Tidak ada di alam ini yang sia-sia. Semua ada perhitungannya. Sampaipun kondisi tidak nyaman yang dialami setiap hamba, akan Allah gantikan dengan pahala atau Allah jadikan kaffarah dosa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).
Orang yang sakit, bisa mendapatkan pahala, sekalipun dia tidak beramal. Selama dia berusaha sabar dan selalu mengharap pahala dari Allah. Karena itu, bagian dari cinta Allah kepada para hamba-Nya, Allah menguji mereka, agar dia berkesempatan mendapatkan banyak pahala.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya Allah ketika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka denagn musibah. Siapa yang ridha dengan musibah itu maka dia akan mendapatkan ridha Allah. Sebaliknya, siapa yang marah dengan musibah itu maka dia akan mendapatkan murka Allah.” (HR. Ahmad 23623, Tirmidzi 2396).
Kita bisa perhatikan, sesungguhnya ujian yang Allah berikan kepada para hamba, hakikatnya didasari kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Karena seorang hamba akan bisa mendapatkan derajat yang lebih tinggi, ketika mereka beruaha bersabar dengan ujian yang dialaminya.
Kedua, kemudahan bagi yang sakit
Disamping Allah berikan pahala atas sakit yang dia alami, Allah juga memberikan banyak kemudahan bagi hamba-Nya yang tidak mampu melakukan ibadah dengan sempurna.
Ada beberapa ayat dalam al-Quran, yang menegaskan bahwa Allah banyak memberikan keringanan bagi para hamba-Nya.
لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah: 284)
Allah juga berfirman,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. al-Baqarah: 185)
Allah juga berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Allah tidak pernah menjadikan adanya kesulitan dalam agama. (QS. al-Hajj: 78)
Dalil-dalil lainnya masih sangat banyak, yang jika kita perhatikan, bahwa bagian dari semangat islam, memberikan kemudahan bagi umatnya. Kemudahan yang tidak sampai melanggar batas dan aturan. As-Syathibi mengatakan,
إن الأدلة على رفع الحرج عن هذه الأمة بلغت مبلغ القطع
Bahwa dalil yang menunjukkan peniadaan kesulitan dari umat ini, statusnya qath’i (absolut). (al-Muwafaqat, 1/231)
Dari semua dalil ini, para ulama menetapkan kaidah,
المشقة تجلب التيسير
Masyaqqah mengharuskan adanya kemudahan.
Ketiga, cara bersuci orang sakit
Ada dua cara yang Allah ajarakan dalam bersuci,
1. Menggunakan air. Itulah hukum dalam bersuci, baik wudhu maupun mandi
2. Menggunakan tanah yang suci (tayammum). Statusnya pengganti yang pertama.
Karena statusnya pengganti, selama masih bisa menggunakan yang pertama, kita tidak boleh menggunakan yang kedua.
Untuk itu, kita hanya bisa menggunakan yang kedua ini, jika (1) Tidak menemukan air. (2) Tidak mampu menggunakan air, baik karena sakit tidak boleh kena air, atau karena tidak bisa mengambil air sendiri.
Dari keteragan di atas, selama anda masih bisa menggunakan air untuk wudhu, ketika shalat, anda harus berwudhu. Baik berwudhu sendiri jika mampu atau diwudhukan orang lain.
Namun jika anda tidak boleh kena air, anda bisa tayamum, baik dengan tayamum sendiri atau ditayamumkan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.