Ziarah kubur merupakan amalan yang dianjurkan dalam Islam. Dengan berziarah, melantunkan zikir dan doa-doa menjadi sarana (wasilah) seorang hamba untuk menghormati para pendahulu, mendoakan mereka, atau merenungi hidup yang kelak pasti akan berakhir. Anjuran ziarah kubur tersebut dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Turmudzi di mana Rasulullah Saw bersabda:
عن علقمة بن مرثد عن سليمان بن بريدة عن أبيه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزوروها فإنها تذكر الآخرة
“Rasulullah SAW bersabda, sungguh (dulu) aku telah melarang kalian untuk berziarah kubur, kemudian telah diizinkan bagi Muhammad untuk berziarah ke makam ibunya, maka berziarah kubur kalian, karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan akan akhirat.”
Hadis di atas menegaskan bahwa di awal kemunculan Islam, Rasulullah SAW pernah melarang setiap muslim untuk berziarah kubur, karena beliau berpandangan bahwa mereka masih dalam masa peralihan dari tradisi jahiliyyah, sehingga dikhawatirkan bukan ziarah ala Islam, namun justru tindakan-tindakan khas jahiliyyah yang mereka lakukan. Setelah dirasa memiliki keimanan kuat dan kebiasaan-kebiasaan masa lalu ditinggalkan, kemudian beliau memperkenankan meraka untuk berziarah kubur.
Dalam pelaksanaan ziarah kubur Islam telah mengatur dan mengajarkan kepada umatnya tentang tata cara dalam ziarah kubur yang baik:
Pertama, bagi peziarah dianjurkan dalam keadaan suci, berpakaian yang sopan, dan menutup aurat.
Kedua, ketika memasuki area pemakamaan disunahkan membaca salam kepada ahli kubur. Bentuk salam yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW adalah (dalam kitab shahih Muslim):
السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاَحِقُونَ
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian (wahai penghuni kubur), dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Dan aku-seandainya Allah menghendaki, pasti aku akan menyusul kalian.”
Atau juga doa sebagai berikut;
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ. اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُمْ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُمْ
“Semoga keselamatan atas diri kalian, kaum mukmin penghuni kubur, aku-seandainya Allah menghendaki, pasti akan menyusul kalian. Ya Allah, janganlah engkau halangi kami akan pahalanya, dan jangan engkau memberi fitnah sepeninggalnya.”
Ketiga, setelah membaca salam di atas, kemudian peziarah mendekat pada makam yang diziarahi (posisi duduk) sambil membaca tahlil, atau Al Quran secukupnya yang dihadiahkan kepada mayit tersebut semisal surat Yasin. Sebagaimana hadis riwayat Abi Daud; “bacalah surat Yasin pada orang-orang yang mati di antara kamu.” Setelah dirasa cukup, maka diakhiri dengan membaca doa.
*****
Peringatan haul
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW selalu berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud pada setiap tahun. Sesampainya di Uhud beliau memanjatkan doa sebagaimana dalam surat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24:
سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Inilah yang menjadi sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.
Diriwayatkan pula bahwa para sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan Rasulullah. Berikut ini adalah kutipan lengkap hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi:
وَ رَوَى الْبَيْهَقِي فِي الشَّعْبِ، عَنِ الْوَاقِدِي، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزُوْرُ الشُّهَدَاءَ بِأُحُدٍ فِي كُلِّ حَوْلٍ. وَ إذَا بَلَغَ رَفَعَ صَوْتَهُ فَيَقُوْلُ: سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّار
Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi SAW senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” –QS Ar-Ra’d: 24– Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Lanjutan riwayat:
ثُمَّ أبُوْ بَكْرٍ كُلَّ حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ. وَ كاَنَتْ فَاطِمَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا تَأتِيْهِ وَ تَدْعُوْ. وَ كاَنَ سَعْدُ ابْنِ أبِي وَقَّاصٍ يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقْبَلُ عَلَى أصْحَابِهِ، فَيَقُوْلُ ألاَ تُسَلِّمُوْنَ عَلَى قَوْمٍ يَرُدُّوْنَ عَلَيْكُمْ بِالسَّلَامِ
Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.