Keutamaan Menyembunyikan Amal Ibadah
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
“ Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertaqwa lagi kaya dan menyembunyikan amal nya. ” (Hadits riwayat Muslim)
Allah SWT berfirman:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (٢٧٠) إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٢٧١)
“ Dan apapun infaq yang kamu berikan atau nadzar yang kamu janjikan maka sungguh, Allah mengetahuinya. Dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun. Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu , maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. ” (Q.S. Al-Baqarah: 270 – 271)
Allah SWT telah menerangkan bahwa menyembunyikan sedekah itu lebih baik daripada menampakkannya, karena manusia akan lebih selamat dari hal-hal yang dapat merusak pahala sedekah, yaitu sikap riya’ (pamer).
Sebab kecenderungan manusia adalah merasa senang apabila orang lain mengetahui kebaikan-kebaikan dirinya. Kecenderungan inilah yang merupakan bibit-bibit riya’. Maka apakah kita benar-benar yakin bahwa pada saat kita menampakkan amal kebaikan kita, maka kecenderungan adanya perasaan senang karena orang lain mengetahui kebaikan kita itu bukanlah termasuk riya’? Padahal, rasa hati merasa gembira dan senang ketika orang lain mengetahui kebaikan kita, itu termasuk ke dalam kategori riya’ yang samar. Sedangkan dua syarat diterimanya amal ibadah adalah ikhlas karena Allah SWT dan melalui tata cara yang sesuai dengan syariat Islam.
Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (٢٩) فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (٣٠)
“ Katakanlah: “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya . Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi sepantasnya menjadi sesat.
Mereka menjadikan setan-setan sebagai pelindung selain Allah. Mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. ” (Q.S. Al-A’raf: 29 – 30)
Rasulullah SAW bersabda:
أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر ، فسئل عنه فقال: الرياء. يقول الله يوم القيامة للمرائين اذهبوا إلى من كنتم ترآؤون في الدنيا فانظروا هل تجدون عندهم من جزاءً
“ Sesungguhnya, yang amat kutakuti dari segala hal yang kutakuti atasmu semua itu adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?”. Beliau SAW menjawab: “ Yaitu riya’ (pamer) .”Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat, yaitu di waktu seluruh hamba melihat hasil amalan-amalannya: “Pergilah kamu semua kepada apa yang kamu jadikan bahan pamer (riya’) di dunia. Lihatlah apakah kamu semua memperoleh balasan dari mereka itu?” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Amal yang sudah dicampuri oleh riya’ (baik yang samar maupun yang terang) tersebut akan menjadi rusak, sedangkan amal yang rusak adalah amal yang tidak bermanfaat sama sekali di akherat kelak. Amal tersebut hanya bermanfaat sekejap saja di dunia ini, ketika dilihat oleh orang lain, kemudian akan dilupakan oleh orang yang melihat itu seiring dengan waktu. Maka, yang tersisa hanya kepayahan dan keletihan semata, sia-sialah keletihannya, sia-sialah waktunya. Sementara di hari perhitungan kelak, ia masih akan ditanya tentang dosa perbuatan riya’nya itu.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits:
إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ
“ Sesungguhnya sedekah secara
sembunyi-sembunyi dapat memadamkan kemurkaan Allah. ” (Hadits diriwayatkan dari Mu’awiyah ra.)
Dalam hadits lainnya Beliau SAW juga bersabda:
صَنَائِعُ الْـمَعْرُوفِ تَقِي مَصَارِعَ السُّوءِ، وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيدُ فِي الْعُمُرِ
“ Perbuatan-perbuatan kebajikan dapat menangkal serangan keburukan, sedekah secara sembunyi-sembunyi dapat memadamkan kemurkaan Allah, dan silaturrahim dapat menambah umur. ” (Hadits riwayat Abu Umamah ra.)
*****
Ibnul Mubarok mengatakan, “Jadilah orang yang suka mengasingkan diri (sehingga amalan mudah tersembunyi, pen), dan janganlah suka dengan popularitas.”
Az Zubair bin Al ‘Awwam mengatakan, “Barangsiapa yang mampu menyembunyikan amalan sholihnya, maka lakukanlah.”
Ibrahim An Nakho’i mengatakan, “Kami tidak suka menampakkan amalan sholih yang seharusnya disembunyikan.”
Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa Abu Hazim berkata, “Sembunyikanlah amalan kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan amalan kejelekanmu.”
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Sebaik-baik ilmu dan amal adalah sesuatu yang tidak ditampakkan di hadapan manusia.”
Basyr Al Hafiy mengatakan, “Tidak selayaknya orang-orang semisal kita menampakkan amalan sholih walaupun hanya sebesar dzarroh (semut kecil). Bagaimana lagi dengan amalan yang mudah terserang penyakit riya’?”
Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak.”
*****
Contoh para salaf dalam menyembunyikan amalan mereka ::
Pertama: Menyembunyikan amalan shalat sunnah
Ar Robi bin Khutsaim –murid ‘Abdullah bin Mas’ud- tidak pernah mengerjakan shalat sunnah di masjid kaumnya kecuali hanya sekali saja.
Kedua: Menyembunyikan amalan shalat malam
Ayub As Sikhtiyaniy memiliki kebiasaan bangun setiap malam. Ia pun selalu berusaha menyembunyikan amalannya. Jika waktu shubuh telah tiba, ia pura-pura mengeraskan suaranya seakan-akan ia baru bangun ketika itu.
Ketiga: Bersedekah secara sembunyi-sembunyi.
Di antara golongan yang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah,
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
“Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”
Permisalan sedekah dengan tangan kanan dan kiri adalah ungkapan hiperbolis dalam hal menyembunyikan amalan.
Keduanya dipakai sebagai permisalan karena kedekatan dan kebersamaan kedua tangan tersebut.
Contoh yang mempraktekan hadits di atas adalah ‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali. Beliau biasa memikul karung berisi roti setiap malam hari.
Beliau pun membagi roti-roti tersebut ke rumah-rumah secara sembunyi-sembunyi.
Beliau mengatakan,
إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ
“Sesungguhnya sedekah secara sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.”
Penduduk Madinah tidak mengetahui siapa yang biasa memberi mereka makan.
Tatkala ‘Ali bin Al Husain meninggal dunia, mereka sudah tidak lagi mendapatkan kiriman makanan setiap malamnya.
Di punggung Ali bin Al Husain terlihat bekas hitam karena seringnya memikul karung yang dibagikan kepada orang miskin Madinah di malam hari.
Subhanallah, kita mungkin sudah tidak pernah melihat makhluk semacam ini di muka bumi ini lagi.
Keempat: Menyembunyikan amalan puasa sunnah.
Dalam rangka menyembunyikan amalan puasa sunnah, sebagian salaf senang berhias agar tidak nampak lemas atau lesu karena puasa. Mereka menganjurkan untuk menyisir rambut dan memakai minyak di rambut atau kulit di kala itu. Ibnu ‘Abbas mengatakan,
إِذَا كَانَ صَوْمُ أَحَدِكُمْ فَلْيُصْبِحْ دَهِينًا مُتَرَجِّلاً
“Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka hendaklah ia memakai minyak-minyakan dan menyisir rambutnya.”
Daud bin Abi Hindi berpuasa selama 40 tahun dan tidak ada satupun orang, termasuk keluarganya yang mengetahuinya. Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia keluar ke pasar sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar, ia pun menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari, sekaligus berbuka dan makan malam bersama keluarganya.
Jadi orang-orang di pasar mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya. Sedangkan orang-orang yang berada di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar. Masya Allah, luar biasa trik beliau dalam menyembunyikan amalan.
Begitu pula para ulama seringkali membatalkan puasa sunnahnya karena khawatir orang-orang mengetahui kalau ia puasa. Jika Ibrohim bin Ad-ham diajak makan (padahal ia sedang puasa), ia pun ikut makan dan ia tidak mengatakan, “Maaf, saya sedang puasa”.
Itulah para ulama, begitu semangatnya mereka dalam menyembunyikan amalan puasanya.
Kelima: Menyembunyikan bacaan Al Qur’an dan dzikir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
“Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”
Setelah menyebutkan hadits di atas, At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini bermakna bahwa melirihkan bacaan Qur’an itu lebih utama daripada mengeraskannya karena sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang terang-terangan sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama. Mereka memaknakan demikian agar supaya setiap orang terhindar dari ujub.
Seseorang yang menyembunyikan amalan tentu saja lebih mudah terhindar dari ujub daripada orang yang terang-terangan dalam beramal.”
Yang dipraktekan oleh para ulama, mereka sampai-sampai menutupi mushafnya agar orang tidak tahu kalau mereka membaca Qur’an.
Ar Robi’ bin Khutsaim selalu melakukan amalan dengan sembunyi-sembunyi. Jika ada orang yang akan menemuinya, lalu beliau sedang membaca mushaf Qur’an, ia pun akan menutupi Qur’annya dengan bajunya.
Begitu pula halnya dengan Ibrohim An Nakho’i. Jika ia sedang membaca Qur’an, lalu ada yang masuk menemuinya, ia pun segera menyembunyikan Qur’annya.
Mereka melakukan ini semua agar amalan sholihnya tidak terlihat oleh orang lain.
Keenam: Menyembunyikan tangisan
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Tangisan itu ada sepuluh bagian. Sembilan bagian biasanya untuk selain Allah (tidak ikhlas) dan satu bagian saja yang biasa untuk Allah.
Jika ada satu tangisan saja dilakukan dalam sekali setahun (ikhlas) karena Allah, maka itu pun masih banyak.”
Dalam rangka menyembunyikan tangisnya, seorang ulama sampai pura-pura mengatakan bahwa dirinya sedang pilek karena takut terjerumus dalam riya’. Itulah yang dicontohkan oleh Ayub As Sikhtiyaniy. Ia pura-pura mengusap wajahnya, lalu ia katakan, “Aku mungkin sedang pilek berat.”
Tetapi sebenarnya ia tidak pilek, namun ia hanya ingin menyembunyikan tangisannya.
Sampai-sampai salaf pun ada yang pura-pura tersenyum ketika ingin mengeluarkan tangisannya. Tatkala Abu As Sa-ib ingin menangis ketika mendengar bacaan Al Qur’an atau hadits, ia pun pura-pura menyembunyikan tangisannya (di hadapan orang lain) dengan sambil tersenyum.
Mu’awiyah bin Qurroh mengatakan, “Tangisan dalam hati lebih baik daripada tangisan air mata.”
Ketujuh: Menyembunyikan do’a
‘Uqbah bin ‘Abdul Ghofir mengatakan, “Do’a yang dilakukan sembunyi-sembunyi lebih utama 70 kali dari do’a secara terang-terangan. Jika seseorang melakukan amalan kebaikan secara terang-terangan dan melakukannya secara sembunyi-sembunyi semisal itu pula, maka Allah pun akan mengatakan pada malaikat-Nya, "ini baru benar benar hambaku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.