Rabu, 29 Juli 2020
khutbah idul adha ringkas
Kamis, 23 Juli 2020
8 permohonan ketika duduk antara dua sujud
DOA DUDUK DIANTARA DUA SUJUD
رَبّى اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَاعْفُ عَنّي
“Ya ROB, ampunilah aku, Sayangilah aku,cukupkanlah aku,angkatlah derajatku,berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, berilah aku kesehatan dan berilah aku maaf.
*****
Ungkapan رَبّى اغْفِرْ لِيْ
‘ya Allah ampunilah dosaku’,
dengan kata lain, segala dosaku atau segala keterbatasanku dalam ketaatan kepada-Mu.
Ungkapan وَارْحَمْنِيْ ‘berilah rahmat kepadaku‘, dengan kata lain, dari sisi-Mu dan bukan karena amalku. Atau sayangilah aku dengan menerima semua amal ibadahku.
Ungkapan وَاجْبُرْنِيْ ‘cukupkanlah aku‘, Artinya, kiranya Engkau menutup semua kebutuhanku dan mencukupkanku.
Ungkapan وَارْفَعْنِي ‘dan angkatlah derajatku‘, yakni di dunia dan di akhirat dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Ungkapan وَارْزُقْنِيْ ‘berilah aku rezeki‘, dengan kata lain, dengan karunia dan anugerah-Mu.
Ungkapan وَاهْدِنِيْ ‘tunjukilah aku‘, dengan kata lain, beri aku petunjuk untuk melakukan segala macam amal shalih.
Ungkapan وَعَافِنِيْ ‘selamatkanlah aku‘, dengan kata lain, dari segala macam bala di dunia dan di akhirat. Atau dari segala macam penyakit yang lahir dan yang batin.
Ungkapan واعف عني "berilah aku maaf"
Arti asli “maaf” (‘afwu) adalah gugurnya siksa.
*****
Delapan Permintaan Ketika Duduk di Antara Dua Sujud
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِنِي وَعَافَنِي وَاعْفُ عَنِّي
Ya Tuhanku, mohon ampunilah aku; rahmatilah aku; perbaikilah aku; angkatlah aku; anugerahkanlah rezeki kepadaku; berilah hidayah kepadaku; sehatkanlah aku dan maafkanlah aku.
Ada kalam hikmah, “Jika engkau ingin “berbincang” dengan Allah SWT, maka shalatlah. Jika engkau ingin “dinasihati” oleh Allah SWT, maka bacalah al-Qur’an”.
Hal ini mengisyaratkan bahwa shalatmerupakan momen terbaik untuk berdoa memohon kepada Allah SWT.
Berdoa dengan Menyebut Sang Rabb
رَبِّ
“Wahai Tuhanku”.
Redaksi ini adalah pengakuan mushalli(orang yang shalat) atas pendidikan Allah SWT. Minimal, hatinya digerakkan Allah SWT untuk mendirikan shalat, karena setiap keimanan pasti atas izin Allah SWT (Q.S. Yunus [10]: 100).
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah (Q.S. Yunus [10]: 100).
Doa Pertama
اغْفِرْ لِي
“Mohon ampunilah aku”.
Jika Nabi-Rasul bersifat ma’shum (terjaga dari dosa); Waliyullah bersifat mahfuzh(terjaga dari dosa besar maupun terus-menerus berbuat dosa kecil); maka manusia biasa adalah tempat salah dan lupa (al-insan mahal al-khatha’ wa al-nisyan).
Kesalahan yang tergolong dosa besar dan kecil, dimohonkan maghfirah kepada Allah SWT. Bahkan, bacaan dzikir yang pertama kali diucapkan seusai shalat adalahistighfar, karena dalam shalat pun, bisa jadi mushalli melakukan kesalahan. Selaras dengan komentar Rabi’ah al-‘Adawiyyah:
اِسْتِغْفَارُنا يَحْتَاجُ إِلَى اسْتِغْفَارٍ كَثِيْرٍ
“Istighfar kita membutuhkan istighfar yang banyak”.
Doa Kedua
وَارْحَمْنِي
“Mohon rahmatilah aku”.
Arti asli rahmat adalah tidak disiksa di dunia dan akhirat. Melalui rahmat, seseorang terhindar dari maksiat (Q.S. Yusuf [12]: 53).
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan); sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku(Q.S. Yusuf [12]: 53)
Melalui rahmat, seseorang berhasil berbuat taat (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 159).
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 159).
Bentuk ideal rahmat Allah SWT bagi umat muslim adalah meraih kebaikan berkualitas (hasanah) di dunia dan akhirat, serta selamat dari neraka (Q.S. al-Baqarah [2]: 201).
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201)
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka”(Q.S. al-Baqarah [2]: 201).
Doa Ketiga
وَاجْبُرْنِي
“Mohon perbaikilah aku”.
Arti asli jabr adalah memulihkan tulang yang retak. Lalu muncul beragam makna: “Memenuhi kebutuhan; menambal kekurangan; mengganti musibah dengan yang lebih baik”. Ringkasnya, mushallimemohon kepada Allah SWT agar memperbaiki atau menyempurnakan kekurangannya. Ibarat seorang penulis yang menyerahkan karyanya kepada editor ulung untuk direvisi, sehingga karya tersebut menjadi mahakarya.
Doa Keempat
وَارْفَعْنِي
“Mohon angkatlah aku”.
Manusia diciptakan bertingkat-tingkat, seperti kuat-lemah; pandai-bodoh; dan kaya-miskin. Semua itu kehendak Allah SWT (Q.S. al-An’am [6]: 165)
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu (Q.S. al-An’am [6]: 165).
Salah satu hikmahnya adalah terjadi penundukan (sukhriyyah) antar umat manusia (Q.S. al-Zukhruf [43]: 32).
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
Dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat menundukkan sebagian yang lain (Q.S. al-Zukhruf [43]: 32).
Misalnya, orang kuat mengalahkan orang lemah; orang pandai mengajari orang bodoh; orang kaya memperkerjakan orang miskin. Melalui doa ini, mushalli memohon dinaikkan posisinya di hadapan manusia, terlebih di hadapan Allah SWT. Selainberdoa, manusia dapat naik derajatmelalui jalur iman dan ilmu (Q.S. al-Mujadilah [58]: 11)
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. al-Mujadilah [58]: 11).
Serta perkataan bagus dan amal shalih (Q.S. Fathir [35]: 10).
Minggu, 19 Juli 2020
Qod Anshoha
Jumat, 17 Juli 2020
Lirik Saaltullah Barina
سَــأَلْــتُ اللهَ بَـــارِيـنَــــــا
Aku memohon kepada Allah Sang Pencipta
يُـبَـــلِّـغْــنَا أَمَـــانِينَـــــــــا
Semoga mengabulkan cita cita kami
وَيُـــذْهِـبْ مِـنَّـنَـــا الأَكْـــــدَار
Dihapuskan segala keruh(kesusahan) dari kami
اللهْ اللهُ اللهْ اللهُ
Jadikan kami, dari mereka yang terbaik
وَيُــحْيـــيْنَا عَــلَى التَّــقْوَى
Hidupkan kami atas takwa
بِـلَا مِـــحْنَة وَلَا بَـــلْوَى
tanpa ujian juga cobaan
بِجَـــاهِ المـُصْــــطَفَى المـُــــخْتَـار
Dengan kedudukan (Nabi) al-Mustofa yang terpilih
رَبِّي فَاجْــعَــلْنَــا مِنَ الأَخْيَار
Jadikan kami, dari mereka yang terbaik
فَيَــا رِيْحَ الصَّــبَا هُبِّي
Faya Riha s-Soba hubbi
Wahai Angin pagi hari sampaikanlah
خُذِي قَوْلِي إِلَى حِبِّــي
Khuzi Qauli ila hibbi
dan bawa kataku kepada kekasihku
وَبُثِّــي عِنْــدَهُ الأَسْــرَار
Wabutssi ‘indahu l-Asrar
Sebarkan padanya rahasia
رَبِّي فَاجْــعَــلْنَــا مِنَ الأَخْيَار
Rabbi faj’alna mina l-Akhyar
Jadikan kami, dari mereka yang terbaik
وَقُــوْلِي عَبْدُكُمْ بِالْبَــاب
Wa quli ‘abdukum bi l-Bab
Dan katakan! Hambamu di pintu.
يُنَـادِيْ أَيُّــهَا الْأَحْبَــاب
Yunadi aiyuha l-Ahbab
Sedang memanggil "Wahai Kasih"
أَغِيْثُــوْا مَنْ أَتَى المـُــخْتَـار
Aghitsu man ata l-Mukhtar
Bantulah mereka yang mengadap nabi al-Mukhtar
رَبِّي فَاجْــعَــلْنَــا مِنَ الأَخْيَار
Rabbi faj’alna mina l-Akhyar
Jadikan kami, dari mereka yang terbaik
Rabu, 15 Juli 2020
pokok bahasan Ilmu Badi
- Pengertian Ilmu Badi’
Ilmu Badi’ menurut bahasa adalah aneh. Sedangkan menurut istilah ialah :
علم يعرف به وجوه تحسين الكلام بعد رعاية المطابقة ووضوح الدلالة
Yaitu ilmu untuk mengetahui cara-cara membentuk kalam yang baik sesudah memelihara tujuan yang lain (muthobaqoh dan wudhuhud dilalah). Kemudian cara membentuk kalam yang baik itu ada dua macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya. (Abdurrahman al-ahdhori, 2009. 118)
Menurut ahli balaghah secara istilah: ilmu untuk mengetahui segi-segi memperindah kata setelah memperhatikan ketersesuaiannya dengan muqthada’ hal dan kejelasan makna yang dimaksud.
Sedagkan menurut pendapat lain Pengertian Ilmu Badi’ adalah :
البديع عو علم يعرف به الوجوه والمزايا التي تزيد الكلام حسنا وطلاوة وتكسوه بهاء ورونقا بعد مطابقته لمقتضى الحال
Artinya: “Ilmu badi‘ ialah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk dan keutamaan-keutamaan yang dapat menambah nilai keindahan dan estetika suatu ungkapan, membungkusnya dengan bungkus yang dapat memperbagus dan mepermolek ungkapan itu, disamping relevansinya dengan tuntutan keadaan” (al-Hasyimi, 1960: 360)
Secara garis besar, ilmu badi’ ini mempelajari aspek-aspek yang berkaitan dengan keindahan bahasa. Ilmu Badi’ merupakan penghias lafadz atau makna dengan bermacam-macam corak kehidupan lafadz dan makna.
Kesimpulannya, ilmu badi’ dibagi menjadi dua, yaitu: muhassinat maknawiyah yang bertujuan untuk memperindah makna (konsentrasi pada makna), baru kemudian pada lafadz. Yang kedua, muhassinat lafdziyah yang memfokuskan pada segi memperindah lafadz, baru kemudian pada makna.
Jadi objek kajian ilmu badi’ Menurut Imam Akhdhari ilmu badî’ adalah :
- ilmu untuk mengetahui cara membentuk kalam yang baik sesudah memelihara muthâbaqah dan kejelasan dalâlah-nya.
- Ilmu badî’ membahas tata cara memperindah suatu ungkapan, baik pada aspek lafazh maupun pada aspek makna.
- Ilmu ini membahas dua bidang utama, yaitu muhassinât lafzhîyyah dan muhassinât ma’nawiyyah
- Pembagian Ilmu badi’
- Al- Muhassinat al-lafziyyah ( keindahan lafad ) adalah gaya bahasa yang menjadikan kata-kata lebih indah dan enak untuk didengar dari segi lafaz atau artikulasi bunyinya.
- Jinas (keselarasan bunyi akhir)
- Iqtibas (kutipan indah luar biasa)
- Saja’ (harmonisasi bunyi bukan makna)
- Al- Muhassinat al-ma’nawiyyah ( keindahan makna ) adalah gaya bahasa yang memberikan keindahan pada aspek makna atau semantik dalam sebuah ungkapan.
- Tauriyah (bersembunyi dibalik kesamaran makna)
- Thibaq (perkawinan dua kata yang kontras)
- Al-muqabalah (sebuah perbandingan awal dan akhir)
- Husn at-Ta’lil (memberi argumentasi yang lucu)
- Ta’kid al-madh bima yusybih az-zam(mempertegas pujian dengan nuansa hinaan)
- Ta’kid az-zam bima yusybih al-madh(mempertegas hinaan dengan nuansa pujian)
- Uslub al-hakim (gaya orang bijak)
1) At-Tauriyah
2) Al-Istikhdâm
3) Al-Istithrâd
4) Al-Iftinân
5) Thibâq atau Muthabaqah
6) Muqâbalah
7) Murâ’atun Nazhir
8) Al-Irshâd
9) Al-Idmâj
10) Madzhabul Kalami
11) Husnut Ta’lîl
12) Tajrîd
13) Al-Musâkalah
14) Al-Muzâwajah
15) Ath-Thayyi wa Nasyr
16) Al-Jam’u
17) Ath-Tafrîq
18) Ath-Taqsîm
19) Al-Jam’u Ma’a Tafrîq
20) Al-Jam’u Ma’a Taqsîm
21) Mubâlaghah
22) Mughâyarah
23) Ta’kîdul Madhi bima Yusybihu Dzam
24) Ta’kîdul Dzam bima Yusybihu Madhi
25) Taujîh
26) Nafyus Syai biîjabihi
27) Al-Qaul bil Mûjab
28) I`tilaful Lafdzi ma’al Ma’na
29) Tafrî’
30) Al-Istitbâ’
31) Rujû’
32) Salab wal îjâb
33) Ibdâ’
34) Uslûbul Hakîm
35) Tasyâbhul Athrâf
36) Al- ‘Aksu
37) Tajâhul ‘ârif
b. Muhassinati Lafdzi
1) Jinâs
2) Tashhîf
3) Al-Izdawâj
4) Saja’
5) Al-Muwâzanah
6) At-Taushî’
7) At-Tasyrî’
8) Luzûm mâ lâ yalzimu
9) Radul ‘ajazi ‘ala Shadri
10) Mâ lâ yastahîlu bil in’akâs
11) Al-Muwârabah
12) I`tilâful lafdzi ma’a lafdzi
13) Tasmîth
14) Al-Insijâm atau as-Suhulah
15) Al-Iktifâa`
16) At-Tathrîz
Menurut al-Maraghi (tt: 354) secara bahasa lafazh jinâs dan tajnîs merupakan mashdar dari fi’il jânasa (جانس) yang berarti menyamakan atau membuat sejenis. Sedangkan secara istilah berarti terdapatnya dua kata yang serupa bentuk lafazhnya namun berbeda pada maknanya. Selanjutnya definisi serupa juga diungkapkan oleh Hasan Habanakah (1996: 485) bahwa jinas ialah adanya keserupaan dua lafazh pada pengucapannya namun berbeda pada maknanya. Secara umum jinas terbagi menjadi dua macam, yaitu jinas tam dan jinas ghair tam. Secara lebih luas Hasan Habanakah (1996: 485- 496) membagi jinas ini ke dalam enam macam yang diringkas oleh penyusunsebagai berikut:
a. Jinâs Tam
Ialah Jinâs yang dua lafazhnya sama pada empat perkara, yaitu jenis huruf, bentuk hurufnya (harakat dan sukun), jumlah hurufnya, serta susunan hurufnya. Jinas tam ini terbagi menjadi lima macam yaitu mumaatsil, mustaufhaa, mutasyaabahah, mafruuq, dan marfuwwun. Salah satu contohnya ialah "جَنَى" bermakna melakukan pelanggaran hukum dan "جَنَى" bermakna memetik buah dari pohonnya. Contohnya ialah firman Allah SWT dalam Q.S Ruum ayat 85:
Selain itu juga dapat dijumpai pada perkataan Abu Nawas ketika beliau memuji Abbas bin Fadhl al Anshari ketika beliau mengangkat seorang Hakim pada masa khalifah ar Rasyid, lalu ketika beliau memuji Fadhl bin Rabi’ bin Yunus, menteri ar Rasyid sekaligus menteri khalifah al Amin, dalam waktu bersamaan dia juga memuji Rabi’ bin Yunus, menterinya al Manshur- khalifah Abbasiyah. Pujian itu semua terkumpul dalam satu bait syairnya yaitu:
b. Jinâs Muharraf
Terdapatnya dua lafazh yang berbeda pada struktur huruf-hurufnya, namun sama pada jenis hurufnya, jumlah hurufnya, serta susunan hurufnya. Contohnya "الْبُرْد" bermakna pakaian (الكساء), "الْبَرْد" bermakna rendahnya derajat suhu panas, serta "الْبَرَد" bermakna air beku. Bait syairnya ialah:
جُبَّةُ الْبُرْدِ جُنَّةُ الْبَرْد
c. Jinâs Naqis
Ialah Jinâs yang salah satu lafazhnya kurang satu atau beberapa huruf dibandingkan lafazh yang lainnya. Namun terdapat kesesuaian pada jenis, bentuk, dan tertib. Contohnya صالح dan صوالح. Jinâs ini terdiri dari tiga macam yaitu almardûf (salah satu huruf awal pada dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya جَاء dan رَجَاء), almuktanaf (salah satu huruf tengah dari dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya حديقة مَطُوفَةٌ، وثِمَارُها مَقْطُوفة ), almutharraf (salah satu huruf akhir pada dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya "سَارٍ" و"سَارِق").
Ialah terdapatnya perbedaan pada dua lafazh yang serupa dalam satu jenis huruf yang berdekataan tempat pengucapannya (النطق), baik itu di awal, tengah, maupun akhir. Contohnya الخيل dan الخير.
Contohnya تقهر dan تنهر, pada ayat
فَأَمَّا اليتيم فَلاَ تَقْهَرْ * وَأَمَّا السآئل فَلاَ تَنْهَرْ
huruf qaf dan nun merupakan dua huruf yang berbeda pada segi pengucapannya.
e. Jinâs Mukarar atau Muraddad
Ialah jinas yang salah satu kata dari dua kata yang sejenis disebutkan setelah kata yang lainnya. Maksudnya dua kata tersebut memiliki kesamaan pada bentuk (harakat dan sukunnya), jenis, jumlah huruf serta tertibnya namun berbeda pada satu huruf. Contohnya وَجِئْتُكَ مِن سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ serta من قرعَ باباً ولَجَّ وَلَجَ.
f. Jinâs Qolb
Ialah terdapatnya perbedaan susunan huruf pada dua lafazh, namun ada kesesuaian pada jenis (nau’), jumlah huruf, serta bentuk. Contohnya حتف dan فتح , atau عورة dan روعة. Contohnya ialah sebagaimana hadis Rasulullah saw, ketika beliau berdoa lalu mengucapkan;
"اللَّهُمَّ اسْتُرُ عَوْراتِنَا وَآمِنْ رَوْعاتِنَا"
D. PENUTUP
Setelah penyusun membahas mengenai ilmu badi’ muhassinati lafzhi jenis jinas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ilmu badi adalah suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu perkataan baik itu dari segi lafazhnya maupun maknanya, setelah perkataan tersebut bersesuaian dengan tuntutan keadaan dan zaman.
2. Ilmu badi’ terbagi dua yaitu ilmu badi’ muhassinati lafzhi dan ilmu badi’ muhassinati maknawi.
3. Ilmu badi’ muhassinati lafzhi terbagi menjadi 16 macam. Salah satunya ialah jinas.
4. Ilmu badi muhassinati maknawi terbagi menjadi 37 macam.
5. Jinas ialah gaya bahasa yang menggunakan “ulangan kata” yang sama atau hampir sama, tapi dengan makna yang berbeda. Yang secara umum terbagi ke dalam dua macam yaitu jinas tam dan jinas ghair tam. Sedangkan secara keseluruhan terbagi ke dalam enam macam, yaitu jinas tam, jinas muharraf, jinas naaqis, jinas mudhari, jinas mukarrar, dan jinas qolb.
ilmu badi Muhsinat ma'nawiyah
Muhassinat Al-Ma’nawiyyah (keindahan makna)
1. Tauriyyah ; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma’na Jauh, sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.
Seperti pada Firman Allah :
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﺎﻛُﻢْ ﺑِﺎﻟَّﻴْﻞِ ﻭَﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺟَﺮَﺣْﺘُﻢْ ﺑِﺎﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ
“Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui dosa yang kalian kerjakan di siang hari .” (S. Al-An’am :60)
Dengan menghendaki pada Lafadz ﺟَﺮَﺣْﺘُﻢْ dengan makna jauhnya adalah :
mengerjakan dosa . dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi :
ﺛُﻢَّ ﻳُﻨَﺒِّﺌُﻜﻢْ ﺑﻤﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﻥ .
Dan seperti ucapan Penyair :
ﻳَﺎ ﺳَﻴِّﺪًﺍ ﺣَﺎﺯَ ﻟُﻄْﻔًﺎ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺒَﺮَﺍﻳَﺎ ﻋَﺒِﻴْﺪُ
ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺤُﺴَﻴْﻦُ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺟَﻔَﺎﻙَ ﻓِﻴْﻨَﺎ ﻳَﺰِﻳْﺪُ
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya. Engkau adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami bertambah”
Arti qorib lafadz ﻳَﺰِﻳْﺪُ adalah : Nama orang,(yazid bin Muawiyah bin Abu sufyan) karena dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi Makna ini tidak dikehendaki. Arti Ba’id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ﻳَﺰِﻳْﺪُ adalah : Fi’il Mudhori’ dari lafadz ” ﺯَﺍﺩَ ” yang bermakna : “bertambah”
● Macam-macam tauriyah
Tauriyah terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1) Tauriyah Mujarradah
Tauriyah mujarradah ialah tauriyah yang tidak dibarengi dengan sesuatu yang sesuai dengan dua macam arti, seperti jawaban nabi Ibrahim as. Ketika ditanya oleh Tuhan tentang isterinya.
Ia mengatakan ﺃﺧﺘﻲ ﻫﺬﻩ Ini saudaraku (seagama). Nabi Ibrahim memaksudkan kata ‘ ﺃﺧﺘﻲ ’ adalah saudara seagama.
Dalam Alquran Allah swt berfirman:
ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﻮﻓﺎﻛﻢ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ ﻭﻳﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﺟﺮﺣﺘﻢ ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ
“Dan Dialah yang mewafatkan
(menidurkan) kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari.” (al-An’am : 60 )
Pada kedua contoh kalimat di atas terdapat ungkapan tauriyah yaitu kata ﺃﺧﺘﻲ ‘‘ dan ﺟﺮﺣﺘﻢ ’. Pada kedua contoh di atas tidak terdapat kata-kata yang
sesuai dan munasabah untuk keduanya, sehingga dinamakan
tauriyah mujarradah .
2) Tauriyah Murasysyahah
Tauriyah murasyahah ialah suatu
tauriyah yang setelah itu dibarengi dengan ungkapan yang sesuai dengan makna yang dekat. Tauriyah ini di namakan murasyahah karena dengan menyertakan ungkapan yang sesuai dengan makna dekat menjadi lebih kuat. Sebab makna yang dekat tidak dikehendaki, jadi seolah-olah makna yang dekat itu lemah, apabila sesuatu yang sesuai dengannya disebutkan, maka ia menjadi kuat.
Contoh,
ﻭﺍﻟﺴﻤﺂﺀ ﺑﻨﻴﻨﺎﻫﺎ ﺑﺄﻳﺪ .
“Dan langit itu Kami bangun dengan tangan (kekuasaan) Kami.” (al- Dzâriyat: 47)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan tauriyah, yaitu pada kata ‘ ﺑﺄﻳﺪ ’. Kata tersebut mengandung kemungkinan diartikan dengan tangan, yaitu diberi makna anggota tubuh, dan itulah makna yang dekat. Sedangkan makna jauhnya adalah kekuasaan. Dalam pada itu disebutkan juga ungkapan yang sesuai dengan makna yang dekat itu dari segi untuk menguatkan, yaitu kata ﺑﻨﻴﻨﺎﻩ ﺍ ‘ ’. Namun demikian, pada ayat di atas ungkapan tauriyah
mengandung kemungkinan makna yang jauh yang dikehendaki.
3) Tauriyah Mubayyanah
Tauriyah Mubayyanah adalah salah satu jenis tauriyah yang disebutkan padanya ungkapan yang sesuai untuk makna yang jauh. Dinamakan
mubayyanah karena ungkapan tersebut dimunculkan untuk menjelaskan makna yang ditutupinya. Sebelum itu makna yang dimaksudkan masih samar, sehingga setelah disebutkan kelaziman makna yang dikehendaki menjadi jelas. Contoh,
ﻳﺎ ﻣﻦ ﺭﺁﻧﻲ ﺑﺎﻟﻬﻤﻮﻡ ﻣﻄﻮﻗﺎ # ﻭﻇﻠﻠﺖ ﻣﻦ ﻓﻘﺪﻱ ﻏﺼﻮﻥ
ﻓﻲ ﺷﺠﻮﻥ
4) Tauriyah Muhayyaah
Tauriyah Muhayyaah ialah tauriyah
yang tidak terwujud kecuali dengan lafaz sebelum atau sesudahnya. Jadi Muhayyaah terbagi menjadi dua bagian:
a) Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafaz yang terletak sebelumnya. Contoh,
ﻭﺃﻇﻬﺮﺕ ﻓﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﺳﻤﺎﺗﻚ ﺳﻨﺔ # ﻓﺄﻇﻬﺮﺕ ﺫﺍﻙ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻣﻦ
ﺫﺍﻟﻚ ﺍﻟﻨﺬﺏ
“Anda tampakkan di tengah kita, Tabiat aslimu Anda tampakkan pemberian itu, Dari yang cepat tunaikan perlu.”
b) Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafaz yang terletak sesudahnya.
Contoh,
ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﺤﺮﻙ ﺍﻟﺸﻤﺎﻝ ﺑﺎﻟﻴﻤﻴﻦ .
Sesungguhnya ia menggerakkan baju lapang yang menyelubungi seluruh badan dengan tangan kanan.”
Contoh-contoh:
1. Sirajudin Al-Warraq berkata :
ﺃﺻﻮﻥ ﺃﺩﻳﻢ ﻭﺟﻬﻲ ﻋﻦ ﺃﻧﺎﺱ # ﻟﻘﺎﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺍﻷﺩﻳﺐ
ﻭﺭﺏ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺑﻐﻴﺾ # ﻭﻟﻮ ﻭﺍﻓﻰ ﺑﻪ ﻟﻬﻢ ﺣﺒﻴﺐ
Aku memelihara kulit mukaku dari banyak orang Bertemu mati menurut mereka adalah sesuatu yang beradab
Pengarang menurut mereka adalah orang yang dibencimeski yang datang membawa kepada mereka itu adalah orang yang dicintai
2. Nashiruddin Al-Hammami berkata :
ﺃﺑﻴﺎﺕ ﺷﻌﺮﻙ ﻛﺎﻟﻘﺼﻮﺭ # ﻭﻻ ﻗﺼﻮﺭ ﺑﻬﺎ ﻳﻌﻮﻕ
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﺠﺎﺋﺐ ﻟﻔﻈﻬﺎ # ﺣﺮ ﻭﻣﻌﻨﺎﻫﺎ ﺭﻗﻴﻖ
Bait-bait syi’irmu bagaikan istana, tiada kelalaian yang menghalanginya,
di antara keajaiban-keajaiban, lafaznya bebas, maknanya terkekang.
3. Ibnu Nubatah berkata :
ﻭﺍﻟﻨﻬﺮ ﻳﺸﺒﻪ ﻣﺒﺮﺩﺍ # ﻓﻸﺟﻞ ﺫﺍﻳﺠﻠﻮ ﺍﻟﺼﺪﻯ
Sungai itu menyerupai kikir dan oleh karenanya bertebaranlah ‘kotoran besi’.”
4. Ibnu al-Zhahir berkata :
ﺷﻜﺮﺍ ﻟﻨﺴﻤﺔ ﺃﺭﺿﻜﻢ # ﻛﻢ ﺑﻠﻐﺖ ﻋﻨﻲ ﺗﺤﻴﻪ
ﻻﻏﺮﻭ ﺇﻥ ﺣﻔﻈﺖ ﺃﺣﺎ # ﺩ ﻳﺚ ﺍﻟﻬﻮﻯ ﻓﻬﻲ ﺍﻟﺬﻛﻴﺔ
“Terima kasih kepada angin bumimu yang sering menyampaikan penghormatan kepadaku. Maka tidak aneh bila ia mampu menjaga keinginan hawa nafsunya, sebab ia ‘cerdas’.”
2. At-Thibaq Muthabaqah (Al Thibaq) adalah berkumpulnya dua kata yang berlawanan makna dalam satu kalimat. Misal, Zaid adalah orang yang jujur sedangkan Bakar adalah pembohong.
● Macam – Macam Al – Muthabaqah
Thibaq terbagi menjadi dua macam, yakni
1. Thibaq Ijab
ﻃﺒﺎﻕ ﺍﻹﻳﺠﺎﺏ ﻫﻮ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻀﺪّﺍﻥ ﺇﻳﺠﺎﺑًﺎ ﻭ ﺳﻠﺒًﺎ
Thibaq Ijab ialah thibaq yang kedua katanya berlawanan itu tidak berbeda positif dan negatifnya .
Suatu jenis thibaq dinamakan dengan tibaq ijab apabila diantara kedua kata yang berlawanan tidak mempunyai perbedaan dalam hal ijab (positif) dan salab (negatif)nya. Contoh:
ﻭَ ﺗَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢْ ﺃَﻳْﻘَﺎﻇًﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﺭُﻗُﻮْﺩٌ ( ﺍﻟﻜﻬﻒ : ١٨ )
“Dan kamu mengira bahwa mereka itu bangun, padahal mereka tidur.”
Dari contoh di atas kita menemukan dalam setiap kalimat (jumlah) terdapat dua kata yang berlawanan. Kata-kata yang berlawanan dalam kalimat tersebut adalah ﺭﻗﻮﺩ dan ﺃﻳﻘﺎﻇﺎ sama-sama menggunakan bentuk ijab (positif).
2. Thibaq Salab
ﻃﺒﺎﻕ ﺍﻟﺴﻠﺐ ﻫﻮ ﻣﺎ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻀﺪّﺍﻥ ﺇﻳﺠﺎﺑًﺎ ﻭ ﺳﻠﺒًﺎ
Thibaq salab adalah thibaq yang kedua kata yang berlawanannya itu berbeda positif dan negatifnya.
Yakni kalimat atau ungkapan yang terdapat di dalamnya dua kata yang beroposisi tapi mempunyai sumber kata yang sama, yang membuat dia bertentangan adalah terdiri dari positif dan negative. Dalam hal ini,
thibaq salab bisa trerdiri dari nafi dengan isbat, amar dengan nahi.
Contoh:
ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭ ﻻ ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ
( ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ : ١٠٨ )
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.”
Pada contoh di atas terdapat penggunaan dua kata yang masing-masing berlawanan pada setiap kalimat (jumlah)nya. Kata-kata yang berlawanan tersebut adalah ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ dan ﻻ ﻳﺴﺘﺨﻔﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ . Kedua kalimat yang berlawanan tersebut salah satunya berbentuk ijab (positif) dan yang lainnya bebrbentuk salab (negatif).
● Jenis-Jenis Al-Muthobaqoh
Dua kata yang berkumpul dalam satu kalimat itu bisa berupa dua isim, dua fi’il, dua huruf, ataupun dua macam kata yang berbeda.
a. Berupa dua isim
ﻭ ﺗﺤﺴﺒﻬﻢ ﺃﻳﻘﺎﻇﺎ ﻭ ﻫﻢ ﺭﻗﻮﺩ ( ﺍﻟﻜﻬﻒ : ١٨ )
“Dan kamu mengira bahwa mereka itu bangun, padahal mereka tidur.”
b. Berupa dua fi’il
ﻭ ﺍﻟﺴّﻤﺎﺀَ ﺭﻓﻊَ ﻫَﺎ ﻭ ﻭﺿَﻊَ ﺍﻟﻤِﻴْﺰﺍﻥَ ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ : ۷ )
”Dan Allah telah meninggalkan langit dan Dia meletakkan neraca (timbangan).”
c. Berupa dua huruf
ﻻ ﻳﻜﻠّﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﻧﻔﺴﺎ ﺇﻟّﺎ ﻭﺳﻌﻬﺎ ﻟﻬﺎ ﻣﺎ ﻛﺴﺒﺖ ﻭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﺎ ﺍﻛﺘﺴﺒﺖ ( ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : ۲۸۶ )
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
d. Berupa dua macam kata yang berbeda
ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻣﻴﺘًﺎ ﻑﺃﺣﻴﻴﻨﺎﻩ ( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : ۱۲۲ )
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan”
3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan dengan kata yang berlawanan ma’na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
ﻓَﻠْﻴَﻀْﺤَﻜُﻮْﺍ ﻗَﻠِﻴْﻼً ﻭَﻟﻴَﺒْﻜُﻮْﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ﺍﻟﻀﺤﻚ
(tertawa) berlawanan dengan kata ﺍﻟﺒﻜﺎﺀ (menangis) dan Lafadz ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ (sedikit) berlawanan dengan kata ﺍﻟﻜﺜﻴﺮ (banyak).
4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai dengannya bukan kata yang berlawanan. Contoh :
ﻭَﺍﻟﻄّﻞُّ ﻓِﻲْ ﺳِﻠْﻚِ ﺍﻟﻐُﺼُﻮْﻥِ ﻛَﻠُﺆْﻟُﺆ ﺭَﻃْﺐٌ ﻳُﺼَﺎﻓِﺤُﻪُ ﺍﻟﻨَّﺴِﻴْﻢُ ﻓَﻴَﺴْﻘُﻂُ
ﻭَﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻭَﺍﻟﻐَﺪِﻳْﺮُ ﺻَﺤِﻴْﻔَﺔٌ ﻭَﺍﻟﺮِّﻳْﺢُ ﺗَﻜْﺘًﺐُ ﻭَﺍﻟﻐَﻤَﺎﻡُ ﻳُﻨَﻘِّﻂُ
Hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang menulis , dan Mendung membuat titik.
Pada Bait pertama terkumpul lafadz ﺍﻟﻨﺴﻴﻢ، ﺍﻟﻐﺼﻮﻥ، ﺍﻟﻄﻞّ , kesemuanya merupakan lafadz yang saling berhubungan.
Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ﺍﻟﻄﻴﺮ، ﺍﻟﻐﺪﻳﺮ، ﺍﻟﺮﻳﺢ، ﺍﻟﻐﻤﺎﻡ , kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan. Dan juga lafadz ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ، ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ، ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ، ﺍﻟﻨﻘﻂ, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan.
5. Istikhdam , yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma’na dan mengembalikan dhomirnya dengan ma’na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
ﻓَﻤَﻦْ ﺷَﻬِﺪَ ﻣِﻨْﻜُﻢُ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮَ ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada bulan itu).
Lafadz ﺍﻟﺸﻬﺮ memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat tersebut Lafadz ﺍﻟﺸﻬﺮ diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ itu di kembalikan pada Lafadz ﺍﻟﺸﻬﺮ yang diartikan dengan makna hakiki (bulan).
Contoh kedua :
ﻓَﺴَﻘَﻰ ﺍﻟﻐَﻀَﺎ ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﻛِﻨِﻴْﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﻫُﻤُﻮْ ﺷَﺒُّﻮْﻩُ ﺑَﻴْﻦَ ﺟَﻮَﺍﻧِﺤِﻲْ ﻭَﺿُﻠُﻮْﻋِﻲْ
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang dadaku (hati) dan tulang punggungku.
Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat) dan arti majaz isti’aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ di artikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada ﺍﻟﺴﺎﻛﻨﻴﻪ itu di kembalikan pada Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ yang diartikan dengan makna majaz mursal (tempat) dan dhomir pada ﺷﺒّﻮﻩ itu di kembalikan pada Lafadz ﺍﻟﻐﻀﺎ yang diartikan dengan makna majaz Istia’roh (Api) .
6. Al-Jam’u ; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan Penyair :
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﺒَﺎﺏَ ﻭَﺍﻟﻔَﺮَﺍﻍَ ﻭَﺍﻟﺠِﺪﻩْ ﻣَﻔْﺴَﺪَﺓٌ ﻟِﻠْﻤَﺮْﺀِ ﺃَﻱَّ ﻣَﻔْﺴَﺪَﺓْ
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.
7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada ucapan Penyair (wathwath):
ﻣَﺎ ﻧﻮﺍﻝُ ﺍﻟﻐَﻤَﺎﻡِ ﻭَﻗْﺖَ ﺭَﺑِﻴْﻊٍ ﻛَﻨَﻮَﺍﻝِ ﺍﻷﻣِﻴْﺮِ ﻳَﻮْﻡَ ﺳَﺨَﺎﺀٍ
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu makmur.
Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu jenis yang sama.
8. Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
ﻭَﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻋِﻠْﻢَ ﺍﻟﻴَﻮْﻡِ ﻭَﺍﻷﻣْﺲِ ﻗَﺒْﻠَﻪُ
ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻨِﻲْ ﻋَﻦْ ﻋِﻠْﻢِ ﻣَﺎ ﻓِﻲْ ﻏَﺪٍ ﻋَﻤِﻲْ
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok”
Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing perkara itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ﻭَﻻَ ﻳُﻘِﻴْﻢُ ﻋَﻠَﻰ ﺿَﻴْﻢٍ ﻳُﺮَﺍﺩُ ﺑِﻪِ ﺇِﻻَّ ﺍﻷَﺫَﻻَّﻥِ ﻋَﻴْﺮُ ﺍﻟﺤَﻲِّ ﻭَﺍﻟﻮَﺗَﺪُ
ﻫَﺬَﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺨَﺴْﻒِ ﻣَﺮْﺑُﻮْﻁٌ ﺑِﺮُﻣَّﺘِﻪ ِ ﻭَﺫَﺍ ﻳُﺸَﺞُّ ﻓَﻼَ ﻳَﺮْﺛِﻲْ ﻟَﻪُ ﺃَﺣَﺪُ
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.
Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang kedua yaitu “ditancapkan”.
dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai pada masing-masing perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
ﺳﺄﻃْﻠُﺐُ ﺣَﻘِّﻲْ ﺑِﺎﻟﻘَﻨَﺎ ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺦِ ﻛَﺄَﻧَّﻬُﻢُ ﻣِﻦْ ﻃُﻮْﻝِ ﻣَﺎ ﺇﻟﺘَﺜَﻤُﻮﺍ ﻣُﺮْﺩُ
ﺛِﻘَﺎﻝٌ ﺇﺫَﺍ ﻟَﻘَﻮْﺍ ﺧِﻔَﺎﻑٌ ﺇِﺫَﺍ ﺩُﻋُﻮْﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺪُّﻭْﺍ ﻗَﻠِﻴْﻞٌ ﺇﺫَﺍ ﻋُﺪُّﻭْﺍ
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya memakai cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat (dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang banyak ketika menyerang, yang sedikit ketika dihitung.
9. Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.
Hal ini terbagi menjadi 2 macam :
a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.
Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:
ﻭَﻻَ ﻋَﻴْﺐَ ﻓِﻴْﻬِﻢْ ﻏَﻴْﺮَ ﺃﻥَّ ﺳُﻴُﻮﻓَﻬُﻢ ْ ﺑِﻬِﻦَّ ﻓُﻠُﻮْﻝٌ ﻣِﻦْ ﻗِﺮَﺍﻉِ ﺍﻟﻜَﺘَﺎﺋِﺐِ
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.
b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
Seperti Ucapan Penyair :
ﻓَﺘًﻰ ﻛَﻤُﻠَﺖْ ﺃَﻭﺻَﺎﻓُﻪُ ﻏَﻴْﺮَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺟَﻮَﺍﺩٌ ﻓَﻤَﺎ ﻳُﺒْﻘِﻲْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻤَﺎﻝِ ﺑَﺎﻗِﻴًﺎ
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada menyisakan sisa dari hartanya.
10. Bagusnya alasan ; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini
ﻟَﻮْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﻧِﻴَّﺔُ ﺍﻟﺠَﻮْﺯَﺍﺀِ ﺧِﺬْﻣَﺘَﻪ ُ ﻟَﻤَﺎ ﺭَﺃﻳْﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻋِﻘْﺪَ ﻣُﻨْﺘَﻄَﻖِ
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza’ itu melayaninya, maka engkau tidak akan melihat padanya ikatan yang melingkar”.
11. Kesesuaian ladadz serta ma’na ; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
ﺇﺫﺍ ﻣَﺎ ﻏَﻀِﺒْﻨَﺎ ﻏَﻀْﺒَﺔً ﻣُﻀَﺮِّﻳَﺔً ﻫَﺘَﻜْﻨَﺎ
ﺣِﺠَﺎﺏَ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲِ ﺃَﻭْ ﻗَﻄَﺮَﺕْ ﺩَﻣًﺎ
ﺇﺫَﺍ ﻣَﺎ ﺃَﻋَﺮْﻧَﺎ ﺳَﻴِّﺪًﺍ ﻣِﻦْ ﻗَﺒِﻴْﻠَﺔٍ
ﺫُﺭَﻯ ﻣِﻨْﺒَﺮٍ ﺻَـﻠَّﻰ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻭَﺳَــﻠَّﻤَﺎ
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari (perkara haq) sampai meneteskan warna darah .
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo’akan kami dan menyebut (nama kami pada qoumnya).
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu pemuda :
ﻟَﻢْ ﻳَﻄُﻞْ ﻟَﻴْﻠِﻲْ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻟَﻢْ ﺃَﻧَﻢْ ﻭَﻧَﻔَﻰ ﻋَﻨِّﻲْ ﺍﻟﻜَﺮَﻯ ﻃَﻴْﻒٌ ﺃَﻟَﻢْ
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku, bayangan kekasih telah datang.
12. Uslubul Hakim ; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.
a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang diharapkan oleh pengucapnya.
Seperti Ucapan Qoba’tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan :
ﻷﺣْﻤِﻠَﻨَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷَﺩْﻫَﻢ
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi lalu Qoba’tsaro mengatakan
(dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :
ﻣِﺜﻞُ ﺍﻷﻣِﻴْﺮِ ﻳَﺤْﻤِﻞُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷﺩْﻫَﻢِ ﻭَﺍﻷﺷْﻬَﺐِ
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu Hajjaj menjawab : ﺃَﺭَﺩْﺕُ ﺍﻟﺤَﺪِﻳْﺪَ Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba’tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai) :
ﻷﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺣَﺪِﻳْﺪًﺍ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺑَﻠِﻴْﺪًﺍ
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.
Hajjaj menghendaki dengan kata “adham” sebagai terali besi, dan kata “Hadid ” sebagai Tempat yang khusus. sedangkan Qoba’tsaro menggambarkan pemahaman keduanya sebagai “Kuda hitam yang tidak bodoh ”
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.
b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi masalah.
Seperti Firman Allah :
ﻳﺴْﺄﻟُﻮْﻧَﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻷﻫِﻠَّﺔِ ﻗُﻞْ ﻫِﻲَ ﻣَﻮَﺍﻗِﻴْﺖُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺍﻟﺤَﺞِّ .
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : “itu adalah Waktu bagi manusia dan haji .
Sebagian Shohabat (Mu’adz bin Jabal dan Robi’ah bin Ghonam) kepada Nabi : “Bagaimana keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama, lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?”.
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu diposisikan seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.
13. Musyakalah ﺍﻟﻤﺸﺎﻛﻠﺔ . Yaitu merupakan bentuk mashdar dari kata ﺷﺎﻛﻞ . Secara leksikal kata tersebut bermakna saling membentuk. Salah satu makna terminologisnya dikemukakan oleh Ahmad al-Hasyimi dalam kitabnya Jawahirul Balaghoh sebaga berikut :
ﺍﻟﻤﺸﺎﻛﻠﺔ ﻫﻲ ﺃﻥ ﻳﺬﻛﺮ ﺍﻟﺸﻴﺊ ﺑﻠﻔﻆ ﻏﻴﺮﻩ ﻟﻮﻗﻮﻋﻪ ﻓﻲ ﺻﺤﺒﺘﻪ ﻛﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺗﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻰ ﻭﻻﺃﻋﻠﻢ ﻣﺎﻓﻲ ﻧﻔﺴﻚ : ﻭﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻣﺎﻋﻨﺪﻙ
Menuturkan suatu ungkapan bersamaan dengan ungkpan lain, yang kedudukannya berfungsi sebagai, pengimbang, seperti firman Allah Ta’ala: ” Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, akan tetapi aku tidak mengetahui sesuatu yang ada pada diriMu, sesuatu yang ada pada diriMu disini maksudnya adalah sesuatu yang ada pada sisiMu.
14. Istihrad dan iththirad yaitu susunan syi’ir atau kalimat yang mempunyai tujuan awal, tetapi pada pertengahan baris atau kalimat tersebut, si penyair membahas atau membicarakan hal lain yang menyimpang dari tujuan awalnya, kemudian ia kembali ketujuan semula.
15. Taujih atau Ilham yaitu
ﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺆﺗﻰ ﺑﻜﻼﻡ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﻣﻌﻨﻴﻴﻦ ﻣﺘﻀﺎﺩﻳﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴّﻮﺍﺀ ﻛﻬﺠﺎﺀ ﻭﻣﺪﻳﺢ ﻟﻴﺒﻠﻎ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﻏﺮﺿﻪ ﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﻤﺴﻚ ﻋﻠﻴﻪ
Yaitu mendatangkan kalimat yang memungkinkan dua makna yang berlawanan secara seimbang, seperti mengejek, memuji, agar orang yang mengucapkan dapt mencapai tujuannya, yaitu tidak memaksudkan pada salah satunya secara eksplisit.
16. Thayy dan nasyr yaitu :
ﺃﻥ ﻳﺬﻛﺮ ﻣﺘﻌﺪﺩﺓ ﺛﻢّ ﻳﺬﻛﺮ ﻣﺎﻟﻜﻞ ﻣﻦ ﺍﻓﺮﺍﺩﻩ ﺷﺎﺋﻌﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺗﻌﻴﻴﻦ ﺍﻋﺘﻤﺎﺩﺍ ﻋﻠﻰ ﺗﺼﺮﻑ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﻓﻲ ﺗﻤﻴﻴﺰ ﻣﺎ ﻟﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﺭﺩﻩ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﻫﻮ ﻟﻪ
Yaitu menyebutkan bebrapa makna kemudian menuturkan makna untuk masing-masing satuannya secara umum dengan tanpa menentukan, karena bersandar kepada upaya pendengar dalam membedakan makna untuk masing-masing dari padanya dan mengembalikan yang untuk semestinya.
17. Mubalaghoh yaitu
ﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻭﺻﻒ ﻳﺪﻋﻰ ﺑﻠﻮﻏﻪ ﻗﺪﺭﺍﻳﺮﻯﻤﻤﺘﻨﻌﺎ ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﺎ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﺤﺎﺀ ﺗﺒﻠﻴﻎ ﺃﻭ ﺇﻏﺮﺍﻕ ﺃﻭ ﻏﻠﺔ ﺟﺎﺀ
Yaitu ekspresi ungkapan yang mengabarkan sesuatu hal secara berlebihan yang tidak mungkin (tidak sesuai denga kenyataan).
18. tajahulul ‘arif yaitu
ﺳﺆﺍﻝ ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ ﻋﻤّﺎ ﻳﻌﻠﻤﻪ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺗﺠﺎﻫﻼ ﻟﻨﻜﺘﻪ
Pertanyaan si mutakallim tentang suatu yang sebetulnya dia ketahui karena pura-pura untuk suatu tujuan
19. Al-‘Aksu yaitu :
ﺃﻥ ﻳﻘﺪّﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺟﺰﺀﺍ ﺛﻢّ ﻧﻌﻜﺲ ﺑﺄﻥ ﺗﻘﺪّﻡ ﻣﺎ ﺃﺧﺮﺕ ﻭﺗﺆﺧّﺮ ﻣﺎ ﻗﺪّﻣﺖ
Bahwasannya kamu mendatangkan satu bagian kalam kemudian mengembalikannya, yakni dengan jalan mendahulukan yang kamu akhirkan dan mengakhirkan apa yang kamu dahulukan.
ilmu Badi' Muhsinat Lafdhiyah
Muhassinat Al-Lafdhiyyah (keindahan lafadh)
Yang termasuk Muhassinat lafdhiyah adalah:
1. JINAS
Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
■ Jinas Tamm; yaitu : dua lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan dan urutannya.
Contoh :
ﻟَﻢْ ﻧَﻠْﻖَ ﻏَﻴْﺮَﻙَ ﺇﻧْﺴَﺎﻧًﺎ ﻳُﻼﺫُ ﺑِﻪِ ﻓَﻼ ﺑَﺮِﺣْﺖَ ﻟِﻌَﻴْﻦِ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧًﺎ .
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau, maka engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.
Contoh lain :
ﻓَﺪَﺍﺭِﻫِﻢْ ﻣَﺎ ﺩُﻣْﺖَ ﻓِﻲْ ﺩَﺍﺭِﻫِﻢْ ﻭَﺃﺭْﺿِﻬِﻢْ ﻣَﺎ ﺩُﻣْﺖَ ﻓِﻲْ ﺃﺭﺿِﻬِﻢْ
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah mereka selama engkau tetap berada di tanahnya.
● Pembagian Macam-Macam Jinas Taam
Jinas taam terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
a. Terdiri dari isim dengan isim atau dari fiil dengan fiil (Jinas Mutamatstsil)
Menurut Ibrahim Mahmud ‘Alan bahwa Jinas mutamatstsil adalah apabila dua lafadz yang serupa tersebut dari bentuk yang sama. Misal isim dengan isim ataupun fiil dengan fiil.
ﻟَﻢْ ﻧَﻠْﻖَ ﻏَﻴْﺮَﻙَ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧًﺎ ﻳُﻼَﺫِﺑُﻪُ # ﻓَﻼَ ﺑَﺮَﺣْﺖَ ﻟِﻌَﻴْﻦِ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧﺎً
Artinya: “Kami tidak menjumpai seorang manusiapun , selain engkau yang dapat dijadikan tempat berlindung. Engkau selalu menjadi insan mata bagi mata zaman”
ﻣَﻦْ ﺗَﺎﺏَ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﺗَﻄْﻠُﻊَ ﺍﻟﺸَّﻤْﺶِ، ﻣِﻦْ ﻣَﻐْﺮِﺑِﻬَﺎ ﺗَﺎﺏَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ (ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
Artinya: “Orang yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, pasti allah menerima taubatnya ”.
Penjelas: bahwa kedua lafadz ﺇِﻧْﺴَﺎﻧﺎً pada contoh pertama menunjukkan adanya jinas taam yang terbentuk dari isim dengan isim, sedangkan contoh yang kedua pada kedua lafadz ﺕ َﺏﺍَ tersebut merupakan bagian dari jinas taam yang terbentuk dari fiil dengan fiil. Namun keduanya memiliki makna yang berbeda.
b. Terdiri dari fiil dengan isim atau isim dengan fiil (Jinas Mustaufi)
Sebagaimana yang dikutip oleh Ibrahim Mahmud ‘Alan bahwa jinas mustaufi yaitu apabila terdapat dua lafadz yang sejenis tersebut, berasal dari macam atau jenis yang berbeda. Seperti yang satu dari isim dan yang lainnya dari fi’il, atau yang satu dari isim dan yang lainnya dari huruf, atau yang satu dari fiil dan yang lainnya dari huruf.
Sebagaimana ratapan seorang penyair
ﻣَﺎﻣَﺎﺕَ ﻣِﻦْ ﻛَﺮْﻡِ ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ # ﻳَﺤْﻴَﻰ ﻟَﺪَﻯ ﻳَﺤْﻲَ ﻯ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪﺍِﻟﻠﻪِ
Artinya: “Tidak ada yang lenyap dari anggur tempo dulu, maka sesungguhnya anggur yang lenyap (mati) itu hidup di samping
Yahya Bin Abdillah ”
Penjelas: Lafadz ﻳَﺤْﻴَﻰ yang pertama adalah fiil, dan ﻳَﺤْﻴَﻰ yang kedua adalah nama seseorang dalam bentuk isim ‘alam.
Sedangkan jinas mustaufi antara bentuk dari isim dengan fiil yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an QS. An-najm:1-3
ﻭَﺍﻟﻨَّﺠْﻢِ ﺇِﺫَﺍ ﻫَﻮَﻯ . ﻣَﺎﺿَﻞَّ ﺻَﺎﺣِﺒُﻜُﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﻏَﻮَﻯ . ﻭَﻣﺎَ ﻳَﻨْﻄِﻖُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ . ( ﺍﻟﻨﺠﻢ : ١ – ٣ )
Artinya: Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu Al-Qur’an menurut kemauan hawa nafsunya. (QS: An-Najm:1-3)
Kemudian contoh jinas mustaufi yang terbentuk dari isim dengan huruf yaitu:
ﻭَﺍﻟﺘَّﺒِﻌُﻮْﺍ ﻣَﺎ ﺗَﺘْﻠُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴْﻦُ ﻋَﻠﻰَ ﻣُﻠْﻚِ ﺳُﻠَﻴْﻤﺎَﻥَ ﻭَﻣَﺎ ﻛَﻔَﺮَ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ……. ﺍﻷﻳـﺔ ( ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : 102 )
Penjelasan:
Terdiri dari zaraf dengan isim, seperti pada firman Allah SWT QS. Thaha: 94
Contoh: ﺇِﻧِّﻲْ ﺧَﺸِﻴْﺖُ ﺃَﻥْ ﺗَﻘُﻮْﻝَ : ﻓَﺮَّﻗْﺖَ ﺑَﻴْﻦَ ﺑَﻨِﻲْ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴْﻞَ ﻭَﻟَﻢْ ﺗَﺮْﻗُﺐْ ﻗَﻮْﻟِﻲْ
Artinya: “Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata: “kamu telah memecah antara bani israil, dan kamu tidak memlihara amanatku”
Penjelas: bahwasanya pada lafadz ﺑَﻴْﻦَ
merupakan bentuk dari zaraf, sedangkan ﺑَﻨِﻲْ menunjukkan kalimat isim.
c. Jinas murakkab adalah perbedaan dua lafadz yang ditinjau dari segi susunannya dan ifrodnya
Jinas murokkab terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Jinas murokkab yang sama tulisannya (Mutasyabbih)
Contoh:
ﺇِﺫَﺍ ﻣَﻠَﻚَ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺫَﺍﻫِﺒَﺔٍ # ﻓَﺪَﻋْﻪُ ﻓَﺪَﻭْﻟَﺘْﻪُ ﺫَﺍﻫِﺒَﺔٌ
Artinya: “Apabila seorang raja tidak memiliki jiwa bermurah hati , maka tinggalkanlah dia dan kekuasaannya-pun segera sirna ”
Penjelas: Lafadz ﺫَﺍﻫِﺒَﺔٍ yang pertama asalnya ﺫَﺍﺀِ ﻫِﺒَﺔٌ yang dari Asmaul Khamsah (isim-isim yang lima). Sedangkan lafadz ﺫَﺍﻫِﺒَﺔٌ yang kedua asalnya ﺫَﺍﻫِﺒَﺔٍ dalam satu kalimat sebagai isim fail.
2. Jinas murakkab yang tidak sama tulisannya (Mafruq)
ﻛُﻠُّﻜُﻢْ ﻗَﺪْ ﺃَﺧَﺬَ ﺍﻟﺠَﺎﻡَ ﻭَﻟَﺎﺟَﺎﻡِ ﻟَﻨﺎَ # ﻣَﺎﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺿَﺮَّ ﻣُﺪِﻳْﺮَ ﺍﻟﺠَﺎﻡِ ﻟَﻮْﺟَﺎﻣَﻠﻨَﺎَ
Artinya: “Masing-masing kamu telah mengambil bejana arak, dan tidak ada bejana arak bagi kita. Apakah yang memeberi mudharat bagi orang mengelilingkan bejana itu, kalau ia berbuat baik kepada kita ”
Penjelas: lafadz ﻟَﺎﺟَﺎﻡَ ﻟَﻨﺎَ yang pertama adalah bentuk dari isim laa ( ﺍﺳﻢ ﻻ ) dan khabarnya, kata ﺟَﺎﻡَ bermakna ﺍﻟﻜﺎﺱ dan ﻟَﻨﺎ merupakan huruf jer majrur. sedangkan lafadz ﻟَﻮْﺟَﺎﻣَﻠﻨَﺎَ yang kedua merupakan bentuk mufrad , ia sebagai fiil madli dari kata ﻣﺠﺎﻣﻠﺔ bermakna ﻋﺎﻣﻠﻨﺎ ﺑﺎﻟﺠﻤﻴﻞ .
■ Jinas Ghoiru Tamm ; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari keadaan, jenis, hitungan dan urutan.
Contoh :
ﻳَﻤُﺪُّﻭْﻥَ ﻣِﻦْ ﺃﻳْﺪٍ ﻋَﻮَﺍﺹِ ﻋَﻮَﺍﺻِﻢ ٍ ﺗَﺼُﻮﻝُ ﺑﺄﺳْﻴَﺎﻑٍ ﻗَﻮَﺍﺽٍ ﻗَﻮَﺍﺻِﺐِ
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul dengan tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang mematikan, yang memotong.
▪ Macam-macam jinas ghairu tam
1. Jinas Muharraf
Jinas muharraf adalah dua lafaz yang berbeda dilihat dari bentuk hurufnya, dan sama jenis, jumlah dan aturannya. Contoh:
ﺟُﺒَّﺔُ ﺍﻟْﺒُﺮْﺩِ ﺟُﻨَّﺔُ ﺍﻟْﺒَﺮْﺩِ
Misalnya kata ﺍﻟﺒُﺮْﺩُ (kain bergaris untuk diselimutkan pada badan) diartikan sebagai ﺍﻟﻜِﺴﺎَﺀ (pakaian) yakni pakaian bergaris-bergaris yang menyelimutinya, ﺍﻟﺒَﺮْﺩُ yang artinya mengurangi panas, ﺍﻟﺒَﺮَﺩُ yang artinya air beku yang turun dari langit. Huruf-huruf dalam kalimat ini sama jenis, jumlah dan aturannya, akan tetapi berbeda bentuknya.
2. Jinas Naqis
Jinas naqis adalah berkurangnya huruf dalam dua lafadz. Contoh Q.S Al-Qiyamah: 29-30
ﻭَﺍﻟْﺘَﻔَﺖِ ﺍﻟﺴَّﺎﻕُ ﺑِﺎﻟﺴَّﺎﻕِ # ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑّﻚَ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻕُ
Terjemahan: “Dan bertaut betis kiri dan betis kanan, kepada Tuhan-mulah pada hari itu kamu di halau”.
3. Jinas mudhari’
Jinas mudhari’ adalah dua lafadz yang perbedaannya terdapat pada satu huruf, namun berdekatan (masih dalam satu makhorijul huruf), baik pada awal, pertengahan maupun akhir kalimat. Contoh Q.S Al-Mu’min: 75
ﺫَﻟِﻜُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻔْﺮَﺣُﻮْﻥَ ﻓِﻲْ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺑِﻐَﻴْﺮِﺍﻟْﺤَﻖّ ﻭَﺑِﻤَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗًﻤْﺮَﺣُﻮْﻥَ
Terjemahan: “Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersukaria di bumi,tanpa mengindahkan kebenaran dan karena kamu selalu bersukaria dalam kemaksiatan.”
Kata ﺗَﻔْﺮَﺣُﻮْﻥَ dan ﺗًﻤْﺮَﺣُﻮْﻥَ adalah dua kata yang serupa akan tetapi berbeda satu hurufnya yaitu huruf ﺍﻟﻔﺎﺀ pada lafaz awal dan huruf ﺍﻟﻤﻴﻢ pada lafaz kedua.
4. Jinas Qalb
Jinas Qalb adalah dua lafaz yanfg berbeda urutan hurufnya. Contoh Q.S Al-Mudatsir: 3
ﻭَﺭَﺑَّﻚَ ﻓَﻜَﺒّﺮ
Terjemahan: “Dan agungkanlah Tuhan-mu.”
2. SAJA’
Saja’ adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya.
Fashilah adalah kata terakhir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat yang lainnya. Dua kalimat yang dibandingkan ini disebut qorinah, kemudian qorinah yang dibandingkan disebut faqroh.
Saja’ mempunyai beberapa jenis, yaitu:
Saja’ mempunyai beberapa jenis, yaitu:
1) Al-Mutharraf : saja’ yang dua akhir kata pada saja’ itu berbeda dalam wazannya, dan persesuaian dalam huruf akhirnya.
Seperti dalam firman Allah:
ﻣَّﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﺮْﺟُﻮﻥَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻗَﺎﺭﺍً
ﻭَﻗَﺪْ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﺃَﻃْﻮَﺍﺭﺍً
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan”.
Kata ‘waqoro” beda wazan dengan kata “athwaro” yang mana “waqoro” dengan harakat fathah sedang “athwaro” sukun, namun keduanya sama dalam huruf akhirnya yaitu huruf ro’ .
2) Al-Murashasha ’ : saja’ yang padanya lafazh-lafazh dari salah satu rangkaiannya, seluruhnya atau sebagiannya semisal bandingannya dari rangkaian yang lain.
Contohnya pada syi’r al-Hariri:
ﻳَﻄْﺒَﻊُ ﺍﻷﺳْﺠَﺎﻉَ ﺑِﺠَﻮَﺍﻫِﺮِ ﻟَﻔْﻈِﻪ ِ ﻭَﻳَﻘْﺮَﻉُ ﺍﻷﺳْﻤَﺎﻉَ ﺑِﺰَﻭَﺍﺟِﺮِ ﻭَﻋْﻈِﻪِ .
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.
Kata ‘yathbi’u” sama wazannya dengan “yaqro’u” begitu pula dalam qofiahnya yaitu huruf ‘ain, “asja’’ sewazan dengan “asma’” , qofiah ‘ain, “lafzhi” sewazan dengan “wa’zhi”, qofiahnya zho’.
Contoh perkataan al-Hamdani : “ inna ba’da kadr shofwan , wa ba’da mathor
shohwan ”
Atau perkataan Abi al-Fath al-Basati: “liyakun iqdamaka tawakkalan, wa ihjamaka
ta’amullan ”
3) al-Mutawazi: saja’ yang persesuaiannya terletak pada akhir kata saja’. Hal ini dapat terjadi pada tiga keadaan:
▪ Berbeda wazan dan qofiahnya secara bersamaan
▪ Beda wazan, tetapi qofiahnya tidak
▪ Beda qofiah, tapi wazan tidak.
Cantoh yang pertama adalah firman Allah dalam surat al-Ghasiyah:
ﻓِﻴﻬَﺎ ﺳُﺮُﺭٌ ﻣَّﺮْﻓُﻮﻋَﺔٌ
“ Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan dan gelas-gelas yang terletak di dekatnya”.
Qorinahnya ada dua yaitu: ﺳُﺮُﺭٌ ﻣَّﺮْﻓُﻮﻋَﺔٌ
Dan ﻭَﺃَﻛْﻮَﺍﺏٌ ﻣَّﻮْﺿُﻮﻋَﺔٌ
“sururun’ adalah setengah dari qorinah pertama yang dibandingkan dengan kata “akwabun”, qorinah kedua. Keduanya berbeda secara wazan dan qofiah.
Contoh yang kedua adalah:
ﻭَﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺎﺕِ ﻋُﺮْﻓﺎ
ﻓَﺎﻟْﻌَﺎﺻِﻔَﺎﺕِ ﻋَﺼْﻔﺎً
Lafadh ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺎﺕِ dan ﺍﻟْﻌَﺎﺻِﻔَﺎﺕِ berbeda wazannya , yang pertama menurut wazan “maf’alat” dan yang kedua wazan “fa’alaat”, akan tetapi qofiahnya sama, yaitu ta’.
Contoh yang ketiga: “hasola natiq wa shomit, halaka hasad wa syamit”, pada qorinah yang pertama kata “hasola” dibandingkan dengan ‘halaka”, keduanya berdeda qofiahnya. Qofiah yang pertama lam, yang kedua kaf.
• Saja’ yang bagus adalah seperti perkataan al-Hamdani; “kitabi wa bahru wa in lam arohu faqod sami’tu khobrohu, wallatsu wa in lam allafhu faqod tashowwartu kholqohu, wal maliku adil wa in lam laqoituhu qod laqoini shoitahu, wa man ro’a minassaifi atsarohu, faqod ra’a aktsarahu”, fasilah-fasilah diatas burhuruf sukun, hal itu dilakukan karena bertujuan untuk mewujudkan keserasian.
3. IQTIBAS
Secara leksikal iqtibas bermakna ‘menyalin’ dan mengutip. Sedangkan secara terminologis, iqtibas adalah kalimat yang disusun oleh penulis atau penyair dengan menyertakan petikan ayat atau hadis ke dalam rangkaian kalimatnya tanpa menjelaskan bahwa petikan itu berasal dari Al-Qur’an atau hadis.
Dalam Ilmu Badi , iqtibas didefinisikan sebagai berikut “Pembicara menyimpan prosa atau puisinya dengan sesuatu dari Al-Qur’an atau Hadits dengan cara yang tidak memberikan isyarat bahwa sesuatu itu berasal dari keduanya.” Qaidah Ilmu Badi membolehkan mutakallim (pembicara) merubah sedikit pada kata yang diambil dari Al-Qur’an atau Hadits, yaitu karena untuk penyesuaian wazan atau sebab lainnya.
Contoh iqtibas:
Abul Mu-min Al-Ashfahani berkata:
ﻻ ﺗَﻐُﺮَّﻧَّﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻈَّﻠَﻤَﺔِ ﻛَﺜﺮَﺓُ ﺍﻟﺠُﻴُﻮﺵِ ﻭَﺍﻷَﻧﺼَﺎﺭِِ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﺆَﺧِﺮُﻫُﻢ ﻟِﻴَﻮﻡٍِ ﺗَﺸﺨَﺺُ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻵَﺑﺼَﺎﺭُ .
Jangan sekali-kali kamu terbujuk oleh banyaknya pasukan dan pembantu orang-orang penganiaya. Sesungguhnya kami menangguhkan mereka sampai suatu hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelak (Qs. Ibrahim 42).
Seperti juga ucapan Penyair :
ﻻَ ﺗُﻌَﺎﺩِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻓِﻲْ ﺃﻭْﻃَﺎﻧِﻬِﻢْ ﻗَﻠَّﻤَﺎ ﻳُﺮْﻋَﻰ ﻏَﺮِﻳْﺐُ ﺍﻟﻮَﻃَﻦِ
ﻭَﺇﺫَﺍ ﻣَﺎ ﺷِﺌْﺖَ ﻋَﻴْﺸًﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺧَﺎﻟِﻖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺑِﺨُﻠْﻖٍ ﺣَﺴَﻦٍ .
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.
Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia dengan Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :
ﺇﺗﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﻨﺖَ ﻭﺃﺗﺒﻊِ ﺍﻟﺴَّﻴﺌﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔَ ﺗﻤﺤُﻬﺎ ﻭﺧَﺎﻟِﻖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺑِﺨُﻠﻖٍ ﺣَﺴَﻦٍ .
Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil karena wazan Syi’ir atatau yang lain.
Seperti juga ucapan Penyair :
ﻗَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺎ ﺧِﻔْﺖُ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮﻧَﺎ ﺇﻧَّﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭَﺍﺟِﻌُﻮﻧَﺎ
Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu kembali kepada Allah.
Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :
ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳْﻦَ ﺍﻟﺬِﻳْﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃﺻَﺎﺑِﺘْﻬُﻢْ ﻣُﺼِﻴْﺒَﺔٌ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺇﻧَّﺎ ﻟﻠﻪِ ﻭَﺇﻧَّﺎ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺍﺟِﻌُﻮْﻥَ .
Keindahan Al-Qur’an dan keterjagaanya dalam menyimpan makna membuat penyair tak pernah ragu untuk sekedar mengutip setiap kalimat dalam Al-Qur’an, pasalnya Al-Qur’an memiliki untaian kata terindah dan memiliki makna yang mendalam serta keterjagaanya yang membuat orang merasa tak perlu menyantumkan sumber kutipan yang ditulis dalam syairnya, karena tentu kalimat itu takkan dirasa asing untuk diperdengarkan.
■ Pembagian Iqtibas
Iqtibas dibagi menjadi tiga macam, ialah :
1. Tsabitul ma’ani, yaitu yang tidak berubah dari makna asalnya.
2. Muhawwal, yaitu yang dirubah dari makna asalnya seperti kata syair :
ﻟﺌﻦ ﺍﺧﻄﺄ ﺕ ﻓﻰ ﻣﺪﺡ * ﻙ ﻣﺎ ﺍﺧﻄﺄﺕ ﻓﻰ ﻣﻨﻌﻰ
ﻟﻘﺪ ﺍﻧﺰﻟﺖ ﺣﺎ ﺟﺎ ﺗﻰ * ﺑﻮﺍ ﺩ ﻏﻴﺮﺫﻯ ﺯﺭﻉ
Artinya :
Kalau aku salah dalam memujimu, maka aku tidak salah dalam menahan nafsuku. Sungguh engkau telah menempatkan kebutuhanku pada lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya.
Syi’iran ini dipindahkan dari ayat :
ﺭﺑﻨﺎ ﺍﻧﻰ ﺍﺳﻜﻨﺖ ﻣﻦ ﺫﺭﻳﺘﻰ ﺑﻮﺍﺩﻏﻴﺮ ﺫﻯ ﺯﺭﻉ
Maknanya dalam Al-Qur’an, ialah lembah yang tidak berair dan tidak ada tumbuh-tumbuhannya, yaitu: Mekkah. Adapun maksud syi’iran, ialah laki-laki yang tiada kebaikannya dan tiada berguna.
3. Yang dirubah sedikit wazannya, seperti kata sya’ir :
ﻗﺪ ﻛﺎ ﻥ ﻣﺎ ﺧﻔﺖ ﺍﻥ ﻳﻜﻮ ﻧﺎ ﺍﻧﺎ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺍ ﺟﻌﻮﻧﺎ .
Artinya :
Sungguh telah terbukti apa yang engkau takuti. Sesungguhnya kami kembali semua kepada Allah. Dari ayat
ﺍﻧﺎ ﻟﻠﻪ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻴﻪ ﺭﺍ ﺟﻌﻮﻥ .
● Contoh-contoh Iqtibas beserta penjelasannya
ﻻ ﺗﻌﺎ ﺩﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻰ ﺃﻭﻃﺎ ﻧﻬﻢ * ﻗﻠﻤﺎ ﻳﺮﻋﻰ ﻏﺮﻳﺐ ﺍﻟﻮﻁ
ﺃﺫﺍ ﻣﺎ ﺷﺌﺖ ﻋﻴﺸﺎ ﺑﻴﻨﻬﻢ * ﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺨﻠﻖ ﺣﺴﻦ
Janganlah engkau memusuhi orang-orang yang berada dinegeri sendiri, sedikit sekali pengembara disuati negeri mendapat perlakuan baik. Bila engkau menginginkan hidup damai tentram ditengah-tengah mereka, maka berakhlaklah terhadap manusia dengan budi pekerti yang luhur.
Pada contoh diatas kita temukkan dalam syair sebauh ungkapan yang bila diamati bukanlah gubahan penyair sendiri, melainkan penyair mengambil sebagian dari Hadist Nabi Muhamad Saw dengan tidak mengadakan perubahan sedikit pun. Ungkapan tersebut adalah ﻭ ﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺨﻠﻖ ﺣﺴﻦ , ungkapan ini diambil dari Hadist Nabi Saw yang berbunyi
ﺍﺗﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﺘﺐ ﻭ ﺍﺗﺒﻊ ﺍﻟﺴﻴﺌﺔ ﺗﻤﺤﻬﺎ ﻭ ﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺨﻠﻖ ﺣﺴﻦ
Bertaqwallah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada, serta ikiutilah perbuatan jelekmu dengan kebaikkan,niscaya kebaikkan itu akan meanghapuskan kejelekkan, serta berakhlaklah kamu kepada sesama manusia deangan akhlak yang baik.
ﺍﻏﺘﻨﻢ ﻓﻮﺩﻛﺎﻟﻔﺎ ﺣﻤﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﺾ ﻓﺄ ﻧﻤﺎ ﺍﻟﺪ ﻧﻴﺎ ﺟﺪﺍﺭﻳﺮﻳﺪﺃﻥ ﻳﻨﻘﺾ
Gunakanlah kesempatan selagi rambutmu yang hitam belum memutih, karena sesungguhnya dunia ibarat dinnding rumah yang hampir roboh.
Pada contoh diatas ditemukkan bahwa didalam ungkapan tersebut terdapat penyisipan yang dilakukan oleh al-mutakallim yaitu ungkapan
ﻓﺎ ﻧﻤﺎ ﺍﻟﺪ ﻧﻴﺎ ﺟﺪ ﺍﺭ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻥ ﻳﻨﻘﺾ
tersebut yang diambil dari ayat Al-Qur’an QS.Al-Kahfi;77
ﻓﺎ ﻧﻄﻠﻘﺎ ﺣﺘﻰ ﺇﺫﺍﺗﺎﻳﺎﺃﻫﻞ ﻗﺮﻳﺔ ﺍﺳﺘﻄﻌﻤﺎ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﻓﺄ ﺑﻮ ﺃﻥ ﻳﻀﻴﻔﻮ ﻫﻤﺎ ﻓﻮ ﺟﺪﺍ ﻓﻴﻬﺎ ﺟﺪﺍﺭﺍﻳﺮﻳﺪ ﺃﻥ ﻳﻨﻘﺾ ﻓﺄﻗﺎ ﻣﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻮﺷﺌﺖ ﻟﺘﺨﺬﺕ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺟﺮﺍ
maka keduanya berjalan; sehingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding yang hampir roboh, maka Khidir As mengatakan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.
Dalam penyisipan ayat tersebut , Al-mutakalim tidak menyebutkan bahwa ungkapan itu diambil dari ayat Al-Qur’an, juga didapatkan bahwa al-Mutakallim sedikit mengadakan perubahan dari aslinya.
PENUTUP
Indahnya permulaan kalam ; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
ﺍﻟﻤَﺠْﺪُ ﻋُﻮْﻓِﻲَ ﺇﺫْ ﻋُﻮﻓِﻴْﺖَ ﻭَﺍﻟﻜَﺮَﻡُ ﻭَﺯَﺍﻝَ ﻋَﻨْﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻋْﺪَﺍﺋِﻚَ ﺍﻟﺴَّﻘَﻢُ
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan gedung :
ﻗَﺼْﺮٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﺤِﻴَّﺔٌ ﻭَﺳَﻼَﻡُ ﺧَﻠَﻌَﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺟَﻤَﺎﻟَﻬَﺎ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡُ
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan keindahannya padanya.
5. Indahnya penutup kalam ; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :
ﺑَﻘِﻴْﺖَ ﺑَﻘَﺎﺀَ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ ﻳَﺎ ﻛَﻬْﻒَ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺩُﻋَﺎﺀٌ ﻟِﻠْﺒَﺮِﻳَّﺔِ ﺷَﺎﻣِﻞُ
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah do’a yang menyeluruh untuk manusia.
Minggu, 12 Juli 2020
Ya Hadi Sir Ruwaeda
Terjemah qasidah Ya Hadi Sir Ruwaida
يــَا حَــادي سـرْ رُوَيْـــــدًا
وانْشُــدْ أمَــامَ الـــرَّكْبِ
Wahai pemandu rombongan berjalanlah perlahan
Bernyanyilah dihadapan para rombongan
فِـي الــرَّكْبِ لِـي عُرَيْــبٌ
أَخَــذُوا مَــــعَــهُمْ قَلْـــبِي
Bersama rombongan ada seorang yang kucintai
Mereka membawa bersama mereka buah hatiku
مَـنْ لِــي إِذَا أَخَـــذُوْا لِـي قَلْـبِي
مَـنْ لِــي إِذَا أَخَـــذُوْا لِـي قَلْـبِي
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku
شَتَـتُوْنِي فِـي الْبَـــــوَادِي
أَخَـــذُوْا مِنِّـي فُـــؤَادِي
Rombongan itu membuatku berkeluh kesah
Karena membawa pergi kekasihku
مَـنْ لِــي إِذَا أَخَـــذُوْا لِـي قَلْـبِي
مَـنْ لِــي إِذَا أَخَـــذُوْا لِـي قَلْـبِي
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku
وَتَــــأَدَّب فِي حِــمَاهُــــــمْ
لَاوَلَا تَعْشَقْ سِوَاهُــمْ
Dan bersopan santunlah dalam kelompok mereka
Janganlah engkau mengarahkan cintamu kepada selain mereka
فَهُـــــمُ هُــــمُ الشِّـــــــفَا لقَلْبِي
فَهُـــــمُ هُــــمُ الشِّـــــــفَا لقَلْبِي
Karena merekalah penawar hati
Merekalah penawar untuk hati
يـَا إِلهِــي يـَا مُـجِيْــبُ
فَبِطَيْــبَةَ لـِـي حَبِـــيْبُ
Wahai tuhanku, wahai tuhan yang maha mengabulkan
Dengan sebab thaibah tempat sang kekasih
أَرْجُــــــوْ يَشْفَـعْ لَـنَا مِـنْ ذَنْـــبِ
أَرْجُــــــوْ يَشْفَـعْ لَـنَا مِـنْ ذَنْـــبِ
Saya berharap disyafaati atas dosa-dosaku
Saya berharap disyafaati atas dosa-dosaku