Senin, 28 November 2022

Cinta dalam diam Hidayah Hadiyah

CINTA DALAM DIAM
KISAH CINTA PUTRI ROSULULLAH SAW

Kisah cinta salah satu dari sahabat Rasulullah yang fenomenal yaitu kisah cinta antara Sahabat Ali bin Abi Thalib dengan Putri bungsu Rasulullah yaitu Fatimah Az-Zahra. Kisah cinta antara Ali bin abi Thalib dengan Fatimah Az-Zahra sangat luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaanya dalam sikap, kata maupun ekspresi. Saking terjaga kerahasiaannya setan saja tidak tahu-menahu urusan cinta di antara keduanya.

Fatimah mendapatkan didikan penuh dari ayahnya yang seorang Nabi dan Rasul. Fatimah tumbuh menjadi perempuan cantik, cerdas, dan penuh kasih sayang. Kecantikan Fatimah tidak hanya jasmaninya saja, bahkan kecantikan ruhaninya sampai melewati batas-batas langit hingga langit ketujuh.

Ali bin Abi Thalib diam-diam sudah menyukai Fatimah sejak lama, ia kerap melihat sosok gadis dari jauh yang sangat menawan sedang mengobati luka Rasulullah. Saat itu Fatimah dengan sigap dan cepat segera mengobati luka-luka di sekujur tubuh Rasulullah akibat perang.

Begitu juga dengan Fatimah yang diam-diam menyukai sahabat baik ayahandanya. Sudah sejak lama mendengar mengenai kebaikan hati Ali bin Abi Thalib, ia sering melihat dari jauh paras rupawan dan kepintaran otak yang Ali bin Abi Thalib miliki.

***

Pada saat kaum muslimin hijrah ke Madinah, Fatimah dan kakaknya Ummu Kulsum tetap tinggal di Makkah sampai Rasulullah mengutus orang untuk menjemput keduanya. Setelah Rasulullah menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat Rasulullah berusaha untuk meminang Fatimah.

Suatu ketika Fatimah dilamar oleh seorang laki-laki yang sangat dekat dengan Rasulullah; ia telah mempertaruhkan harta, jiwa dan kehidupannya untuk Islam, selalu menemani perjuangan Rasulullah. Dialah Abu Bakar Ash Shiddiq.

Ketika mendengar bahwa Abu Bakar melamar putri Rasulullah tersebut, seketika Ali terkejut. Ia sadar dibandingkan dengan Abu Bakar, Ali bukanlah siapa-siapa. Apalagi Ali juga begitu miskin, bahkan untuk mahar pernikahan saja ia tidak punya. Sedangkan Abu Bakar kedudukannya sangat dekat dengan Rasulullah dan Abu Bakar seorang saudagar, tentu lebih bisa membahagiakan Fatimah.

Waktupun berlalu dan Ali mendapat kabar bahwa lamaran dari Abu Bakar ditolak Fatimah dan Rasulullah dengan lembut. Kabar itupun membuat Ali merasa senang dan mempersiapkan diri kembali berharap ia masih memiliki kesempatan untuk melamar Fatimah.

Akan tetapi ujian Ali belum berhenti di situ saja, ternyata Ummar ibn Al Khattab juga turut melamar Fatimah. Seorang laki-laki yang gagah perkasa dan pemberani, setan saja takut kepadanya. Membuat Ali harus berusaha ikhlas jika Fatimah menikah dengan Ummar. Namun beberapa saat kemudian Ali menerima kabar yang membuat Ali semakin bingung, karena lamaran Ummar pun juga ditolak oleh Fatimah.

***

“Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?” Seru sahabat Ansharnya.

“Mengapa tidak engkau yang mencoba melamar Fatimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Rasulullah.”

“Aku?” Tanya tak yakin.

“Ya. Engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa aku andalkan?”

Sahabatnya pun memberi dukungan, “Kami selalu berada di belakangmu, kawan!”

Akhirnya Ali memutuskan memberanikan diri untuk menemui Rasulullah dengan menyampaikan maksud hatinya untuk meminang putri Rasulullah Fatimah Az-Zahra untuk menjadi istrinya.

***

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau mempunyai sesuatu?”

“Tidak ada Rasulullah,” jawab Ali.

“Di mana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu?” Tanya Rasulullah lagi.

“Masih ada padaku wahai Rasulullah,” jawab Ali.

“Berikan itu kepadanya (Fatimah) sebagai mahar!” Kata beliau.

Kemudian Ali langsung bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Rasulullah menyuruh menjualnya, dan baju besi tersebut Ali jual kepada Utsman bin Affan seharga 470 dirham; kemudian ia serahkan kepada Rasulullah dan Rasul berikan ke Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin.

Fatimah yang sudah lama memendam cintanya kepada Ali bin Abi Thalib merasa bahagia. Kaum muslimin merasa gembira atas pernikahan Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Setelah setahun menikah, Fatimah dan Ali Allah Swt. karuniai anak laki-laki bernama Hasan dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun ke 4 H.


*****************************

Mencintai dalam diam, kuat dalam mengikhlaskan, dan yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik. Walaupun Ali bin Abi Thalib tidak memiliki ekonomi yang sempurna, tapi komitmennya sempurna, sehingga Allah mempermudah jalannya.

Itulah cinta dalam diam, cinta yang selalu berlandaskan oleh ketaatan; yang diutamakan ialah cinta yang besar kepada Allah dan RasulNya. Itulah kisah cinta tentang keberanian, tanggung jawab, komitment, dan keikhlaan sebuah cinta.

Ada beberapa hikmah dari kisah cinta mereka. Ketika Ali merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Fatimah, maka Ali mencintai Fatimah dalam diam. Karena diam adalah salah satu bukti cinta pada seseorang. Dengan diam berarti memuliakan kesucian diri dan hati sendiri dan orang yang di cintai. Sebab jika diungkapkan tapi belum siap untuk mengikat ikatan suci bisa saja terjerumus dalam maksiat.

Biarlah cinta dalam diam menjadi hal yang sangat indah yang bersemayam di sudut hati dan menjadi rahasia antara hati sendiri dan Allah Sang Maha Penguasa Hati. Yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui para hambanya yang menjaga hatinya. Allah juga telah mempersiapkan imbalan bagi para penjaga hati. Imbalan itu tak lain adalah hati yang terjaga.

Semoga kisah ini dapat bermanfaat bagi para insan yang merindukan cinta suci karena-Nya, yang sedang berikhtiar sekuat hatinya, dan yang saat ini menanti dengan sabar demi menyambut jalan cinta yang Allah Swt ridai. Amin.

Jumat, 18 November 2022

Zakat uang di bank


Pertama yang harus kita perhatikan adalah bahwa kewajiban zakāt māl adalah berlaku pada harta yang tersimpan (kanzun) yang terdiri atas emas dan perak. 
Ayat yang menjelaskan hal ini adalah QS at-Taubah ayat 34: “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak kemudian ia tidak menafkahkannya di jalan Allah (mengeluarkan zakatnya), maka berilah kabar gembira terhadap mereka akan azab yang teramat pedih.”    

Kita bicara tentang emas dan perak. Ada dua jenis emas dan perak yang saat ini beredar di masyarakat, yaitu pertama berupa emas murni yang biasanya berwujud emas batangan, dan kedua berupa emas yang dicetak. Untuk emas yang dicetak umumnya disebut sebagai huliyyin mubāh, yaitu perhiasan mubah. Ada kalanya emas yang ada dalam bentuk cetak ini berupa kalung, cincin, atau berupa mata uang seperti dinar dan dirham.   
Nishab dari huliyyin mubah ini adalah 20 mitsqāl, setara dengan 20 dinar, atau kurang lebih 425 gram. Sementara nishab emas murni adalah setara 85 gram. Masing-masing dari emas murni dan emas yang dicetak ini wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (rub’u al-‘ushr). Untuk nishab perak dalam bentuk huliyyin mubah, adalah sama dengan 200 dirham atau setara dengan kadar 2.975 gram. Adapun bila dalam bentuk perak murni (batangan), maka nishabnya setara dengan ukuran timbangan 595 gram. Zakat yang wajib dikeluarkan dari perak ini juga sama yaitu 2,5%-nya. 

Catatan yang perlu diperhatikan dari keberadaan zakat emas dan perak tadi adalah bahwa keduanya telah disimpan (kanzun) selama kurang lebih 1 tahun, baik dalam bentuk batangan murni atau dalam bentuk cetak (Lihat KH. Afifuddin Muhadjir, Fathu al-Mudjīb al-Qarīb fi hilli Alfādhi al-Taqrīb, Situbondo: Ibrahimy Press, 2014, hal. 48).    

Lantas apa hubungannya keberadaan emas dan perak ini dengan uang? Jawabnya adalah hubungannya sangat erat. Mengapa? Karena sejarah mata uang di dunia ini erat hubungannya dengan emas dan perak. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih klasik pun juga disebutkan adanya relasi antara mata uang dengan emas dan perak. Bahkan dalam Keputusan Muktamar ke-8 Nahdlatul Ulama di Jakarta, tanggal 12 Muharram 1352 H./ 7 Mei 1933 M juga menyamakan kedudukan uang ini sama dengan emas dan perak. Namun menilik dari tahun dihasilkannya keputusan, keputusan ini tidak bisa disalahkan karena memang pada tahun itu kedudukan uang masih memiliki simpanan berupa cadangan emas yang terletak di Bank Indonesia.   

Pasca dihasilkannya keputusan Muktamar NU yang ke-8 ini berlaku hukum bahwa setiap uang yang disimpan oleh masyarakat, adalah bernilai cadangan emas dan perak. Karena ia bernilai cadangan emas, maka bila uang tersebut disimpan selama satu tahun, baik disimpan sendiri atau disimpan di bank, dengan catatan yaitu asal tidak dipergunakan sama sekali, maka dari uang ini berlaku nishab zakat.   Nishab ini ditentukan kadarnya berdasar nishab emas dan perak murni. Bila dalam 1 gram emas murni bernilai 500 ribu (misalnya), maka harga 85 gram emas adalah setara dengan Rp42.500.000. Dengan demikian, zakat yang wajib dikeluarkan adalah menjadi sebesar 2,5%-nya sehingga bernilai Rp1.062.000. Arti lain dari hal ini adalah, setiap masyarakat yang memiliki uang simpanan sebesar Rp. 42.500.000 adalah sudah setara dengan memiliki 85 gram emas sehingga wajib dikeluarkan zakatnya.   Keberadaan uang ini adalah baik yang disimpan sendiri maupun yang disimpan dalam unit niaga seperti perbankan dan lembaga/tempat penyimpanan lainnya. Akan tetapi, keputusan ini adalah berlaku ketika mata uang masih memiliki simpanan cadangan emas di bank, yaitu tepatnya era sebelum tahun 1970-an. 

Lantas bagaimana dengan uang dewasa ini?   Seiring dengan perkembangan zaman, kedudukan mata uang telah berubah. Negara sekarang memakai jenis mata uang fiat yang mana nilainya tidak ditentukan berdasarkan cadangan emas yang tersimpan, melainkan ia ditentukan berdasarkan hasil neraca perdagangan. Makna uang sudah bergeser menjadi makna niaga karena setiap satuan mata uang ditentukan nilainya dari hasil perniagaan. Syarat dari niaga (tijarah) adalah perputaran mata uang di unit niaga dan adanya ‘urudlu al-tijarah (modal niaga). Oleh karena itu, untuk mata uang yang tidak berada dalam satuan unit niaga ini, maka uang tersebut tidak bisa disebut mengalami perputaran. 
Lantas, dimanakah letak unit niaganya?    
Suatu misal, ada orang yang menyimpan uang secara konvensional yaitu menyimpan uang secara klasik di rumah. Selama satu tahun uang tersebut tidak dipakai untuk suatu jenis usaha tertentu, maka secara tidak langsung uang masyarakat seperti ini disebut tidak mengalami perputaran. Karena tidak mengalami perputaran, maka tidak ada yang disebut 'urudlu al-tijarah (modal niaga). Padahal, keberadaan 'urudlu al-tijarah inilah yang menjadi dasar utama ditetapkannya zakat, yakni zakat tijarah (zakat niaga).   

Berbeda halnya bila uang masyarakat disimpan di bank. Sebagaimana yang dahulu juga kita bahas bahwa pada dasarnya uang yang disimpan di bank dalam bentuk deposito dan reksadana adalah diawali dengan akad serah terima modal antara nasabah dengan perbankan sebagai wakil nasabah untuk menyalurkan ke unit niaga yang aman bagi dana nasabah. Oleh karena itu, uang yang dititipkan ke bank oleh nasabah bisa disebut sebagai urudlu al-tijarah, karena ada unsur serah terima modal tersebut. Karena adanya unsur serah terima modal, maka berlaku pula hukum zakat niaga sebesar 2,5% bilamana uang tersebut telah mencapai haul (satu tahun).   

Sebagai ilustrasi misalnya Pak Ahmad mendepositokan uangnya sebesar 10 juta rupiah pada 5 Syawal 1438 H. Pada saat kalender sudah menunjuk 5 Syawal 1439 H, ternyata uang Pak Ahmad telah mencapai 12 juta rupiah. Berapakah zakat yang harus dikeluarkan oleh Pak Ahmad? Jawabnya adalah dengan mendasarkan pada hitungan urudlu al-tijarah sebesar 10 juta maka dihitung bahwa besarnya zakat Pak Ahmad adalah sebesar 250 ribu rupiah. Hal ini tentu tidak berlaku bilamana Pak Ahmad menyimpan uang tersebut di rumah sendiri, karena uang sebesar 10 juta tidak mengalami perputaran dalam unit niaga.   

Semoga uraian singkat ini bisa menghapus silang sengkarut soal apakah uang simpanan dan tabungan wajib dikeluarkan zakatnya apa tidak. Sebagai garis besar jawabnya adalah apakah uang tersebut dipergunakan dalam unit niaga atau tidak. Bila dipergunakan, maka wajib dikeluarkan zakatnya, dan bila tidak digunakan dan hanya disimpan sendiri, maka tidak wajib dikeluarkan. Wallahu a’lam bi al-shawab.      

Kamis, 17 November 2022

lirik yasirlana


Lirik yasir lana

اِلَهَنَا .. يَا اِلَهَنَا يَسِرْلَنَا اُمُوْرَنَا

Allah Yaa Robb.. Allah Yaa Robbi..
Mudahkanlah Urusan Kami

اِلَهَنَا .. يَا اِلَهَنَا مِنْ دِيْنِنَا وَدُنْيَانَا

Allah Yaa Robb.. Allah Yaa Robbi.

Agama Kami, Dunia Kami

يَافَتَاحُ .. يَافَتَاحُ .. يَافَتَاحُ يَاعَلِيْمُ

Wahai Sang Pembuka

Wahai Yang Maha Mengetahui 

اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تِلاَوَةِ اْلقُرْآنِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami..
Untuk Membaca Al Qur’an..

وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تَعَلُّمِ اْلعُلُوْمِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami

Untuk belajar berbagai ilmu

يَا رَبَّنَا، يَا رَبَّنَا .. يَا فَــتَّاحُ .. يَاعَـلِيْمُ

Wahai Tuhanku

Wahai Sang Pembuka

Wahai Yang Maha Mengetahui 

*****

Allah Yaa Robb.. Allah Yaa Robbi..
Mudahkanlah Urusan Kami
Agama Kami, Dunia Kami
Wahai Allah Yang Mengetahui

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami..
Untuk Membaca Al Qur’an..
Bacalah Al Qur’an.. Bacalah Al Qur’an..
Al Qur’an Sumber Kehidupan..


اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. اِفْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تِلاَوَةِ اْلقُرْآنِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami..
Untuk Membaca Al Qur’an..

وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا .. وَافْتَحْ قُلُوْ بَنَا عَلَى تَعَلُّمِ اْلعُلُوْمِ

Buka Hati Kami.. Buka Hati Kami

Untuk belajar berbagai ilmu

يَا رَبَّنَا، يَا رَبَّنَا .. يَا فَــتَّاحُ .. يَاعَـلِيْمُ

Wahai Tuhanku

Wahai Sang Pembuka

Wahai Yang Maha Mengetahui 

Sabtu, 12 November 2022

9 adab makan dalam ihya ulumuddin


Adab Sedang Makan dalam Ihya Ulumiddin

1. Membaca Basmalah di setiap menyuap makanan dan diakhiri dengan membaca Hamdalah. 
Pada suap yang pertama, membaca Bismillah. Suap yang kedua membaca Bismillahi Rahman. Suap yang ketiga membaca Bismillahi Rahman Rahim. Hendaknya membaca dengan agak keras supaya orang lain di sekitarnya mendengarkan.

2. Makan dengan tangan kanan dan dimulai dari makanan yang terasa asin dan diakhiri dengan yang asin pula. Menyuap makanan sedikit demi sedikit, tapi dibolehkan pula dalam bentuk segenggam tangan. 

3. Tidak mencela makanan 

4. Dianjurkan makan makanan yang ada didepannya kecuali buah-buahan. 

5. Hendaknya tidak memotong/mengambil makanan dari bagian tengah, namun dimulai dari pinggir. 

6. Tidak memotong roti maupun daging dengan pisau, karena Nabi melarangnya. Beliau bersabda, "Gigitlah sekuat-kuatnya."

7.  Hendaknya pula menjilat (makanan pada) jari-jarinya 

8. Tidak meniup-niup makanan panas karena hal tersebut dilarang.

9. Dianjurkan makan kurma dengan jumlah yang ganjil dan tidak menyatukan antara kurma dan bijinya dalam satu nampan

Sabtu, 05 November 2022

Sholawat Thibbil qulub dan Busyro lana


Sholawat thibil qulub

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ اْلأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ اْلأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ


Ya Allah, curahkanlah rahmat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai obat hati dan penyembuhnya, penyehat badan dan kesembuhannya dan sebagai penyinar penglihatan mata beserta cahayanya. Semoga shalawat dan salam tercurahkan pula kepada keluarga serta para sahabat-sahabatnya.”

*****

Busyro lana

بُشْرَی لَنَا نِلْنَاالْمُنَا زَالَ الْعَنَی وَفَي الْهَنَا

"Kebahagiaan milik kami karena kami mendapat harapan"
"Dan hilang sudah semua kesusahan lengkap sudah semua kebahagiaan"

وَالدَّهْرُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ  وَالْبِشْرُ أَضْحَی مُعْلَنَا

"Dan waktu sudah menepati janjinya"
"Dan kebahagiaan menampakan kemuliaan kami"


يَا نَفْسُ طِيْبِي بِالِّلقَا  يَا عَيْنُ قَرِّي أَعْيُنَا
"Wahai jiwa berbahagialah dengan pertemuan"
"Wahai mata tenanglah tenanglah"

هَذَا جَمَالُ الْمُصْطَفَی  أَنْوَارُهُ لَاحَتْ لَنَا
"Inilah keindahan Mustofa (Nabi Muhammad) SAW"
"Cahayanya memancar menembus jiwa kami"


صَلِّ وَسَلِّم يَاسَلَام  عَلَي النَّبِي مَاحِي الظَّلَام
"Duhai Pemberi Keselamatan berikanlah sholawat dan salam"
"Kepada Nabi pengikis kegelapan"

وَلْأٰلِ وَالصَّحْبِ الْكِرَام  مَا أُنْشِدَتْ بُشْرَی لَنَا
"Juga kepada keluarga Nabi dan para sahabatnya yang mulia"
"Selama dinasyidkan 'busyra lana' "