Rabu, 31 Oktober 2018

Logo An Nidhomiyyah

Logo

Sudah menjadi lumrah sebuah lembaga baik kecil atau besar , selalu mempunyai identitas dalam bentuk simbol - simbol yang mempunyai makna terkandung di dalamnya .

Baik dalam bentuk bendera , bangunan-bangunan dan lambang ciri khas lainya .

MDT Ula An - Nidhomiyyah sebagai Yayasan Pendidikan Islam tentunya juga mempunyai lambang .

Lambang saat ini adalah sebuah segi lima berbentuk kubah masjid sekaligus menyerupai mahkota dengan dasar warna hijau ;
di dalamnya terdapat Tulisan warna hitam "MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH ULA" setengah lingkaran serta  di bagian bawah Tulisan alamat setengah lingkaran dengan dasar warna kuning ;
gambar unsur - unsur lambang yang terdiri dari Bintang sembilan, kubah masjid , Kitab kitab kuning, buku dan pena , serta tulisan putih ANNIDHOMIYYAH dalam Bahasa Arab dan tulisan MDT Ula.

*****

Filosofis MDT Ula An - Nidhomiyyah
Sebuah lambang tidak lahir begitu saja tanpa ada makna dan filosofi di dalamnya .
Pada lambang MDT Ula An - Nidhomiyyah pun semua gambar dan warna mempunyai filosofi tersendiri .

Lambang MDT Ula An - Nidhomiyyah ini terdiri dari dua bagian perincian dan penjelasan , yakni rincian makna gambar dan warna .

Berikut untuk penjelasan makna gambar.
* Segi lima yang menjadi bingkai Logo MDT Ula An - Nidhomiyyah berbentuk kubah masjid dan menyerupai mahkota menunjukan arti rukun Islam yang diharapkan menjadi motivasi untuk selalu taat beragama dan selalu menjadi mahkota hidup ;

* Tulisan "MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH ULA" dan Panggangayom wonorejo membentuk lingkaran diharapkan Roda pendidikan belajar dan mengajar selalu berputar sepanjang zaman dan menjadi
salah satu pendidikan terdepan dan konsisten memiliki semangat juang yang tinggi dalam memberikan pelayanan terhadap umat . Membentuk insan yang berkarakter , berprestasi , berinovasi dan mandiri .

* Bintang Sembilan : Bintang besar, melambangkan nabi Muhammad SAW.  Khulafaur Rosyidin (Abu bakar Shiddiq, Umar bin Khotob, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib) dan empat madzab (Imam Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi).
Jumlah bintang ada 9 melambangkan Walisongo.

* Kubah masjid  melambangkan spirit, landasan, sebagai pusat ibadah, pendidikan dan peradaban Islam

* KITAB KITAB SALAF buku dan pena diharapkan selalu menjadi motifasi semangat dalam belajar agama dan menjadi pedoman hidup sesuai dengan firman Allah dalam surat Al - Maâidah ayat 16

ﻳَﻬْﺪِﻱ ﺑِﻪِ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣَﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻊَ ﺭِﺿْﻮَﺍﻧَﻪُ ﺳُﺒُﻞَ ﺍﻟﺴَّﻼﻡِ ﻭَﻳُﺨْﺮِﺟُﻬُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻈُّﻠُﻤَﺎﺕِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨُّﻮﺭِ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِ ﻭَﻳَﻬْﺪِﻳﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻁٍ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴﻢٍ

“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan - Nya ke jalan keselamatan dan ( dengan kitab itu pula ) Allah mengeluarkan orang - orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin- Nya , dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus. ” (Q . S . Al - Maâidah [ 5 ] : 16 ).

*****

Berikut ini beberapa jenis warna yang digunakan dalam Logo MDT Ula An - Nidhomiyyah dan arti warna di dalamnya :

*  Hitam
a . kedalaman
b . kesungguh -sungguhan

*  Putih
a . kemurnian
b . kebersihan
c . kesucian
d . kewajiban
e . prasahajaan

*  Kuning
a . kejayaan
b . kebesaran
c . keemasan

*  Hijau
a . keagungan
b . kesejahteraan
c . kebijaksanaan
d . kecerdasan

MUHASABAH DIRI

MUHASABAH DIRI

Astaghfirullah hal adziim......

Allahumma ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau Pencipta langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya. Atas nikmat dan karunia-Mu ya Dzal Jalali wal-Ikram , atas izin dan takdir-Mu kami disini hadir sebagai hamba-hamba-Mu yang datang memenuhi panggilan-Mu, kami berkumpul dalam forum yang mulia ini, untuk merenung dan introspeksi dalam rangka mengevaluasi diri dari hari-hari yang telah kami lewati.
Semoga kami mampu menyempurnakan semua kekurangan dan kelemahan yang belum kami penuhi untuk menjadi hamba-hamba pilihan-Mu, hamba-hamba yang pandai bersyukur.

Ya Allah, persaksikan bahwa kami yang hadir disini mengharapkan taufik, inayah dan hidayah-Mu. Kami bersimpuh di hadapan-Mu untuk menjadi hamba-hamba-Mu yang senantiasa bersemangat menyempurnakan diri dengan kualitas ilmu, iman dan amal, sehingga Engkau menjadikan kami hamba yang istiqomah, sabar dan tawakkal di jalan-Mu.

Ya Allah, kami adalah hamba-hambaMu yang datang ke hadapanMu mengharapkan rahmat, kasih sayang, ampunan dan rindu kami kepada Syurga-Mu.

Hari ini, kami menghadap-Mu dengan penuh kesadaran, bahwa kami hadir dengan bergelimang dosa dan kesalahan yang mengotori akal, jiwa dan hati kami. Engkau karuniakan kami akal fikiran yang sehat, namun begitu berat kami untuk menjaga dan memeliharanya dengan baik dari penyimpangan2. Engkau karuniakan akal, tapi tak kami gunakan untuk memikirkan dan mengetahui tanda-tanda kebesaran-Mu.
Ya Rabbana , Engkau beri kami akal tapi jarang kami gunakan untuk memikirkan bagaimana berhukum dengan syariatmu, akal kami yang liar justru sering memakainya untuk memikirkan hal yang sia-sia.

Ya Allah, ketika Engkau karuniakan kami hati, agar kami mampu melihat dunia dengan kejernihan mata hati, diantara haq dan bathil, benar dan salah, baik dan buruk, hingga kami pandai mengambil keputusan bijak dalam bersikap, bertindak dan selamat. Sementara ini begitu sulit ya Rabbana untuk mempertahankan hati yang bersih, agar kami selalu ikhlas berbuat hanya mengharap ridho-Mu

Ya Rabbana, Engkau berikan kami mata nan indah yang dengannya kami dapat melihat keindahan-Mu, melihat keindahan semua ciptaan-Mu. Namun sekian lama kami menfungsikan mata ini untuk sesuatu yang Engkau haramkan, sesuatu yang tidak Engkau sukai, padahal kami tahu, bahwa mata kami akan bersaksi di hadapan-Mu untuk apa selama ini digunakan, sehingga mata kami dapat menodai kami di dunia dan di akhirat.

Ya Rabbana, Engkau beri kami telinga, tapi sering kami gunakan untuk mendengar kata yang sia-sia. Kami tidak gunakan untuk mendengarkan nasihat.

Allahumma ya Allah, saat kaki kami melangkah, menjejakkan tujuan kami, ingin kaki inipun selamat dari jilatan api panas-Mu di neraka, lantaran kaki ini masih melangkah ke tempat-tempat yang tidak Engkau ridhoi. Berikan kekuatan atas kami untuk senantiasa muroqobah di bawah pengawasan-Mu, yang tak luput dari hal-hal yang tidak menguntungkan kami.

Ya Rabbana, kami tahu hidup ini adalah semata-mata untuk beribadah kepada-Mu, agar kami mengakhiri kehidupan ini dengan balasan yang baik pula. Namun terkadang ujian yang kami rasakan begitu sulit untuk menyempurnakan ibadah, kami khawatir ibadah-ibadah yang kami lakukan tertolak dan sia-sia, lantaran pengabaian dan kelalaian kami. Padahal kami sangat berharap dan kami rindu Syurga-Mu, tapi mengapa kami tidak rindu dan tidak bersemangat melakukan ibadah secara baik dan benar.

Ya Rabbana, nikmat-Mu yang selayaknya kami syukuri adalah lisan sebagai alat berkomunikasi, sarana membaca al-Qur'an, sarana berzikir dan berdo'a, agar kami mampu mengikat tali dengan-Mu, yang dengannya kami bisa memperoleh ketenangan, kedamaian, ketegaran, serta isitiqomah dalam menjalani hidup dan kehidupan.

Allahumma ya Allah, Engkau limpahkan atas kami amanah dan tanggung jawab dengan apa yang kami perankan di antara hak dan kewajiban kami, namun sekian banyak kelalaian kami untuk mengemban tugas mulia tersebut, sehingga tertatih-tatih kami berupaya untuk menjadi sosok anak yang baik yang mampu berbakti melaksanakan birrul walidain kepada kedua orang tua kami yang telah mengandung, melahirkan, mendidik, dan membesarkan kami dengan penuh kasih sayang hingga kami dewasa. Rasanya belum cukup kami membalas jerih payah mereka, belum cukup kami membahagiakan mereka, belum cukup kami berbakti kepada mereka ya Rabb. Malahan kami masih sering menyakiti mereka, kami sering tidak mempedulikan mereka, kami sering berkata kasar kepada mereka, kami sering menyinggung perasaan mereka, kami sering mengabaikan mereka dan membiarkan mereka dalam kesulitan ya Allah.

Ya rabb kami ingat orang tua kami dulu ketika merawat kami saat kami masih kecil, mereka merawat kami dengan kasih sayang luar biasa dan berupaya dengan segala cara, agar kami bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas. Ketika tengah malam kami kami terbangun dan menangis, maka segera orang tua kami ikut bangun untuk mengganti popok dan memberi susu kepada kami..

Astaghfirullahal ‘adziim. Allaahummaghfirlanaa waliwaalidiina Warhamhum kamaa rabbayaanaa shighaara.

Ampuni kami Ya Allah, ampuni kedua orang tua kami ya Allah, sayangi mereka ya Allah sebagaimana mereka menyayangi kami ketika kami masih kecil.

Yaa Rabbana, Kami sadar benar, bahwa hidup ini sementara, dunia ini merupakan terminal dan persinggahan untuk kemudian melangkah kembali menuju kehidupan lain, yakni kamatian, kematian yang akan menjemput kami yang pasti datang dan tepat pada waktunya, selanjutnya kami pasti akan menghadapi saat-saat dimana tidak ada perlindungan selain perlindungan-Mu, saat kami dikumpulkan di padang mahsyar untuk menantikan pengadilan-Mu yang Maha Adil.

Ya Rabbana karuniakan kami ketabahan dalam menapaki langkah-langkah hidup ini, agar kami dapat menghadap-Mu dengan hati yang bersih dan amal yang Engkau ridlai, amal yang bebas dari rasa riya’, sum’ah, dan takabur, sehingga kami selamat dari sentuhan api panas-Mu di neraka. Dan dengan kehendak dan ridho-Mu, Engkau hantar kami ke Syurga-Mu bersama para nabi, para syuhada, dan orang-orang shalih yang mengikuti jejak langkahnya.

Ya Allah, hanya kepada-Mu, kami berserah diri dan memohon pertolongan. Pada saat ini kami menunduk dengan kepasrahan dan kerendahan hati, berharap untuk menjadikan kami hamba-hamba yang beriman dan berkomitmen dengan perubahan ke arah yang lebih baik. Kami berharap Engkau mudahkan kami untuk selalu menempa diri menjadi hamba muslim kaffah. Engkau mudahkan lisan kami untuk selalu melantunkan tahmid, takbir dan tasbih untuk-Mu, Engkau mudahkan hati kami untuk senantiasa bersih dari kotoran penyakit hati, Engkau mudahkan jasad kami untuk selalu melakukan perintah dan titah-Mu dalam ketaatan dan ketakwaan, Engkau mudahkan kaki kami dalam melangkah ke tempat-tempat yang Engaku ridhoi, Engkau mudahkan tangan kami dalam mencari rezeki.

Allahumma ya Allah, Engkau Maha Tahu, akan keadaan saudara-saudara kami yang kini menghadapi kesedihan, dirundung duka, tak habis-habisnya penderitaan yang mereka alami, mereka teraniaya diantara himpitan dan cengkraman musuh-musuh-Mu. Untuk itu tolonglah mereka, saudara-saudsara kami yg teraniaya ya Allah. luluh lantahkan musuh-musuhMu, hancurkan bangsa2 kafir yg selalu memerangi kaum muslim di seluruh penjuru dunia. Engkau adalah Pencipta mereka, yang Maha Kuasa atas mereka, jika masih saja saudara-saudara kami dalam kesulitan itu, Kami yakin benar bahwa Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, Engkau tidak akan menyia-nyiakan mereka yang beriman dan mengabdikan diri hanya kepada-Mu.

Duhai Allah
Berilah pada mereka yang kesempitan, hati dan dunia yang lapang
Berilah pada mereka yang sakit, kesembuhan dan sehat yang tidak melenakan
Berilah pada mereka yang miskin, kekayaan yang tidak melalaikan
Berilah pada mereka yang tertindas, kemerdekaan yang tidak memperdayakan

Duhai Allah
Berilah hidayah pada para pemimpin kami, agar mereka mengurus dan melayani kami dengan syariatMu yang penuh berkah, dan jadilahkan kami bersatu dalam menerapkan syariatMu ya Allah
Kami rindu dengan Rasulullah, dengan Khulafaur Rasyidin, dengan keadilan, kemakmuran dan keberkahan
Berilah kami nikmat sebagaimana Engkau telah beri nikmat kepada mereka
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan penolong.
Rabbana taqabbal minnaa, innaka antas samii’ud du’aa’.
Aamiin ya Rabbal Alaamiin

Senin, 29 Oktober 2018

Doa panjang umur

Keutamaan Surat At Taubah ayat 128-129.

ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ ﻓَﻘُﻞْ ﺣَﺴْﺒِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ۖ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ۖ ﻭَﻫُﻮَ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ

FAIN TAWALLAU FAQUL HASBIYALLAAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWA ALAIHI TAWAKKALTU WAHUWA RABBUL ARSyIL 'AZhIIM.

Artinya: "Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ´Arsy yang agung". (QS. At Taubah : 129)

Syekh Ahmad Zarruq Al Fasiy Al Maghribiy (wafat 899 Hijriyah) Radhiyallahu Anhu dalam kitabnya Syarh Hizb Al Bahr mengatakan:

"Siapa saja yang membacanya di waktu pagi (ba'da Shubuh), akan diberikan kecukupan perkara dunia dan akhirat sampai sore (ashar). Siapa yang membacanya di sore hari, maka akan dicukupkan urusan dunia dan akhiratnya sampai shubuh.

Keutamaan ini banyak disebutkan hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Salah satunya hadis riwayat Imam Abu Daud:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺪﺭﺩﺍﺀ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠّﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ : ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺇﺫﺍ ﺃﺻﺒﺢ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻣﺴﻰ : ﺣﺴﺒﻲ ﺍﻟﻠّﻪ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﻫﻮ ، ﻋﻠﻴﻪ ﺗﻮﻛﻠﺖ ﻭﻫﻮ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺳﺒﻊ ﻣﺮﺍﺕٍ ، ﻛﻔﺎﻩ ﺍﻟﻠّﻪ ﻣﺎ ﺃﻫﻤَّﻪ ﺻﺎﺩﻗﺎً ﻛﺎﻥ ﺑﻬﺎ ﺃﻭ ﻛﺎﺫﺑﺎً

Artinya: Dari Abu Ad Darda’ radhiyallahu bahwa siapa siapa saja yang mengucapkan dzikir tersebut di shubuh dan sore hari sebanyak tujuh kali, maka Allah akan member kecukupan bagi urusan dunia dan akhiratnya yang ia hajati baik dia percaya atau tidak. (Sunan Abi Daud hadis No.5081)

Dicatatkan oleh Syekh Abu Ishaq Al Hamudiy Rahimahullah dalam kitabnya Raudhul Azhar Fi Fadhail Al Qur'an Wa Manafi' Al Adzkar:
"Ada sekelompok pasukan yang diutus ke Romawi untuk berperang, di tengah jalan salah satu dari mereka mengalami kecelakaan di mana kakinya patah, kemudian kawan-kawannya membawanya istirahat di bawah pohon besar untuk mengobatinya, lantaran pasukan tersebut diperintahkan agar sampai di Romawi tepat waktu, akhirnya kawan-kawannya sepakat meninggalkan si korban lalu mengikatkan kudanya di bawah pohon serta memberikan persedian bekal makanan dan minuman secukupnya mengingat akan ada pasukan gelombang kedua yang akan datang menyusuri jalan dan menemukan si korban.
Ketika ditinggal oleh rombongan, di malam harinya ia bermimpi ada yang mendatangi dirinya dan berkata: Coba kau letakan tangan kananmu di bagian yang terluka kemudian baca 7 kali:

ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ ﻓَﻘُﻞْ ﺣَﺴْﺒِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ۖ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ۖ ﻭَﻫُﻮَ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ

FAIN TAWALLAU FAQUL HASBIYALLAAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWA ALAIHI TAWAKKALTU WAHUWA RABBUL ARSyIL 'AZhIIM. (QS. At Taubah : 129)

Setelah bangun dari mimpi tersebut ia membacanya 7 kali, dengan izin Allah Ta’ala kaki yang patah menjadi sehat sedia kala. Dan ia langsung bergegas menaiki kudanya dengan kencang sehingga ia dapat menyusul rombongan kawan-kawannya.

*****

Dalam kitab Mujarrabat Imam Muhammad As Sanusiy radhiyallahu anhu mengutip sebuah riwayat:
ﻣﻦ ﻗﺮﺃ :
ﻟَﻘَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﺳُﻮﻝٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﻋَﺰِﻳﺰٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣَﺎ ﻋَﻨِﺘُّﻢْ ﺣَﺮِﻳﺺٌ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺭَﺀُﻭﻑٌ ﺭَﺣِﻴﻢٌ ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ ﻓَﻘُﻞْ ﺣَﺴْﺒِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻ ﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻭَﻫُﻮَ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ
ﻟﻢ ﻳﻤﺖ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﻞ ﺍﻭ ﻳﻀﺮﺏ ﺑﺤﺪﻳﺪ

Artinya: Siapa saja yang membaca:

ﻟَﻘَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﺳُﻮﻝٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﻋَﺰِﻳﺰٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣَﺎ ﻋَﻨِﺘُّﻢْ ﺣَﺮِﻳﺺٌ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺭَﺀُﻭﻑٌ ﺭَﺣِﻴﻢٌ ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ ﻓَﻘُﻞْ ﺣَﺴْﺒِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻ ﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻭَﻫُﻮَ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ

LAQOD JAA-AKUM ROSUULU(N/M) MIN ANFUSIKUM ‘AZIIZUN ‘ALAIHI MAA ‘ANITTUM HARIIShUN ‘ALAIKUM BIL MU-MINIINA RO-UUFU(N/R) ROHIIM(UN), FAIN TAWALLAUU FAQUL HASBIYALLAHU LAA ILAAHA ILLA HUWA ‘ALAIHI TAWAKKALTU WA HUWA ROBBUL ‘ARSyIL ‘AZhIIM(I).

Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung". (QS. At Taubah : 128-129)

Dengan izin Allah Ta'ala, orang yang membacanya tidak akan mati di hari itu.

Dalam riwayat lain disebutkan di hari ia membacanya ia tidak akan mati dalam keadaan terbunuh atau terkena benda yang terbuat dari besi.

Disebutkan juga oleh Imam Abul Hasan Ali Al Qurthubiy rahimahullah dalam kitab Kanzul Asrar, Ada orang shalih berumur 70 tahun telah lama mengalami sakit parah dan sudah berobat kemana saja belum kunjung sembuh sehingga ia menyangka kematian sebentar lagi mendatanginya, namun ketika beliau mendengar fadhilah surat At Taubah 128-129 secara istiqamah ia amalkan ayat:

ﻟَﻘَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﺳُﻮﻝٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﻋَﺰِﻳﺰٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣَﺎ ﻋَﻨِﺘُّﻢْ ﺣَﺮِﻳﺺٌ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺭَﺀُﻭﻑٌ ﺭَﺣِﻴﻢٌ ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ ﻓَﻘُﻞْ ﺣَﺴْﺒِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻ ﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻭَﻫُﻮَ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ

LAQOD JAA-AKUM ROSUULU(N/M) MIN ANFUSIKUM ‘AZIIZUN ‘ALAIHI MAA ‘ANITTUM HARIIShUN ‘ALAIKUM BIL MU-MINIINA RO-UUFU(N/R) ROHIIM(UN), FAIN TAWALLAUU FAQUL HASBIYALLAHU LAA ILAAHA ILLA HUWA ‘ALAIHI TAWAKKALTU WA HUWA ROBBUL ‘ARSyIL ‘AZhIIM(I).

Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung". (QS. At Taubah : 128-129)

Barokah ayat tersebut meniscayakan beliau panjang umur. Ketika beliau berusia 130 tahun, Allah menghendaki beliau wafat, sehingga di malam harinya beliau bermimpi di datangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan memanggilnya: Wahai fulan sampai kapan kau bertahan dengan kondisi demikian, berapa lama lagi waktu untuk kita berjumpa?", ketika bangun tidur, orang shalih itu tidak mau lagi membaca ayat 128-129 surat At Taubah sehingga di pagi harinya beliau meninggal.

*****

Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al 'Aydrus berkata : Alfaqir pernah bermimpi, di dalam mimpi alfaqir, alfaqir melihat rumah seseorang sedang dirampok/dimaling, lalu alfaqir menolong orang yang sedang dirampok tersebut, dan alfaqir berkelahi dengan rampok tersebut, alfaqir disaat itu tertusuk, singkat cerita maling/rampok tersebut tertangkap dan lalu terus diadili dipengadilan, tetapi dalam keadaan sekarat (akibat ditusuk) alfaqir bukan dibawa kerumah sakit tetapi malah dibawa ke pengadilan untuk menjadi saksi, dalam keadaan sekarat/mau mati dipengadilan untuk menjadi saksi, alfaqir melihat dibelakang alfaqir ada seorang kakek yang berkata kepada alfaqir untuk membaca surat At taubah ayat 128-129 maka engkau tidak akan mati hari ini.

*****

Dikisahkan ada seorang wanita yang sudah bosan hidup dikarenakan umurnya sudah cukup tua lebih dari 120 tahun, lalu dia mengkonsultasikannya kepada orang-orang alim maupun yang mempunyai ilmu hikmah, disebutkan amalan-amalannya kepada setiap orang yang ditanyanya agar Allah segera mencabut nyawanya, lalu ada seorang yang mengetahui dari amalan nenek tersebut yaitu selalu membaca surat At taubah ayat 128-129, lalu orang yang mengetahui tersebut mengatakan kepada nenek itu agar meninggalkan untuk membaca ayat tersebut, agar Allah mencabut ruhnya,
singkat cerita akhirnya sama nenek tersebut tidak diamalkan lagi surat tersebut, tidak beberapa lama akhirnya meninggallah nenek tersebut dengan khusnul khotimah.

*****

Jadi dengan sering membaca setiap hari ayat tersebut maka Allah akan memperpanjang umur kita, dengan lantaran Allah ingin mencabut ruh kita maka Allah akan melupakan kepada seseorang dari membaca ayat tersebut bagi mereka yang sering mendawamkannya dengan istiqomah setiap harinya, dengan begitu kita bisa mempersiapkan diri untuk memenuhi panggilan-Nya bila kita sudah istiqomah membacanya tetapi suka lupa (lupa bacaannya) dengan membaca ayat itu kemungkinan umur kita sudah tidak akan lama lagi.

Dan masih banyak lagi cerita dari karomah/manfaat dari dasyatnya ayat tersebut.

Alfaqir (Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus) ijazahkan amalan tersebut diatas bagi siapa saja yang mau mengamalkannya, Amalan tersebut dibaca setiap Habis Sholat Subuh sebanyak 7x dan setiap habis Sholat Maghrib sebanyak 7x, atau dibaca sebanyak 7x setiap habis sholat lima waktu, bila dibaca sehabis sholat lima waktu sebanyak 7x, selain dipanjangkan umur maka insya Allah, Allah jadikan yang lemah menjadi kuat, yang punya hutang dimudahkan sama Allah dalam membayarnya, yang hina bisa menjadi mulia, yang rezekinya seret dibanyakkan rezekinya, mudah dikabulkan hajatnya, dan diberikan keselamatan.

Keutamaan besar yang datang dari panduan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ajarkan kaum muslimin untuk mendawaminya setiap pagi dan sore hari agar dengan mengamalkannya keberkahan Al Qur'an selalu Allah Taala limpahkan kepada kita.

Minggu, 28 Oktober 2018

Doa melunasi hutang

Terlilit Hutang

Suatu hari Rasulullah datang ke masjid. Ternyata ia Abu Umamah sedang duduk termenung  di sudut masjid. Beliau pun mendekatinya

“Mengapa engkau duduk termenung?” Tanya Rasullulah.

“Saya sedang dilanda kesedihan, terlilit hutang ya Rasulullah.” Jawab Abu Umamah.

Rasulullah pun memberikan solusi yang sangat luar biasa, solusi yang tidak ada yang mampu memberikannya kecuali Rasulullah. Beliaupun mengatakan kepada Abu Umamah :

“Maukah engkau aku ajarkan ucapan, jika engkau membacanya di pagi dan petang hari dengan hati yang khusyu’. Dengan izin Allah kesedihanmu akan hilang, serta hutang hutang-hutangmu akan terlunaskan?”

“Terntu ya Rasullah.” Jawab sahabat tersebut dengan senang hati. Siapa yang tidak mau dengan hal yang seperti itu. Disaat Hutang sudah banyak. Janji bayar sudah dekat, dan Uangnya pun tidak cukup.

Rasulullah pun mengajakaran doa :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

"Allahumma inni a'udzubika minal hammi wal hazani wa a'udzubika minal 'ajzi wal kasali wa a'udzubika minal jubni wal bukhli wa a'udzubika min ghalabatiddaini wa qahrirrijal"

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kegelisahan dan kesedihan. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan orang lain."

Semoga kita dapat mengamalkan bacaan ini di pagi dan sore hari

Kamis, 25 Oktober 2018

Damailah indonesiaku

* Bendera hitam adalah bendera perang, bukan bendera "ummat".

Sejak kejadian pembakaran bendera tauhid di Garut beberapa hari lalu, saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam tentang bendera hitam dalam kitab-kitab Hadits dan Syamail. Prof.Nadirsyah Hosen sebenarnya sudah punya tulisan mengenai masalah ini, tapi kurang mantap rasanya jika tidak ber-ijtihad sendiri dan cuma mengandalkan tulisan orang. Lagi pula kesimpulan Prof Nadir bahwa semua hadits yang berkaitan dengan panji hitam adalah hadits-hadits lemah saya rasa kurang tepat.

Saya juga menelusuri apakah pembakaran bendera tauhid di dunia ini baru dilakukan di Indonesia oleh Banser beberapa hari yang lalu? Bagaimana dengan Yaman Utara tempat dimana bendera-bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid itu juga banyak tersebar sebagai atribut Al-Qaeda ?

Berikut point-point yang bisa saya simpulkan :

1. Warna Bendera Rasulullah Saw

Semasa hidupnya, Rasulullah Saw memiliki banyak bendera, yang terdiri dari beberapa bendera besar (Ar-Rayah) dan bendera kecil (Al-Liwa'). Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani dalam kitab Syamail-nya menyebutkan

كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء و لواءه ابيض

" bendera besar (Rayah) Rasulullah Saw berwarna hitam, sedangkan bendera kecilnya (liwa') berwarna putih "

Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Tarikhul Hawadits berkata :

و كانت له راية سوداء يقال لها العقاب و أخرى صفراء كما في سنن أبي داود و أخرى بيضاء يقال لها الزينة

" Rasulullah Saw memiliki bendera hitam yang dinamakan "Al-Uqob", beliau juga memiliki bendera berwarna kuning seperti keterangan dalam Sunan Abu Dawud, satu lagi bendera beliau yaitu panji berwarna putih yang dinamakan "Az-Zinah" . "

Dari sini bisa kita ketahui bahwa Rasulullah Saw memiliki beberapa bendera dengan warna yang berbeda-beda, bukan melulu hitam saja. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar bendera-bendera itu digunakan dalam waktu yang berlainan.

(entah kenapa gerombolan radikal seperti ISIS, Al-Qaeda dll lebih memilih warna hitam dari pada warna Royah Rasulullah lainnya ? kuning misalnya- ? Mungkin karena warna hitam terlihat lebih galak, seram dan sangar.. )

Hadits-Hadits tentang warna Royah dan Liwa' memiliki derajat yang tak sama, ada pula satu hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang berlainan. Hadits Riwayat Al-Hakim yang disebut An-Nabhani diatas memang lemah, bahkan ada yang menyebutnya sebagai hadits Munkar, hanya saja itu tidak menafikan adanya hadits-hadits lain yang berderajat hasan seperti riwayat Imam Tirmidzi :

كانت راية رسول الله سوداء مربعة من نمرة  قال
سألت محمدا يعني البخاري فقال حديث حسن

2. Tulisan dalam bendera Rasulullah Saw

Hanya ada satu hadits yang menyatakan panji hitam Rasulullah Saw bertuliskan kalimat tauhid, yaitu hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan Al-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, Abu Assyaikh dalam kitab Al-Akhlaq (153), dan Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaid (5/321). yang berbunyi :

كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء مكتوب عليها لا إله إلا الله محمد رسول الله 

" Royah Rasulullah Saw berwarna hitam bertuliskan La Ilaha Ilallah Muhammadun Rasulullah "

Hadits yang diriwayatkan Abu Assyaikh dinyatakan lemah sanadnya oleh Ibnu Hajar, sedangkan Al-Haitsami mengomentari hadits yang diriwayatkannya : " semua perawi-nya shahih kecuali Hayyan Bin Abdillah "

Jadi dapat disimpulkan tidak semua panji Rasulullah Saw bertuliskan kalimat tauhid, hanya satu bendera berwarna hitam saja, itupun ulama sekelas Ibnu Hajar masih meragukan adanya kalimat tauhid dalam bendera Rasulullah Saw tersebut.

3. Fungsi Bendera (Ar-Rayah dan Al-Liwa') di zaman Rasulullah Saw.

Anggap saja warna dan bentuk bendera Rasulullah Saw memang seperti itu, kita juga harus mengetahui fungsi dan kegunaan bendera Royah dan Liwa' di masa Rasulullah Saw. Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari-nya :

الراية و اللواء : العلم الذي يحمل في الحرب يعرف به موضع صاحب الجيش و قد يحمله أمير الجيش و قد يدفع لمقدم العسكر و كان الاصل ان يمسكها رئيش الجيش ثم صارت تحمل على رأسه

"Royah dan Liwa' adalah bendera yang digunakan dalam peperangan dan menjadi tanda dimana posisi pemimpin perang. Bendera ini hanya dibawa oleh komandan perang dan terkadang juga diserahkan pada pasukan yang berada di barisan paling depan.. "

Syaikh Abdullah Said Al-Lahji dalam Muntaha As-Suul berkata :

فالراية هي التي يتولاها صاحب الحرب و يقاتل عليه و إليها تميل المقاتلة

" Royah adalah bendera yang dikuasai pemimpin perang dan ia bertugas untuk mempertahankannya. Peperangan berpusat ke mana arah bendera tersebut. "

Jadi fungsi asli dari Royah dan Liwa' adalah sebagai bendera perang, oleh karena itu bendera Royah juga dijuluki sebagai "Ummul Harb" atau induk perang.  jangan heran jika Imam Bukhori memasukkan pembahasan Liwa' dan Royah ini dalam kitabul Jihad. Ibnu Qoyyim Al-Jauzi dalam Zad Al-Ma'ad, Syaikh Yusuf An-Nabhani dalam Wasail Al-Wushul, dan Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Tarikh Al-Hawadits, mereka semua sepakat meletakkan pembahasan bendera ini dalam Babu Silahi Rasulillah Saw : Bab Senjata perang yang dimiliki Rasulullah Saw.

Kesimpulannya : Bendera Royah dan Liwa' adalah atirbut perang. jadi sangat gak nyambung dan gak relevan jika di zaman now ini bendera-bendera itu malah dikibarkan dalam keadaan tenang, aman dan damai. Bendera-bendera itu tidak layak dibawa dalam majlis-majlis, demo-demo atau acara-acara keagamaan, Apalagi dikibarkan dalam acara hari santri nasional ? Jelas-jelas itu adalah sebuah kedhaliman, wadh'u Assyai fi ghoir mahallihi, menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

pada zaman Rasul Saw Bendera-bendera ini merupakan atribut khusus yang hanya boleh dipegang oleh pemimpin perang, bahkan para pasukan pun dilarang asal membawa bendera jenis ini.

( tapi Sekarang bendera hitam ini malah seenaknya saja dibawa oleh bocah- bocah dan ibu-ibu dalam demo-demo , majlis-majlis dan acara-acara lainnya )

oleh karena itu Ibnu Hajar menyatakan bahwa bendera Royah dan Liwa' hanya dianjurkan untuk dikibarkan dalam waktu perang, itupun yang boleh membawanya cuma komandan perang atau prajurit yang dipercayainya. Dawuh beliau dalam Fathul Bari :

و في الأحاديث استحباب اتخاذ الأولية في الحروب و أن اللواء يكون مع الأمير او من يقيمه لذلك عند الحرب

Ini jelas menolak anggapan mereka yang berfikir bahwa dulu pada zaman Rasulullah Saw, bendera-bendera hitam ini adalah panji-panji Islam yang dengan indahnya berkibar di jalanan kota makkah-madinah, di depan Masjidil Haram atau Masjid Nabawi,  dan dibawa para Sabahat dalam setiap perkumpulan atau acara keagamaan.

Sekali lagi bendera ini adalah bendera perang, bukan bendera "ummat". Jangan kaget jika panji-panji hitam ini sekarang menjadi simbol resmi golongan yang bawaannya pengen perang dan berantem mulu seperti ISIS, Al-Qaeda, Jabhat Nushra dan jama'ah-jama'ah radikal lainnya.

Pada Intinya Bendera-bendera ini sama sekali tidak disunnahkan dikibarkan pada selain waktu perang. Bahkan untuk sekarang ini, tatkala panji-panji hitam ini (Royah Suud) menjadi simbol yang indentik dengan golongan radikal dan bisa memicu fitnah, kekhawatiran dan kekacauan. Hukum membawa bendera ini bisa mencapai taraf "haram" : Saddan Lid Dzariah..

4. Masalah pembakaran bendera

Terlepas dari hukum membakar bendera hitam yang sudah banyak dikaji dimana-mana, sejatinya dari awal saya sangat menyayangkan insiden pembakaran bendera hitam di Garut itu. Karena selain bisa menimbulkan fitnah dan polemik berkepanjangan seperti saat ini, ada cara lain yang tentunya lebih halus dan kalem daripada membakar.  menyitanya saja saya rasa sudah sangat cukup. Kita semua pasti tau, dari dulu kalimat "bakar !" - selain bakar ayam, ikan atau jagung- selalu identik dengan ke-bringasan dan kebrutalan, sedangkan NU dari dulu dikenal sebagai penyebar Islam teduh dan damai. jika memang hal ini bisa memicu api fitnah dan nantinya kita harus membuat pembelaan disana-sini, kenapa tidak dihindari dari awal ? Al-Daf'u awla min Ar-Raf'i, menangkal lebih baik daripada mengobati, Bukankah begitu dalam Qoidah fiqihnya ?

Jelas tidak benar jika Banser dituduh sebagai ormas anti kalimat Tauhid gara-gara kejadian ini, sebagaimana sangat naif jika kita serampangan menuduh setiap orang yang tidak setuju dengan pembakaran ini sebagai simpatisan HTI atau orang-orang yang terpengaruh dengan ideologi mereka..

Menutup "pintu" fitnah itu penting, sama seperti ketika Rasulullah Saw menahan diri untuk memerangi kaum munafikin agar tidak menimbulkan fitnah dan asumsi-asumsi sesat ditengah masyarakat. toh padahal mereka sudah berkali-kali merencanakan makar-makar jahat terhadap Rasulullah Saw.

" aku tidak ingin orang-orang berkata bahwa Muhammad memerangi sahabat-nya sendiri " begitu sabda Rasulullah Saw waktu itu..

Bukan hal yang mengherankan jika pembakaran bendera tauhid itu meledakkan kegaduhan dan kehebohan di tengah masyarakat, karena memang insiden ini -mungkin- adalah yang pertama dan baru kali ini terjadi di bumi Indonesia.

Kemarin saya mendiskusikan masalah ini dengan seorang sahabat asal Hudaidah, salah satu kota di Yaman Utara yang sampai sekarang dilanda konflik tiada henti. di daerah-daerah konflik disana bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid juga banyak tersebar, hanya saja disana panji hitam bukan menjadi bendera HTI, melainkan bendera Al-Qaeda.

" Al-Qaeda di Syimal-Yaman Utara- bukankah juga mempunyai bendera ? "

" Iya punya.. Bendera Hitam bertuliskan La ilaha Illallah "

Saya lalu menceritakan kepadanya kehebohan di Indonesia akibat pembakaran bendera tauhid tempo hari lalu, tanggapanya benar-benar diluar dugaan..

" Aadii.. (Biasa saja)" ucapnya santai. " di Aden atau di Hudaidah pembakaran bendera-bendera hitam seperti itu sudah biasa terjadi. mereka menyita dan mengumpulkan bendera-bendera itu dalam suatu tempat, menyiramnya dengan bensin lalu membakarnya.. "

" siapa yang melakukannya..? "

" pemerintah.. Masyarakat juga turut andil, bahkan di daerahku sebagian masyaikh juga melakukan itu.. "

" mereka yang membakar juga ahlussunnah.. ? "

" iya.. "

" Maa had takallam ? ( tidak ada yang berkomentar atas pembakaran itu..) ?"

" gak ada.. Biasa aja, bendera-bendera itu adalah penyebab fitnah, jadi sudah seharusnya dilenyapkan, kami mengqiyaskannya dengan Masjid Dhiror " begitu pendapatnya..

Saya juga menceritakan masalah ini kepada murid-murid saya yang berasal dari Yaman Utara. salah satu dari mereka bernama Ahmad, berasal dari kota Mahwith. iya tampak terkejut ketika mendengar cerita saya, tapi bukan karena Insiden pembakaran bendera (karena menurutnya, pembakaran bendera hitam di daerahnya sudah lumrah dan biasa). Ia malah terkejut karena satu hal : Kok bisa bendera seperti itu ada di Indonesia ?

Setelah kami bertukar cerita panjang lebar, dengan raut wajah sedih ia berkata :

" Allah Yarhamkum ya ustadz.. Semoga Allah mengasihani kalian para penduduk Indonesia ustadz..
Wallah..Jika bendera-bendera hitam itu mulai tersebar di negara kalian, itu pertanda awal dari semua kekacauan.."

Saya mengamini doa tulusnya itu.. Ia benar.. Ditengah badai fitnah, kegaduhan, dan perpecahan yang berkecamuk diantara kita saat ini.. betapa butuhnya kita akan pertolongan, kasih sayang dan belas kasih Allah untuk kita..

Irhamna Ya Rabb Ya Rahiim Ya Rahmaan..

** hanya tulisan pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan ormas, keluarga besar, atau lembaga dimana saya bernaung..

* Ismael Amin Kholil, 24 Oktober, 2018.

Selasa, 23 Oktober 2018

Arti Kata SANTRI

Kata Santri jika ditulis dalam bahasa arab terdiri dari lima huruf, yaitu ( ﺳﻨﺘﺮﻱ ).

Yang mana setiap hurufnya memiliki kepanjangan serta pengertian yang luas.

1. Sin ( ﺱ) adalah kepanjangan dari ﺳَﺎﻓِﻖُ ﺍﻟﺨَﻴْﺮِ yang memiliki arti Pelopor kebaikan
Oleh sebab itu, setiap santri mesti memiliki jiwa pemimpin dalam melaksanakan kebaikan. Ia mesti menjadi pelopor dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
2. Nun ( ﻥ ) adalah kepanjangan dari ﻧَﺎﺳِﺐُ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ yang memiliki arti Penerus Ulama.
Ulama atau di Indonesia lebih dikenal dengan Kiyai/Ajengan tidak bisa muncul begitu saja kecuali ia telah melalui tahapan-tahapan rumit, sebelum kemudian Allah SWT meninggikan derajat keilmuannya ditengah-tengah masyarakat. Tentunya ia harus menjalani masa-masa menuntut ilmu serta penggemblengan dalam pembiasaan beribadah. Oleh sebab itu wajar jika santri dikatakan sebagai penerus ulama.
3. Ta ( ﺕ ) adalah kepanjangan dari ﺗَﺎﺭِﻙُ ﺍﻟْﻤَﻌَﺎﺻِﻰ yang memiliki arti Orang yang meninggalkan kemaksiatan. Maksiat adalah sesuatu yang dilarang oleh agama. Sedangkan santri adalah orang-orang yang mendalami dan mempelajari agama secara menyeluruh. Oleh sebab itu, keduanya sangat bertolak belakang dari segi makna. Maka wajar jika santri dikatan sebagai orang yang meninggalkan maksiat.
4. Ra( ﺭ) adalah kepanjangan dari ﺭِﺿَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ yang memiliki arti Ridho Allah.
Santri adalah orang yang sepatutnya mendapat ridlo Allah SWT (amin). Sebab ia berada dalam jalan pencarian ilmu agama. Yang mana dalam beberapa keterangan, orang yang menuntut ilmu berada dalam ridlo Allah SWT.
5. Ya ( ﻱ ) adalah kepanjangan dari ﺍَﻟْﻴَﻘِﻴْﻦُ yang memiliki arti Keyakinan.
Keyakinan adalah sebuah keharusan bagi santri. Sebab ia berada dalam koridor ilmu yang tidak diragukan lagi keuntungannya. Ia tidak boleh menyerah dalam proses tholabul ilmi. Karena apa yang ia usahakan akan berbuah manis bila disertai keyakinan.

Selain lima filosofi kata santri diatas, beberapa sumber menyebutkan bahwa kata santri hanya berasa dari empat huruf, yang antara lain terdiri dari sin, nun, ta, ra. Dan dari segi pemaknaan pun memiliki beberapa perbedaan sebagaimana berikut:
► Sin : Satrul al aurah (menutup aurat)
► Nun : Naibul ulama’ (wakil dari ulama’)
►Ta’ : Tarku al ma’shi (meninggalkan kemaksiatan)
► Ra’ : Raisul ummah (pemimpin ummat)

Bahkan, yang lainnya malah menyebutkan bahwa kata santri sebagai sebuah singkatan dari bahasa indonesia. Yang kepanjangannya tidak jauh beda dengan apa yang telah saya tuturkan diatas. Yakni:
S : satir al-'uyub wa al-aurat
Artinya menutup aib dan aurat. Yakni aib sendiri maupun orang lai
A : aminun fil amanah
Artinya bisa di percaya dalam megemban amanat.
N : nafi' al-'ilmi.
Artinya bermanfa'at ilmunya. Dan inilah yang sangat diidamkan oleh semua santri. Ketika ia telah melalui masa-masa menimba ilmu, pasti harapan akhirnya adalah mampu mengamalkan ilmu tersebut.
T : tarik al-maksiat.
Artinya meninggalkan maksiat.
R : ridho bi masyiatillah.
Artinya Ridho dengan apa yang diberikan Allah
I : ikhlasun fi jami' al-af'al.
Artinya ikhlas dalam setiap perbuatan.

Kata santri dilihat dari segi bahasa memang kaya akan nilai filosofi. Selalu saja ada hal yang bisa dikaitkan dengan kata santri itu sendiri. Sebagaimana berikut ini. Kata santri "katanya" merupakan singkatan dari bahasa inggris. Yakni berasal dari kata Sun yang artinya matahari. Dan Three yang artinya tiga. Jadi bila disimpulkan, kata santri maknanya adalah tiga matahari.
Tiga matahari disini adalah Iman, Islam, dan Ihsan.

Huruf Alquran

Jumlah Huruf Al-Quran Menurut Imam Syafi’i dan Ibnu Katsir
Ketika mencari informasi tentang jumlah huruf dalam Al-Quran, saya mendapatkan informasi yang berbeda dari Ibnu Katsir dan Imam Syafi’i.
Menurut Imam Syafi’i
Imam Syafi’i dalam kitab Majmu al-Ulum wa Mathli’u an Nujum dan dikutip oleh Imam ibn ‘Arabi dalam mukaddimah al-Futuhuat al-Ilahiyah menyatakan jumlah huruf-huruf dlm Al Qur’an diurut sesuai dengan banyaknya:
1. ﺍ Alif : 48740 huruf,
2. ﻝ Lam : 33922 huruf,
3. ﻡ Mim : 28922 huruf,
4. ﺡ Ha ’ : 26925 huruf,
5. ﻱ Ya’ : 25717 huruf,
6. ﻭ Wawu : 25506 huruf,
7. ﻥ Nun : 17000 huruf,
8. ﻻ Lam alif : 14707 huruf,
9. ﺏ Ba ’ : 11420 huruf,
10. ﺙ Tsa’ : 10480 huruf,
11. ﻑ Fa’ : 9813 huruf,
12. ﻉ ‘Ain : 9470 huruf,
13. ﻕ Qaf : 8099 huruf,
14. ﻙ Kaf : 8022 huruf,
15. ﺩ Dal : 5998 huruf,
16. ﺱ Sin : 5799 huruf,
17. ﺫ Dzal : 4934 huruf,
18. ﻩ Ha : 4138 huruf,
19. ﺝ Jim : 3322 huruf,
20. ﺹ Shad : 2780 huruf,
21. ﺭ Ra ’ : 2206 huruf,
22. ﺵ Syin : 2115 huruf,
23. ﺽ Dhadl : 1822 huruf,
24. ﺯ Zai : 1680 huruf,
25. ﺥ Kha ’ : 1503 huruf,
26. ﺕ Ta’ : 1404 huruf
27. ﻍ Ghain : 1229 huruf,
28. ﻁ Tha’ : 1204 huruf dan terakhir
29. ﻅ Dza’ : 842 huruf.
Jumlah total semua huruf dalam al-Qur’an sebanyak 1.027.000 (satu juta dua puluh tujuh ribu). Jumlah ini sudah termasuk jumlah huruf ayat yang di-nasakh.
Ibnu Katsir
Dalam kitab Tafsirnya juz 1 hal 98 disebutkan bahwa:
“Mengenai jumlah kata dalam al-Quran, Fadhl bin Syadan meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, yang mengatakan, Jumlah huruf ada 77439 kata.
Sedangkan jumlah hurufnya, diriwayatkan oleh Abdullah bin Katsir, dari Mujahid, beliau mengatakan, “Berikut yang kami hitung dari al-Quran, jumlah hurufnya ada 321.180 huruf.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/98).

Sabtu, 20 Oktober 2018

Sabun thoharoh

Najis mugholadloh bersihinnya harus dicuci 7 kali salah satunya pakek debu, TAPI BOLEHKAH JIKA DIGANTI DENGAN SABUN, KARENA SUDAH TERSEDIA SABUN THOHAROH ? [ Meymey Armien ].

JAWABAN :
Wa'alaikumussalaam. Dalam kitab Qulyubiy 'ala Syarhi al mahalliy juz 1, disitu ada keterangan :
Menurur Qoul Adzhar : " TA'AYYUNUT TUROB" yakni salah satu basuhan HARUS menggunakan DEBU,
Sedangkan menurut Qoul Tsani : TIDAK HARUS menggunakan debu,
ﻭ ﻳـﻘـﻮﻡ ﻏـﻴﺮﻩ ﻣـﻘـﺎﻣـﻪ ﻛﺎﻷﺷـﻨـﺎﻥ ﻭ ﺍﻟـﺼـﺎ ﺑـﻮ ﻥ
Selain debu juga bisa dipergunakan untuk menggantikan debu seperti halnya kayu ASYNAN dan juga deterjen.
Dapatkah sabun menggantikan debu dalam mensucikan najis mughalladhah ? Menurut pendapat yang dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Ru`uusul Masaa`il, bisa, Menurut pendapat yang azh_har sebagaimana dalam kitab Raudhah dan Syarah al Muhadzdzab (karya Imam Nawawi), tidak. Pendapat ketiga : Jika ada debu, maka sabun tidak bisa menggantikan, jika tidak ada, maka sabun bisa menggantikan.
Berikut ta'birnya sebagaimana dalam kitab Kifaayatul Akhyaar juz I halaman 71:
ﻭﻫﻞ ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻥ ﻭﺍﻷﺷﻨﺎﻥ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻓﻴﻪ ﺃﻗﻮﺍﻝ
ﺃﺣﺪﻫﺎ ﻧﻌﻢ ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺤﺠﺮ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﻭﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺸﺐ ﻭﺍﻟﻘﺮﻅ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺑﺎﻍ ﻣﻘﺎﻡ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﺻﺤﺤﻪ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺭﻭﺅﺱ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ
ﻭﺍﻷﻇﻬﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺍﻓﻌﻲ ﻭﺍﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﻷﻧﻬﺎ ﻃﻬﺎﺭﺓ ﻣﺘﻌﻠﻘﺔ ﺑﺎﻟﺘﺮﺍﺏ ﻓﻼ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻛﺎﻟﻴﺘﻴﻢ
ﻭﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻟﻢ ﻳﻘﻢ ﻭﺇﻻ ﻗﺎﻡ
Menurut pendapat yang dhahir tidak dapat mengganti, menurut pendapat lainnya bisa mengganti
ﺭﻭﺿﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﻭﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻤﻔﺘﻴﻦ ﺝ 1 - ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ 32 ﺍﻟﻨﻮﻭﻳﻮﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻥ ﻭﺍﻹﺷﻨﺎﻥ ﻭﻧﺤﻮﻫﻤﺎ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻇﻬﺮ ﻛﺎﻟﺘﻴﻤﻢ ﻭﻳﻘﻮﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻛﺎﻟﺪﺑﺎﻍ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﻭﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﺗﺮﺍﺑﺎ ﻟﻢ ﻳﻘﻢ ﻭﺇﻻ ﻗﺎﻡ ﻭﻗﻴﻞ ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻔﺴﺪﻩ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻛﺎﻟﺜﻴﺎﺏ ﺩﻭﻥ ﺍﻷﻭﺍﻧﻲ
“Sabun dan alat pembersih selainnya tidak dapat mengganti kedudukan debu menurut pendapat yang paling dzahir sebagaimana dalam tayammum, menurut pendapat kedua “bisa mengganti seperti dalam bahasan menyamak dan istinjak”, menurut pendapat ketiga “bila ditemukan debu, bila tidak ditemukan bisa mengganti”, menurut pendapat lain “bisa mengganti dalam perkara yang rusak bila dibersihkan dengan debu seperti pakaian tidak seperti dalam sejenis perkakas”. [ Raudhah at-Thoolibiin I/32 ].
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ : ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ‏( ﺍﻟﺒﺠﻴﺮﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ‏) ﺝ 1 – ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ 491 ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ : ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺍﻟﺒﺠﻴﺮﻣﻲ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻨﺸﺮ : ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ – ﺑﻴﺮﻭﺕ / ﻟﺒﻨﺎﻥ – 1417 ﻫـ 1996- ﻣﻘﻮﻟﻪ : ‏( ﻭﻳﺘﻌﻴﻦ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ‏) ﺭﺍﺟﻊ ﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﻤﺼﻨﻒ ﺑﺘﺮﺍﺏ ﻕ ﻝ . ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﺟﻤﻌﺎً ﺑﻴﻦ ﻧﻮﻋﻲ ﺍﻟﻄﻬﻮﺭ ‏) ﺃﺷﺎﺭ ﺑﺬﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻣﺪﺧﻞ ﻟﻠﻘﻴﺎﺱ ﻫﻨﺎ ﺃﻱ : ﻓﻼ ﻳﻜﻔﻲ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻥ ﻭﺍﻷﺷﻨﺎﻥ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ، ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﻧﻮﻋﻲ ﺍﻟﻄﻬﻮﺭ ﺃﻱ ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﻗﻴﺎﺳﻪ ﻫﻨﺎ ، ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﺑﻎ ﻣﻦ ﺃﻧﻪ ﻗﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﺣﺮﻳﻒ ، ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻢ ﺗﺬﻛﺮ ﻓﻴﻪ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻌﻠﺔ ﻭﻫﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺟﻤﻌﺎً ﺑﻴﻦ ﻧﻮﻋﻲ ﺍﻟﻄﻬﻮﺭ ﻓﺘﺄﻣﻞ . ﻗﻮﻟﻪ ‏( ﻛﺄﺷﻨﺎﻥ ‏) ﺑﻀﻢ ﺍﻟﻬﻤﺰﺓ ﻭﻛﺴﺮﻫﺎ ﻟﻐﺔ ﻣﺼﺒﺎﺡ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻐﺎﺳﻮﻝ
“Maka tidak cukup disucikan dengan menggunakan Sabun dan alat pembersih selainnya karena ia bukan jenis dua hal yang dilegalkan oleh syara’ dalam bahasan thaharah (air dan debu) maka tidak boleh menganalogkannya dalam masalah ini, sedang dalam bahasan lalu dimana diperbolehkan menggunakan dan mengqiyaskan sabun dalam menyamak karena yang dipentingkan dalam menyamak adalah setiap hal yang dapat menghilangkan lender-lendir pada kulit”. [ Tuhfah al-Habiib I/491 ].
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ : ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻌﺰﻳﺮ ﺑﺸﺮﺡ ﺍﻟﻮﺟﻴﺰ = ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﺝ 1 – ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ 262-260 ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ : ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺮﺍﻓﻌﻲ ﺍﻟﻘﺰﻭﻳﻨﻲ ‏( ﺍﻟﻤﺘﻮﻓﻰ : 623 ﻫـ ‏) ﻫﻞ ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻥ ﻭﺍﻻﺷﻨﺎﻥ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻓﻴﻪ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻗﻮﺍﻝ ﺃﻇﻬﺮﻫﺎ ﻻ : ﻟﻈﺎﻫﺮ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﻭﻻﻧﻬﺎ ﻃﻬﺎﺭﺓ ﻣﺘﻌﻠﻘﺔ ﻓﻼ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻛﺎﻟﺘﻴﻤﻢ ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻧﻌﻢ ﻛﺎﻟﺪﺑﺎﻍ ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻴﻪ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺸﺐ ﻭﺍﻟﻘﺮﻅ ﻣﻘﺎﻣﻬﻤﺎ ﻭﻛﺎﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻴﻪ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺤﺠﺎﺭﺓ ﻣﻘﺎﻣﻬﺎ . ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺃﻥ ﻭﺟﺪ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻟﻢ ﻳﻌﺪﻝ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺠﺪﻩ ﺟﺎﺯ ﺍﻗﺎﻣﺔ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻟﻠﻀﺮﻭﺭﺓ ﻭﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻗﺎﻣﺔ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻔﺴﺪ ﺑﺎﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻓﻴﻪ ﻛﺎﻟﺜﻴﺎﺏ ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻔﺴﺪ ﻛﺎﻻﻭﺍﻧﻲ
“Apakah sabun dan alat pembersih selainnya dapat mengganti kedudukan debu ?Terdapat tiga pendapat dalam hal ini :
1. Tidak, bila melihat dzahirnya hadits dan karena ini adalah tahaharah yang saling berkaitan maka tidak dapat diganti selainnya seperti halnya tayammum
2. Dapat mengganti, seperti dalam bahasan menyamak yang bisa diganti oleh selain tawas dan Qardh (daun pohon yang digunakan menyamak) dan dalam bahasan istinjak yang boleh memakai selain batu
3. Bila ditemukan debu tidak boleh beralih pada lainnya, bila tidak ditemukan bisa selain debu (seperti halnya sabun ) mengganti kedudukannya4. Menurut pendapat lain “bisa mengganti dalam perkara yang rusak bila dibersihkan dengan debu seperti pakaian tidak seperti dalam sejenis perkakas”. [ Fath al-‘Aziiz I/260-262 ].

Wallaahu A'lamu Bis Showaab

Jumat, 19 Oktober 2018

Hukum bunga bank

Akhir-akhir ini, permasalahan hukum bunga bank kembali mengemuka di masyarakat dan menjadi viral. Bahkan, ada seorang profesor yang di- bully habis-habisan karena ‘dianggap’ menghalalkan riba. Padahal sesungguhnya beliau hanya menyebutkan adanya perbedaan pendapat ulama apakah bunga bank termasuk riba atau bukan.
Riba secara bahasa berarti tumbuh dan tambah. Sedangkan secara istilah, Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah mengartikannya sebagai “bertambahnya salah satu dari dua penukaran yang sejenis tanpa adanya imbalan untuk tambahan ini”. Misalnya, menukarkan 10 kilogram beras ketan dengan 12 kilogram beras ketan, atau si A bersedia meminjamkan uang sebesar Rp300 ribu kepada si B, asalkan si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp325 ribu.
Para ulama, baik ulama salaf (mazhab empat) maupun ulama kontemporer, semua sepakat akan keharaman riba. Bahkan ulama yang membolehkan bunga bank, juga mengharamkan riba. (Lihat: Al-Mabsut juz 14 halaman 36, Al-Syarh al-Kabir juz 3 halaman 226,
Nihayatul Muhtaj juz 4 halaman 230, Al-Mughni juz 4 halaman 240, Al-Tafsir al-Wasit juz 1 halaman 513).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perbedaan pendapat ulama bukan soal hukum keharaman riba, melainkan soal hukum bunga bank. Ulama yang mengharamkan bunga bank menganggap bahwa bunga bank termasuk riba, sedangkan ulama yang membolehkannya meyakini bahwa ia tidak termasuk riba.
Dalam kegiatan bank konvensional, terdapat dua macam bunga: Pertama , bunga simpanan, yaitu bunga yang diberikan oleh bank sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank, seperti jasa giro, bunga tabungan, atau bunga deposito. Bagi pihak bank, bunga simpanan merupakan harga beli.
Kedua , bunga pinjaman, yaitu bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh peminjam kepada bank, seperti bunga kredit. Bagi pihak bank, bunga pinjaman merupakan harga jual.
Bunga simpanan dan bunga pinjaman merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Selisih dari bunga pinjaman dikurangi bunga simpanan merupakan laba atau keuntungan yang diterima oleh pihak bank. (Lihat: Ahmad Wardi Muslich,
Fiqh Muamalat , Jakarta: Amzah, halaman 503-504).
Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum bunga bank. Pertama , sebagian ulama, seperti Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya haram, karena termasuk riba. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama Islam, meliputi: Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Adapun dalil diharamkannya riba adalah firman Allah
subhanahu wa ta’ala dalam Surat al-Baqarah ayat 275:
ﻭَﺃَﺣَﻞَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﻭَﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ ﻗَﺎﻝَ : ﻟَﻌَﻦَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺁﻛِﻞَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻭَﻣُﻮْﻛِﻠَﻪُ ﻭَﻛَﺎﺗِﺒَﻪُ ﻭَﺷَﺎﻫِﺪَﻳْﻪِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻫُﻢْ ﺳَﻮَﺍﺀٌ
Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, nomor 2994). (Lihat: Yusuf Qaradhawi, Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram , Kairo: Dar al-Shahwah, halaman 5-11; Fatwa MUI Nomor 1 tahun 2004 tentang bunga).
Kedua , sebagian ulama kontemporer lainnya, seperti syaikh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut, menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28 November 2002 M.
Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wata’ala Surat an-Nisa’ ayat 29:
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan yang berjalan dengan saling ridha. Karenanya, keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan dalam Islam.
Di samping itu, mereka juga beralasan bahwa jika bunga bank itu haram maka tambahan atas pokok pinjaman itu juga haram, sekalipun tambahan itu tidak disyaratkan ketika akad. Akan tetapi, tambahan dimaksud hukumnya boleh, maka bunga bank juga boleh, karena tidak ada beda antara bunga bank dan tambahan atas pokok pinjaman tersebut.
Di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:
ﺇِﻥَّ ﺍﺳْﺘِﺜْﻤَﺎﺭَ ﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﻝِ ﻟَﺪَﻯ ﺍﻟْﺒُﻨُﻮْﻙِ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﺗُﺤَﺪِّﺩُ ﺍﻟﺮِّﺑْﺢَ ﺃَﻭِ ﺍﻟﻌَﺎﺋِﺪَ ﻣُﻘَﺪَّﻣًﺎ ﺣَﻠَﺎﻝٌ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﻪِ
Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-apa. (Lihat: Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat , Kairo: Al-Azhar Press, halaman 134-158; Asmaul Ulama al-ladzina Ajazu Fawaidal Bunuk ; Fatwa Majma' Buhuts al-Islam bi Ibahati Fawaidil Masharif )
Pada Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, terdapat tiga pendapat tentang hukum bunga bank:
Pertama , pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram. Kedua , pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh. Ketiga , pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya syubhat. Meski begitu, Munas memandang perlu untuk mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam.
Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa hukum bunga bank merupakan masalah khilafiyah. Ada ulama yang mengharamkannya karena termasuk riba, dan ada ulama yang membolehkannya, karena tidak menganggapnya sebagai riba. Tetapi mereka semua sepakat bahwa riba hukumnya haram.
Terhadap masalah khilafiyah seperti ini, prinsip saling toleransi dan saling menghormati harus dikedepankan. Sebab, masing-masing kelompok ulama telah mencurahkan tenaga dalam berijtihad menemukan hukum masalah tersebut, dan pada akhirnya pendapat mereka tetap berbeda.
Karenanya, seorang Muslim diberi kebebasan untuk memilih pendapat sesuai dengan kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan bunga bank itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat ulama yang membolehkannya. Sedangkan jika hatinya ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang mengharamkannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ﺍﻟﺒِﺮُّ ﻣَﺎ ﺍﻃْﻤَﺄَﻥَّ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲُ ﻭَﺍﻃْﻤَﺄَﻥَّ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐُ، ﻭَﺍﻟْﺈِﺛْﻢُ ﻣَﺎﺣَﺎﻙَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ ﻭَﺗَﺮَﺩَّﺩَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﺪْﺭِ ﻭَﺇِﻥْ ﺃَﻓْﺘَﺎﻙَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻭَﺃَﻓْﺘُﻮْﻙَ
"Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan." (HR. Ahmad)
Wallahu A’lam.

Hukum pinjam di bank

Assalamualaikum .
Saya mau tanya. Saya pinjam uang ke bank untuk membeli rumah untuk anak dan istri saya. Jika tidak pinjam (kredit) rasanya agak sulit saya memiliki rumah. Bagaimanakah hukumnya mengingat jika kita pinjam ke bank pasti ada bunga yang harus dibayar? Terimakasih.
(Hamba Allah)
Jawaban:
Wa’alaikum salam.
Saudara penanya yang budiman. Semoga Allah
subhanahu wata’ala senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita sekalian!
Terkait dengan hukum bunga bank, NU lewat keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung Tahun 1992 telah menghasilkan keputusan bahwa hukum bunga bank masih ikhtilaf . Ada yang mempersamakan dengan riba, ada yang tidak mempersamakan keduanya, dan ada yang menyatakan statusnya syubhat. Oleh karenanya, kemudian hasil keputusan Munas tersebut memerinci bahwa apabila meminjam uang ke bank tersebut untuk tujuan produktif maka diperbolehkan. Demikian sebaliknya, apabila meminjam uang ke bank tersebut untuk tujuan konsumtif, maka tidak diperbolehkan.
Untuk pendapat yang membolehkan, ada catatan bahwa bunga bank konvensional adalah sama maksudnya dengan istilah tarif ( ‘ujrah ) sehingga tidak bisa disebut riba. Hal ini mengingat bahwa riba adalah cenderung kepada arah dhalim dan mendhalimi. Sementara itu, bunga bank tidak dimaksudkan untuk dhalim dan mendhalimi melainkan ujrah (upah) kepada bank selaku
kafil (penjamin) dari makful 'anh (yang diberi jaminan), yakni nasabah/peminjam.
Bunga bank ditetapkan berdasarkan prinsip akad kafalah. Dengan akad kafalah, bunga disamakan dengan istilah tarif. Oleh karena itu, maka disyaratkan agar bank menyampaikan besaran tarif tersebut secara umum di awal dan hal ini sudah berlangsung hingga detik ini. Besaran tarif yang sifatnya konstan (tetap) ini membedakannya dengan pengertian riba yang bersifat ﺃﺿﻌﺎﻓﺎ ﻣﻀﺎﻋﻔﺔ yaitu berlipat ganda. Tarif ditentukan berdasarkan prinsip “keadilan.”
Dengan merujuk pada pendapat yang membolehkan dalam keputusan Munas NU 1992 ini, maka keputusan saudara penanya untuk meminjam ke bank disebabkan hajat memiliki sebuah rumah karena tingginya biaya membangun sebuah rumah adalah diperbolehkan. Keputusan ini berdasarkan prinsip maslahah mursalah , yang mana salah satunya adalah mensyaratkan peruntukannya untuk maslahah dlaruriyah (memenuhi kebutuhan primer), maslahah hajiyah (memenuhi hajat masyarakat banyak/berupa perumahan) dan maslahah tahsiniyah (menuju kualitas hidup yang lebih baik). Usaha memenuhi kebutuhan primer merupakan yang diperintahkan oleh syara’.
Demikian sekilas jawaban dari kami, semoga dapat menjawab pertanyaan saudara. Jawaban ini tentu memiliki konsekuensi akan adanya ikhtilaf. Sebagai jalan keluar, apabila ditemukan cara lain yang bisa menggantikan posisi pinjam ke bank tersebut, maka wajib untuk mengambil sistem tersebut karena lebih menyelamatkan. Wallahu a’lam bish shawab .
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Gresik, Jawa Timur

Sabtu, 13 Oktober 2018

Syukur sabar dan ikhlas

الحمدُ للهِ البارئِ الْبرياتِ ، وعالمِ الظواهرِ والخفيَّاتِ ، المطّلِعِ على الضمائرِ والنياتِ ، احاط بكل شيءٍ علما واوسع كلَّ شيءٍ رحمةً وحلماً ، وقهر كلَّ مخلوقٍ عزةً وحكماً
احمدهُ سبحانه حمدا يملاء الكائناتِ
واشكره شكرا ننال به من واسع فضله جزيلَ الهِباتِ
واشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له فى ربوبيته وما له من الكمالات ، ارجو بها النجاةَ من النار والفوز بالجنات
واشهد انّ سيدنا محمدا عبده ورسوله سيدُ السادات
اللهم صل وسلم على عبدك ورسولك محمد وعلى اله واصحابه اولى الفضائل والكرمات
اما بعد فيا ايها الناس اتقوا الله فقد فاز المتقون

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita selalu berusaha meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh perintah2Nya dan menjauhi seluruh Larangan2Nya...
Dan marilah kita selalu memuji dan bersyukur atas nikmat2 Allah terutama nikmat iman dan islam..nikmat sehat walafiyat...
Dan semoga Allah menganugerahkan kepada kita kesabaran ketika tertimpa musibah dan ketulusan dalam bersyukur ketika mendapat curahan nikmat. Inilah isi kehidupan dunia yang kita jalani sehari-hari… Sehat dan sakit, lapang dan sempit, mudah dan sulit, semuanya adalah cobaan dari Rabbul ‘alamin kepada hamba-hamba-Nya agar menjadi hamba sejati bagaimana pun keadaan yang dialaminya.

Allah ta’ala berfirman

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ  (كَلَّا)

“Adapun manusia, apabila Rabbnya menimpakan ujian kepadanya dengan memuliakan dan mencurahkan nikmat kepadanya maka dia mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakanku’. Dan apabila Dia mengujinya dengan membatasi rezkinya niscaya dia akan mengatakan, ‘Rabbku telah menghinakanku’. (Sekali-kali bukan demikian…”) (QS. al-Fajr :15-17)

“Maknanya adalah: Tidaklah setiap orang yang (Allah) berikan kemuliaan di dunia dan diberikan kenikmatan dunia kepadanya maka itu berarti Allah benar-benar mengaruniakan nikmat yang hakiki kepadanya. Karena sesungguhnya hal itu merupakan cobaan dari-Allah kepadanya sekaligus sebagai ujian untuknya. Dan tidak pula setiap orang yang Allah batasi rezkinya sehingga Allah jadikan rezkinya sebatas apa yang diperlukannya saja tanpa ada kelebihan maka itu artinya Allah sedang menghinakan dirinya. Namun, sesungguhnya Allah sedang menguji hamba-Nya dengan nikmat-nikmat sebagaimana halnya Allah ingin menguji dirinya dengan berbagai bentuk musibah.”

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

iman itu terdiri dari dua bagian, satu bagian sabar dan satu bagian yang lain adalah syukur.
bahwa sabar bagi iman laksana kepala bagi tubuh seorang insan. Tidak ada iman pada diri orang yang tidak memiliki kesabaran, sebagaimana halnya tidak ada jasad yang berfungsi apabila tidak ada kepalanya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan, “Penghidupan yang terbaik itu sesungguhnya kami peroleh dengan modal kesabaran.”

Demikian pula syukur, ia merupakan bukti keseriusan seorang hamba dalam mengabdi dan tunduk kepada Rabbnya. Allah ta’ala berfirman,

وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan bersyukurlah kepada Allah jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah ; 172)

Allah menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati adalah untuk kita syukuri. Allah ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan kalian tidak mengetahui apa-apa, dan Allah menciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan, dan hati mudah-mudahan kalian bersyukur (kepada-Nya).” (QS. an-Nahl : 78).

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

untuk bisa menjadi hamba yang rajin bersyukur seorang hamba senantiasa membutuhkan taufik dan pertolongan Allah ta’ala. Demikian pula untuk menjadi seorang penyabar, maka Allah ta’ala adalah satu-satunya tempat kita bergantung dan mengharap pertolongan. Allah ta’ala berfirman,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ

“Bersabarlah, dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan dari Allah.” (QS. an-Nahl : 127)

عَنْ عُمَرَ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ سَعْدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَـجِبْتُ لِلْمُسْلِمِ إِذَا أَصَابَهُ خَيْرٌ حَـمِدَ اللهَ وَشَكَرَ وَإِذَا أَصَابَتْهُ مُصِيبَةٌ احْتَسَبَ وَصَبَرَ الْمُسْلِمُ يُؤْجَرُ فِي كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى فِي اللُّقْمَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى فِيهِ

Dari Umar bin Sa'd dari bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Aku kagum terhadap seorang muslim jika dia mendapatkan kebaikan dia memuji Rabbnya dan bersyukur, jika mendapatkan musibah dia mengharap pahala dari Rabbnya dan bersabar. Orang muslim akan diberi pahala pada setiap sesuatu sampai suapan makanan yang dia suapkan ke mulutnya." (H.R. Ahmad 1449)

Bersyukur kepada Allah subhânahu wata’âlâ sesungguhnya tidak cukup kalau hanya mengucapkan “alhamdulillah” saja sebab setidaknya ada tiga cara mengungkapkannya sebagai berikut:

1. Melalui Aktivitas Lisan
Dalam aktivitas lisan ini, ucapan “alhamdulillah” adalah hal minimal yang harus kita lakukan. Aktivitas lain adalah berkata yang baik-baik. Orang yang bersyukur kepada Allah akan selalu menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak baik. Mereka akan selalu berhati-hati dan berusaha untuk tidak mengatakan sesuatu yang membuat orang lain tersakiti hatinya. Orang-orang yang bersyukur tidak berkeberatan untuk meminta maaf atas kesalahannya sendiri kepada orang lain sebagaimana mereka juga tidak berkeberatan memaafkan kesalahan orang lain. Kepada Allah SWT, mereka senantiasa bersegera memohon ampunan kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Surat Ali Imran, ayat 133:
ﻭَﺳَﺎﺭِﻋُﻮﺍْ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓٍ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻜُﻢْ
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu”

2. Melalui Aktivitas Hati

Dalam aktivitas hati ini, bagaimana mengelola hati menjadi hal sangat penting. Aktivitas hati terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam bentuk perasaan senang, ikhlas dan rela dengan apa yang sudah ada. Orang-orang bersyukur tentu lebih mudah mencapai bahagia dalam hidupnya terlepas apakah mereka termasuk orang sukses atau belum sukses. Syukur tidak mensyaratkan sukses dalam hidup ini sebab kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada manusia takkan pernah bisa dihitung. Manusia takkan pernah mampu menghitung seluruh kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya. Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13, bertanya kepada manusia:

ﻓَﺒِﺄَﻱِّ ﺁﻻﺀ ﺭَﺑِّﻜُﻤَﺎ ﺗُﻜَﺬِّﺑَﺎﻥِ
“Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Ayat tersebut diulang berkali-kali dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat yang sama, yakni Ar-Rahman. Pengulangan ini tentu bukan tanpa maksud. Allah menantang kepada manusia untuk jujur dalam membaca dan menghitung kenikmatan yang telah Dia berikan. Bagaimana kita bisa bisa bernapas, bagaimana kita bisa melihat dan mendengar serta bagaimana kita bisa merasakan dengan panca indera kita? Dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu saja kita sudah tidak mampu menghitung berapa kenimatan yang terlibat di dalamnya. Maka barangsiapa tidak bersyukur kepada Allah, sesungguhnya dia telah kufur atau mengingkari kenikmatan-kenikmatan yang telah diterimanya dari Allah SWT.

Orang-orang yang bersyukur kepada Allah tentu memiliki jiwa yang ikhlas dalam melakukan dan menerima sesuatu. Orang-orang yang bersyukur tentu tidak suka berkeluh kesah atas kekurangan-kekurangan atau hal-hal tidak menyenangkannya. Orang-orang bersyukur tentu lebih sabar daripada mereka yang tidak bersyukur. Memang untuk bisa bersyukur kita perlu kesabaran. Untuk bersabar kita perlu keikhlasan. Dengan kata lain, syukur, sabar dan ikhlas sesungguhnya saling berkaitan. Maka dalam ilmu tasawuf, syukur adalah suatu maqom atau tingkatan yang sangat tinggi yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang telah berhasil mencapai kompetensi tinggi dalam hal spiritual. Dari sinilah kemudian muncul konsep kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini hanya bisa dicapai melalui latihan-latihan yang sering disebut dengan riyadhah. Hal ini berbeda dengan kecerdasan intelektual yang bisa diterima seseorang secara genetis tanpa melaui latihan-latihan tertentu.

3. Melalui Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau perbuatan nyata terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik melibatkan orang lain atau hanya melibatkan diri sendiri. Yang terkait dengan orang lain misalnya seperti berbagi rejeki, ilmu pengetahuan, kegembiraan dan sebagainya.

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam Sunannya :

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

dari Mu’adz bin Jabal -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tangannya seraya mengucapkan, “Hai Mu’adz, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’adz, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir sholat hendaknya kamu berdoa, ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).”

Ungakapan syukur dalam bentuk perbuatan nyata dan hanya melibatkan diri sendiri bisa diwujudkan dalam bentuk meningkatkan intensitas beribadah. Hal ini biasa dilakukan Nabi Muhammad SAW secara istiqamah dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun beliau sudah dijamin masuk surga, beliau tetap rajin beribadah melebihi siapapun di dunia ini hingga kedua kaki beliau bengkak-bengkak. Semua ini beliau lakukan sebagai pengakuan dan ungkapan rasa syukur atas semua kenikamatan yang beliau terima dari Allah SWT. Sekali lagi, Syukur memang sebuah tingkatan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Allah menyukai orang-orang yang senantiasa bersyukur kepada-Nya.
Mudah-mudahan kita semua selalu diberi-Nya kemudahan untuk bersyukur kepada Allah SWT dan dicatat sebagai hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Semoga pula kelak di akherat kita semua akan dukumpulkan dengan para syakirin . Amin, amin ya rabbal alamin .

ﺟَﻌَﻠَﻨﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺇﻳَّﺎﻛﻢ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻔَﺎﺋِﺰِﻳﻦ ﺍﻵﻣِﻨِﻴﻦ، ﻭَﺃﺩْﺧَﻠَﻨَﺎ ﻭﺇِﻳَّﺎﻛﻢ ﻓِﻲ ﺯُﻣْﺮَﺓِ ﻋِﺒَﺎﺩِﻩِ ﺍﻟﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ :
ﺃﻋﻮﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﻴﻢ،
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70)يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

(وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين)