Muhassinat Al-Ma’nawiyyah (keindahan makna)
1. Tauriyyah ; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma’na Jauh, sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.
Seperti pada Firman Allah :
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﺎﻛُﻢْ ﺑِﺎﻟَّﻴْﻞِ ﻭَﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺟَﺮَﺣْﺘُﻢْ ﺑِﺎﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ
“Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui dosa yang kalian kerjakan di siang hari .” (S. Al-An’am :60)
Dengan menghendaki pada Lafadz ﺟَﺮَﺣْﺘُﻢْ dengan makna jauhnya adalah :
mengerjakan dosa . dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi :
ﺛُﻢَّ ﻳُﻨَﺒِّﺌُﻜﻢْ ﺑﻤﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﻥ .
Dan seperti ucapan Penyair :
ﻳَﺎ ﺳَﻴِّﺪًﺍ ﺣَﺎﺯَ ﻟُﻄْﻔًﺎ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺒَﺮَﺍﻳَﺎ ﻋَﺒِﻴْﺪُ
ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺤُﺴَﻴْﻦُ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺟَﻔَﺎﻙَ ﻓِﻴْﻨَﺎ ﻳَﺰِﻳْﺪُ
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya. Engkau adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami bertambah”
Arti qorib lafadz ﻳَﺰِﻳْﺪُ adalah : Nama orang,(yazid bin Muawiyah bin Abu sufyan) karena dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi Makna ini tidak dikehendaki. Arti Ba’id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ﻳَﺰِﻳْﺪُ adalah : Fi’il Mudhori’ dari lafadz ” ﺯَﺍﺩَ ” yang bermakna : “bertambah”
● Macam-macam tauriyah
Tauriyah terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1) Tauriyah Mujarradah
Tauriyah mujarradah ialah tauriyah yang tidak dibarengi dengan sesuatu yang sesuai dengan dua macam arti, seperti jawaban nabi Ibrahim as. Ketika ditanya oleh Tuhan tentang isterinya.
Ia mengatakan ﺃﺧﺘﻲ ﻫﺬﻩ Ini saudaraku (seagama). Nabi Ibrahim memaksudkan kata ‘ ﺃﺧﺘﻲ ’ adalah saudara seagama.
Dalam Alquran Allah swt berfirman:
ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﻮﻓﺎﻛﻢ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ ﻭﻳﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﺟﺮﺣﺘﻢ ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ
“Dan Dialah yang mewafatkan
(menidurkan) kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari.” (al-An’am : 60 )
Pada kedua contoh kalimat di atas terdapat ungkapan tauriyah yaitu kata ﺃﺧﺘﻲ ‘‘ dan ﺟﺮﺣﺘﻢ ’. Pada kedua contoh di atas tidak terdapat kata-kata yang
sesuai dan munasabah untuk keduanya, sehingga dinamakan
tauriyah mujarradah .
2) Tauriyah Murasysyahah
Tauriyah murasyahah ialah suatu
tauriyah yang setelah itu dibarengi dengan ungkapan yang sesuai dengan makna yang dekat. Tauriyah ini di namakan murasyahah karena dengan menyertakan ungkapan yang sesuai dengan makna dekat menjadi lebih kuat. Sebab makna yang dekat tidak dikehendaki, jadi seolah-olah makna yang dekat itu lemah, apabila sesuatu yang sesuai dengannya disebutkan, maka ia menjadi kuat.
Contoh,
ﻭﺍﻟﺴﻤﺂﺀ ﺑﻨﻴﻨﺎﻫﺎ ﺑﺄﻳﺪ .
“Dan langit itu Kami bangun dengan tangan (kekuasaan) Kami.” (al- Dzâriyat: 47)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan tauriyah, yaitu pada kata ‘ ﺑﺄﻳﺪ ’. Kata tersebut mengandung kemungkinan diartikan dengan tangan, yaitu diberi makna anggota tubuh, dan itulah makna yang dekat. Sedangkan makna jauhnya adalah kekuasaan. Dalam pada itu disebutkan juga ungkapan yang sesuai dengan makna yang dekat itu dari segi untuk menguatkan, yaitu kata ﺑﻨﻴﻨﺎﻩ ﺍ ‘ ’. Namun demikian, pada ayat di atas ungkapan tauriyah
mengandung kemungkinan makna yang jauh yang dikehendaki.
3) Tauriyah Mubayyanah
Tauriyah Mubayyanah adalah salah satu jenis tauriyah yang disebutkan padanya ungkapan yang sesuai untuk makna yang jauh. Dinamakan
mubayyanah karena ungkapan tersebut dimunculkan untuk menjelaskan makna yang ditutupinya. Sebelum itu makna yang dimaksudkan masih samar, sehingga setelah disebutkan kelaziman makna yang dikehendaki menjadi jelas. Contoh,
ﻳﺎ ﻣﻦ ﺭﺁﻧﻲ ﺑﺎﻟﻬﻤﻮﻡ ﻣﻄﻮﻗﺎ # ﻭﻇﻠﻠﺖ ﻣﻦ ﻓﻘﺪﻱ ﻏﺼﻮﻥ
ﻓﻲ ﺷﺠﻮﻥ
4) Tauriyah Muhayyaah
Tauriyah Muhayyaah ialah tauriyah
yang tidak terwujud kecuali dengan lafaz sebelum atau sesudahnya. Jadi Muhayyaah terbagi menjadi dua bagian:
a) Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafaz yang terletak sebelumnya. Contoh,
ﻭﺃﻇﻬﺮﺕ ﻓﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﺳﻤﺎﺗﻚ ﺳﻨﺔ # ﻓﺄﻇﻬﺮﺕ ﺫﺍﻙ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻣﻦ
ﺫﺍﻟﻚ ﺍﻟﻨﺬﺏ
“Anda tampakkan di tengah kita, Tabiat aslimu Anda tampakkan pemberian itu, Dari yang cepat tunaikan perlu.”
b) Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafaz yang terletak sesudahnya.
Contoh,
ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﺤﺮﻙ ﺍﻟﺸﻤﺎﻝ ﺑﺎﻟﻴﻤﻴﻦ .
Sesungguhnya ia menggerakkan baju lapang yang menyelubungi seluruh badan dengan tangan kanan.”
Contoh-contoh:
1. Sirajudin Al-Warraq berkata :
ﺃﺻﻮﻥ ﺃﺩﻳﻢ ﻭﺟﻬﻲ ﻋﻦ ﺃﻧﺎﺱ # ﻟﻘﺎﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺍﻷﺩﻳﺐ
ﻭﺭﺏ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺑﻐﻴﺾ # ﻭﻟﻮ ﻭﺍﻓﻰ ﺑﻪ ﻟﻬﻢ ﺣﺒﻴﺐ
Aku memelihara kulit mukaku dari banyak orang Bertemu mati menurut mereka adalah sesuatu yang beradab
Pengarang menurut mereka adalah orang yang dibencimeski yang datang membawa kepada mereka itu adalah orang yang dicintai
2. Nashiruddin Al-Hammami berkata :
ﺃﺑﻴﺎﺕ ﺷﻌﺮﻙ ﻛﺎﻟﻘﺼﻮﺭ # ﻭﻻ ﻗﺼﻮﺭ ﺑﻬﺎ ﻳﻌﻮﻕ
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﺠﺎﺋﺐ ﻟﻔﻈﻬﺎ # ﺣﺮ ﻭﻣﻌﻨﺎﻫﺎ ﺭﻗﻴﻖ
Bait-bait syi’irmu bagaikan istana, tiada kelalaian yang menghalanginya,
di antara keajaiban-keajaiban, lafaznya bebas, maknanya terkekang.
3. Ibnu Nubatah berkata :
ﻭﺍﻟﻨﻬﺮ ﻳﺸﺒﻪ ﻣﺒﺮﺩﺍ # ﻓﻸﺟﻞ ﺫﺍﻳﺠﻠﻮ ﺍﻟﺼﺪﻯ
Sungai itu menyerupai kikir dan oleh karenanya bertebaranlah ‘kotoran besi’.”
4. Ibnu al-Zhahir berkata :
ﺷﻜﺮﺍ ﻟﻨﺴﻤﺔ ﺃﺭﺿﻜﻢ # ﻛﻢ ﺑﻠﻐﺖ ﻋﻨﻲ ﺗﺤﻴﻪ
ﻻﻏﺮﻭ ﺇﻥ ﺣﻔﻈﺖ ﺃﺣﺎ # ﺩ ﻳﺚ ﺍﻟﻬﻮﻯ ﻓﻬﻲ ﺍﻟﺬﻛﻴﺔ
“Terima kasih kepada angin bumimu yang sering menyampaikan penghormatan kepadaku. Maka tidak aneh bila ia mampu menjaga keinginan hawa nafsunya, sebab ia ‘cerdas’.”
2. At-Thibaq Muthabaqah (Al Thibaq) adalah berkumpulnya dua kata yang berlawanan makna dalam satu kalimat. Misal, Zaid adalah orang yang jujur sedangkan Bakar adalah pembohong.
● Macam – Macam Al – Muthabaqah
Thibaq terbagi menjadi dua macam, yakni
1. Thibaq Ijab
ﻃﺒﺎﻕ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻫﻮ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻀﺪّﺍﻥ ﺇﻳﺠﺎﺑًﺎ ﻭ ﺳﻠﺒًﺎ
Thibaq Ijab ialah thibaq yang kedua katanya berlawanan itu tidak berbeda positif dan negatifnya .
Suatu jenis thibaq dinamakan dengan tibaq ijab apabila diantara kedua kata yang berlawanan tidak mempunyai perbedaan dalam hal ijab (positif) dan salab (negatif)nya. Contoh:
ﻭَ ﺗَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢْ ﺃَﻳْﻘَﺎﻇًﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﺭُﻗُﻮْﺩٌ ( ﺍﻟﻜﻬﻒ : ١٨ )
“Dan kamu mengira bahwa mereka itu bangun, padahal mereka tidur.”
Dari contoh di atas kita menemukan dalam setiap kalimat (jumlah) terdapat dua kata yang berlawanan. Kata-kata yang berlawanan dalam kalimat tersebut adalah ﺭﻗﻮﺩ dan ﺃﻳﻘﺎﻇﺎ sama-sama menggunakan bentuk ijab (positif).
2. Thibaq Salab
ﻃﺒﺎﻕ ﺍﻟﺴﻠﺐ ﻫﻮ ﻣﺎ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻀﺪّﺍﻥ ﺇﻳﺠﺎﺑًﺎ ﻭ ﺳﻠﺒًﺎ
Thibaq salab adalah thibaq yang kedua kata yang berlawanannya itu berbeda positif dan negatifnya.
Yakni kalimat atau ungkapan yang terdapat di dalamnya dua kata yang beroposisi tapi mempunyai sumber kata yang sama, yang membuat dia bertentangan adalah terdiri dari positif dan negative. Dalam hal ini,
thibaq salab bisa trerdiri dari nafi dengan isbat, amar dengan nahi.
Contoh:
ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭ ﻻ ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ
( ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ : ١٠٨ )
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.”
Pada contoh di atas terdapat penggunaan dua kata yang masing-masing berlawanan pada setiap kalimat (jumlah)nya. Kata-kata yang berlawanan tersebut adalah ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ dan ﻻ ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ . Kedua kalimat yang berlawanan tersebut salah satunya berbentuk ijab (positif) dan yang lainnya bebrbentuk salab (negatif).
● Jenis-Jenis Al-Muthobaqoh
Dua kata yang berkumpul dalam satu kalimat itu bisa berupa dua isim, dua fi’il, dua huruf, ataupun dua macam kata yang berbeda.
a. Berupa dua isim
ﻭ ﺗﺤﺴﺒﻬﻢ ﺃﻳﻘﺎﻇﺎ ﻭ ﻫﻢ ﺭﻗﻮﺩ ( ﺍﻟﻜﻬﻒ : ١٨ )
“Dan kamu mengira bahwa mereka itu bangun, padahal mereka tidur.”
b. Berupa dua fi’il
ﻭ ﺍﻟﺴّﻤﺎﺀَ ﺭﻓﻊَ ﻫَﺎ ﻭ ﻭﺿَﻊَ ﺍﻟﻤِﻴْﺰﺍﻥَ ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ : ۷ )
”Dan Allah telah meninggalkan langit dan Dia meletakkan neraca (timbangan).”
c. Berupa dua huruf
ﻻ ﻳﻜﻠّﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﻧﻔﺴﺎ ﺇﻟّﺎ ﻭﺳﻌﻬﺎ ﻟﻬﺎ ﻣﺎ ﻛﺴﺒﺖ ﻭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﺎ ﺍﻛﺘﺴﺒﺖ ( ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : ۲۸۶ )
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
d. Berupa dua macam kata yang berbeda
ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻣﻴﺘًﺎ ﻑﺃﺣﻴﻴﻨﺎﻩ ( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : ۱۲۲ )
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan”
3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan dengan kata yang berlawanan ma’na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
ﻓَﻠْﻴَﻀْﺤَﻜُﻮْﺍ ﻗَﻠِﻴْﻼً ﻭَﻟﻴَﺒْﻜُﻮْﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ﺍﻟﻀﺤﻚ
(tertawa) berlawanan dengan kata ﺍﻟﺒﻜﺎﺀ (menangis) dan Lafadz ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ (sedikit) berlawanan dengan kata ﺍﻟﻜﺜﻴﺮ (banyak).
4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai dengannya bukan kata yang berlawanan. Contoh :
ﻭَﺍﻟﻄّﻞُّ ﻓِﻲْ ﺳِﻠْﻚِ ﺍﻟﻐُﺼُﻮْﻥِ ﻛَﻠُﺆْﻟُﺆ ﺭَﻃْﺐٌ ﻳُﺼَﺎﻓِﺤُﻪُ ﺍﻟﻨَّﺴِﻴْﻢُ ﻓَﻴَﺴْﻘُﻂُ
ﻭَﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻭَﺍﻟﻐَﺪِﻳْﺮُ ﺻَﺤِﻴْﻔَﺔٌ ﻭَﺍﻟﺮِّﻳْﺢُ ﺗَﻜْﺘًﺐُ ﻭَﺍﻟﻐَﻤَﺎﻡُ ﻳُﻨَﻘِّﻂُ
Hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang menulis , dan Mendung membuat titik.
Pada Bait pertama terkumpul lafadz ﺍﻟﻨﺴﻴﻢ، ﺍﻟﻐﺼﻮﻥ، ﺍﻟﻄﻞّ , kesemuanya merupakan lafadz yang saling berhubungan.
Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ﺍﻟﻄﻴﺮ، ﺍﻟﻐﺪﻳﺮ، ﺍﻟﺮﻳﺢ، ﺍﻟﻐﻤﺎﻡ , kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan. Dan juga lafadz ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ، ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ، ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ، ﺍﻟﻨﻘﻂ, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan.
5. Istikhdam , yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma’na dan mengembalikan dhomirnya dengan ma’na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
ﻓَﻤَﻦْ ﺷَﻬِﺪَ ﻣِﻨْﻜُﻢُ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮَ ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada bulan itu).
Lafadz ﺍﻟﺸﻬﺮ memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat tersebut Lafadz ﺍﻟﺸﻬﺮ diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ itu di kembalikan pada Lafadz ﺍﻟﺸﻬﺮ yang diartikan dengan makna hakiki (bulan).
Contoh kedua :
ﻓَﺴَﻘَﻰ ﺍﻟﻐَﻀَﺎ ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﻛِﻨِﻴْﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﻫُﻤُﻮْ ﺷَﺒُّﻮْﻩُ ﺑَﻴْﻦَ ﺟَﻮَﺍﻧِﺤِﻲْ ﻭَﺿُﻠُﻮْﻋِﻲْ
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang dadaku (hati) dan tulang punggungku.
Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat) dan arti majaz isti’aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ di artikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada ﺍﻟﺴﺎﻛﻨﻴﻪ itu di kembalikan pada Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ yang diartikan dengan makna majaz mursal (tempat) dan dhomir pada ﺷﺒّﻮﻩ itu di kembalikan pada Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ yang diartikan dengan makna majaz Istia’roh (Api) .
6. Al-Jam’u ; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan Penyair :
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﺒَﺎﺏَ ﻭَﺍﻟﻔَﺮَﺍﻍَ ﻭَﺍﻟﺠِﺪﻩْ ﻣَﻔْﺴَﺪَﺓٌ ﻟِﻠْﻤَﺮْﺀِ ﺃَﻱَّ ﻣَﻔْﺴَﺪَﺓْ
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.
7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada ucapan Penyair (wathwath):
ﻣَﺎ ﻧﻮﺍﻝُ ﺍﻟﻐَﻤَﺎﻡِ ﻭَﻗْﺖَ ﺭَﺑِﻴْﻊٍ ﻛَﻨَﻮَﺍﻝِ ﺍﻷﻣِﻴْﺮِ ﻳَﻮْﻡَ ﺳَﺨَﺎﺀٍ
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu makmur.
Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu jenis yang sama.
8. Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
ﻭَﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻋِﻠْﻢَ ﺍﻟﻴَﻮْﻡِ ﻭَﺍﻷﻣْﺲِ ﻗَﺒْﻠَﻪُ
ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻨِﻲْ ﻋَﻦْ ﻋِﻠْﻢِ ﻣَﺎ ﻓِﻲْ ﻏَﺪٍ ﻋَﻤِﻲْ
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok”
Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing perkara itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ﻭَﻻَ ﻳُﻘِﻴْﻢُ ﻋَﻠَﻰ ﺿَﻴْﻢٍ ﻳُﺮَﺍﺩُ ﺑِﻪِ ﺇِﻻَّ ﺍﻷَﺫَﻻَّﻥِ ﻋَﻴْﺮُ ﺍﻟﺤَﻲِّ ﻭَﺍﻟﻮَﺗَﺪُ
ﻫَﺬَﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺨَﺴْﻒِ ﻣَﺮْﺑُﻮْﻁٌ ﺑِﺮُﻣَّﺘِﻪ ِ ﻭَﺫَﺍ ﻳُﺸَﺞُّ ﻓَﻼَ ﻳَﺮْﺛِﻲْ ﻟَﻪُ ﺃَﺣَﺪُ
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.
Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang kedua yaitu “ditancapkan”.
dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai pada masing-masing perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
ﺳﺄﻃْﻠُﺐُ ﺣَﻘِّﻲْ ﺑِﺎﻟﻘَﻨَﺎ ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺦِ ﻛَﺄَﻧَّﻬُﻢُ ﻣِﻦْ ﻃُﻮْﻝِ ﻣَﺎ ﺇﻟﺘَﺜَﻤُﻮﺍ ﻣُﺮْﺩُ
ﺛِﻘَﺎﻝٌ ﺇﺫَﺍ ﻟَﻘَﻮْﺍ ﺧِﻔَﺎﻑٌ ﺇِﺫَﺍ ﺩُﻋُﻮْﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺪُّﻭْﺍ ﻗَﻠِﻴْﻞٌ ﺇﺫَﺍ ﻋُﺪُّﻭْﺍ
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya memakai cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat (dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang banyak ketika menyerang, yang sedikit ketika dihitung.
9. Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.
Hal ini terbagi menjadi 2 macam :
a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.
Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:
ﻭَﻻَ ﻋَﻴْﺐَ ﻓِﻴْﻬِﻢْ ﻏَﻴْﺮَ ﺃﻥَّ ﺳُﻴُﻮﻓَﻬُﻢ ْ ﺑِﻬِﻦَّ ﻓُﻠُﻮْﻝٌ ﻣِﻦْ ﻗِﺮَﺍﻉِ ﺍﻟﻜَﺘَﺎﺋِﺐِ
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.
b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
Seperti Ucapan Penyair :
ﻓَﺘًﻰ ﻛَﻤُﻠَﺖْ ﺃَﻭﺻَﺎﻓُﻪُ ﻏَﻴْﺮَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺟَﻮَﺍﺩٌ ﻓَﻤَﺎ ﻳُﺒْﻘِﻲْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻤَﺎﻝِ ﺑَﺎﻗِﻴًﺎ
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada menyisakan sisa dari hartanya.
10. Bagusnya alasan ; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini
ﻟَﻮْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﻧِﻴَّﺔُ ﺍﻟﺠَﻮْﺯَﺍﺀِ ﺧِﺬْﻣَﺘَﻪ ُ ﻟَﻤَﺎ ﺭَﺃﻳْﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻋِﻘْﺪَ ﻣُﻨْﺘَﻄَﻖِ
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza’ itu melayaninya, maka engkau tidak akan melihat padanya ikatan yang melingkar”.
11. Kesesuaian ladadz serta ma’na ; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
ﺇﺫﺍ ﻣَﺎ ﻏَﻀِﺒْﻨَﺎ ﻏَﻀْﺒَﺔً ﻣُﻀَﺮِّﻳَﺔً ﻫَﺘَﻜْﻨَﺎ
ﺣِﺠَﺎﺏَ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲِ ﺃَﻭْ ﻗَﻄَﺮَﺕْ ﺩَﻣًﺎ
ﺇﺫَﺍ ﻣَﺎ ﺃَﻋَﺮْﻧَﺎ ﺳَﻴِّﺪًﺍ ﻣِﻦْ ﻗَﺒِﻴْﻠَﺔٍ
ﺫُﺭَﻯ ﻣِﻨْﺒَﺮٍ ﺻَـﻠَّﻰ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻭَﺳَــﻠَّﻤَﺎ
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari (perkara haq) sampai meneteskan warna darah .
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo’akan kami dan menyebut (nama kami pada qoumnya).
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu pemuda :
ﻟَﻢْ ﻳَﻄُﻞْ ﻟَﻴْﻠِﻲْ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻟَﻢْ ﺃَﻧَﻢْ ﻭَﻧَﻔَﻰ ﻋَﻨِّﻲْ ﺍﻟﻜَﺮَﻯ ﻃَﻴْﻒٌ ﺃَﻟَﻢْ
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku, bayangan kekasih telah datang.
12. Uslubul Hakim ; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.
a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang diharapkan oleh pengucapnya.
Seperti Ucapan Qoba’tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan :
ﻷﺣْﻤِﻠَﻨَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷَﺩْﻫَﻢ
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi lalu Qoba’tsaro mengatakan
(dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :
ﻣِﺜﻞُ ﺍﻷﻣِﻴْﺮِ ﻳَﺤْﻤِﻞُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷﺩْﻫَﻢِ ﻭَﺍﻷﺷْﻬَﺐِ
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu Hajjaj menjawab : ﺃَﺭَﺩْﺕُ ﺍﻟﺤَﺪِﻳْﺪَ Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba’tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai) :
ﻷﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺣَﺪِﻳْﺪًﺍ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺑَﻠِﻴْﺪًﺍ
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.
Hajjaj menghendaki dengan kata “adham” sebagai terali besi, dan kata “Hadid ” sebagai Tempat yang khusus. sedangkan Qoba’tsaro menggambarkan pemahaman keduanya sebagai “Kuda hitam yang tidak bodoh ”
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.
b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi masalah.
Seperti Firman Allah :
ﻳﺴْﺄﻟُﻮْﻧَﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻷﻫِﻠَّﺔِ ﻗُﻞْ ﻫِﻲَ ﻣَﻮَﺍﻗِﻴْﺖُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺍﻟﺤَﺞِّ .
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : “itu adalah Waktu bagi manusia dan haji .
Sebagian Shohabat (Mu’adz bin Jabal dan Robi’ah bin Ghonam) kepada Nabi : “Bagaimana keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama, lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?”.
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu diposisikan seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.
13. Musyakalah ﺍﻟﻤﺸﺎﻛﻠﺔ . Yaitu merupakan bentuk mashdar dari kata ﺷﺎﻛﻞ . Secara leksikal kata tersebut bermakna saling membentuk. Salah satu makna terminologisnya dikemukakan oleh Ahmad al-Hasyimi dalam kitabnya Jawahirul Balaghoh sebaga berikut :
ﺍﻟﻤﺸﺎﻛﻠﺔ ﻫﻲ ﺃﻥ ﻳﺬﻛﺮ ﺍﻟﺸﻴﺊ ﺑﻠﻔﻆ ﻏﻴﺮﻩ ﻟﻮﻗﻮﻋﻪ ﻓﻲ ﺻﺤﺒﺘﻪ ﻛﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺗﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻰ ﻭﻻﺃﻋﻠﻢ ﻣﺎﻓﻲ ﻧﻔﺴﻚ : ﻭﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻣﺎﻋﻨﺪﻙ
Menuturkan suatu ungkapan bersamaan dengan ungkpan lain, yang kedudukannya berfungsi sebagai, pengimbang, seperti firman Allah Ta’ala: ” Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, akan tetapi aku tidak mengetahui sesuatu yang ada pada diriMu, sesuatu yang ada pada diriMu disini maksudnya adalah sesuatu yang ada pada sisiMu.
14. Istihrad dan iththirad yaitu susunan syi’ir atau kalimat yang mempunyai tujuan awal, tetapi pada pertengahan baris atau kalimat tersebut, si penyair membahas atau membicarakan hal lain yang menyimpang dari tujuan awalnya, kemudian ia kembali ketujuan semula.
15. Taujih atau Ilham yaitu
ﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺆﺗﻰ ﺑﻜﻼﻡ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﻣﻌﻨﻴﻴﻦ ﻣﺘﻀﺎﺩﻳﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴّﻮﺍﺀ ﻛﻬﺠﺎﺀ ﻭﻣﺪﻳﺢ ﻟﻴﺒﻠﻎ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﻏﺮﺿﻪ ﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﻤﺴﻚ ﻋﻠﻴﻪ
Yaitu mendatangkan kalimat yang memungkinkan dua makna yang berlawanan secara seimbang, seperti mengejek, memuji, agar orang yang mengucapkan dapt mencapai tujuannya, yaitu tidak memaksudkan pada salah satunya secara eksplisit.
16. Thayy dan nasyr yaitu :
ﺃﻥ ﻳﺬﻛﺮ ﻣﺘﻌﺪﺩﺓ ﺛﻢّ ﻳﺬﻛﺮ ﻣﺎﻟﻜﻞ ﻣﻦ ﺍﻓﺮﺍﺩﻩ ﺷﺎﺋﻌﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺗﻌﻴﻴﻦ ﺍﻋﺘﻤﺎﺩﺍ ﻋﻠﻰ ﺗﺼﺮﻑ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﻓﻲ ﺗﻤﻴﻴﺰ ﻣﺎ ﻟﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﺭﺩﻩ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﻫﻮ ﻟﻪ
Yaitu menyebutkan bebrapa makna kemudian menuturkan makna untuk masing-masing satuannya secara umum dengan tanpa menentukan, karena bersandar kepada upaya pendengar dalam membedakan makna untuk masing-masing dari padanya dan mengembalikan yang untuk semestinya.
17. Mubalaghoh yaitu
ﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻭﺻﻒ ﻳﺪﻋﻰ ﺑﻠﻮﻏﻪ ﻗﺪﺭﺍﻳﺮﻯﻤﻤﺘﻨﻌﺎ ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﺎ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﺤﺎﺀ ﺗﺒﻠﻴﻎ ﺃﻭ ﺇﻏﺮﺍﻕ ﺃﻭ ﻏﻠﺔ ﺟﺎﺀ
Yaitu ekspresi ungkapan yang mengabarkan sesuatu hal secara berlebihan yang tidak mungkin (tidak sesuai denga kenyataan).
18. tajahulul ‘arif yaitu
ﺳﺆﺍﻝ ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ ﻋﻤّﺎ ﻳﻌﻠﻤﻪ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺗﺠﺎﻫﻼ ﻟﻨﻜﺘﻪ
Pertanyaan si mutakallim tentang suatu yang sebetulnya dia ketahui karena pura-pura untuk suatu tujuan
19. Al-‘Aksu yaitu :
ﺃﻥ ﻳﻘﺪّﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺟﺰﺀﺍ ﺛﻢّ ﻧﻌﻜﺲ ﺑﺄﻥ ﺗﻘﺪّﻡ ﻣﺎ ﺃﺧﺮﺕ ﻭﺗﺆﺧّﺮ ﻣﺎ ﻗﺪّﻣﺖ
Bahwasannya kamu mendatangkan satu bagian kalam kemudian mengembalikannya, yakni dengan jalan mendahulukan yang kamu akhirkan dan mengakhirkan apa yang kamu dahulukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.