Sabtu, 06 Juli 2019

TERJEMAH HUSNUS SIYAGHOH 2

TERJEMAH HUSNUS SIYAGHOH 2

ILMU BAYAN

Definisi

Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz, dankinayah (konotasi).

TASYBIH

Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu sifat dengan menggunakan alat  penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.

Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan perkara yang kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat disebut Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.

Contoh :

العِلمُ كَالنورِ فِيْ الهِدَايَةِ= "Ilmu itu seperti Cahaya dalam memberi petunjuk"

العلمُ            = Musyabbah              النورِ      = Musyabbah Bih,

 فِيْ الهِدَايَةِ     = Wajah Syabah          كاف    = Adat Tasybih

Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu  :

Rukun tasybih.Pembagian tasybih.Tujuan dari Tasybih.

Pembahasan pertama

RUKUN TASYBIH

Rukun Tasybih ada 4 yaitu :

1.      Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)

2.      Musyabbah bih  (Lafadz yang digunakan untuk menyerupakan)

keduanya disebut dua sisi tasybih,

3.      Wajah syabah (Sisi Persamaan).

4.      Adat Tasybih.

Keterangan :

Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara Musyabbah dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang terdapat dalam ilmu dan cahaya.

Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz كَاف   (Seperti), كأنّ (Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.

Lafadz كاف  terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan كأنّ , yang menyandingi musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :

كَأَنَّ الثرَايَا رَاحَةٌ تَشْبُرُ الدُّجَا    لِتَنْظُرَ طَالَ اللَّيْلُ أَمْ قَدْ تَعَرَّضَا

Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam yang mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama atau sudah tampak.  

Lafadz كأنّ   itu berfaidah Tasybih,  jika khobarnya berupa Isim Jamid, Contoh :

كَأنّ خَالِدًا أَسَدٌ         = Kholid itu seperti Harimau.

dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz Musytaq. contoh :

كَأنكَ فَاهِمٌ =  Seolah-olah kamu itu faham.

Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah pada surat Ad-Dahr : 19  

وَإذَا رَأيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَنْثُوْرًا

dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira mereka Mutiara yang tersebar.

dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih Baligh, Contoh pada Firman Allah surat An-Naba’ : 10

وَجَعَلْنَا اللّيْلَ لِبَاسًا أي كاللباس في الستر

 "Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam menutupi)"

PEMBAHASAN KEDUA

PEMBAGIAN TASYBIH

Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua macam yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.

A.     Tasybih Tamtsil

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.

Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj Tsur) dengan Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya :  sama dalam keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar, yang kecil ukurannya).

B.      Tasybih Ghoiru Tamtsil

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.

Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham ( dengan wajah syabahnya : sama dalam bentuk bundarnya)

 dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah,  tasybih terbagi menjadi dua yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.

A.     Tasybih Mufashol

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.

Seperti Ucapan Penyair :

وَثَغْرُهُ فِيْ صَفَاءٍ     وَأَدْمُعِيْ كَاللألِيْ

" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara

dalam hal sama jernihnya"

Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan : "Sama-sama jernihnya"

B.      Tasybih Mujmal

Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.

Seperti :

النحوُ فِيْ الكَلاَمِ كَالمِلْحِ فِيْ الطَّعَامِ          

 "Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"

Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi persamaan : "Sama-sama merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".

Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua yaitu Mua'kkaddan Mursal.

A.     Tasybih Mu'akkad

Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :

هُوَ بَحْرٌ فِيْ الجودِ         =  Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.

B.      Tasybih Mursal

Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :

هُوَ كَالبَحْرِ كَرَمًا         =  Dia itu bagai Lautan dalam kedermawanannya.

dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih  yang Musyabbah bihnya disandarkan (Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :

وَالرِّيْحُ تَبْعَثُ بِالغُصُوْنِ وَقَدْ جَرَى    ذَهَبُ الأَصِيْلُ عَلَى لُجَيْنِ المَاءِ ِ

Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak

 emasnya waktu sore pada peraknya air.

ذَهَبُ الأَصِيْلُ      = Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan wajah syabah : sama warna kuningnya.

لُجَيْنِ المَاءِ ِ           = Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah : sama dalam jernihnya.

PEMBAHASAN KETIGA

TUJUAN TASYBIH

Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :

1.      Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-Mutanabby :

فإنْ تَفُقِ الأنَامَ وَأنْتَ مِنْهُمْ     فَإنّ المِسْكَ بَعْضُ دَمِ الغَزَالِ

Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,

padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu sebagian dari darah Kijang

Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab adanya beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu penyair membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak misik yang asalnya darah kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah tersebut karena merupakan hal yang langka.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis asalnya.

  

2.      Menjelaskan keadaan Musyabbah. Contoh :

كَأنك شَمْسٌ وَالمُلُوْكُ كَوَاكِبُ      إذَا طَلَعَتْ لَمْ يَبْدُ مِنْهُنَّ كَوْكَبُ

Seolah-olah Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah bintangnya, Ketika Matahari telah muncul, maka satu bintangpun tiada terlihat.

Penyair menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena menjelaskan keadaan mukhotob yang terlihat. Wajah syabahnyaadalah : Sama-sama keadaanya terlihat.

dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang tidak terlihat saat berada disisi Mukhotob.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada disisinya.

3.      Menjelaskan Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :

فِيْهَا اثْنَتَانِ وَأَرْبَعُوْنَ حَلُوْبَةً      سُوْدًا كَخَافِيَةِ الغُرَابِ الأسْحَمِ

Dalam Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,

Ia bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.

Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar keadaan musyabbah bih (sayap burung gagak)

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.

4.      Menetapkan Keadaan Musyabbah. Contoh :

إن القُلُوبَ  إذَا تَنَافَرَ وُدُّهَا     مِثلُ الزُّجَاجَةِ كَسْرُهَا لا َيُجْبَرُ

Sesungguhnya Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,

Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.

Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan mengukuhkan  sebab sulitnya rasa cinta itu kembali  seperti semula.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada keadaan semula.

5.      Menghiasi Musyabbah. Contoh :

سَودَاءُ واضِحَةُ الجَبِيْـ     ـنِ كَمُقْلَةِ الظَّبْيِ الغَرِيْرِ

Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,

bagai biji mata biawak yang indah.

Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan memujinya,   sebab warna biji mata merupakan keindahan.

Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.

6.      Menghina Musyabbah. Contoh :

وإذا أشَارَ مُحَدِّثا فَكَأنهُ       قِرْدٌ يُقَهْقِهُ أَوْ عَجُوْزٌ تَلْطِمُ

Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera yang

tertawa terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar pipinya.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki perbuatan jelek.

Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan Musyabbah bih di balik, contoh :

وَبَدَا الصَّبَاحُ كَأنّ غُرَّتَهُ   وَجْهُ الخَلِيْفَةِ حِيْنَ يُمْتَدَحُ

Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah (Al-Makmun bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama terangnya.

Asalnya dari Lafadz غُرَّتَهُ sebagai Musyabbah bih dan lafadz  وَجْهُ الخَلِيْفَةِ sebagai Musyabbah , karena secara asal Cahaya Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah, lalu dibalik seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada cahaya waktu pagi.

Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.

*****

MAJAZ

Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena adanya keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.

Seperti :

Lafadz الدُّرَرِ  diartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah" dalam ucapanmu :

فُلانٌ يَتَكَلَّمُ بِالدُّرَرِ  =  Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .

lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Mutiara, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya masih ada kaitan dalam hal keindahan.

dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah Lafadziyah :  يَتَكَلَّمُ  (Berbicara).

dan Lafadz أصابعُ  diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari" dalam Firman Allah SWT :

يَجْعَلُوْنَ أصَابعَهُمْ فِيْ آذانِهِمْ              =  Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada telinga mereka.

lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Jari tangan, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti keduanya masih ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari. Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan untuk arti Juz (Sebagian jari).

dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak memungkinkannya memasukkan keseluruhan jari pada telinga.

Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada keserupaan, seperti pada contoh pertama, maka disebut :Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan, seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.

Majaz Isti'aroh

Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu ada keserupaan.

Seperti Firman Allah SWT :

كِتَابٌ أنْزَلْنَاهُ إلَيْكَ لِتخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ                       

"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan (Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah)  .( S. Ibrahim : 1)

Arti Asli Lafadz  الظُّلُمَاتِdan  النُّوْرِ  adalah Gelap dan Terang.

Arti Majaz Lafadz  الظُّلُمَاتِdan  النُّوْرِ  adalahالضلال (Kesesatan) dan  الهُدَى  (petunjuk ).  

Lafadz  الظُّلُمَاتِdan  النُّوْرِ  pada ayat tersebut digunakan pada selain arti aslinya (makna Majaz).

dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya  keserupaan antara "Arti Kesesatan dan kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui sesuatu", atau "Hidayah dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama mengetahui sesuatu".

dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya adalah Lafadz :  كِتَابٌ أنْزَلْنَاهُ إلَيْكَ لِتخْرِجَ النَّاسَ   .

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz الظلمات adalah : Lafadz الضلالة  diserupakan dengan lafadzالظلمات dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz النور adalah : Lafadzالهدَى  diserupakan dengan lafadz النور dengan wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.

Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah atau Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.

Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.

Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :

Musta'ar lah (Musyabbah) adalah : Lafadzالضلال  dan الهدى  .

Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz الظلام   dan  النور  .

sedangkan lafadz الظلمات  dan النور disebut  :Musta'ar (Lafadz yang digunakan untuk Majaz Isti'aroh).

Pembagian Majaz Isti'aroh

Majaz  Isti'aroh dengan memandang penyebutan Musyabbah atau Musyabbah bih, terbagi menjadi dua macam yaitu :

a.      Isti'aroh Musorrohah.

Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz Musyabbah bih saja. Seperti Ucapan Penyair :

فأمطَرَتْ لُؤْلُؤًا مِنْ نَرْجِسٍ وَسَقَتْ    وَرْدًا وَعَضَّتْ عَلَى العُنَّابِ بِالبَرَدْ

Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga narsis, dan membasahi bunga mawar, dan menggigit buah anggur dgn Hujan es.

Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara dari matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.

Penyair menggunakan majaz isti'aroh pada Kata-kata tersebut :

Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz Isti'aroh Musorrohah.

b.      Isti'aroh Makniyyah.

Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan ditunjukkan dengan sesuatu dari perkara Lazimnya (Perkara yang menetapinya).

Seperti Firman Allah :

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذلِّ مِنَ الرَّحْمَة

Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu dengan kasih sayang. (Surat Al-Isro’ : 24)

Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz الطائر (Burung)  untuk lafadz الذلِّ (tunduk) kemudian membuang Lafadz الطائر (Burung)  dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan sesuatu lazimnya yaitu Lafadz :  الجناح  (Sayap).

Ijro'nya adalah :

Kata "الذل : tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " الطائر : Burung" (Sebagai Musyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti lafadz Musyabbah (الذل). lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata "Burung" yang terbuang ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Adapun Penetapan lafadz  الجناح  pada lafadz الذلِّ. , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan Al-Khotib dikatakan sebagaiIsti'aroh Tahyiliyyah.

Perbandingan

Contoh lain :

Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :

إنِّيْ لأَرَى رُؤُوسًا قَدْ أَيْنَعَتْ

Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)

yang sudah matang.

Ijro'nya adalah :

Kata "رؤوسا: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata "ثمرات : buah" (Sebagai Musyabah bih), asalnya :

إنِّيْ لأَرَى رُؤُوسًا كالثّمراتِ قَدْ أَيْنَعَتْ

kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz Musyabbah (رُؤُوسًا). lalu kata الثّمراتِitu dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitumatang, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-Musta’ar) , terbagi menjadi 2 macam yaitu :

1.      Isti'aroh Ashliyyah

Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim a'in (dzat) atau Isim ma'na.

Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz  الظلام  untuk artiالضلال (kesesatan) dan Lafadz النور   untuk arti الهدى  (petunjuk).

Contoh Isim ma'na :

هَذَا قَتلٌ        = Ini adalah pukulan keras.

Ijro'nya : Lafadz قَتلٌ  diserupakan denganضَرْبٌ شَدِيْدٌ (pukulan keras)  dengan wajah syabah : sama-sama sangat menyakitkan.

Kemudian arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan untuk Lafadz قَتلٌ , karena lafadz قَتلٌ merupakan isim Jamid untuk suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.

2.      Isti'aroh Taba'iyyah

Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf dan Isim yang Mustaq.

Contoh kalimah Fi'il, Seperti :

رَكِبَ فُلانٌ كَتِفَيْ غَرِيْمِهِ = Fulan menaiki dua Pundak orang yang dihutangi.

Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan tanggungan kepada orang yang dihutangi.

Dikatakan sebagai isti’aroh taba’iyyah karena Must’arnya berupa fi’il madhi yaitu :  رَكِبَ.

Ijro'nya :

Menurut Madzhab Salaf : Lafadz اللزوم (Penetapan) diserupakan dengan الركوب(naik)  dengan wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.

Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah اللزوم  (pemaksaan) lalu dari masdar  الركوب yang bermakna  اللزوم dimustaqkan menjadi kalimah fi’il  رَكِبَbermakna لزم.

Menurut Madzhab Al-Ishom: Lafadz اللزوم (Penetapan) diserupakan dengan الركوب(naik)  dengan wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.

Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah اللزوم  (pemaksaan) lalu diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang berarti peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi kalimah fi’il yang dibatasi dengan zaman lampau, lalu lafadz  رَكِبَ digunakan dengan makna  لزم.

Contoh Kalimah Huruf pada Firman Allah dalam Surat Al-Baqoroh : 5 =

أولَئك عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ        = Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu tetap atas hidayah dari Tuhan mereka.

Maksudnya : Mereka itu menetapi dari mendapatkan hidayah yang sempurna.

Lafadz على berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya Hubungan antara Orang yang mendapat petunjuk dan Sebuah petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya hubungan antara Lafadz عَلَى yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang diIsti'lai dengan wajah syabah : sama-sama adanya ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan dari artikeseluruhan (Kull) untuk arti sebagian(Juz) karena عَلَى memiliki arti yang banyak. Kemudian Lafadz على dari juz Musyabbah bih  digunakan untuk arti juz Musyabbah.

Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan Penyair :

وَلَئِنْ نَطَقْتُ بِشُكْرِ بِرِّكَ مُفْصِحًا    فَلِسَانُ حَالِيْ بِالشِّكَايَةِ أَنْطَقُ

Jika aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri kebaikanmu, maka Lisan keadaanku lebih mengucapkan (menunjukkan) dengan keluhan.

Maksudnya :

Ijro'nya : Lafadz الدلالة الواضحة (petunjuk yang jelas) diserupakan dengan lafadzالنطق (Ucapan) dengan wajah syabah : sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam hati. lalu lafadz النطق(Ucapan) digunakan untuk arti  Lafadzالدلالة الواضحة (petunjuk yang jelas). Lalu dari masdar النطق  yang bermakna الدلالة الواضحة itu dimustaqkan menjadi isim tafdhil yang berupa : أَنْطَقُ bermakna أدلّ.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih, terbagi menjadi 3 macam

1.      Isti'aroh Murosyahah.

Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim(lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah bih.

Contoh :  أولَئِكَ الذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلاَلَةَ بِالهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ  

Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka perdagangan mereka tidak  akan mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).

Lafadz  الإشتراء  digunakan untuk arti الإستبدال(mengganti)

Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara Bathil (kesesatan) dan lebih memilih kesesatan, itu diserupakan dengan Lafadz  الإشتراء  yaitu membeli /mengganti harta dengan harta lain. dengan wajah syabah : meninggalkan perkara yang dibenci (tidak dibutuhkan) dan mengganti perkara yang disenangi.

Lalu Lafadz  الإشتراء  digunakan untuk arti musyyabah (Mengganti perkara). Qorinahnya adalah mustahilnnya diartikan membeli kesesatan dengan petunjuk.

Dan menyebutkan lafadz الربح (keuntungan) dan lafadz التجارة (berdagang) yang merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan  kata  الإشتراء (membeli) disebut sebagai Tarsyih .

2.      Isti'aroh Mujarodah.

Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan Musyabbah.

Contoh : فَأذَاقَها اللهُ لِبَاسَ الجُوْعِ والخَوْفِ          

"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S. An-Nahl :112)

Lafadz اللباس digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya.

Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya" itu diserupakan dengan kata : "Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai, sedangkan Lapar dan takut terdapat pada orang yang merasakannya.

Menyebut Lafadz الإذاقة   disebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki adalah : الإصابة  (menimpakan).

Lafadz الإذاقة   merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan Musyabbah yaitu : kelaparan dan pucat.

3.      Isti'aroh Muthlaqoh.

Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah satu dari musyabbah atau Musyabbah bih.

Contoh : يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللهِ    

"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah ".

(S. Ar-Ro'du:25)

Ijro'nya : Kata " (إبطال العهد   )  Membatalkan Janji " itu diserupakan dengan kata : "(فك طاقات الحبل  )  merusak Ikatan tali "  dengan wajah syabah : sama-sama tidak memberi manfaat. Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan tali) yaitu: (النقض )  digunakan untuk Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.

Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagaiTarsyih dan Tajrid kecuali setelah sempurnanya Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.

MAJAZ MURSAL

Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.

Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :

1.      Sababiyah (Sebab).

Contoh :  عَظُمَتْ يَدُ فُلانٍ عِنْدِيْ       

"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan tangan)

Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dariMengucapkan penyebab  dengan menghendaki arti akibatnya {إطلاق السبب على أرادة المسبب}

2.      Musabbabiyyah (akibat)

Contoh : أَمْطَرَتْ السَّمَاءُ نَبَاتًا 

"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan timbulnya tanaman)

Mengucapkan kata نَبَاتًا  (Tanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya {إطلاق المسبب على أرادة السبب}

3.      Juz'iyyah (Sebagian)

Contoh : أرْسَلْتُ العُيُوْنَ لِتَطَّلِعَ عَلَى أحْوَالِ العَدُوِّ           

"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"

Mengucapkan kata العُيُوْنَ  (beberapa mata) dengan arti Intel (mata-mata) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti keseluruhan{إطلاق الجزء على أرادة الكلّ}

Karena Mata merupakan bagian dariSeseorang.

4.      Kulliyah (Keseluruhan)

Contoh : وَيَجْعَلُوْنَ أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذانِهِمْ   

"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada telinganya "

Mengucapkan kata الأصابع   (Jari tangan) dengan arti الأنامل   (Ujung jari) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki artisebgian {إطلاق الكل على أرادة الجزء}

Karena Ujung jari merupakan bagian dariJari.

5.      Memandang Asalnya (pada masa sebelumnya).

Contoh : وَآتُوا اليَتَامَى أموالهُمْ أي البَالِغِيْن          

"Dan berikanlah kepada Anak- anak yatim (Orang Baligh) atas beberapa hartanya"

Mengucapkan kata اليتامى   (Anak-anak yatim) dengan arti البالغين   (Orang Baligh)dikatakan sebagai Majaz Mursal dariMengucapkan Sifat sebelumnya dengan menghendaki arti Sifat yang sedang terjadi{إطلاق إطلاق ما كان على أرادة ما يكون}

6.      Memandang sesuatu yang akan terjadi.

Contoh : إنِّيْ أرانِيْ أعصر خمرا أي عِنبًا 

"Saya meyakini  bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."

Mengucapkan kata خمر   (arak) dengan artiعنب (Anggur) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan bentuk yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk sebelumnya

{إطلاق ما يكون على أرادة ما كان}

7.      Mahalliyah (tempat)

Contoh : قَرَّرَ المَجْلِسُ ذالك أي أهْلُهُ   

"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"

Mengucapkan kata المجلس   (Majlis) dengan arti اهل المجلس   (Ahli Majlis)dikatakan sebagai Majaz Mursal dariMengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang yang menempati

{إطلاق المكان على أرادة الحالّ فيه}

8.      Perkara yang menempati / Keadaan (Halliyah).

Contoh : فَفِي رَحْمَةِ اللهِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْن أي جنته          

"Dan dalam Rohmat Allah (Syurga-Nya), mereka kekal didalamnya"

Mengucapkan kata رَحْمَةِ اللهِ   (Rohmat Allah) dengan arti جنته  (Surga Allah)dikatakan sebagai Majaz Mursal dariMengucapkan Perkara yang menempati dengan menghendaki arti Tempat.

{إطلاق الحالّ على أرادة المحلّ}

*****

MAJAZ MUROKKAB

Majaz Murokkab

adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti aslinya, dengan disebabkan adanya hubungan makna dengan tidak adanya penyerupaan.

Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair :

Contoh : هَوَايَا مَعَ الرَّكْبِ اليَمَانِيْنَ مُصْعِدُ   جَنِيْبٌ وَجُثْمَانِيْ بِمَكَّةَ مُوْثَقُ

"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu terikat ".

Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan kesengsaraan.

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:

رَبِّ إنِّيْ لاَ أسْتَطِيْعُ اصْتِبَارًا     فَاعْفُ عَنِّيْ يَا مَنْ يَقِيْلُ العَثَارَ

"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka ampunilah aku wahai Dzat yang mengampuni kesalahan".

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :

كُتِبَ إسْمِيْ بَيْنَ النَّاجِحِيْنَ

"Namaku telah tertulis diantara orang-orang sukses".

Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi SAW :

مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَعْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia menempati tempatnya dari neraka”.

Karena فَلْيَتَبَوَّأْ  yang dkehendaki adalah lafadzيَتَبَوَّأُ

Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka dikatakan sebagai Majaz Isti'aroh Tamtsiliyyah.

Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap suatu perkara.

Contoh : إِنِّيْ أَرَاكَ تُقَدِّمُ رِجْلاً وَتـُؤَخِّرُ أُخْرَى

"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali  dan mengakhirkan kaki yang lain sekali".

Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan orang yang berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan kaki yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang lain.

Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (تُقَدِّمُ رِجْلاً وَتـُؤَخِّرُ أُخْرَى) untuk arti musyabbah (Keraguan).

*****

MAJAZ AQLI

Majaz Aqli

Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang menjadi Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya hubungan makna.

Seperti ucapan penyair :

أَشَابَ الصَّغِيْرَ وَأَفْنَى الكَبِيْـ    ـرَ كَرُّ الغَدَاةِ وَمَرُّ العَشِيِّ

"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan  Orang tua menjadi mati".

Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Matipada Kata "Berjalannya siang dan malam"merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena  Dzat yang menjadikan tua (beruban) dan Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.

Dan termasuk Majaz Aqli yaitu

a.      Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.

Contoh :   عِيْشَةٌ رَاضِيَةٌ

"Kehidupan yang diridhoi".

kata " رَاضِيَةٌ" yang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang kembali pada lafadz " عِيْشَةٌ" dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : عِيْشَةٌ رَاضٍ صَاحِبُهَا إيَّهَا(Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).

b.      Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.

Contoh :

سَيْلٌ مُفْعَمٌ   = "Banjir yang diluapkan".

kata "مُفْعَمٌ" yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang kembali pada lafadz "سَيْلٌ"  dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : سَيْلٌ مُفْعِمٌ الوَادِيَ   (Banjir yang memenuhi lembah).

c.       Mengisnadkan kepada Masdhar.

Contoh :

جَدَّ جِدُّهُ   = "Kesemangatannya itu sunguh-sungguh".

kata "جَدَّ " di isnadkan pada Masdhar (maf'ul Muthlaq ) dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : جَدَّ شَخْصٌ جِدًّا   (Orang itu sunguh bersemangat).

d.      Mengisnadkan kepada Isim Zaman.

Contoh :

نَهَارُهُ صَائِمٌ   = "Waktu siangnya itu berpuasa".

kata "صَائِمٌ " di isnadkan pada Isim Zaman dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : هُوَ صَائِمٌ نَهَارَهُ   (Dia berpuasa di siang harinya.)

e.      Mengisnadkan kepada Isim Makan.

Contoh :

نَهْرٌ جَارٍ   = "Sungai itu mengalir".

kata "جَارٍ " di isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : مَاءُ النَّهْرِ جَارٍ   (Air bengawan itu mengalir.)

f.        Mengisnadkan kepada Sebab.

Contoh :

بَنَى الأمِيْرُ المَدِيْنَةَ   = "Gubernur itu membangun Kota".

kata " بَنَى " diisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya:  بَنَى العُمالُ بسَببِ أمر الأمِيْرِ المَدِيْنَةَ 

(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)

Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada Lafadz yang digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.

*****
.
KINAYAH

Kinayah

adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan dengan makna yang lain.

Contoh :

طَوِيْلُ النَّجَادِ   = "Panjang Sarung pedangnya"

maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.

Yang dikehendaki dari lafadz  طَوِيْلُ النَّجَادِadalah bisa diartikan dengan Makna hakiki (Panjang Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena tidak adanya Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki, berbeda dengan Majaz. karena pada Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna asli beserta Makna majaz, karena tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja dengan adanya Qorinah yang mencegah mengartikan pada makna Asli.

Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.

Kinayah, dengan memandang Makni alaih (Lafadz yang digunakan sebagai kinayah) terbagi menjadi 3 macam :

1.      Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.

Contoh :

Seperti Ucapan Khonsya' (memuji saudaranya yang bernama Sokhr):

طَوِيْلُ النَّجَادِ رَفِيْعُ العِمَادِ     كَثِيْرُ الرَّمَادِ إذَا مَا شَتَى

"Dia(Saudara Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya, Luhur tiangnya, Banyak debunya ketika Ia bersedekah"

Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang Dermawan.

Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"

Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"

dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.

Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"

Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

2.      Kinayah yang Makni alaihnya berupa Nisbat.

Contoh :

المَجْدُ بَيْنَ ثَوْبَيْهِ والكَرَمُ تَحْتَ رِدَائِهِ 

"Kemulyaan itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu dibawah selendangnya"

Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan kinayah dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas dari Orang yang disifati,  dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang memiliki dua pakaian dan selendang itu.

Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan dan kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan selendang pada Pemiliknya.

3.      Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.

Contoh : Seperti Ucapan Penyair :

الضَّارِبِيْنَ بِكُلِّ اَبْيَضَ مُخْدِمٌ    وَالطَّاعِنِيْنَ مَجَامِعَ الأَضْغَانِ

"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap pedang putih mengkilat yangTajam , dan Orang-orang yang menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat kumpulnya sifat kebencian".

Penyair membuat kinayah dengan kata "Tempat berkumpulnya sifat  kebencian" yang berarti Hati.  Seolah-olah ia mengatakan  : "dan Orang-orang yang menusuk hati lawan" karena menghilangkan nyawa dengan cepat.

Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.

Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Banyak, maka Disebut Talwikh.

Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih samar, maka Disebut Ar-Romzu.

Contoh :

هُو سَمِيْنٌ رِخْوٌ   = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"

Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.

Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar Tengkuknya (Jithok: Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau memang tidak ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.

Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :

أوَ مَا رَأَيْتَ المَجْدَ أَلْقَى رَحْلَهُ    فِيْ آلِ طَلْحَةَ ثُمَّ لَمْ يَـتحَوَّلِ

"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga Tholhah, lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"

Penjelasan :

Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan satu penghubung serta jelas.

Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan makna majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang mulia yang memiliki tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah sama –sama adanya rasa senang bertemu.

Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah dan ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz Tahyiliyah.

Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang diserupakan dengan seseorang yang memiliki rumah merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang disifati dan tempat, dan perantara inilah dikatakan jelas.

Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :

عَرِيْضُ القَفَا         = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"

Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti bodoh menurut adat.

Disini ada jenis dari kinayah yang  dituju pemahamannya pada runtutan kalam (siyaqul Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi makna.

Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada Manusia.

خَيْرُ النَّاسِ مَنْ يَنْفَعُهُمْ

"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan kemanfaatan Terhadap Mereka."

*****

ILMU BADI'

Ilmu Badi'

adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan.

Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-Lafdziyah.

Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

1.      Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh, sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.

Seperti pada Firman Allah :

وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفَّاكُمْ بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ

"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui dosa yang kalian kerjakan di siang hari ."

(S. Al-An’am :60)

Dengan menghendaki pada Lafadz جَرَحْتُمْdengan makna jauhnya adalah :mengerjakan dosa. dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi : ثُمَّ يُنَبِّئُكمْ بما كنتم تعلمون.

Dan seperti ucapan Penyair :

يَا سَيِّدًا حَازَ لُطْفًا    لَهُ البَرَايَا عَبِيْدُ

أَنْتَ الحُسَيْنُ وَلَكِنْ   جَفَاكَ فِيْنَا يَزِيْدُ

Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya. Engkau adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami bertambah"

Arti qorib lafadz يَزِيْدُ adalah : Nama orang,(yazid bin Muawiyah bin Abu sufyan) karena dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi Makna ini tidak dikehendaki.

Arti Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz يَزِيْدُ adalah : Fi'il Mudhori' dari lafadz  " زَادَ " yang bermakna : “bertambah”

2.      At-Thibaq; ialah Mengumpulkan antara dua arti yang berlawanan.

At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab dan At-Thibaq salby.

At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang tidak berbeda dalam hal ijab dan salab.

Contoh pada Firman Allah:

وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُوْدٌ

Dan engkau menyangka bahwa mereka itu terjaga, padahal mereka itu tidur.(Surat Al-Kahfi : 18)

Lafadz رُقُوْدٌ (tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena يقْظَة (terjaga) itu mengetahui dengan panca indra, sedangkan tidur sebaliknya. dan diantara keduanya saling berlawanan.

At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang berbeda dalam hal ijab dan salab, seperti mengumpulkan dua kalimah fi’il dari satu masdhar, lafadz yang satu dibuat musbat (tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan nafi).

Contoh pada Foirman Allah :

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ، يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِنَ الحَيَاةِ الدُّنْيَا

Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu yang disediakan bagi mereka diakhirot), mereka mengetahui perkara yang jelas dari kehidupan dunia.(Surat Ar-Rum : 6-7)

Mengumpulkan Lafadz يَعْلَمُوْنَ(mengetahui) dan Lafadz لا يَعْلَمُوْنَ (tidak mengetahui) dikatakan Tibaqul Salbi, karena lafadz لا يَعْلَمُوْنَ (tidak mengetahui) itu manfi, sedangkan Lafadz يَعْلَمُوْنَ(mengetahui) itu mutsbat.

3.      Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan dengan kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.

Contoh pada Firman Allah :

فَلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلاً وَليَبْكُوْا كَثِيْرًا

Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).

Pada ayat tersebut, Lafadz الضحك (tertawa) berlawanan dengan kata البكاء (menangis) dan Lafadz القليل (sedikit) berlawanan dengan kata الكثير (banyak).

4.      Menjaga Perbandingan  yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai dengannya bukan kata yang berlawanan.

Contoh :

وَالطّلُّ فِيْ سِلْكِ الغُصُوْنِ كَلُؤْلُؤ   رَطْبٌ يُصَافِحُهُ النَّسِيْمُ فَيَسْقُطُ

وَالطَّيْرُ يَقْرَأُ وَالغَدِيْرُ صَحِيْفَةٌ    وَالرِّيْحُ تَكْتًبُ وَالغَمَامُ يُنَقِّطُ

hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.

Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang menulis  , dan Mendung membuat titik.

Pada Bait pertama terkumpul lafadz النسيم، الغصون، الطلّ , kesemuanya merupakan lafadz yang saling berhubungan.

Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz الطير، الغدير، الريح، الغمام, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan.

dan juga lafadz القراءة، الصحيفة، الكتابة، النقط, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan.

5.      Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan dhomirnya dengan ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.

Contoh Pertama:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada bulan itu).

Lafadz الشهر memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat tersebut Lafadz الشهر diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir padaفَلْيَصُمْهُ itu di kembalikan pada Lafadz الشهرyang diartikan dengan makna hakiki (bulan).

Contoh kedua :

فَسَقَى الغَضَا وَالسَّاكِنِيْهِ وَإِنْ هُمُوْ   شَبُّوْهُ بَيْنَ جَوَانِحِيْ وَضُلُوْعِيْ

Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang dadaku (hati) dan tulang punggungku.

Lafadz الغضا memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat) dan arti majaz isti'aroh (Api).

 Pada syair tersebut Lafadz الغضا diartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada الساكنيه itu di kembalikan pada Lafadzالغضا yang diartikan dengan makna majaz mursal (tempat) dan dhomir pada شبّوه itu di kembalikan pada Lafadz الغضا yang diartikan dengan makna majaz Istia'roh (Api) .

6.      Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan Penyair :

إِنَّ الشَّبَابَ وَالفَرَاغَ وَالجِدهْ   مَفْسَدَةٌ لِلْمَرْءِ أَيَّ مَفْسَدَةْ

Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan pada seseorang.

Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.

7.      Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada ucapan Penyair (wathwath):

مَا نوالُ الغَمَامِ وَقْتَ رَبِيْعٍ  كَنَوَالِ الأمِيْرِ يَوْمَ سَخَاءٍ

Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu makmur.

Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu jenis yang sama.

8.      Taqsim; (mengklasifikasikan)

Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara

Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :

وَأَعْلَمُ عِلْمَ اليَوْمِ وَالأمْسِ قَبْلَهُ    وَلَكِنَّنِيْ عَنْ عِلْمِ مَا فِيْ غَدٍ عَمِيْ

“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan ilmu hari yang akan datang.

Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.

dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing perkara itu dengan menjelaskan.

Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :

وَلاَ يُقِيْمُ عَلَى ضَيْمٍ يُرَادُ بِهِ   إِلاَّ الأَذَلاَّنِ عَيْرُ الحَيِّ وَالوَتَدُ

هَذَا عَلَى الخَسْفِ مَرْبُوْطٌ بِرُمَّتِهِ   وَذَا يُشَجُّ فَلاَ يَرْثِيْ لَهُ أَحَدُ

Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.

Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.

Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang kedua yaitu “ditancapkan”.

dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai pada masing-masing perkara tersebut.

Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :

سأطْلُبُ حَقِّيْ بِالقَنَا وَمَشَايِخِ   كَأَنَّهُمُ مِنْ طُوْلِ مَا إلتَثَمُوا مُرْدُ

ثِقَالٌ إذَا لَقَوْا خِفَافٌ إِذَا دُعُوْا   كَثِيْرٌ إِذَا شَدُّوْا قَلِيْلٌ إذَا عُدُّوْا

Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya memakai cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat (dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang banyak ketika menyerang, yang sedikit ketika dihitung.

9.      Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.

Hal ini terbagi menjadi 2 macam :

Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.

Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:

وَلاَ عَيْبَ فِيْهِمْ غَيْرَ أنَّ سُيُوفَهُمْ   بِهِنَّ فُلُوْلٌ مِنْ قِرَاعِ الكَتَائِبِ

Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.

Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.

Seperti Ucapan Penyair :

فَتًى كَمُلَتْ أَوصَافُهُ غَيْرَ أَنَّهُ    جَوَادٌ فَمَا يُبْقِيْ عَلَى المَالِ بَاقِيًا

Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada menyisakan sisa dari hartanya.

10.  Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat perkara yang langka untuk sifat.

Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :

لَوْ لَمْ تَكُنْ نِيَّةُ الجَوْزَاءِ خِذْمَتَهُ   لَمَا رَأيْتَ عَلَيْهَا عِقْدَ مُنْتَطَقِ

“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak akan melihat padanya ikatan yang melingkar”.

11.  Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka dipilihlah lafadz yang Agung dan  Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:

إذا مَا غَضِبْنَا غَضْبَةً مُضَرِّيَةً   هَتَكْنَا حِجَابَ الشَّمْسِ أَوْ قَطَرَتْ دَمًا

إذَا مَا أَعَرْنَا سَيِّدًا مِنْ قَبِيْلَةٍ   ذُرَى مِنْبَرٍ صَـلَّى عَلَيْنَا وَسَــلَّمَا

Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari (perkara haq) sampai meneteskan warna darah.

Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan kami dan menyebut (nama kami pada qoumnya).

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu pemuda :

لَمْ يَطُلْ لَيْلِيْ وَلَكِنْ لَمْ أَنَمْ   وَنَفَى عَنِّيْ الكَرَى طَيْفٌ أَلَمْ

Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku, bayangan kekasih telah datang.

12.  Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.

Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang diharapkan oleh pengucapnya.

Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan :لأحْمِلَنَّكَ عَلَى الأَدْهَمِ

Sungguh aku akan membawamu pada terali besi

lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :

مِثلُ الأمِيْرِ يَحْمِلُ عَلَى الأدْهَمِ وَالأشْهَبِ

itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.

Lalu Hajjaj menjawab : أَرَدْتُ الحَدِيْدَ

Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.

Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):

لأنْ يَكُوْنَ حَدِيْدًا خَيْرٌ مِنْ أنْ يَكُوْنَ بَلِيْدًا

Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.

Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid" sebagai Tempat yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman keduanya sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"

Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.

Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi masalah.

Seperti Firman Allah :

يسْألُوْنَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالحَجِّ.

Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah Waktu bagi manusia dan haji .

Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin Ghonam) kepada Nabi : "Bagaimana keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama, lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?".

Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang bertanya.

Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu diposisikan seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.

*****

Muhassinat Al-Lafdhiyyah.

1.      Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.

Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).

Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan dan urutannya.

Contoh :

لَمْ نَلْقَ غَيْرَكَ إنْسَانًا يُلاذُ بِهِ     فَلا بَرِحْتَ لِعَيْنِ الدَّهْرِ إِنْسَانًا.

Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau, maka engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.

Contoh lain :

فَدَارِهِمْ مَا دُمْتَ فِيْ دَارِهِمْ    وَأرْضِهِمْ مَا دُمْتَ فِيْ أرضِهِمْ.

Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah mereka selama engkau tetap berada di tanahnya.

Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari keadaan, jenis, hitungan dan urutan.

Contoh :

يَمُدُّوْنَ مِنْ أيْدٍ عَوَاصِ عَوَاصِمٍ    تَصُولُ بأسْيَافٍ قَوَاضٍ قَوَاصِبِ.

Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul dengan tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang mematikan, yang memotong.

2.      Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar yang terpisah.

Contoh :

الإنْسَانُ بآدابِهِ لاَ بِزِيِّهِ وَثِيَابِهِ.

Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.

Contoh :

يَطْبَعُ الأسْجَاعَ بِجَوَاهِرِ لَفْظِهِ وَيَقْرَعُ الأسْمَاعَ بِزَوَاجِرِ وَعْظِهِ.

Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.

3.      Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits bukan merupakn Lafadz salah satunya.

Seperti ucapan Penyair :

ـمِ وَأنْكِرْ بِكُلِّ مَا يُسْتَطَاعُ

لاَ تَكُنْ ظَالِمًا وَلاَ تَرْضَ بِالظُلْـ

مِنْ حَـمِيْمٍ وَلاَ شَفِيْعٍ يُطَاعُ

يَوْمَ يَأْتِيْ الحِسَابُ مَا لِظَــلُومٍ

Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan ingkarilah sesuai dengan kemampuan.

Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat, dan orang yang menolongnya yang diikuti.

Syair tersebut diambil dari Ayat Al-qur’an Surat Al-Mu’min : 18 :

مَا لِلظَالِمِيْنَ مِنْ حَمِيْمٍ وَلاَ شَفِيْعٍ يُطَاعُ

Seperti ucapan Penyair :

لاَ تُعَادِ النَّاسَ فِيْ أوْطَانِهِمْ   قَلَّمَا يُرْعَى غَرِيْبُ الوَطَنِ

وَإذَا مَا شِئْتَ عَيْشًا بَيْنَهُمْ    خَالِقِ النَّاسَ بِخُلْقٍ حَسَنٍ.

Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.

Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia dengan Akhlaq yang baik.

Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :

إتق الله حيثما كنتَ وأتبعِ السَّيئة الحسنةَ تمحُها وخَالِقِ النَّاسَ بِخُلقٍ حَسَنٍ.

Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil karena wazan Syi'ir atatau yang lain.

Seperti ucapan Penyair :

قَدْ كَانَ مَا خِفْتُ أنْ يَكُونَا   إنَّا إلى اللهِ رَاجِعُونَا

Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu kembali kepada Allah.

Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :

وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ الذِيْنَ إِذَا أصَابِتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إنَّا للهِ وَإنَّا إلَيْهِ رَاجِعُوْنَ.

PENUTUP

4.      Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.

Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai Baroatul Istihlal.

Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :

المَجْدُ عُوْفِيَ إذْ عُوفِيْتَ وَالكَرَمُ   وَزَالَ عَنْكَ إِلَى أَعْدَائِكَ السَّقَمُ

Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.

Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan gedung :

قَصْرٌ عَلَيْهِ تَحِيَّةٌ وَسَلاَمُ    خَلَعَتْ عَلَيْهِ جَمَالَهَا الأَيَّامُ

Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan keindahannya padanya.

5.      Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.

Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.

Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :

بَقِيْتَ بَقَاءَ الدَّهْرِ يَا كَهْفَ أَهْلِهِ   وَهَذَا دُعَاءٌ لِلْبَرِيَّةِ شَامِلُ

Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah do’a yang menyeluruh untuk manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.