Ada dua riwayat yang tegas menunjukkan bolehnya mengambil keuntungan lebih dari 100%.
Pertama, hadis dari Urwah al-Bariqi beliau menceritakan,
دَفَعَ إِلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- دِينَارًا لأَشْتَرِىَ لَهُ شَاةً فَاشْتَرَيْتُ لَهُ شَاتَيْنِ فَبِعْتُ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجِئْتُ بِالشَّاةِ وَالدِّينَارِ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan uang sebesar 1 dinar kepadaku untuk dibelikan seekor kambing. Kemudian uang itu saya belikan 2 ekor kambing. Tidak berselang lama, saya menjual salah satunya seharga 1 dinar. Kemudian saya bawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seekor kambing dan uang 1 dinar.
Kemuduian akupun menceritakan kejadian itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau mendoakan,
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِى صَفْقَةِ يَمِينِكَ
Semoga Allah memberkahimu dalam transaksi yang dilakukan tanganmu. (HR. Turmudzi 1304, Daruquthni 2861, dan dihasankan Syuaib)
Kedua, hadis dari Abdullah Zubair radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
وَكَانَ الزُّبَيْرُ اشْتَرَى الْغَابَةَ بِسَبْعِينَ وَمِائَةِ أَلْفٍ ، فَبَاعَهَا عَبْدُ اللَّهِ بِأَلْفِ أَلْفٍ وَسِتِّمِائَةِ أَلْفٍ
Zubair pernah membeli tanah hutan seharga 170.000, kemudian tanah itu dijual oleh putranya, Abdullah bin Zubair seharga 1.600.000 (HR. Bukhari 3129).
Hadis ini diletakkan al-Bukhari dalam kitab shahihnya di Bab, “keberkahan harta orang yang berperang.”
Hadis ini dijadikan dalil oleh para ulama untuk menyimpulkan bolehnya mengambil keuntungan berlipat-lipat dalam jual beli. (Majallah Majma’ al-Fiqh al-Islami, volume 5/VII – Tahdid Arbah Tujjar, Dr. Yusuf Qardhawi)
Banyak kasus dimana orang bisa mendapatkan keuntungan berlipat-lipat ketika jual beli. Orang yang pergi ke hutan untuk mencari kayu gaharu, mereka bermodal gergaji, kapak, dst. yang jika dinilai, tidak lebih dari 2 jt. dan ketika dia berhasil mendapat 1 batang gaharu, hasilnya bisa berjuta-juta. Jika dilihat dari modal, keuntungan bisa berlipat-lipat. Dan umumnya unit produksi, bisa menghasilkan keuntungan berlipat-lipat, jika dilihat dari modal. Meskipun hukum ini juga berlaku untuk unit usaha yang lain seperti trader.
Biasanya, pembodohan itu banyak terjadi ketika konsumen kurang perhatian terhadap harga pasar atau kurang perhatian melihat situasi barang. Memang keuntungan dalam jual beli mengikuti laju perekonomian masyarakat, seperti faktor permintaan dan suplay barang atau ketersediaan barang. Namun para pedagang hendaknya tetap memperhatikan kode etik pebisnis muslim. Dalam arti, tidak bernafsu meraup keuntungan dengan terlalu semangat memanfaatkan kesempatan. Karena ini yang memicu tindakan ghabn.
Kesimpulan
ليست الأرباح في التجارة محدودة , بل تتبع أحوال العرض والطلب , كثرة وقلة ، لكن يستحسن للمسلم تاجراً أو غيره أن يكون سهلاً سمحاً في بيعه وشرائه , وألا ينتهز فرصة غفلة صاحبه , فيغبنه في البيع أو الشراء , بل يراعي حقوق الأُخوّة الإسلامية
Keuntungan perdagangan tidak memiliki batasan tertentu. Namun mengikuti kondisi persediaan – permintaan barang, dan ketersediaan barang. Hanya saja dianjurkan bagi para pegadang untuk memberi kemudahan bagi konsumen dalam bertransaksi. Jangan sampai memanfaatkan kesempatan kelalaian pembeli, kemudian melakukan ghabn (pembodohan) dalam melakukan transaksi jual beli. Sehingga dia harus memperhatikan hak ukhuwah islamiyah.
Dari keterangan di atas, kita bisa memberikan kesimpulan,
[1] Dibolehkan mengambil keuntungan lebih dari 100%
[2] Tidak dibolehkan menjual barang melebihi harga pasar, karena ini termasuk pembodohan konsumen
[3] Keuntungan dari jual beli dibolehkan selama tidak menyababkan harga barang dinaikkan melebihi harga pasar.
[4] Memanfaatkan kelalaian konsumen terhadap barang, bisa terhitung ghabn (pembodohan) jika harga dinaikkan secara tidak normal.
[5] Dibolehkan menaikkan harga barang mengikuti perubahan harga pasar, karena faktor ketersediaan dan permintaan terhadap barang.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.