KHUTBAH JUM’AT BULAN DZULQO’DAH
MENUJU HAJI MABRUR
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ التّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَاللِّبَاسِ وَأَمَرَنَا أَنْ تَزَوَّدَ بِهَا لِيوْم البَعَاثِ
اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ الأَشْخَاصِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا (امّا بعـــــد)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Jamaah shalat Jumat Rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan Iman dan takwa kepada Allah dengan menjalankan perintah2 Allah dan menjauhi seluruh laranganNya sebab hanya dengan takwa kita akan mendapatkan ampunan, pertolongan, dan Ridho-Nya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Kita sekarang berada pada bulan Dzul Qa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah, satu dari empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan mulia اشهر الحرم dan satu dari tiga bulan haji yang disebut dengan أشهر معلومات di sebut Dzul Qa’dah karena :
يَقْعُدُوْنَ فِيْهِ عَنِ اْلأَسْفَارِ وَالْقِتَالُ اِسْتِعْدَادًا لإِحْرَامٍ بِالْحَجِّ.
“Mereka duduk (tinggal di rumah) tidak melakukan perjalanan maupun peperangan sebagai persiapan untuk melakukan ihram haji”.
Pada hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pemberangkatan para jamaah calon haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah tertanam di dalam lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada suatu agama pun yang memiliki konsep ibadah seperti konsep ibadah haji agama Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
karena unsur niat begitu utama dan penting maka Allah berfirman,
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ.
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
haruslah dengan niat murni karena Allah niat untuk menggapai Ridho Allah..
Sebab akan datang suatu masa orang pergi haji dengan berbagai macam niat...
فقد روى الخطيب البغدادى عن أنس بن مالك قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( يأتي على الناس زمان يحُجُّ أغنياءُهم للنـُزْهَة ، وأوساطهم للتجارة ، وقراؤهم للرياء والسمعة وفقراؤهم للمسألة )
سرقاوى على التحرير ص٤٥٩ جز ١
"Akan datang pada manusia suatu zaman dimana orang orang kaya pergi haji karena Tamasya...orang kalangan menengah karena berdagang... orang Ahli qiro'ah karena riya dan sum'ah... dan golongan fakir karena meminta2..."
Sehubungan dg itu Sayidina Umar bin Khotob berkata :
الوفد كثير والحج قليل
Rombongan haji banyak namun yg benar2 beribadah haji sedikit...
Meskipun demikian Rosulullah juga bersabda
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم قال
إذا كان يومُ عرفة غفر الله للحاجّ المخلص، وإذا كان ليلةُ المزدلفةِ غفر الله للتجار، وإذا كان يومُ مِنى غفر الله للجمّالين، وإذا كان عند جمرة العقبةِ غفر الله للسؤال...سرقاوى على التحرير ص ٤٥٩
"Ketika hari Arofah Allah memberikan ampunan kepada para Haji yg ikhlas... ketika malam di muzdalifah Allah mengampuni para pedagang...ketika di mina Allah mengampuni Orang yg suka pamer... dan ketika di jumrotul Aqobah Allah mengampuni peminta minta..."
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang kyai,petani, pegawai, polisi, artis, dokter, menteri, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda.
Inilah yang disyaratkan oleh AllahSubhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa” (Al-Baqarah: 197).
Tentu saja kita sudah memaklumi bahwa takwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat.
Kalau calon haji sudah bertaubat, maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.
Ia akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, aku datang, memenuhi panggilan-Mu, lalu aku berdiri di depan pintu-Mu. Aku singgah di sisi-Mu. Aku pegang erat kitab-Mu, aku junjung tinggi aturan-Mu, maka selamatkan aku dari adzab-Mu, kini aku siap menghamba kepada-Mu, merendahkan diri dan berkiblat kepada-Mu. Bagi-Mu segala ciptaan, bagi-Mu segala aturan dan perundang-undangan, bagi-Mu segala hukum dan hukuman.. tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku tidak peduli berpisah dengan sanak dan handai tolan, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah Ridlo-Mu dan keridhaan-Mu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah, maka amankan aku dari adzab-Mu.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang di antara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat dan dosa-dosa yang lalu. Ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah. Maka sekembalinya mereka, bertambah banyaklah muslim dan muslimah yang taat di sebuah negara, negara itu juga akan semakin aman, makmur, dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, yang kasar akan menjadi peramah, dan yang biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam.
Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Perihal mabrur, ada banyak pendapat ulama.
Pertama, haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri kemaksiatan, dan kata “al-mabrur” itu diambil dari kata al-birr (kebaikan)maksudnya yaitu ketaatan. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan dosa. Pendapat ini menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi, dipandang sebagai pendapat yang paling sahih.
قَالَ النَّوَوِيّ مَعْنَاهُ أَنَّهُ لَا يَقْتَصِر لِصَاحِبِهَا مِنْ الْجَزَاء عَلَى تَكْفِير بَعْض ذُنُوبه لَا بُدّ أَنْ يَدْخُل الْجَنَّة قَالَ : وَالْأَصَحّ الْأَشْهَر أَنَّ الْحَجّ الْمَبْرُور الَّذِي لَا يُخَالِطهُ إِثْم مَأْخُوذ مِنْ الْبِرّ وَهُوَ الطَّاعَة
“Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadits “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga” adalah bahwa ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan ia masuk surga. Imam Nawawi berkata: ‘Yang paling sahih dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan”. (Lihat, Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, Halb-Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, cet ke-2, 1406 H/1986 H, juz, V, h. 112).
Kedua, bahwa haji mabrur adalah haji maqbul(diterima) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala.
Sedang bukti bahwa haji seseorang itu maqbul atau mabrur adalah ia kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.
وَقِيلَ : هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي
“Ada pendapat yang mengatakan: ‘Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).
Ketiga, haji mabrur adalah haji yang tidak ada riya.
Keempat, haji mabrur adalah haji yang tidak diiringi kemaksiatan. Jika kita cermati dengan seksama maka pendapat ketiga dan keempat ini pada dasarnya sudah tercakup dalam pendapat sebelumnya.
وَقِيلَ هُوَ الَّذِي لَا رِيَاءَ فِيهِ وَقِيلَ : هُوَ الَّذِي لَا يَتَعَقَّبهُ مَعْصِيَةٌ وَهُمَا دَاخِلَانِ فِيمَا قَبْلهُمَا
“Ada ulama yang mengatakan haji mabrur adalah haji yang tidak ada unsur riya` di dalamnya. Ada lagi ulama yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah yang tidak diiringi dengan kemaksiatan. Kedua pandangan ini masuk ke dalam kategori pandangan sebelumnya.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).
Antara pendapat satu dan yang lainnya pada dasarnya saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Intinya haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan berbagai ketentuannya sesempurna mungkin. Demikian sebagaimana disimpulkan al-Qurthubi.
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ : الْأَقْوَالُ الَّتِي ذُكِرَتْ فِي تَفْسِيرِهِ مُتَقَارِبَةٌ وَأَنَّهُ الْحَجُّ الَّذِي وُفَّتْ أَحْكَامُه وَوَقَعَ مَوْقِعًا لِمَا طُلِبَ مِنْ الْمُكَلَّف عَلَى وَجْهِ الْأَكْمَلِ
“Al-Qurthubi berkata: ‘Bahwa pelbagai pendapat tentang penjelasan haji mabrur yang telah dikemukakan itu saling berdekatan. Kesimpulannya haji mabrur adalah haji yang dipenuhi seluruh ketentuanya dan dijalankan dengan sesempurna mungkin oleh pelakunya (mukallaf) sebagaimana yang dituntut darinya”. (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).
Lantas bagaimana dengan tanda atau ciri haji mabrur? Dengan mengacu pada penjelasan di atas, maka salah satu tanda hajinya seseorang mabrur adalah ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, dan tidak mengulangi perbuatan maksiat atau dosa.
Demikianlah sekelumit tentang makna haji mabrur.
Semoga Allah menjadikan para jama'ah haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur dan semoga dijauhkan dari haji yang maghrur.
اعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم
بسم الله الرّ حمن الرّ حيم
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ (96) فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.