. Menurut mayoritas ulama penukaran atau merubahharta wakaf hanya dibolehkan apabila ada kemashlahatan, atau dalam kondisi darurat atau untuk mempertahankan manfaatnya. Dengan syarat hasil penukaran maupun penjualan barang wakaf harus diwujudkan menjadi barang wakaf penggantinya.
  4. Dan pelaksanaan tukar guling dengan seizing atau melibatkan qadhi (hakim) atau pemerintah dalam pelaksanaaannya menurut sebagian mereka.  

D.    Tukar Guling Wakaf dalam Hukum Positif
1.     PP Nomor 28 Tahun 1977 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun1977 terdiri dari 7 Bab dan 18 Pasal.36 Pada Bab IV dan Bab IV, Pasal 11 sampai Pasal 14 telah diatur ketentuan mengenai istibdal tanah wakaf, sebab dan akibatnya. Pada Pasal 11 ayat (1) berbunyi, bahwa pada dasarnya tanah milik yang telah di wakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukkan atau penggunaan lainnya dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dibuat semuanya bertujuan supaya tanah yang diwakafkan tidak disalah gunakan pemanfaatannya sesuai dengan tujuan diwakafkannya.

2.     Kompilasi Hukum Islam Perubahan status atau tukar menukar tanah wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur dalam buku III, Bab IV Pasal 225 ayat (1) dan ayat (2), Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.

3.     UU No.41 Tahun 2004 Undang-Undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, merupakan penyempurna dari Peraturan Pemerintah sebelumnya, yang berkaitan dengan perwakafan di Indonesia, yaitu instruksi Prisiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Buku III Hukum Perwakafan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Hukum dan aturan istibdal dalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ini, dimasukkan dalam“hukum pengecualian“. Seperti disebut dalam BAB IV Pasal 40 dan 41 ayat (1).Dalam Pasal 40 dinyatakan secara tegas, bahwa Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang , dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

4.     PP No. 42 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah tukar guling terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 . PadaBab VI dan Bab V menjelaskan tentang penukaran tanah wakaf dan mekanisme pelaksanaannya. Dalam Bab IV Pasal 49 berbunyi: “Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.”   Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat(1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagaiberikut: Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tataruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.   Kemudian Pasal 51 mengatur mekanisme pelaksanaan penukaran tanah wakaf. Penukaran terhadap tanah wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut;
Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukartersebut;

  1. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;
  2. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kotamadya setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat(3), dan selanjutnya Bupati / Walikota setempat membuat Surat Keputusan;
  3. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota. meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan
  4. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri,maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.