Bagi pencintanya, kucing adalah hewan yang lucu dan menggemaskan. Tidak dapat dimungkiri, hewan yang satu ini memiliki kebiasaan hidup yang unik dan berbeda dari hewan lainnya.
Hewan ini merupakan satu di antara banyak binatang yang sering dijadikan sebagai hewan peliharaan karena tingkah lakunya yang dapat menghibur.
Dengan segala tingkah lucu yang dimiliki, kucing dapat memberikan kita pelajaran serta inspirasi dalam menjalani kehidupan.
Contohnya, seekor kucing selalu setia dan tidak pernah lupa kepada siapa pun yang pernah memberikan mereka makan.
Hal tersebut dapat kita ambil sebagai pelajaran bahwa setelah mendapatkan pertolongan dari seseorang, kita jangan melupakannya begitu saja dan selalu mengucap terima kasih.
Ketika kita membicarakan ciri khas bunglon sebagai sifat manusia, pastilah yang muncul adalah stigma negatif.
Orang yang digambarkan sebagai bunglon dianggap sebagai manusia yang memiliki sifat negatif :
(1) Tidak memiliki pendirian tetap
(2) Orang yang berjiwa oppoturnis dan mau untung sendiri
(3) Orang yang licik dan suka menipu
(4) Orang yang bermuka dua, berbicara yang baik-baik saja di depan namun memburukkan orang di belakang.
Namun jika kita melihat dari sudut pandang lain, ternyata sifat khas bunglon berkamuflase dapat dianggap sebagai kemampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Bak kata pepatah : “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.
Sekali lagi, kita hidup di lingkungan yang mempunyai beraneka ragam warna.
Menjadi seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Yang mampu bergaul dengan berbagai macam orang, berbagai macam pemikiran, dan berbagai macam ketertarikan tanpa harus meninggalkan seluruh sifat idealisme kita, terutama untuk urusan kebenaran.
Kita tidak mungkin bisa hidup sendirian. Kita adalah makhluk sosial.
Idealisme seringkali menyebabkan predikat “makhluk sosial” kita berubah menjadi “makhluk individualis” yang terkungkung dalam pemikirannya sendiri.
Seorang pemimpin bisa belajar dari sosok bunglon. Ia mampu merubah warnanya sesuai lokasi tugasnya. Pemimpin yang baik mampu menyesuaikan diri dengan situasi dimana ia berada.
Saat pemimpin bertemu dengan anak buah dengan karakter tertentu, ia harus bisa menyesuaikannya.
Menghadapi berbagai pribadi yang berbeda, menuntut sang pemimpin harus dapat bersikap dengan gaya berbeda.
Termasuk saat di dalam keluarga, ia bukan lagi bersikap sebagai boss kantoran, namun berganti menjadi sosok ayah sebagai pelindung keluarga.
Tak terkecuali saat kondisi persaingan menuntut pemimpin untuk mengubah cara-cara lama.
Sang pemimpin harus segera menyesuaikan dengan kebutuhan, tidak terkekang oleh tradisi yang sebenarnya sudah tidak dibutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.