Kamis, 28 Desember 2017

Hukum bayi Tabung

Fatwa MUI tentang BAYI TABUNG

1.Bayi tabung yg berasal dari Sperma clean ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya adalah mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.

2.Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain (misalnya dari istri kedua dititipkan di istri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd Adz-Dzariyah sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkan dan sebaliknya).

3.Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Berdasarkan Sadd Adz-Dzariyah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dengan hal pewarisan.

4.Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd Adz-Dzariyah yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Fatwa MUI Didasarkan Pada Firman Allah

Dan Sesungguhnya telah kam muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan [862], kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.

[862] Maksudnya : Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

Berdasarkan ayat di atas, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk mulia. Allah SWT telah berkenan memuliakan manusia, maka seharusnya manusia menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia dalam hal ini, inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia.

Hadits Nabi SAW yang artinya :

“Dari Ruwaifi Ibnu Tsabit Al-Ansyari ra ia berkata : saya pernah bersama Rasulullah SAW telah perang Hunain, kemudian beliau bersabda : “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain)”.

*****

Majelis Mujamma’ Fiqih Islami

Menetapkan :

Lima perkara di bawah ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat.

1. Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokakan ke dalam rahim si wanita.

3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.

4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.

5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.

*****

Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan setelah memastikan keamanan dan keselamatan.

1. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

2. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.Aurat vital si wanita harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan. Demikian pula perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari orang-orang yang lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia.

*****

Hukum Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam di Indonesia

Para ulama di tanah air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasutri yang sah hukumnya adalah “Mubah” atau diperbolehkan.

Namun, jika bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasutri yang sah tapi setelah dibuahi, dimasukkan atau dititipkan di rahim wanita lain maka hukumnya haram. Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan bahwa fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981.

Kaum sufi Ahlussofha walwafa

10 PANTANGAN BAGI SUFI
Dalam kitab Al-Ghunyah Lithalibi Thariq Al-Haqq, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengungkap 10 pantangan yang harus dihindari bagi sufi yang sedang melakukan mujahadah dan muhasabah, yakni:
Pertama, pantang bersumpah demi Allah, terlepas dari apakah yang dikatakan itu benar atau bohong, baik sengaja atau tidak sengaja. Ketika seseorang telah mengokohkan prinsip tersebut dalam dirinya dan membiasakan pada lisannya, niscaya Allah akan membukakan satu pintu dari cahaya-cahaya-Nya, meninggikan derajatnya dan dikuatkan tekad dan pandangannya.

Kedua, pantang berbohong baik serius ataupun bercanda. Jika mampu melakukannya, maka Allah akan melapangkan dadanya dan menjernihkan pengetahuannya, hingga ia tak lagi mengenal dusta.

Ketiga, pantang menjanjikan sesuatu kepada siapa pun, lalu urung memenuhinya, meski mampu mewujudkannya, kecuali memang ada alasan yang jelas. Lebih baik dia menghilangkan kebiasaan janji-janji. Jika mampu melakukannya, Allah akan membukakan pintu kemudahan dan derajat malu, dan memberi kasih sayang di tengah-tengah orang-orang jujur, serta menaikkan derajatnya di sisi Allah.

Keempat, pantang mencaci-maki makhluk lain, meski makhluk itu seukuran biji sawi atau lebih kecil lagi. Ini adalah akhlak kaum shaleh dan shiddiqin yang menghasilkan sesuatu yang baik, berupa perlindungan Allah di dunia dan derajat tinggi di sisi-Nya di akhirat.

Kelima, pantang mencaci-maki atau mendoakan hal-hal buruk kepada seseorang, meskipun orang itu dzalim. Ia harus memaafkan orang itu karena Allah, dan tidak membalas balik dengan ucapan ataupun perbuatan. Jika mampu melakukan itu, Allah akan memberi kedudukan terhormat di dunia dan akhirat, meraih cinta kasih segenap makhluk, baik jauh atau dekat, serta akan dikabulkan doanya.

Keenam, pantang menyebut musyrik, kafir, dan munafik kepada Ahli Kiblah (Muslim). Laku ini akan menjauhkan dari murka Allah dan mendekatkan kepada ridha dan kasih sayang Allah. Menjadi pintu mulia menuju Allah yang membuat si hamba dikasihi oleh segenap makhluk.

Ketujuh, pantang berpikir dan berangan-angan melakukan kemaksiatan, lahir dan batin, serta mencegah anggota tubuhnya dari hal itu. Ini adalah amalan yang paling cepat mendapat pahala bagi kalbu maupun fisik di dunia, disamping pahala di akhirat.

Kedelapan, pantang menggantungkan biaya hidupnya kepada siapa pun, baik dalam jumlah sedikit atau banyak, pada saat memerlukan ataupun tidak. Sikap semacam ini akan melengkapi kemuliaan ibadah dan kehormatan ahli takwa, dan ini adalah pintu terdekat pada keikhlasan.

Kesembilan, pantang bersikap tamak terhadap apa yang dimiliki manusia. Ini adalah kemuliaan terbesar, kekayaan sesungguhnya, kekuasaan agung, kebesaran yang luhur, keyakinan yang benar, dan kepasrahan yang tepat. Ia merupakan satu pintu keyakinan kepada Allah dan pintu zuhud yang mengantarkannya pada warak.

Kesepuluh, pantang bersikap takabur dan harus selalu tawaduk. Sikap rendah hati ini akan menguatkan posisi hamba, meningkatkan derajatnya, menyempurnakan kemuliaannya di sisi Allah dan makhluk-Nya. Laku ini adalah dasar dan penyempurnaan seluruh ketaatan. Dan, menjadi tujuan mulia kaum zuhud ahli ibadah.

---Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Al-Ghunyah Lithalibi Thariq Al-Haqq

Selasa, 26 Desember 2017

Rejeki untuk anak gagak

REJEKI UNTUK BUGHATS

#cerita_tentang_Rezeki.

Seorang ulama dari Suriah bercerita tentang do'a yang selalu ia lantunkan. Ia selalu mengucapkan do'a seperti berikut ini.

( ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﺭﺯﻗﻨﺎ ﻛﻤﺎ ﺗﺮﺯﻕ ﺍﻟﺒﻐﺎﺙ )

"Allahummarzuqnaa kamaa tarzuqul bughats"

("Ya Allah, berilah aku rezeki sebagaimana Engkau memberi rezeki kpd bughats.")

Apakah "bughats" itu...?
Dan bagaimana kisahnya...?

"Bughats" anak burung gagak yg baru menetas. Burung gagak ketika mengerami telurnya akan menetas mengeluarkan anak yg disebut "bughats". Ketika sdh besar dia menjadi gagak ( ghurab).

Apa perbedaan antara bughats & ghurab...?

Telah terbukti secara ilmiah, anak burung gagak ketika baru menetas warnanya bukan hitam seperti induknya, karena ia lahir tanpa bulu. Kulitnya berwarna putih.

Di saat induknya menyaksikanya,  ia tdk terima itu anaknya,  hingga ia tdk mau memberi makan dan minum, lalu hanya mengintainya dr kejauhan saja.

Anak burung kecil malang yg baru menetas dr telur itu tdk mempunyai kemampuan untuk banyak bergerak, apalagi untuk terbang.
Lalu bgmna ia makan dan minum...?

Allah Yang Maha Pemberi Rezeki yg menanggung rezekinya, karena Dialah yg tlh menciptakannya.

Allah menciptakan AROMA tertentu yg keluar dr tubuh anak gagak yg dpt mengundang datangnya serangga ke sarangnya. Lalu berbagai macam ulat & serangga berdatangan sesuai dengan kebutuhan anak gagak, lalu ia pun memakannya...
Masya Allah...

Keadaannya terus seperti itu sampai warnanya berubah menjadi hitam, karena bulunya sdh tumbuh.

Ketika itu barulah gagak mengetahui itu anaknya & ia pun mau memberi makannya hingga tumbuh dewasa & bisa terbang mencari makan sendiri.
Secara otomatis aroma yg keluar dari tubuhnya pun hilang & serangga2  tdk berdatangan lagi ke sarangnya.

Dia-lah Allah, Ar Raziq, Yg Maha Penjamin Rezeki...

ﺃَﻫُﻢْ ﻳَﻘْﺴِﻤُﻮﻥَ ﺭَﺣْﻤَﺖَ ﺭَﺑِّﻚَ ۚ ﻧَﺤْﻦُ ﻗَﺴَﻤْﻨَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻣَﻌِﻴﺸَﺘَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ۚ ﻭَﺭَﻓَﻌْﻨَﺎ ﺑَﻌْﻀَﻬُﻢْ ﻓَﻮْﻕَ ﺑَﻌْﺾٍ ﺩَﺭَﺟَﺎﺕٍ ﻟِﻴَﺘَّﺨِﺬَ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺑَﻌْﻀًﺎ ﺳُﺨْﺮِﻳًّﺎ ۗ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺖُ ﺭَﺑِّﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan...
(QS. Az-Zukhruf : 32)

Rezekimu akan mendatangimu di mana pun engkau  berada, selama engkau menjaga ketakwaanmu kepada Allah, sbgmn sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam:

"Sesungguhnya Malaikat Jibril membisikkan di dlm qalbuku bahwa seseorg tdk akan meninggal sampai sempurna seluruh rezekinya. Ketahuilah, bertaqwalah kpd Allah, dan perindahlah caramu meminta kpd Allah. Jgn sampai keterlambatan datangnya rezeki membuatmu mencarinya dgn cara bermaksiat kpd Allah. Sesungguhnya tdk akan didapatkan sesuatu yg ada di sisi Allah kecuali dgn menta'atinya."

Jadi...
Tidaklah pantas bagi orang2 yang beriman berebut rezeki & seringkali tdk mengindahkan halal haramnya rezeki itu dan cara memperolehnya...

___________________

Ya Allah, Engkau Pemberi & Penjamin Rezeki, karuniakanlah kpd kami rezeki yg halal & barokah...

Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiiin

Sabtu, 23 Desember 2017

دعاء ختم القران khataman kudus)


اَللهُمَّ رَبَّنَا يَارَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا يَامَولَنَآ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَاهْدِنِيْ وَاهْدِنَا وَوَفِّقْنَا إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمِ بِبَرَكَةِ خَتْمِ الْقُرْءآنِ الْعَظِيْمِ. وَبِحُرْمَةِ حَبِيْبِكَ وَرَسُوْلِكَ الْكَرِيْمِ. وَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيْمُ وَاعْفُ عَنَّا يَارَحِيْمُ. وَاغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا بِفَضْلِكَ وَكَرَمِكَ يَآأَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ وَيَآأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَكْرِمْنَا بِكَرَامَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَشَرِّفْنَا بِشَرَافَةِ الْخَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَلْبِسْنَا بِخِلْعَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْقُرْءَانِ. وَعَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَآءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْأَخِرَةِ بِحُرْمَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. 
وَارْحَمْ جَمِيْعَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ بِحُرْمَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ.
اَللهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْءَانَ لَنَا فِى الدُّنْيَا قَرِيْنًا. وَفِي الْقَبْرِ مُوْنِسًا. وَفِى الْقِيَمَةِ شَفِيْعًا. وَعَلَى الصِّرطِ نُوْرًا. وَإِلَى الْجَنَّةِ رَفِيْقًا. وَمِنَ النَّارِ سِتْرًاوَحِجَابًا. وَإِلَى الْخَيْرتِ كُلِّهَا دَلِيْلاً وَإِمَامًا. بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَآاَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ ارْزُقْنَا بِكُلِّ حَرْفٍ مِنَ الْقُرْءَانِ حَلاَوَةً. وَبِكُلِّ كَلِمَةٍ كَرَامَةً. وَبِكُلِّ ءَايَةٍ سَعَادَةً. وَبِكُلِّ سُوْرَةٍ سَلاَمَةً. وَبِكُلِّ جُزْءٍ جَزَآءً. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَءَالِهِ أَجْمَعِيْنَ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.
اَللهُمَّ انْصُرْ سُلْطنَنَا سُلْطنَ الْمُسْلِمِيْنَ. وَانْصُرْوُزَرَآءَهُ وَوُكَلآءَهُ وَعَسَاكِرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَى الْحُجَّاجِ وَالْغُزَاةِ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ فِيْ بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنْ أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ أَجْمَعِيْنَ.
اَللهُمَّ بَلِّغْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ وَنُوْرَ مَاتَلَوْنَاهُ لِرُوْحِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وِلِأَرْوَاحِ أَوْلدِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَصْحبِهِ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ. وَلِأَرْوَاحِ ءَابَآئِنَا وَأُمَّهتِنَا وَأَبْنَآئِنَا وَبَنَاتِنَا وَإِخْوَنِنَا وَأَخَوتِنَا وَأَصْدِقَآئِنَا وَأُسْتَاذِنَا وَأَقْرِبَآئِنَا وَمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا وِلِأَرْوَاحِ جَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ. اَلْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. بِرَحْمَتِكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
جَزَى اللهُ عَنَّا مُحَمَّدً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاهُوَ أَهْلُهُ. سُبْحانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالِمِيْنَ.

Serat kalatidha

SERAT KOLOTIDHO
#Ki Ronggowarsito

BAIT PERTAMA: ANALISIS SITUASI

Mangkya darajating praja; Kawuryan wus sunyaruri; Rurah pangrehing ukara; Karana tanpa palupi; Atilar silastuti; Sujana sarjana kelu; Kalulun kala tidha; Tidhem tandhaning dumadi; Ardayengrat dene karoban rubeda

Makna dari bait pertama ini kurang lebih sebagai berikut:
Keadaan negara yang demikian merosot karena tidak ada lagi yang memberi tauladan (karana tanpa palupi).Banyak yang meninggalkan norma-norma kehidupan (atilar silastuti). Para cerdik pandai terbawa arus jaman yang penuh keragu-raguan (sujana sarjana kelu; kalulun ing kalatidha). Suasana mencekam karena dunia sudah penuh masalah.
Pada bait pertama ini kelihatan bahwa ki Pujangga mencoba melakukan analisis situasi mengapa masalah ini terjadi. Yang di atas tidak memberikan tauladan, semua orang meninggalkan norma, para cerdik-cendekiawan terbawa arus keraguan.

BAIT KE DUA: PENGARUH JAMAN

Ratune ratu utama; Patihe patih linuwih; Pra nayaka tyas raharja; Panekare becik-becik; Parandene tan dadi; Paliyasing Kala Bendu; Mandar mangkin andadra; Rubeda angrebedi; Beda-beda ardaning wong saknegara

Makna dari bait ke dua kurang lebih sebagai berikut:
(Sebenarnya) baik raja, patih, pimpinan lainnya dan para pemuka masyarakat, semuanya baik. Tetapi tidak menghasilkan kebaikan (Parandene tan dadi) . Hal ini karena kekuatan jaman Kala bendu. Malah semakin menjadi-jadi. Masalah semakin banyak. Pendapat orang sat negara pun berbeda-beda
(beda-beda ardaning wong sak nagara) .
Pada bait ke dua ini tokoh kita menjadi geleng-geleng kepala, bingung. Mengapa mesti terjadi dan semakin menjadi-jadi padahal pimpinan dari atas ke bawah, termasuk tokoh informalnya semua baik. Mungkin karena pengaruh jaman yang dinamakan “Jaman kalabendhu”.

BAIT KE TIGA: KEKECEWAAN

Katetangi tangisira; Sira sang paramengkawi; Kawileting tyas duhkita; Katamen ing ren wirangi; Dening upaya sandi; Sumaruna angrawung; Mangimur manuhara; Met pamrih melik pakolih; Temah suhha ing karsa tanpa wiweka

Makna dari bait ke tiga kurang lebih sebagai berikut:
Hati rasanya menangis penuh kesedihan karena dipermalukan (baris 1 sd 4). Karena perbuatan seseorang yang seolah memberi harapan (baris 5-7). Karena ada pamrih untuk mendapatkan sesuatu (met pamrih melik pakolih, baris 8). Karena terlalu gembira sang Pujangga kehilangan kewaspadaan (baris 9)
Pada bait ke tiga ini Ranggawarsita mulai kecewa dan menyesal. Kegembiraannya menghilangkan kewaspadaan. Ia lena dengan mulut manis seolah memberi harapan dan ia sendiri memang ingin mendapatkan sesuatu. Akhirnya menjadi sedih karena dipermalukan. Disini ada kesadaran dalam kekecewaan, bahwa “melik nggendong lali” yang tergambar dalam “ met pamrih pakolih, temah suh-ha ing karsa tanpa weweka ”.

BAIT KE EMPAT: PENGAKUAN KALAU LUPA

Dasar karoban pawarta; Bebaratun ujar lamis; Pinudya dadya pangarsa; Wekasan malah kawuri; Yan pinikir sayekti; Mundhak apa aneng ngayun; Andhedher kaluputan; Siniraman banyu lali; Lamun tuwuh dadi kekembanging beka

Makna dari bait ke empat kurang lebih sebagai berikut:
Karena terlalu banyak kabar angin yang beredar (dasar karoban pawarta; bebaratun ujar lamis) . Akan diposisikan sebagai pimpinan tetapi akhirnya malah di taruh di belakang dan dilupakan (baris 3 dan 4). (sebenarnya) kalau direnungkan, apa manfaatnya menjadi pimpinan (kalau) hanya menebar benih kesalahan, (lebih-lebih) bila disiram air “lupa” hasilnya hanyalah berbunga kesusahan (baris 5 sd 9)
Pada bait ke empat ini Ranggawarsita mengungkapka bahwa ia terlalu GR dengan kabar angin bahwa ia akan dijadikan “pangarsa”, pimpinan. Ketika kemudian harapannya ternyata hilang (Pinudya dadi pangarsa; wekasan malah kawuri) ,
ia mencoba menghibur diri dengan mengungkapkan: Untuk apa jadi pemimpin kalau hanya menanam kesalahan yang disiram dengan air lupa. Bunga yang dipetik hanyalah “masalah”.

BAIT KE LIMA: LEBIH BAIK MENULIS BUKU

Ujaring panitisastra; Awewarah asung peling; Ing jaman keneng musibat; Wong ambeg jatmika kontit; Mengkono yen niteni; Pedah apa amituhu; Pawarta lolawara; Mundhuk angreranta ati; Angurbaya angiket cariteng kuna

Makna dari bait ke lima kurang lebih sebagai berikut:
Menurut para ahli sastra, sebenarnya sudah ada peringatan bahwa di jaman yang penuh musibah ini orang yang berbudi akan ditinggalkan (baris 1 sd 4). Demikian pula kalau kita perhatikan, apa manfaatnya percaya pada desas-desus. Lebih baik menulis kisah-kisah lama (baris 5 sd 9)
Pada bait ke lima ini R Ngabehi Ranggawarsita mencoba mencari makna lain dari kehidupan dengan lebih banyak menulis cerita: “ angurbaya angiket cariteng kuna”. Sebuah pelarian, mungkin. Tetapi sekarang pun terjadi seperti itu, menulis buku.

BAIT KE ENAM: TAKDIR

Keni kinarta darsana; Panglimbang ala lan becik; Sayekti akeh kewala; Lelakon kang dadi tamsil; Masalahing ngaurip; Wahaninira tinemu; Temahan anarima; Mupus pepesthening takdir; Puluh-puluh anglakoni kaelokan

Makna dari bait ke enam kurang lebih sebagai berikut:
Kisah ini dapatnya dijadikan cermin dalam menimbang hal-hal yang baik dan yang buruk. Sebenarnya banyak kisah lama yang dapat dijadikan contoh, mengenai masalah-masalah dalam kehidupan (baris 1 sd 5). Setelah ketemu akhirnya bisa “nrima” dan berserah diri pada kehendak takdir atas hal-hal elok yang terjadi (baris 6 sd 9)
Pada bait ke enam ini, Karena tidak menemukan sebab-sebab yang pasti (diungkapkan sebagai “kaelokan”) akhirnya R. Ngabehi Ranggawarsita mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut memang sudah takdir Tuhan. Dengan demikian selesailah bagian pertama dari Serat kalatidha dimana beliau menyerahkan kepada kebijaksanaan Tuhan dengan “mupus pepestening takdir”.

BAIT KE TUJUH: JAMAN EDAN

Bait ke tuju inilah bagian ke dua dari Serat Kalatidha. Bait yang paling populer, cukup banyak yang hapal lengkap satu “pada” (bait) atau hanya hapal dua baris terakhir:

“begja-begjane kang lali; luwih beja kang eling lawan waspada” .

Orang sekarang yang tidak tahu bait ke satu sampai dengan enam bisa menganggap sebagai ramalan. Sekali lagi ini bukan ramalan, ini kritik jaman pada abad ke 19 yang ternyata masih dipakai pada abad ke 21. Bukan prediksi untuk abad ke 21.
Bait ke 7 selengkapnya adalah sebagai berikut:

Amenangi jaman edan; Ewuh aya ing pambudi; Milu edan nora tahan; Yen tan milu anglakoni; Boya kaduman melik; Kaliren wekasanipun; Ndilalah karsa Allah; Begja-begjane kang lali; Luwih begja kang eling lawan waspada

Makna dari bait ke tujuh adalah sebagai berikut: Mengalami hidup pada jaman edan; memang serba repot; Mau ikut ngedan hati tidak sampai; Kalau tidak mengikuti; Tidak kebagian apa-apa; akhirnya malah kelaparan; namun sudah menjadi kehendak Allah; Bagaimanapun beruntungnya orang yang “lupa”; Masih lebih beruntung orang yang “ingat” dan “waspada”
Pada bait ke tujuh ini, ki Pujangga mengungkap dilema kehidupan pada jaman edan. Dilema pada orang yang ragu-ragu tentunya. Mau ikut gila hati masih belum sampai, tetapi kalau tidak ikut ngedan bisa kelaparan. Dan lagi-lagi kehebatan Ranggawarsita, beliau tidak sekedar memasalahkan masalah, namun memberi peringatan sekaligus solusi: “Eling” lan “Waspada”. “Eling” berarti ingat pada Tuhan. Tuhan tidak pernah tidur, Tuhan adalah Maha Mengawasi. Disamping “Eling” juga “Waspada” kepada manusia lainnya karena diantara manusia ada yang mempunyai kelakuan suka menjerumuskan orang lain.
Dalam bahasa “Management Strategis” saya menganggap “Eling dan waspada” adalah “Critical Success Factor” yang harus dijabarkan dalam Visi, Misi, Strategi dan Langkah-langkah bila kita tidak ingin terbelenggu dan ragu dalam jaman edan. Demikianlah bait ke tujuh sekaligus bagian ke dua dari Serat Kalatidha: “Eling lan waspada”

BAIT KE DELAPAN: MERASA TUA

Semono iku bebasan; Padu-padune kepengin; Enggih mekoten man Doblang; Bener ingkang angarani; Nanging sajroning batin; Sejatine nyamut-nyamut; Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi; Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma

Makna dari bait ke delapan adalah sebagai berikut: Hal itu sebenarnya karena ada keinginan. Begitu kan paman Doblang? (baris ke 1 sd 3). Kalau ada yang mengatakan begitu, memang benar. Tetapi dalam hati memang susah juga. Sekarang sudah tua, mau mencari apa lagi. Lebih baik menyepi agar mendapat ampunan Tuhan (baris 4 sd 9).
Pada bait ke delapan ini R. Ngabehi Ranggawarsita mulai merasa tua, mulai memikirkan kematian. Merasa banyak dosa ditambah menyadari kematian maka ki Pujangga berupaya mencari pengampunan dosanya. “Menyepi” adalah ungkapan Jawa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Jangan dibayangkan sebagai semacam menjauhkan diri dari kehidupan dengan bertapa di goa-goa. Inilah “ wis tuwa arep apa, muhung mahas ing asepi, supayantuk parimarmaning Hyang Suksma” .

BAIT KE SEMBILAN: ALLAH MEMBERI PERTOLONGAN, MANUSIA IKHTIAR

Beda lan kang wus santosa; Kinarilah ing Hyang Widhi; Satiba malanganeya; Tan susah ngupaya kasil; Saking mangunah prapti; Pangeran paring pitulung; Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih; Parandene maksih taberi ikhtiyar

Makna dari bait ke sembilan adalah: Lain dengan yang sudah sentausa. Mendapatkan rahmat Allah. Nasibnya selalu baik. Tidak sulit upayanya. Selalu memperoleh hasil. Tuhan selalu memberi pertolongan. Memberi jalan semua ummatnya. Sehingga memperoleh semuanya. Tetapi manusia tetaplah berikhtiar.
Pada bait ke sembilan ini Ranggawarsita menekankan pentingnya ikhtiar. Beliau memberi contoh orang-orang yang berhasil karena dirahmati Allah.

BAIT KE SEPULUH: IKHTIAR DAN RAHMAT ALLAH

Sakadare linakonan; Mung tumindak mara ati; Angger tan dadi prakara; Karana riwayat muni; Ikhtiyar iku yekti; Pamilihing reh rahayu; Sinambi budidaya; Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma

Makna dari bait ke sepuluh adalah:
Kita laksanakan, apapun, sekedarnya. Perbuatan yang menyenangkan dan tidak menimbulkan masalah. Karena sudah dikatakan, manusia wajib ikhtiar. Melalui jalan yang benar. Sembari berikhtiar tersebut, manusia harus terap awas dan ingat supaya mendapatkan rahmat Tuhan.
Pada bait ke sepuluh: “ ikhtiar iku yekti, pamilihing reh rahayu, sinambi budi daya, kanthi awas lawan eling, kang kaesthi antuka marmaning Suksma. Kembali kata ikhtiar dan “Eling” diulang dalam upaya kita mendapatkan rahmat Allah. Ikhtiar yang kita lakukan adalah ikhtiar di jalan yang benar. Bait ke sepuluh adalah penekanan bait ke sembilan.

BAIT KE SEBELAS: SEMAKIN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH

Ya Allah ya Rasulullah; Kang sipat murah lan asih; Mugi-mugi aparinga; Pitulung ingkang martani; Ing alam awal akhir; Dumununging gesang ulun; Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi; Mula mugi wontena pitulung Tuwan

Makna dari bait ke sebelas adalah: Ya Allah, ya Rasulullah yang bersifat pemurah dan pengasih. Kiranya berkenan memberi pertolongan dalam alam awal dan akhir dalam kehidupan saya (baris 1 sd 6). Sekarang hamba sudah tua. Akhir nanti seperti apa, kiranya mendapatkan pertolongan Allah (baris 7 sd 9)
Pada bait ke sebelas ini Ranggawarsita merasa waktunya untuk “pulang” menghadap Sang Maha Pencipta sudah semakin dekat. Ia harus semakin mendekatkan diri. Hanya Allah yang akan menyelamatkannya di kehidupan akhirat nanti.

BAIT KE DUABELAS: MOHON AMPUNAN ALLAH

Sageda sabar santosa; Mati sajroning ngaurip; Kalis ing reh aruraha; Murka angkara sumingkir; Tarlen meleng malat sih; Sanistyaseng tyas mematuh; Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis; BoRONG angGA saWARga meSI marTAya

Makna dari bait ke duabelas adalah:
kiranya saya mampu sabar dan sentausa. Mati dalam hidup. Terbebas dari semua kerepotan. Angkara murka menyingkir (baris 1 sd 4). Saya hanya memohon karunia kepadaMu, guna mendapat ampunan, diberi sekedar keringanan. Hamba serahkan jiwa dan raga hamba (baris 5 sd 9)..
Pada bait ke duabelas ini Ranggawarsita sampai pada puncak pendekatannya kepada Tuhan yang diungkapkan dalam “mati sajroning urip”. Mati dalam hidup bukanlah orang yang sudah lepas sama sekali dari dunia padahal kakinya masih menginjak bumi, bukan pula pelarian karena pelarian tidak akan memberikan apa-apa. Sekali lagi, “mati sajroning urip bukanlah pengasingan diri orang yang lari” .
Demikianlah bait ke delapan sd duabelas yang merupakan bagian ketiga dan terakhir Serat Kalatidha yang intinya “Kembali kepada Allah” melalui “mati sajroning urip"

*****

R Ngabehi Ranggawarsita melalui kekecewaan dan pengalaman hidupnya dalam sebuah karya yang sampai sekarang tetap kesohor “Serat Kalatidha” yang bertujuan memberi peringatan kepada kita agar senantiasa “Eling” kepada Allah dan “Waspada” kepada manusia dan kehidupan manusia. Beliau tidak pernah menganjurkan orang jadi pemberontak, melainkan manusia hendaknya percaya kepada “Takdir”. Takdir yang dilandasi dengan “Ikhtiar” di jalan yang benar. Setelah ikhtiar maka semuanya dikembalikan ke Takdir.

R Ngabehi Ranggawarsita menyadari kehendak Allah yang kadang sulit diterima akal manusia. Namun beliau yakit bahwa Allah akan menolong orang-orang yang “eling lawan waspada”. Orang yang “eling dan waspada” tidak akan terombang-ambing dalam riak gelombang “Kalatidha”. Tidak akan frustasi, neurosis atau bahkan menjadi schizophereni.

Sebagai karya seni yang menulis tentang manusia dan kehidupannya ternyata karya ini tidak lapuk oleh jaman. Baris terakhir bait terakhir Serat Kalatidha yang terjemahan bebasnya adalah “Hamba serahkan jiwa dan raga (kepada Allah) ditulis dalam sebuah “sandhiasma” yang menunjukkan nama penulisnya: BoRONG ang GA sa WARga me SI
mar TA ya....

Jumat, 22 Desember 2017

Berbakti pada Ibu Bapak

Berbakti pada Ibu Bapak

Berbakti kepada kedua orang tua itu setiap saat, bukan hanya diingat atau dirayakan sekali setahun. Jika hari ini mereka masih ada, banyak-banyaklah berbuat baik,menyayanginya, jg mendo'akan kepada mereka.
.
.
Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ .
.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ .
.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

*****

DOA IBU LEBIH MULIA DARI DOA ULAMA BESAR SEKALIPUN

Di Hadromaut ( Yaman ) , Setiap orang yg datang menghadap Habib Salim atau Habaib Sepuh yg Alim di Tarim untuk minta di doakan, selalu mendapat pertanyaan yang sama :
" Apakah kamu masih memiliki permata (Ibu ) di rumahmu ? "

Jika jawabnya , masih Maka beliau dengan halus mengatakan :
" Tahukah, bahwa doa ibu untukmu , lebih mulia & Makbul dari pada Doa seorang Wali Besar sekalipun ? "
Rasulullah ﷺ bersabda : " Orang tua adalah pintu surga yg paling tengah , maka jangan sia-siakan pintu itu atau jagalah ia ." (HR. TIRMIDZI).

Ibu adalah pintu Surga bagi anak2-nya & Ayah adalah jembatan menuju kepadanya Air susu Ibu yg kita minum adalah saripati makanan hasil jerih payah , keringat Ayah yg mencari nafkah untuk keluarga Karena itu Muliakan Mereka .  Mau keluar rumah ? Jangan lupa cium tangan Ibu & Ayah

Bila kita sudah bekerja berkeluarga, atau tidak tinggal serumah, sering-seringlah mengunjunginya. Bila tidak memungkinkan , Telponlah , agar hatinya ridha , atas seluruh jerih payah & setiap tetesan susu yg telah menjadi darah daging kita.

Setidaknya , memberikan  Perhatian kepadanya di Masa Tuanya , jangan melawannya... Kesuksesan kita dalam belajar..dalam bekerja..tidak terlepas dari DOA seorang Ibu . Perbaiki hubunganmu dengan Ibu , kau akan mendapatkan ketenangan & kedamaian..

DOA Ibu menembus langit ke-7...tidak terhalang oleh apapun ... Muliakanlah ibumu , surga menantimu..

Semoga ALLAH Ta'ala Meridhai & selalu memberikan Rahmat + barokah kepada ke-2 orang  tua & keluarga. kita tercinta.

آمِّيْنَ آمِّيْنَ آمِّيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

Selasa, 19 Desember 2017

Istilah perhitungan jawa

1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian :
1. Kliwon/ Kasih
2. Legi / Manis
3. Pahing / Jenar
4. Pon / Palguna
5. Wage / Kresna/ Langking
2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian
1. Tungle / Daun
2. Aryang / Manusia
3. Wurukung/ Hewan
4. Paningron / Mina/Ikan
5. Uwas / Peksi/Burung
6. Mawulu / Taru/Benih.
3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian :
1. Minggu / Radite
2. Senen / Soma
3. Selasa / Anggara
4. Rebo / Budha
5. Kemis / Respati
6. Jemuwah / Sukra
7. Setu / Tumpak/Saniscara
4. Hastawara – Padewan, Perhitungan hari dengan siklus 8 harian :
1. Sri
2. Indra
3. Guru
4. Yama
5. Rudra
6. Brama
7. Kala
8. Uma
5. Sangawara – Padangon, Perhitungan hari dengan siklus 9 harian :
1. Dangu / Batu
2. Jagur / Harimau
3. Gigis / Bumi
4. Kerangan / Matahari
5. Nohan / Rembulan
6. Wogan / Ulat
7. Tulus / Air
8. Wurung / Api
9. Dadi / Kayu
6. Wuku, Perhitungan hari dengan siklus mingguan dari 30 wuku :
1. Sinta……..11. Galungan……..21. Maktal
2. Landhep……12. kuningan……..22. Wuye
3. Wukir……..13. Langkir………23. Manahil
4. Kurantil…..14. Mandhasiya……24. Prangbakat
5. Tolu………15. Julungpujud…..25. Bala
6. Gumbreg……16. Pahang……….26. Wugu
7. Warigalit….17. Kuruwelut…….27. Wayang
8. Warigagung…18. Marakeh………28. Kulawu
9. Julungwangi..19. Tambir……….29. Dhukut
10. Sungsang….20. Medhangkungan…30 Watugunung
7. Sasi Jawa – ada 12 :
1. Sura………5. Jumadilawal…9. Poso
2. Sapar……..6. Jumadilakhir..10. Sawal
3. Mulud……..7. Rejeb………11. Dulkangidah
4. Bakdomulud…8. Ruwah………12. Besar
8. Tahun Jawa – ada 8 :
1. Alip……..4. Je….7. Wawu
2. Ehe………5. Dal…8. Jimakir
3. Jimawal…..6. Be
9. Windu – umurnya 8 tahun :
1. Adi / Linuwih
2. Kuntara / Ulah
3. Sengara / Panjir
4. Sancaya / Sarawungan
10. Lambang – umurnya 8 tahun jumlahnya ada 2 :
1. Lambang Langkir
2. Lambang Kulawu.
11. Kurup – umurnya 15 windu atau 120 tahun, ada 7 kurup (menurut tanggal 1 Suro tahun Alip) :
1. Senen /Isananiyah….5. Jemuah / Jamngiyah
2. Selasa Salasiyah…..6. Setu / Sabtiyah
3. Rebo / Arbangiyah….7. Akad / akdiyah
4. Kemis / Kamsiyah
12. Mangsa- jumlahnya 12 :
1. Kasa / Kartika
2. Karo / Pusa
3. Katiga / Manggasri
4. Kapat / Setra
5. Kalima / Manggala
6. Kanem / Maya
7. Kapitu / Palguna
8. Kawolu / Wisaka
9. Kasanga / Jita
10. Kasepuluh / Srawana
11. Kasewelas / Sadha
12. Karolas / Asuji
Sistim Penanggalan Jawa disebut juga Penanggalan Jawa Candrasangkala atau perhitungan penanggalan bedasarkan peredaran Bulan mengitari Bumi. Petungan penanggalan Jawa sudah dicocokkan dengan penanggalan Hijriah. Namun demikian pencocokkan ini bukanlah menjiplak sepenuhnya juga memperhunakan perhitungan yang rumit oleh para leluluhur kita.

Senin, 18 Desember 2017

Doa safar ( دعاء السفر )

ﺃﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ , ﺃﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ , ﺃﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ .
ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺳَﺨَّﺮَ ﻟَﻨَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻟَﻪُ ﻣُﻘْﺮِﻧِﻴﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻨَﺎ ﻟَﻤُﻨْﻘَﻠِﺒُﻮﻥَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻓِﻲ ﺳَﻔَﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﻭَﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻭَﻣِﻦْ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻣَﺎ ﺗَﺮْﺿَﻰ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻫَﻮِّﻥْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﺳَﻔَﺮَﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﺍﻃْﻮِ ﻋَﻨَّﺎ ﺑُﻌْﺪَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺼَّﺎﺣِﺐُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻠِﻴﻔَﺔُ ﻓِﻲ ﺍﻷَﻫْﻞِ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻦْ ﻭَﻋْﺜَﺎﺀِ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﻛَﺂﺑَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻨْﻈَﺮِ ﻭَﺳُﻮﺀِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻘَﻠَﺐِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺍﻷََﻫْﻞِ

Artinya: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Mahasuci (Allah) Dzat Yang telah menundukkan kendaraan ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu mengusasinya, dan sesungguhnya kepada Tuhan kami tempat kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan dan ketakwaan dan amal yang Engkau ridhoi pada perjalanan kami ini. Ya Allah, ringankanlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah jaraknya yang jauh. Ya Allah, Engkaulah kawan (yang melindungi) perjalanan dan wakil (yang menjaga) keluarga kami. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan perjalanan dan keburukan pemandangan dan kejelekan di saat kembali, pada harta dan keluarga.

Doa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim: 2392, Ibnu Khuzaimah: 2340, dan yang lainnya. Rasulullah membaca doa ini ketika hendak berpergian dan sudah berada diatas kendaraan.

Selasa, 05 Desember 2017

حزب او ورد السكران

ﻭﺭﺩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﺴﻜﺮﺍﻥ

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻧﻲ ﻧﻮﻳﺖ ﺃﻥ ﺃﺗﻘﺮﺏ ﺍﻟﻴﻚ ﺑﺘﻼﻭﺓ ﻭﺭﺩ ﺍﻟﺴﻜﺮﺍﻥ ﺑﻨﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻧﻴﺔ ﺍﻟﺘﺤﺼﻴﻦ ﺑﻪ ﻭﻧﻴﺔ ﺗﺤﺼﻴﻞ ﺟﻤﻴﻊ ﻣﺎ ﻟﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻮﺍﺹ ﻭﺍﻟﺒﺮﻛﺎﺕ ﻭﺍﻟﻔﺘﻮﺣﺎﺕ ﻭﺍﻟﺨﻴﺮﺍﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻷﺧﺮﺓ ﺍﻧﻚ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﻗﺪﻳﺮ

ﺭﺏ ﺳﻬﻞ ﻭﻳﺴﺮ ﻭﻻ ﺗﻌﺴﺮ
ﺭب ﺗﻤﻢ ﻭﺳﻬﻞ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻛﻞ ﺃﻣﺮ ﻋﺴﻴﺮ ﻳﺎ ﻣﻴﺴﺮ ﻛﻞ ﻋﺴﻴﺮ ﻭﻻ ﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺍﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻠﻲ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ .

ﺃﻋﻮﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﻴﻢ . ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ . ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ . ﺍَﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ . ﻣﺎَﻟِﻚِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻦُ . ﺍِﻫْﺪِﻧَﺎ ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢَ . ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺃَﻧْﻌَﻤْﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟْﻤَﻐْﻀُﻮْﺏِ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﻻَ ﺍﻟﻀَّﺂﻟِّﻴْﻦَ . ﺁﻣِﻴْﻦَ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺢِ ﻟِﻤَﺎ ﺃُﻏْﻠِﻖَ ﻭَﺍﻟْﺨَﺎﺗِﻢِ ﻟِﻤَﺎ ﺳَﺒَﻖَ . ﻧَﺎﺻِﺮِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ . ﻭَﺍﻟْﻬَﺎﺩِﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻃِﻚَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢِ . ﻭَﻋَﻠﻰَ ﺁﻟِﻪِ ﺣَﻖَّ ﻗَﺪْﺭِﻩِ ﻭَﻣِﻘْﺪَﺍﺭِﻩِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ .

ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺭَﺑِّﻚَ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓِ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﺼِﻔُﻮﻥَ . ﻭَﺳَﻼﻡٌ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴﻦَ , ﻭَﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ .

ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺍﺣْﺘَﻄْﺖُ ﺑِﺪَﺭْﺏِ ﺍﻟﻠﻪِ ، ﻃُﻮْﻟُﻪُ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠﻪُ ، ﻗُﻔْﻠُﻪُ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ، ﺑَﺎﺑُﻪُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ، ﺳَﻘْﻔُﻪُ ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲِّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ ، ﺃَﺣَﺎﻁَ ﺑِﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ . ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ . ﺍَﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ . ﻣﺎَﻟِﻚِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻦُ . ﺍِﻫْﺪِﻧَﺎ ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢَ . ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺃَﻧْﻌَﻤْﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟْﻤَﻐْﻀُﻮْﺏِ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﻻَ ﺍﻟﻀَّﺂﻟِّﻴْﻦَ (ﺳُﻮْﺭٌ ٣×) ﺍَﻟﻠﻪُ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻲُّ ﺍﻟْﻘَﻴُّﻮْﻡُ . ﻻَ ﺗَﺄْﺧُﺬُﻩُ ﺳِﻨَﺔٌ ﻭَﻻَ ﻧَﻮْﻡٌ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤﻮَﺍﺕِ ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻣَﻦْ ﺫَﺍ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳَﺸْﻔَﻊُ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺇِﻻَّ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻳْﺪِﻳْﻬِﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠْﻔَﻬُﻢْ ﻭَﻻَ ﻳُﺤِﻴْﻄُﻮْﻥَ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣِﻦْ ﻋِﻠْﻤِﻪِ ﺇِﻻَّ ﺑِﻤَﺎ ﺷَﺂﺀَ ﻭَﺳِﻊَ ﻛُﺮْﺳِﻴُّﻪُ ﺍﻟﺴَّﻤَﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽَ ، ﻭَﻻَ ﻳَﺆُﺩُﻩُ ﺣِﻔْﻈُﻬُﻤَﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﻌَﻠِﻲُّ ﺍﻟﻌَﻈِﻴْﻢُ ، ﺑِﻨَﺎ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَﺕْ ﻛَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَﺕِ ﺍﻟْﻤَﻼَﺋِﻜَﺔُ ﺑِﻤَﺪِﻳْﻨَﺔِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝِ ، ﺑِﻼَ ﺧَﻨْﺪَﻕٍ ﻭَﻻَ ﺳُﻮْﺭٍ ، ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﻗَﺪَﺭٍ ﻣَﻘْﺪُﻭْﺭٍ ، ﻭَﺣَﺬَﺭٍ ﻣَﺤْﺬُﻭْﺭٍ ، ﻭَﻣِﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﺍﻟﺸُّﺮُﻭْﺭِ ، ﺗَﺘَﺮَّﺳْﻨَﺎ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ‏( 3 ‏) ﻣِﻦْ ﻋَﺪُﻭِّﻧَﺎ ﻭَﻋَﺪُﻭِّ ﺍﻟﻠﻪِ ، ﻣِﻦْ ﺳَﺎﻕِ ﻋَﺮْﺵِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﺎﻉِ ﺃَﺭْﺽِ ﺍﻟﻠﻪِ ، ﺑِﻤِﺎﺋَﺔِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲِّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ ، ﺻَﻨْﻌَﺘُﻪُ ﻻَ ﺗَﻨْﻘَﻄِﻊُ ﺑِﻤِﺎﺋَﺔِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲِّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ ، ﻋَﺰِﻳْﻤَﺘُﻪُ ﻻَ ﺗَﻨْﺸَﻖُّ ﺑِﻤِﺎﺋَﺔِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲِّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ ، ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻥْ ﺃَﺣَﺪٌ ﺃَﺭَﺍﺩَﻧِﻲْ ﺑِﺴُﻮْﺀٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻦِّ ﻭَﺍْﻹِﻧْﺲِ ﻭَﺍﻟْﻮُﺣُﻮْﺵِ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﻣِﻦْ ﺳَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟْﻤَﺨْﻠُﻮْﻗَﺎﺕِﻣِﻦْ ﺑَﺸَﺮٍ ﺃَﻭْ ﺷَﻴْﻄَﺎﻥٍ ﺃَﻭْ ﺳُﻠْﻄَﺎﻥٍ ﺃَﻭْ ﻭَﺳْﻮَﺍﺱٍ ، ﻓَﺎﺭْﺩُﺩْ ﻧَﻈْﺮَﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻧْﺘِﻜَﺎﺱٍ ، ﻭَﻗُﻠُﻮْﺑَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﻭَﺳْﻮَﺍﺱٍ ، ﻭَﺃَﻳْﺪِﻳَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺇِﻓْﻼَﺱٍ ، ﻭَﺃَﻭْﺑِﻘْﻬُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺟْﻞِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺮَّﺃْﺱِ . ﻻَ ﻓِﻲ ﺳَﻬْﻞٍ ﻳَﺠْﺪَﻉُ ، ﻭَﻻَ ﻓِﻲ ﺟَﺒَﻞٍ ﻳَﻄْﻠَﻊُ . ﺑِﻤِﺎﺋَﺔِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﺃَﻟْﻒِ ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲِّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ . ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ .

Minggu, 03 Desember 2017

Ikhlas beramal

Keutamaan Menyembunyikan Amal Ibadah

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ

“ Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertaqwa lagi kaya dan menyembunyikan amal nya. ” (Hadits riwayat Muslim)

Allah SWT berfirman: 

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (٢٧٠) إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٢٧١)

“ Dan apapun infaq yang kamu berikan atau nadzar yang kamu janjikan maka sungguh, Allah mengetahuinya. Dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun. Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu , maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. ” (Q.S. Al-Baqarah: 270 – 271)

Allah SWT telah menerangkan bahwa menyembunyikan sedekah itu lebih baik daripada menampakkannya, karena manusia akan lebih selamat dari hal-hal yang dapat merusak pahala sedekah, yaitu sikap riya’ (pamer).

Sebab kecenderungan manusia adalah merasa senang apabila orang lain mengetahui kebaikan-kebaikan dirinya. Kecenderungan inilah yang merupakan bibit-bibit riya’. Maka apakah kita benar-benar yakin bahwa pada saat kita menampakkan amal kebaikan kita, maka kecenderungan adanya perasaan senang karena orang lain mengetahui kebaikan kita itu bukanlah termasuk riya’? Padahal, rasa hati merasa gembira dan senang ketika orang lain mengetahui kebaikan kita, itu termasuk ke dalam kategori riya’ yang samar. Sedangkan dua syarat diterimanya amal ibadah adalah ikhlas karena Allah SWT dan melalui tata cara yang sesuai dengan syariat Islam.

Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya: 

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (٢٩) فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (٣٠)

“ Katakanlah: “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya . Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi sepantasnya menjadi sesat. 

Mereka menjadikan setan-setan sebagai pelindung selain Allah. Mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. ” (Q.S. Al-A’raf: 29 – 30)

Rasulullah SAW bersabda: 

أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر ، فسئل عنه فقال: الرياء. يقول الله يوم القيامة للمرائين اذهبوا إلى من كنتم ترآؤون في الدنيا فانظروا هل تجدون عندهم من جزاءً

“ Sesungguhnya, yang amat kutakuti dari segala hal yang kutakuti atasmu semua itu adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?”. Beliau SAW menjawab: “ Yaitu riya’ (pamer) .”Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat, yaitu di waktu seluruh hamba melihat hasil amalan-amalannya: “Pergilah kamu semua kepada apa yang kamu jadikan bahan pamer (riya’) di dunia. Lihatlah apakah kamu semua memperoleh balasan dari mereka itu?” (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Amal yang sudah dicampuri oleh riya’ (baik yang samar maupun yang terang) tersebut akan menjadi rusak, sedangkan amal yang rusak adalah amal yang tidak bermanfaat sama sekali di akherat kelak. Amal tersebut hanya bermanfaat sekejap saja di dunia ini, ketika dilihat oleh orang lain, kemudian akan dilupakan oleh orang yang melihat itu seiring dengan waktu. Maka, yang tersisa hanya kepayahan dan keletihan semata, sia-sialah keletihannya, sia-sialah waktunya. Sementara di hari perhitungan kelak, ia masih akan ditanya tentang dosa perbuatan riya’nya itu.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits: 

إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ

“ Sesungguhnya sedekah secara

sembunyi-sembunyi dapat memadamkan kemurkaan Allah. ” (Hadits diriwayatkan dari Mu’awiyah ra.)

Dalam hadits lainnya Beliau SAW juga bersabda: 

صَنَائِعُ الْـمَعْرُوفِ تَقِي مَصَارِعَ السُّوءِ، وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيدُ فِي الْعُمُرِ

“ Perbuatan-perbuatan kebajikan dapat menangkal serangan keburukan, sedekah secara sembunyi-sembunyi dapat memadamkan kemurkaan Allah, dan silaturrahim dapat menambah umur. ” (Hadits riwayat Abu Umamah ra.)

*****

Ibnul Mubarok mengatakan, “Jadilah orang yang suka mengasingkan diri (sehingga amalan mudah tersembunyi, pen), dan janganlah suka dengan popularitas.”

Az Zubair bin Al ‘Awwam mengatakan, “Barangsiapa yang mampu menyembunyikan amalan sholihnya, maka lakukanlah.”

Ibrahim An Nakho’i mengatakan, “Kami tidak suka menampakkan amalan sholih yang seharusnya disembunyikan.”

Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa Abu Hazim berkata, “Sembunyikanlah amalan kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan amalan kejelekanmu.”

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Sebaik-baik ilmu dan amal adalah sesuatu yang tidak ditampakkan di hadapan manusia.”

Basyr Al Hafiy mengatakan, “Tidak selayaknya orang-orang semisal kita menampakkan amalan sholih walaupun hanya sebesar dzarroh (semut kecil). Bagaimana lagi dengan amalan yang mudah terserang penyakit riya’?”

Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak.”

*****



Contoh para salaf dalam menyembunyikan amalan mereka ::

Pertama: Menyembunyikan amalan shalat sunnah

Ar Robi bin Khutsaim –murid ‘Abdullah bin Mas’ud- tidak  pernah mengerjakan shalat sunnah di masjid kaumnya kecuali hanya sekali saja.

Kedua: Menyembunyikan amalan shalat malam

Ayub As Sikhtiyaniy memiliki kebiasaan bangun setiap malam. Ia pun selalu berusaha menyembunyikan amalannya. Jika waktu shubuh telah tiba, ia pura-pura mengeraskan suaranya seakan-akan ia baru bangun ketika itu. 

Ketiga: Bersedekah secara sembunyi-sembunyi.

Di antara golongan yang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah,

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ

“Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”

Permisalan sedekah dengan tangan kanan dan kiri adalah ungkapan hiperbolis dalam hal menyembunyikan amalan. 
Keduanya dipakai sebagai permisalan karena kedekatan dan  kebersamaan kedua tangan tersebut.

Contoh yang mempraktekan hadits di atas adalah ‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali. Beliau biasa memikul karung berisi roti setiap malam hari. 
Beliau pun membagi roti-roti tersebut ke rumah-rumah secara sembunyi-sembunyi. 

Beliau mengatakan,

إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ

“Sesungguhnya sedekah secara sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.”

Penduduk Madinah tidak mengetahui siapa yang biasa memberi mereka makan. 
Tatkala ‘Ali bin Al Husain meninggal dunia, mereka sudah tidak lagi mendapatkan kiriman makanan setiap malamnya. 
Di punggung Ali bin Al Husain terlihat bekas hitam karena seringnya memikul karung yang dibagikan kepada orang miskin Madinah di malam hari. 
Subhanallah, kita mungkin sudah tidak pernah melihat makhluk semacam ini di muka bumi ini lagi.

Keempat: Menyembunyikan amalan puasa sunnah.

Dalam rangka menyembunyikan amalan puasa sunnah, sebagian salaf senang berhias agar tidak nampak lemas atau lesu karena puasa. Mereka menganjurkan untuk menyisir rambut dan memakai minyak di rambut atau kulit di kala itu. Ibnu ‘Abbas mengatakan,

إِذَا كَانَ صَوْمُ أَحَدِكُمْ فَلْيُصْبِحْ دَهِينًا مُتَرَجِّلاً

“Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka hendaklah ia memakai minyak-minyakan dan menyisir rambutnya.”

Daud bin Abi Hindi berpuasa selama 40 tahun dan tidak ada satupun orang, termasuk keluarganya yang mengetahuinya. Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia keluar ke pasar sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar, ia pun menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari, sekaligus berbuka dan makan malam bersama keluarganya.

Jadi orang-orang di pasar mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya. Sedangkan orang-orang yang berada di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar. Masya Allah, luar biasa trik beliau dalam menyembunyikan amalan.

Begitu pula para ulama seringkali membatalkan puasa sunnahnya karena khawatir orang-orang mengetahui kalau ia puasa. Jika Ibrohim bin Ad-ham diajak makan (padahal ia sedang puasa), ia pun ikut makan dan ia tidak mengatakan, “Maaf, saya sedang puasa”.

Itulah para ulama, begitu semangatnya mereka dalam menyembunyikan amalan puasanya.

Kelima: Menyembunyikan bacaan Al Qur’an dan dzikir

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ

“Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”

Setelah menyebutkan hadits di atas, At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini bermakna bahwa melirihkan bacaan Qur’an itu lebih utama daripada mengeraskannya karena sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang terang-terangan sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama. Mereka memaknakan demikian agar supaya setiap orang terhindar dari ujub.

Seseorang yang menyembunyikan amalan tentu saja lebih mudah terhindar dari ujub daripada orang yang terang-terangan dalam beramal.”

Yang dipraktekan oleh para ulama, mereka sampai-sampai menutupi mushafnya agar orang tidak tahu kalau mereka membaca Qur’an. 

Ar Robi’ bin Khutsaim selalu melakukan amalan dengan sembunyi-sembunyi. Jika ada orang yang akan menemuinya, lalu beliau sedang membaca mushaf Qur’an, ia pun akan menutupi Qur’annya dengan bajunya.

Begitu pula halnya dengan Ibrohim An Nakho’i. Jika ia sedang membaca Qur’an, lalu ada yang masuk menemuinya, ia pun segera menyembunyikan Qur’annya.

Mereka melakukan ini semua agar amalan sholihnya tidak terlihat oleh orang lain.

Keenam: Menyembunyikan tangisan

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Tangisan itu ada sepuluh bagian. Sembilan bagian biasanya untuk selain Allah (tidak  ikhlas) dan satu bagian saja yang biasa untuk Allah.

 Jika ada satu tangisan saja dilakukan dalam sekali setahun (ikhlas) karena Allah, maka itu pun masih banyak.”

Dalam rangka menyembunyikan tangisnya, seorang ulama sampai pura-pura mengatakan bahwa dirinya sedang pilek karena takut terjerumus dalam riya’. Itulah yang dicontohkan oleh Ayub As Sikhtiyaniy. Ia pura-pura mengusap wajahnya, lalu ia katakan, “Aku mungkin sedang pilek berat.”

Tetapi sebenarnya ia tidak pilek, namun ia hanya ingin menyembunyikan tangisannya.

Sampai-sampai salaf pun ada yang pura-pura tersenyum ketika ingin mengeluarkan tangisannya. Tatkala Abu As Sa-ib ingin menangis ketika mendengar bacaan Al Qur’an atau hadits, ia pun pura-pura menyembunyikan tangisannya (di hadapan orang lain) dengan sambil tersenyum.

Mu’awiyah bin Qurroh mengatakan, “Tangisan dalam hati lebih baik daripada tangisan air mata.”

Ketujuh: Menyembunyikan do’a

‘Uqbah bin ‘Abdul Ghofir mengatakan, “Do’a yang dilakukan sembunyi-sembunyi lebih utama 70 kali dari do’a secara terang-terangan. Jika seseorang melakukan amalan kebaikan secara terang-terangan dan melakukannya secara sembunyi-sembunyi semisal itu pula, maka Allah pun akan mengatakan pada malaikat-Nya, "ini baru benar benar hambaku."

Rezeki

#REZEKI_Dalam_Islam

Ada seorang fakir miskin melewati jalan di Madinah..
Di sepanjang jalan, dia sering melihat orang² makan daging..
Dia pun merasa sedih karena jarang sekali bisa makan daging..
Dia pulang ke rumahnya dg hati jengkel..

Sesampai di rumah, istrinya menyuguhkan kedelai rebus..
Dg hati terpaksa, dia memakan kedelai itu seraya membuang kupasan kulitnya ke luar jendela..
Dia sangat bosan dg kedelai..

Dia berkata pada istrinya :
“Bagaimana hidup kita ini...? Orang² makan daging, kita masih makan kedelai..!?”

Tak lama kemudian, dia keluar ke jalan di pinggir rumahnya..
Alangkah terkejutnya, dia melihat seorang lelaki tua duduk di bawah jendela rumahnya, sambil memungut kulit² kedelai yg tadi ia buang dan memakannya seraya bergumam :

ﺍﻟﺤﻤﺪﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﺭﺯﻗﻨﻲ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺣﻮﻝ ﻣﻨﻲ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ

*“Segala Puji bagi Allah subhanahu wata'ala..*yg telah memberiku rezeki tanpa harus mengeluarkan tenaga.”

Mendengar ucapan lelaki tua itu, dia menitikkan air mata, seraya bergumam :
ﺭﺿﻴﺖ ﻳﺎ ﺭﺏ

"Sejak detik ini, aku rela dg apapun yg Engkau berikan Yaa Allah...”

Rezeki itu yg penting mengalir, besar kecil yg penting ada alirannya..
Jangan berharap mengalir seperti banjir, jikalau tak bisa berenang maka bisa tenggelam..
ﺇﻟﻰ ﻣﺘﻰ ﺃﻧﺖ ﺑﺎﻟﻠﺬﺍﺕ ﻣﺸﻐﻮﻝ
ﻭﺃﻧﺖ ﻋﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻗﺪﻣﺖ ﻣﺴﺌﻮﻝ

"Sampai kapan engkau sibuk dg kelezatan, sedangkan engkau akan ditanya tentang semua yg kau lakukan.”

Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu :
ﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻫﻤّﺘﻪ ﻣﺎ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺑﻄﻨﻪ ﻛﺎﻧﺖ
“Barang siapa perhatiannya hanya pada apa yg masuk ke dalam perutnya, maka nilai seseorang tidak lebih dari apa yg keluar dari perutnya.."

😎 Duluuu.. saya pikir, rizqi itu berwujud uang, banyak job, urusan kerjaan lancar, banyak tabungan, punya banyak asset disana-sini, Intinya : harta..!

Setelah mencari tahu apa makna rizqi dalam Islam (sesuai yg tertera dalam alquran dan hadits), ternyata saya salah besar..

Ternyata,
▪ Langkah kaki yg dimudahkan untuk hadir ke majelis ilmu, itu adalah rizqi..

▪ Hati yg Allah jaga jauh dari iri, dengki, dan kebencian, adalah rizqi..

▪ Punya teman2 yg sholeh dan saling mengingatkan dalam kebaikan, itu juga rizqi..

▪ Saat keadaan sulit penuh keterbatasan, itu juga rizqi..
Mungkin jika dalam keadaan sebaliknya, justru membuat kita kufur, sombong, bahkan lupa diri..

▪ Punya orang tua yg sakit2an, adalah rizqi, karena merupakan ladang amal pembuka pintu surga..

▪ Tubuh yg sehat, adalah rizqi..
Bahkan saat diuji dg sakit, itu juga bentuk lain dari rizqi karena sakit adalah penggugur dosa..

▪ Dan mungkin akan ada jutaan list lainnya bentuk² rizqi yg tidak kita sadari..

Justru yg harus kita waspadai adalah "ketika hidup kita berkecukupan, penuh dg kemudahan dan kebahagiaan, padahal begitu banyak hak Allah yg tidak kita tunaikan.."
Itulah: Istidraj.

Kaum khawarij

#Sejarah_Munculnya_Kaum_Khawarij

Sungguh, dengan mengenali sejarah generasi awal Khawarij akan menumbuhkan sikap waspada terhadap mereka. Sebab, mereka akan senantiasa muncul, hingga Dajjal muncul di tengah-tengah mereka, sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Cikal bakal mereka yang paling awal adalah seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah. Jenggotnya tebal, tulang pipinya menonjol, kedua matanya cekung, dahinya timbul, dan kepalanya gundul. Dia berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang membagi ghanimah (harta rampasan perang) Perang Hunain, “Berbuat adillah, wahai Muhammad!” atau “Bertakwalah engkau, wahai Muhammad!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Siapa lagi yang akan menaati Allah kalau aku bermaksiat kepada-Nya? Allah telah memercayaiku (untuk diutus) terhadap penduduk bumi, namun kalian tidak memercayaiku?”

Lelaki itu kemudian berpaling. Setelah itu, ada seorang sahabat yang hadir disebutkan bahwa dia adalah Khalid bin al-Walid meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membunuhnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, dari tulang sulbi orang itu akan keluar sekelompok orang yang membaca al-Qur’an, namun tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh para pemeluk Islam, namun membiarkan para penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari binatang buruannya. Jika aku mendapati mereka, sungguh aku akan memerangi mereka sebagaimana kaum Ad diperangi.” (HR. Muslim)

Awal munculnya mereka dalam bentuk kelompok ialah pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Terjadi perselisihan antara mereka dan Ali radhiallahu ‘anhu, ketika Ali menunjuk orang sebagai hakim dalam perselisihannya dengan Mu’awiyah radhiallahu ‘anhuma dalam rangka menjaga agar darah kaum muslimin tidak ditumpahkan.

Sepulang dari Syam setelah peristiwa Shiffin, Ali radhiallahu ‘anhu memasuki Kufah. Saat memasuki Kufah, sekelompok pasukannya memisahkan diri dari Ali radhiallahu ‘anhu. Disebutkan bahwa jumlah kelompok itu sekitar 16 ribu orang atau 12 ribu orang. Ada juga yang menyebutkan jumlah kurang dari itu.

Mereka memisahkan diri dari Ali lalu memberontak kepada beliau. Mereka mengingkari Ali radhiallahu ‘anhu dalam beberapa masalah. Ali radhiallahu ‘anhu lalu mengutus Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma untuk menemui mereka untuk berdialog dalam beberapa masalah tersebut dan membantah syubhat mereka. Urusan yang mereka persoalkan sebenarnya tidak ada hakikatnya. Sebagian mereka rujuk kepada kebenaran, namun sebagian yang lain tetap bersikeras dalam kesesatan mereka.

Selanjutnya, Ali radhiallahu ‘anhu sendiri yang keluar menemui mereka yang tersisa. Beliau radhiallahu ‘anhu terus-menerus berdialog dan mendebat mereka hingga mereka kembali bersama Ali radhiallahu ‘anhu ke Kufah. Mereka kemudian mulai menentang ucapan beliau dan memperdengarkan cercaan terhadap beliau. Selain itu, ayat-ayat tentang syirik dan kekafiran terhadap Allah mereka tujukan kepada diri Ali radhiallahu ‘anhu.

Ibnu Jarir rahimahullah menyebutkan, suatu hari Ali radhiallahu ‘anhu sedang berpidato. Ketika itu, berdirilah salah seorang Khawarij dan berkata, “Wahai Ali, engkau telah berbuat syirik dalam agama Allah dengan (menunjuk) manusia (sebagai hakim). La hukma illa lillah (Tidak ada hukum kecuali milik Allah).”

Lantas bersahutanlah suara dari setiap sudut, “La hukma illa lillah, la hukma illa lillah.”

Ali radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Ini adalah kalimat yang benar, tetapi yang diinginkan dengannya adalah kebatilan.”

Beliau kemudian berkata, “Kalian memiliki hak atas kami untuk kami tidak menghentikan pemberian fai’ selama tangan kalian masih (berbai’at) bersama kami, kami tidak menghalangi kalian mendatangi masjid-masjid Allah, dan kami tidak akan memulai memerangi kalian sampai kalian sendiri yang memulai memerangi kami.”

Setelah itu, kaum Khawarij berkumpul di tempat tinggal Abdullah bin Wahb ar-Rasibi. Abdullah bin Wahb berpidato di hadapan mereka dengan ucapan yang menggugah mereka. Dia menumbuhkan sikap zuhud terhadap dunia, mendorong mereka untuk urusan akhirat dan surga, dan memberi semangat mereka untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Setelah, itu naiklah Hurqus bin Zuhair berpidato, dilanjutkan oleh Zaid bin Hishn, yang juga menyemangati mereka untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Dia membaca beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya firman Allah ‘azza wa jalla,

يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلۡنَٰكَ خَلِيفَةٗ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱحۡكُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلۡهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ

“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (Shad: 26)

وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٤٤

“Barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (al-Maidah: 44)

Demikian pula ayat yang selanjutnya, yang menyebutkan “mereka itu adalah orang-orang yang zalim” dan “mereka itu adalah orang-orang yang fasik”.

Setelah itu, dia berkata, “Aku mempersaksikan bahwa orang-orang yang kita dakwahi, orang-orang yang sama kiblatnya dengan kita, bahwa mereka telah mengikuti hawa nafsu, mencampakkan hukum al-Qur’an, zalim dalam hal ucapan dan amalan, serta bahwa berjihad melawan mereka adalah sebuah keharusan bagi kaum mukminin.”

Menangislah seseorang di antara mereka yang bernama Abdullah bin Sakhbarah. Dia pun memprovokasi mereka untuk melakukan pemberontakan. Dia berkata, “Tikamlah wajah dan kening mereka dengan pedang, sehingga ditaatilah Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan, “Manusia jenis ini adalah keturunan Adam yang paling aneh. Mahasuci Dzat yang telah menciptakan makhluk-Nya beraneka ragam sesuai dengan kehendak-Nya, dan telah terdahulu dalam takdir Allah Yang Mahaagung.

Betapa bagusnya ucapan sebagian salafus shaleh, bahwa mereka (Khawarij) lah yang disebutkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla,

قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا ١٠٤

Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (al-Kahfi: 103—104)

Ringkasnya, mereka yang bodoh, sesat, celaka dalam hal ucapan dan perbuatan ini, bersepakat untuk memberontak di tengah-tengah kaum muslimin. Mereka bersepakat pergi menuju Madain untuk merebutnya kemudian berlindung di dalamnya. Mereka pun mengirim utusan kepada saudara-saudara dan teman-teman mereka yang memiliki pemikiran serupa di Basrah dan kota lainnya. Orang-orang tersebut memenuhi ajakan tersebut dan bergabung dengan mereka.

Zaid bin Hishn berkata, “Madain tidak mampu kalian kuasai. Di sana ada pasukan yang tidak mampu kalian hadapi, yang akan menghalangi kalian memasukinya. Buatlah kesepakatan dengan teman-teman kalian untuk pergi ke arah jembatan Sungai Jaukha. Janganlah kalian keluar dari Kufah secara berkelompok, tetapi seorang demi seorang agar tidak ada yang menyadari kalian.”

Mereka menulis surat terbuka kepada penduduk Basrah dan kota lainnya yang memiliki pemikiran dan tindakan yang sama dengan mereka. Mereka mengirimkan pesan tersebut agar bergabung di sisi sungai, agar mereka menjadi satu kekuatan menghadapi manusia.

Setelah itu, mereka keluar secara sembunyi-sembunyi, seorang demi seorang, agar tidak diketahui. Jika ada yang tahu, tentu mereka akan dihalangi sehingga tidak bisa memisahkan diri dari ayah, ibu, paman, dan seluruh kerabat sehingga mereka memutus tali silaturahim.

Dengan kebodohan, pendeknya akal, dan sedikitnya ilmu, mereka berkeyakinan bahwa perbuatan mereka ini membuat Allah ‘azza wa jalla—Rabb langit dan bumi—ridha. Mereka tidak tahu bahwa tindakan mereka tersebut termasuk salah satu dosa besar yang membinasakan, problem berat, dan kesalahan. Mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka merupakan hasil hiasan Iblis—yang terlaknat, diusir dari langit, dan telah memancangkan tonggak permusuhan kepada bapak kita, Adam dan keturunannya selama ruh mereka masih ada dalam jasad. Hanya Allah sajalah Dzat yang kita minta untuk melindungi kita dengan daya dan upaya dari-Nya. Sesungguhnya, Dialah Dzat yang mengabulkan doa-doa.

Sekelompok orang berhasil menyusul sebagian anak dan saudara mereka lantas memulangkannya, memberi pelajaran, dan menyatakan buruknya perbuatan orang-orang tersebut. Di antara mereka ada yang kemudian istiqamah di atas kebenaran, namun ada pula yang melarikan diri. Yang melarikan diri kemudian bergabung dengan Khawarij. Dia pun ditimpa kerugian hingga hari kiamat.

Kaum Khawarij yang tersisa ini akhirnya pergi ke tempat yang direncanakan. Penduduk Basrah dan kota lainnya yang mereka kirimi pesan dahulu memenuhi ajakan mereka. Mereka semua berkumpul di Nahrawan. Mereka memiliki kekuatan dan menjadi pasukan tersendiri. Mereka berani dan berkeyakinan bahwa perbuatan mereka ini adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla. Sungguh, amat buruklah sangkaan dan kesalahan mereka.

Ketika Ali radhiallahu ‘anhu sedang menyiapkan pasukan menuju Syam dan berpidato memberi semangat pasukannya, sampai kepada beliau berita bahwa Khawarij telah membuat kerusakan di muka bumi, menumpahkan darah yang tidak boleh ditumpahkan, merampok di jalan, dan menganggap halal para wanita.

Di antara yang mereka bunuh ialah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abdullah bin Khabbab radhiallahu ‘anhu. Mereka menawan Abdullah dan istrinya yang sedang hamil. Mereka bertanya, “Siapa engkau?”

Abdullah menjawab, “Aku Abdullah bin Khabbab, sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalian telah membuatku takut.”

Mereka berkata, “Engkau tidak apa-apa. Sampaikanlah hadits yang pernah engkau dengar dari ayahmu.”

Abdullah berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَتَكُونُ فِتْنَةٌ، الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ، وَالْقَائِمُ خُيْرٌ مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي

“Akan terjadi fitnah, orang yang duduk saat itu lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berlari kecil.”

Mereka lalu mengikat tangan Abdullah. Ketika sedang berjalan bersama beliau, mereka pun mendapati seekor babi milik kafir dzimmi. Sebagian mereka membunuhnya dan merobek kulitnya. Sebagian yang lain berkata, “Mengapa kalian lakukan ini, padahal babi itu milik seorang kafir dzimmi?” Yang membunuh babi tersebut kemudian pergi menuju kafir dzimmi pemilik babi, dan meminta kehalalan perbuatannya dan membuatnya ridha.

Ketika Abdullah masih bersama mereka, ada buah kurma yang jatuh dari pohon. Salah seorang mereka memungutnya lantas memasukkannya ke dalam mulut. Ada yang berkata kepadanya, “(Engkau mengambil dan memakannya) tanpa izin dan tanpa harga?”

Dia pun segera mengeluarkan kurma tadi dari mulutnya. Namun, bersamaan dengan sikap wara’ ini, mereka membunuh Abdullah bin Khabbab, seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihatlah sikap wara’ dusta ini.

Setelah itu, mereka mendatangi istri Abdullah. Istri Abdullah berkata, “Aku sedang hamil. Tidakkah kalian takut kepada Allah?”

Mereka tetap membunuhnya, bahkan kemudian merobek perutnya untuk mengeluarkan janinnya.

Ketika sampai kepada kaum muslimin bahwa begitulah perbuatan mereka, kaum muslimin khawatir apabila pergi ke Syam dan sibuk berperang dengan penduduknya, sementara kaum Khawarij tertinggal di sekitar rumah dan negeri mereka dengan perbuatan tersebut.

Ali radhiallahu ‘anhu pun mengirim al-Harits bin Murrah al-‘Abdi sebagai utusannya kepada Khawarij. Namun, mereka membunuhnya tanpa peringatan. Ketika hal ini terdengar oleh Ali radhiallahu ‘anhu, beliau bertekad kuat untuk pergi menghadapi Khawarij terlebih dahulu sebelum pergi ke Syam. Beliau dan pasukannya berangkat dan berkumpul di sana.

Ali radhiallahu ‘anhu kembali mengirim utusan untuk menyampaikan, “Serahkan para pembunuh saudara kami agar kami balas membunuhnya (dengan qishash). Setelah itu, kami akan tinggalkan kalian dan pergi ke negeri Arab. Semoga setelah itu Allah mengarahkan hati kalian kepada sesuatu yang lebih baik daripada apa yang sekarang kalian berada di atasnya.”

Mereka menjawab, “Kami semua yang membunuh saudara-saudaramu. Kami anggap halal darah kalian dan darah mereka (yang telah kami bunuh).”

Qais bin Sa’d kemudian menemui mereka. Ia menasihati mereka tentang urusan besar dan kesalahan berat yang telah mereka lakukan. Namun, nasihat tersebut tidak bermanfaat.

Demikian pula Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Beliau memarahi dan mencela mereka. Namun, tidak bermanfaat juga. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu sendiri yang mendatangi mereka. Beliau radhiallahu ‘anhu menasihati dan menakut-nakuti mereka. Beliau radhiallahu ‘anhu peringatkan dan mengancam mereka. Di antara ucapan beliau kepada mereka, “Sungguh, hawa nafsu kalian telah membujuk kalian. Kalian telah membunuh kaum muslimin. Demi Allah, kalau kalian membunuh seekor ayam milik mereka, sungguh hal itu sangat besar dosanya di sisi Allah. Lantas bagaimana halnya dengan darah kaum muslimin?”

Mereka tidak menjawab kecuali saling menyeru di antara mereka, “Jangan kalian berdialog dengannya. Jangan kalian berbicara dengannya. Bersiaplah untuk bertemu dengan Rabb ‘azza wa jalla. Bergegaslah, bergegaslah menuju surga.”

Inilah seruan Khawarij, baik di masa silam maupun sekarang. Mereka pun maju dan membentuk barisan untuk berperang. Mereka bersiap sedia untuk bertempur. Mereka berdiri untuk memerangi Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersama beliau.

Kaum Khawarij beramai-ramai menuju Ali radhiallahu ‘anhu. Beliau radhiallahu ‘anhu telah menyiapkan pasukan berkuda dan pemanah di depan beliau, barisan pejalan kaki di belakang pasukan berkuda. Beliau berkata kepada pasukannya, “Tahanlah diri kalian, sampai mereka yang lebih dahulu menyerang.”

Kaum Khawarij datang seraya mengatakan, “La hukma illa lillah. Bergegaslah, bergegaslah menuju surga.”

Mereka pun menyerang pasukan berkuda yang disiapkan oleh Ali radhiallahu ‘anhu. Sebagian pasukan berkuda tersudut ke kanan, sebagian lagi ke arah kiri. Mereka pun dihadapi oleh pasukan pemanah dengan anak panah yang diarahkan ke wajah mereka. Setelah itu, pasukan berkuda menyerang mereka dari arah kanan dan kiri. Kemudian pasukan pejalan kaki menyerang mereka dengan tombak dan pedang. Pasukan Ali radhiallahu ‘anhu berhasil membunuh kaum Khawarij yang lantas bergelimpangan menjadi mayat di bawah kaki-kaki kuda. Terbunuhlah pimpinan mereka Abdullah bin Wahb ar-Rasibi, Hurqus bin Zuhair, Syuraih bin Aufa, dan Abdullah bin Sakhbarah. Semoga Allah menjelekkan mereka.

Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku menusuk seorang Khawarij dengan tombak dan aku tembuskan hingga ke punggungnya. Aku katakan kepadanya, ‘Bergembiralah engkau, wahai musuh Allah, dengan neraka.’ Ternyata si Khawarij ini menjawab, “Engkau akan tahu nanti, siapa yang lebih pantas masuk ke dalamnya’.” Bayangkan, dia katakan hal itu kepada seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ali radhiallahu ‘anhu pun mulai berjalan di antara mayat mereka dan berkata, “Kejelekan bagi kalian. Sungguh, yang menipu kalian telah memudaratkan kalian.”

Mereka bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang telah menipu mereka?”

Ali menjawab, “Setan, dan jiwa yang selalu memerintah kepada kejelekan. Jiwa itu menipu mereka dengan angan-angan dan menghias-hiasi kemaksiatan untuk mereka. Jiwa itu memberitahu bahwa mereka akan membantunya.”

Ali radhiallahu ‘anhu kemudian memerintahkan agar kaum Khawarij yang terluka dikembalikan kepada kabilah mereka masing-masing untuk diobati. Jumlah mereka sekitar empat ratus orang. Ali radhiallahu ‘anhu membagi-bagi senjata dan barang yang tersisa dari mereka.

Ali radhiallahu ‘anhu kemudian keluar untuk mencari seorang lelaki yang dijadikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tanda kaum Khawarij. Kedua lengan atau salah satunya seperti payudara wanita. Beliau radhiallahu ‘anhu menemukannya di sebuah lubang di tepi sungai, bersama dengan 40 atau 50 mayat lainnya. Ketika menemukannya, Ali radhiallahu ‘anhu pun sujud kepada Allah dengan sujud yang lama, sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan kepada kita ciri-ciri Khawarij dan pahala yang besar bagi yang membunuh mereka di bawah komando pemerintah, atau terbunuh oleh mereka. Ali radhiallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Akan keluar di akhir zaman nanti, sekelompok orang yang masih muda umurnya dan berpemikiran bodoh (tidak punya hikmah). Mereka mengatakan ucapan makhluk yang terbaik. Mereka membaca al-Qur’an, tetapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat keluar dari agama ini sebagaimana halnya melesatnya anak panah dari binatang buruannya. Apabila kalian mendapati mereka, bunuhlah mereka. Sebab, orang yang membunuh mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah pada hari kiamat.”

Demikian pula hadits-hadits lainnya. Dari peristiwa ini kita ketahui bahwa:

1.Perjuangan Khawarij adalah untuk mendapatkan kekuasaan dan dunia.
2.Mereka menujukan ayat-ayat tentang kekafiran dan kesyirikan kepada pemerintah.
3.Mereka mengafirkan hakim sekaligus orang yang berhukum kepadanya.
4.Mereka tidak akan ridha terhadap seorang hakim, seadil apa pun dia, apabila bukan dari kelompok mereka dan sejalan dengan pemahaman mereka.Mereka tidak ridha dengan pembagian dan hukum yang ditentukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga tidak ridha terhadap Utsman radhiallahu ‘anhu seingga mereka membunuh beliau. Mereka juga tidak ridha dengan Ali radhiallahu ‘anhu dan para sahabat terbaik yang bersama beliau. Bagaimana mungkin mereka akan ridha terhadap pemerintah-pemerintah kita sekarang ini?
5.Mereka menipu manusia dengan penampilan religius, slogan amar ma’ruf nahi mungkar, dan upaya perbaikan. Akan tetapi, sungguh mereka adalah orang yang paling jauh dari hakikat agama dan sunnah.
6.Mereka tidak segan menumpahkan darah kaum muslimin.

Mereka membunuh orang yang tidak bersalah, wanita, sampaipun bayi yang masih dalam kandungan. Hal ini sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Abdullah bin Khabbab radhiallahu ‘anhu.

Disebutkan pula dalam hadits, “Mereka membunuh para pemeluk Islam, namun membiarkan para penyembah berhala.”

Peristiwa ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi berulang. Apabila kita melihat kenyataan kita sekarang, engkau dapati kaum Khawarij terus menerus ada.

Bahkan, kaum Khawarij sekarang lebih jelek daripada generasi yang terdahulu. Kaum Khawarij terdahulu menampakkan shalat, ibadah, dan membaca al-Qur’an, secara lahiriah. Adapun Khawarij sekarang tidak memiliki agama. Agama mereka adalah penipuan dan khianat. Bacaan mereka pun bukan al-Qur’an, melainkan nasyid-nasyid provokatif.

Ketika kaum Khawarij terdahulu meninggalkan ulama dari kalangan para sahabat radhiallahu ‘anhum, bahkan mengafirkannya, mereka pun sesat dan menyimpang. Ini merupakan sebab terbesar jatuhnya seseorang dalam kesesatan. Demikian pula Khawarij masa kini, ketika mereka mencela dan mengafirkan ulama kita, mengatakan bahwa ulama kita sebagai budak penguasa dan sebutan jelek lainnya, mereka pun menyimpang dan sesat.

Oleh karena itu, berpegang teguhlah dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, engkau akan berjalan di atas ashshirathal mustaqim (jalan yang lurus).

Semoga Allah mengokohkan kita di atas as-Sunnah. Kita berlindung kepada Allah dari segala keburukan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Semoga Allah memberikan keamanan di negeri kita dan menjadikannya serta negeri-negeri kaum muslimin yang lain—sebagai negeri yang baik dan damai.

(Dipetik dari khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Dr. Khalid bin Dhahwi bin azh-Zhafiri di Masjid as-Sa’idi, Jahra, Kuwait, 25 Syawwal1435 H/ 22 Agustus 2014 M)