Senin, 02 Desember 2024
Doa Doa Umroh Singkat
Kamis, 28 November 2024
khutbah jumat menjaga hati
Sabtu, 09 November 2024
Muraqabah 20
MURAQABAH 20
Dalam kitab Fathul Arifin Pendiri Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Syekh Ahmad Khatib Syambas ibnu Abdul Ghaffar Ra. mengatakan bahwa muraqabah itu ada 20, yaitu
1. Muraqabah Ahadiyah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi dalam Zat, Sifat dan Af’al-Nya, serta mengingat Sifat 20 yang wajib bagi Allah beserta sifat Muhal bagi-Nya. Adapun kegunaan dari muraqabah ini adalah berharap akan memperoleh anugerah keutamaan Allah dari arah yang enam (atas, bawah, depan, belakang, kanan dan kiri) dari sifat Jaiz Allah Swt. Dalil dari Muraqabah Ahadiyah adalah,
قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ
“Katakanlah sesungguhnya Allah itu adalah Zat yang Maha Esa”. (Qs. Al Ikhlas [112]: 1)
2. Muraqabah Ma’iyyah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan besertanya Allah Swt. di dalam setiap bagian-bagian dalam diri kita yang bersifat maknawi (tidak bias dilihat adanya beserta Allah Swt. dalam diri kita). Kegunaan dari Muraqabah Ma’iyyah adalah berharap akan memperoleh anugerah keutamaan Allah dari arah yang enam (atas, bawah, depan, belakang, kanan dan kiri) dari sifat Jaiz Allah Swt. Adapun dalilnya adalah,

“Allah secara maknawi itu bersama, dimanapun kalian berada.” (Qs. Al-Hadid [57]: 4)
3. Muraqabah Aqrabiyyah
Yaitu, mengawasi sesungguhnya Allah Swt. itu lebih dekat kepada kita dibandingkan pendengaran kuping kita, penglihatan mata kita, penciuman hidung kita, perasa lidah kita, dan pikiran hati kita. Dalam arti Allah itu lebih dekat dibandingkan dengan seluruh anggota tubuh kita yang bersifat maknawi. Kita memikirkan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt, seperti manusia dan hewan yang berada di atas bumi, yang terbang di awang-awang, semua makhluk yang berada didalam laut. Mengingat alam yang berada di atas, seperti langit lapis tujuh beserta isi-isinya (bulan, matahari, bintang, mega, dan lain-lain), alam yang berada di bawah, seperti bumi yang lapis tujuh beserta isi-isinya (lautan, gunung, pepohonan, daun-daunan, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam, dan lain-lain). Dalilnya adalah,
وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
“Aku (Allah) itu lebih dekat terhadap hamba-hamba-Ku dibandingkan dengan urat leher manusia.” (Qs. Qaaf [50]:16)
Kegunaan dari Muraqabah Aqrabiyyah adalah mengharapkan anugerah Allah kepada halus-halusnya otak yang berhubungan dengan lathaif yang lima yang berada di dalam dada yang dinamakan ‘Alam al-Amri. ‘Alam al-Amri adalah lokasi ijazahnya guru kepada murid. Adapun lafazijazahnya adalah:
اَلْبَسْتُكَ خِـرْقَةَ الْفَقِـيْرِيَّةِ الصُّوْفِـيَّةِ وَاَجَزْتُكَ
اِجاَزَةً مُطْلَـقَةً لِلْاِرْشَادِ والْاِجَازَةِ وَجَعَلْتُكَ خَلِيْفَةً
“Aku pakaikan pakaian yang hina yang murni, dan aku ijazahkan kepadamu secara mutlak untuk dijadikan petunjuk dan ijazah dan kau kujadikan khalifah (pengganti).”
Kemudian si murid menjawab:
قَبِلْتُ وَرَضِيْتُ عَلَى ذلِكَ
“Saya menerima, ridla atas ijazahnya guru kepadaku.”
Maka murid sudah menjadi khalifah kecil. Inilah akhir dari wilayah shughra (wilayah kecil) dan permulaan wilayah kubra (wilayah besar).
4. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Ula
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan kecintaan Allah Swt. kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridla dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita sebagai makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya di dalam maqam yang pertama, serta mengingat asmaul husna yang berjumlah 99, mengingat kepada keabadian Allah yang tidak berujung.
Kegunaan Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Ula adalah mengharapkan anugerah Allah kepada lathaif nafs (halusnya otak yang terletak di tengah-tengahnya kedua belah mata dan kedua belah alis).
5. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan kecintaan Allah Swt. kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridla dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita sebagai makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya di dalam maqam yang kedua, serta mengingat-ingat Sifat Allah yang ma’ani dan ma’nawiyyah.
Manfaat Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs.
6. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Qausi
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan kecintaan Allah Swt. kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridla dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya di dalam maqam yang lebih dekat yang dipribahasakan dengan kadar se-bendera (isyarat kepada hal yang dekat sekali).
Kegunaan Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs. Dalilnya ketiga muraqabah diatas adalah,
يُحِبُّنَهُمْ وَيُحِبُّوْ نَهُ
“Allah mencintai orang-orang yang beriman kepada-Nya, dan mereka juga mencinta Allah Swt.” (Qs. Al Maidah [5]:54)
7. Muraqabah Wilayah al-‘Ulya
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan wilayah Malaikat as. Dalilnya,
هُوَالْأَوَّلُ وَالْأَخِـرُوَالظَّـاهِرُوَالْبَاطِنُ
“Allah itu Zat Yang terdahulu tanpa awal, Zat Yang Akhir tanpa ada ujungnya, Zat yang zahir pekerjaannya, dan Zat yang bersifat maknawi.” (Qs. Al Hadid [52]: 3)
Firman Allah SWT,
اِنَّ الَّذِيْنَ عِنْدَ رَبِّكَ لاَيَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُوْنَهُ وَلَهُ يَسْجُدُوْنَ
“Sesungguhnya Semua Malaikat yang ada disamping Tuhanmu itu tidak mau menyombongkan diri dari beribadah kepada Tuhanmu. Mereka membaca tasbih dan sujud kepada Allah.” (Qs. Al A’raf [7]:206 )
Oleh sebab itu hendaklah kalian meniru sifat-sifat Malaikat di dalam memakai pakaian taqwa atau sifat Malakatnya, sifat mahmudah munjiyat, dan meninggalkan sifat syaithaniyah, nafsiyyah, bahimah-hayawaniyyah dan sifat mazmumat muhlikat.
Manfaat Muraqabah Wilayah al-Ulya adalah unsur tiga yang ada pada manusia yaitu air, api dan angin.
8. Muraqabah Kamalat al-Nubbuwwah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan kesempurnaan sifat kenabian. Dalilnya,
وَلَقَدْفَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّيْنَ عَلَى بَعْضٍ
“Sungguh Aku (Allah) lebih mengutamakan para Nabi mengalahkan kepada sebagian yang lainnya.” (Qs. Al Isra’ [17]: 55)
Manfaat Muraqabah Kamalat al-Nubbuwwah adalah unsur tanah pada manusia.
9. Muraqabah Kamalat al-Risalah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan kesempurnaan sifat para Rasul. Dalilnya,
وَمَااَرْسَلْناكَ اِلاَّرَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
“Aku (Allah) tidak mengutus kepada Mu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Qs. Al Anbiya’ [12]: 107)
Dan firman Allah SWT,
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَابَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Aku (Allah) mengutamakan Para Rasul mengalahkan keutamaan yang lainnya.” (Qs. Al Baqarah [2]: 253)
Manfaat Muraqabah Kamalat al-Risalah adalah sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah)
10. Muraqabah Uli al-‘Azmi
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan Rasul dengan title ulil azmi, yaitu Nabi Muhammad saw, Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as, Nabi isa as, Nabi Nuh as. Dalilnya,
وَاصْبِرْ كَمـَاصَبَرَاُوْلُوْالْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Sabarlah kalian semua seperti para Rasul yang mempunyai pangkat ulil azmi.” (Qs. Al Ahqaaf [46]: 35)
Manfaat dari Muraqabah Uli al-‘Azmi adalah sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah)
11. Muraqabah al-Mahabbah fi-Daerah al-Khullah wahiya Haqiqat Ibrahim ‘alaihi al-Salam
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan Nabi Ibrahim yang mempunyai pangkat khalilullah (kekasih Allah). Dalilnya,
وَاتَّخَذَاللهُ اِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
“Allah telah menjadikan hakikatnya Nabi Ibrahim as sebagai kekasih.” (Qs. An Nisa’ [4]: 125)
Kegunaan dari Muraqabah al-Mahabbah fi-Daerah al-Khullah wahiya Haqiqat Ibrahim ‘alaihi al-Salam adalah sifat Wahdaniyyah ¬(lathaif 10 buah)
12. Muraqabah Daerah al-Mahabbah al-Shirfah wahiya haqiqat Musa ‘Alaihi al-Salam
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang memberikan kasih sayang kepada Nabi Musa as yang mempunyai gelar Kalimullah. Dalilnya,
وَاَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي
“Aku Telah melimpahkan kepadamu (Musa) kasih sayang yang datang dari- Ku.” (Qs. Thaaha [20]:39)
Kegunaan dari Muraqabah Daerah al-Mahabbah al-Shirfah wahiya haqiqat Musa ‘Alaihi al-Salam adalah Wahdaniyyah ¬(lathaif 10 buah)
13. Muraqabah al-Dzatiyyah al-Mumtazijah bi al-Mahabbah wahiya haqiqat al-Muhammadiyyah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan hakikatnya Nabi Muhammad saw. menjadi kekasih yang utama serta sifat belas asih. Dalilnya,
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلاَّ رَسُوْلٌ
“Tidaklah nabi Muhammad itu kecuali sebagai Utusan Allah.” (Qs. Ali Imran [3]: 144)
Kegunaan Muraqabah al-Dzatiyyah bi al-Murabbah wahiya haqiqat al-Muhammadiyyah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
14. Muraqabah al-Mahbubiyyah al-Shirfah wahiya haqiqat al-Ahmadiyyah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan hakikatnya Nabi Ahmad yang mempunyai sifat yang belas asih dan lembut. Dalilnya,
وَمُبَشِّرًا بِرَسُوْلٍ يَأْتِى مِنْ بَعْدِىْ اِسْمُهُ اَحْمَدُ
“Bergemberilah wahai Nabi Isa as dengan Rasul yang akan diutus di dalam akhir zaman yang bernama Nabi Ahmad saw.” (QS. Ashshaaf [61]: 6)
Kegunaan Muraqabah al-Mahbubiyyah al-Shirfah wahiya haqiqat al-Ahmadiyyah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
15. Muraqabah al-Hubbi al-Shirfi
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang mengasihi orang-orang mukmin yang mencintai Allah, para Malaikat, para Rasul, Nabi, Ulama, dan semua saudara-saudara yang beragama satu (Islam). Dalilnya,
وَالَّذِيْن أمَنُوْااَشَدَّ حُبًّا لِلَّهِ
“Sesungguhnya orang yang beriman itu lebih besar kecintaan kepada Allah Swt.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 165)
Kegunaan Muraqabah al-Hubbi al-Shirfi adalah Sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
16. Muraqabah Laa Ta’yin
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang tidak bisa dinyatakan dengan Zat-Nya dan tidak ada makhluk baik itu Malaikat muqarrabin, Para Nabi dan Rasul yang dapat menemukan Zat-Nya. Dalilnya,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ وَهُوَالسَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak ada sesuatu yang menyamai Allah. Dia adalah Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. Asy-Syuraa [42]: 11)
Kegunaan Muraqabah Laa ta’yin adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
17. Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang telah menjadikan Ka’bah menjadi tempat sujud para mukmin kepada Allah Swt. Dalilnya,
فَوَلِّ وَجْـهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Hadapakanlah dadamu kea rah Ka’bah yang berada di Masjidil Haram.”(Qs. Al Baqarah [2]: 144)
Kegunaan Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
18. Muraqabah Haqiqat al-Qur’an
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan hakikatnya Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dinilai ibadah membacanya, menjadi dakwah dengan ayat yang paling pendek sekalipun. Dalilinya,
وَاِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبٍ مِمَّانَزَّلْنَا عَلَى عبْدِنَافَأتُوْابِصُوْرَةٍمِنْ مِثْلِهِ
“Jika kalian semua ragu terhadap Al-Qur’an yang telah kami turunkan kepada hambaKu Nabi Muhammad SAW, maka jika kalian mampu buatlah satu surat yang menyamai seperti surat ini.” (Qs. Al Baqarah [2]: 23)
Kegunaan dari muraqabah Haqiqat al-Qur’an adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
19. Muraqabah Haqiqat al-Shalat
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang telah mewajibkan kepada hamba-hambaNya untuk mengerjakan shalat wajib lima waktu, yang mengandung beberapa ucapan dan gerakan, dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan beberapa syarat, rukun, tata caranya, menjauhi beberapa hal yang bias membatalkan shalat, menjaga waktunya, disertai dengan khudu’ dan khusu’. Dalilnya,
اِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتاَباً مَوْقُوْتًا
“Sesungguhnya shalat itu wajib dilaksanakan oleh setiap orang mukmin pada waktu yang telah ditentukan.” (Qs. An Nisa’ [4]: 103)
Kegunaan muraqabah Haqiqat al-Shalat adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).
20. Muraqabah Daerah al-Ma’budiyyah al-Shirfah
Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang berhak untuk disembah oleh makhluk-Nya dengan tulus ikhlas karena Zat-Nya. Dalilnya,
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ والْاِنْسَانَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidak Aku (Allah) jadikan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah tulus ikhlas kepada Allah SWT”. (Qs. At-Thuur [52]: 56)
HADIS QUDSI TENTANG QALBU
Rabu, 23 Oktober 2024
khutbah taat kepada pemimpin
Khutbah I
اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ اُوْصِيْكم و نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita pada Allah subhanahu wata’ala melalui upaya terus melakukan ikhtiar untuk menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Pada kesempatan ini pula mari kita senantiasa menyadari dan merenungi betapa banyak nikmat Allah subhanahu wata’ala yang telah dianugerahkan pada kita, bangsa Indonesia. Di tengah beragamnya suku, bangsa, budaya, dan agama, Indonesia senantiasa damai sehingga warganya dapat menjalankan ibadahnya dengan khusu’ tanpa ada yang menggangu.
Mari kita ungkapkan rasa syukur ini biqauli Alhamdulillâhirabbil ‘âlamîn dan senantiasa sekuat tenaga berusaha bersama-sama mempertahankan situasi kondusif, damai, dan sentosa ini. Bukan hanya saat ini saja, namun kita juga harus menanamkan kesadaran ini kepada para generasi muda untuk senantiasa menjaga Indonesia agar bisa abadi sampai akhir nanti. Dan di antara usaha untuk mewujudkan ini adalah dengan senantiasa menjadi warga negara yang baik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Di antara ikhtiar untuk menjadi warga negara yang baik, bisa kita lakukan dengan senantiasa menjunjung tinggi hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negara kita. Hal ini akan menciptakan harmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terwujud kehidupan masyarakat yang damai sesuai dengan cita-cita seluruh elemen bangsa. Patuh pada hukum ini juga merupakan wujud ketaatan kita kepada para pemimpin yang memang menjadi salah satu perintah Allah.
Kita tahu, dalam sebuah negara, sudah tentu ada seseorang yang diamanahi untuk menjadi pemimpin. Posisi ini bisa diduduki oleh seseorang sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh warganya. Ada yang menggunakan sistem demokrasi, kerajaan, dan sistem-sistem lainnya. Agar tercipta kelancaran dalam memimpin serta bisa meraih tujuan bersama dalam bernegara, Allah telah mengingatkan kita semua untuk menjadi warga negara yang baik dengan menaati ulil amri atau pemimpin.
Hal ini difirmankan Allah subhanahu wata’ala dalam QS An-Nisa: 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Dalam ayat ini, taat pada ulil amri atau pemimpin diletakkan di urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini bisa kita artikan bahwa ketaatan pada pemimpin memiliki arti yang sangat penting, selama apa yang menjadi kebijakannya tidak membawa kemudaratan bagi bangsa. Hal ini sesuai dengan kaidah yang sangat populer yaitu:
لاطاعة لمخلوق فى معصية الخالق
Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah).”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Selain taat pada pemimpin dan peraturan yang ada, warga negara yang baik adalah mereka yang senantiasa hati-hati dalam bermuamalah dan menerima informasi yang beredar. Apalagi di era digital saat ini di mana perkembangan teknologi begitu pesat, informasi mengalir deras tiap detik tanpa kenal batas waktu dan tempat. Informasi yang datang menghampiri kita ini tidak semua benar. Banyak informasi yang beredar merupakan berita bohong atau hoaks yang jika kita konsumsi dengan tidak melakukan tabayun (klarifikasi) maka bisa mengganggu stabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam QS Al Hujurat ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Setiap kita harus mewaspadai gerakan-gerakan yang ingin Indonesia tidak damai. Berbagai cara dilakukan oleh segelintir kelompok melalui berbagai media, khususnya media sosial, untuk menggoyahkan pola pikir masyarakat agar ikut dengan pemahaman mereka. Propaganda dilakukan secara masif dengan menghalalkan hoaks dan ujaran kebencian di media sosial untuk kepentingan mengubah ideologi bangsa.
Menggunakan bumbu agama dalam narasi-narasi yang dibangun di media sosial, kelompok ini mengusung misi mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara yang berlandaskan agama tertentu. Hal ini tentu bertentangan dengan kesepakatan para ulama dan pendiri negara ini yang telah menjadikan Indonesia sebagai darul mitsaq (negara kesepakatan) dengan Pancasila sebagai kalimatun sawa (titik temu) yang mempertemukan kebinekaan yang merupakan anugerah dari Allah untuk negeri ini.
Kita harus terus memupuk kecintaan kita pada bangsa dan tanah air sehingga kita tidak akan mudah goyah terhadap propaganda kelompok yang ingin mengoyak persatuan bangsa. Kita perlu menyadari bahwa “hubbul wathan minal iman” (nasionalisme adalah sebagian dari iman). Agama dan nasionalisme harus saling memperkuat bukan untuk dipertentangkan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Untuk memaksimalkan wujud syukur terhadap anugerah Indonesia yang damai ini, sudah seharusnya setiap elemen masyarakat juga harus terus mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif. Hal ini bisa dilakukan dengan semaksimal mungkin menjalankan peran masing-masing individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang menjadi pemimpin harus amanah dan mampu mengatur yang dipimpin dengan baik. Yang dipimpin juga harus mendukung para pemimpin dan terus berkiprah sesuai dengan profesinya sehingga Indonesia akan lebih kuat.
Semua elemen bangsa harus bahu-membahu saling dan membantu untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Setiap individu tidak boleh merugikan orang lain dengan tindakan-tindakan negatif. Sebaliknya, setiap individu harus mampu memberi manfaat bagi orang lain. Rasulullah telah mengingatkan kita dengan haditsnya:
عن جابر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " الْمُؤْمِنُ آلِفٌ مَأْلُوفٌ وَلا خَيْرَ فِيمَنْ لا يَأْلَفُ وَلا يُؤْلَفُ خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya: Dari Jabir, Ia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR ath-Thabrani dan Daruquthni).
Hadits ini mengingatkan seluruh elemen bangsa khususnya umat Islam untuk berbuat baik kepada sesama manusia karena sesungguhnya tidak ada kebaikan yang bisa diambil jika kita tidak berlaku baik pada sesama manusia. Mari kita mulai dari hal-hal yang kecil seperti membantu orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita seperti tetangga yang sedang kesusahan dan lain sebagainya.
Dengan berbuat baik pada orang lain, mudah-mudahan kita juga menjadi hamba Allah yang disayangi dan juga menjadi umat Nabi yang baik. Sungguh sangat terpuji akhlak seseorang jika ia bisa menjadi sebaik-baiknya manusia di muka bumi ini dengan selalu menebarkan kebaikan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat ini, semoga kita bisa menjadi warga negara yang baik dengan senantiasa berbuat baik untuk menjadikan bangsa ini lebih baik. Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kehidupan kita senantiasa dalam kebaikan dan kita mampu menjalankan ibadah dengan khusyuk dan baik. Amin
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Sabtu, 14 September 2024
Nama Nabi Yang Munshorif
4 teladan Rasulullah SAW
Senin, 19 Agustus 2024
isim ghoiru munshorif mutamakin ghoira amkan
Rabu, 14 Agustus 2024
khutbah jumat 16 agustus 2024
Kamis, 25 Juli 2024
Hukum Shalat Jumat di Instansi Sekolahan dan Perkantoran
Rabu, 24 Juli 2024
Panti asuhan jumatan
Selasa, 23 Juli 2024
jumat di perkantran
Problematika dan Alternatif Hukum Shalat Jumat di Perkantoran
Di antara kewajiban dasar seorang Mukmin mukallaf adalah menjalankan shalat Jumat, sehingga bagi mereka yang tidak menjalankannya tanpa udzur oleh nabi digolongkan bagian dari orang munafiq dan hatinya tersegel (tertutup).
من ترك ثلاث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين
من ترك ثلاث جمع تهاونا طبع الله على قلبه
Syarat sah mendirikan shalat Jumat
Dalam Fathul Qorib dinyatakan: syarat sah mendirikan shalat Jumat adalah:
1. Dilaksanakan di tempat pemukiman penduduk
2. Peserta shalat Jumat minimal 40 orang penduduk tetap (mustauthin)
3. Waktu dzuhur masih cukup untuk prosesi shalat Jumat (dua khutbah dan dua rakaat shalat Jumat)
Albajuri halaman 215 lebih lanjut menyatakan, dalam hal kepesertaan shalat Jumat terdapat kurang lebih lima belas pendapat yang berbeda (lihat Albajuri halaman 215 cetakan Alharomain).
Hukum Jumatan di Perkantoran atau perusahaan
Hukum mendirikan shalat Jumat di perkantoran/perusahaan terdapat rincian sebagai berikut:
1. Sah, bila tiga persyaratan di atas terpenuhi dan tidak ada taaddudul Jumat (penyelenggaraan shalat Jumat lebih dari satu dalam satu tempat), kecuali memang tidak memungkinkan melakukan shalat Jumat di satu tempat dalam waktu yang bersamaan.
2. Tidak sah, bila tidak memenuhi persyaratan di atas dan terjadi taaddudul Jumat di atas, hal ini oleh sebagian ulama masih dipegang kuat, misalnya KH Sahal Mahfudh dalam bukunya wajah baru fiqih pesantren halaman 105 beliau berprinsip bahwa pemenuhan persyaratan sebagaimana yang disebutkan jangan disepelekan.
Demikian pula ulama Sedan Rembang yang representatif juga melakukan pilihan hukum yang sama atas dasar pendapat yang kuat dan berkembang di kalangan Syafiiyah.
Nah, sekarang di banyak tempat telah terjadi penyelenggaraan shalat Jumat di perkantoran/perusahaan yang sangat mungkin tidak memenuhi persyaratan, misalnya:
1. Jumlah peserta tidak mencapai 40 orang dari kalangan penduduk tetap (mustauthin).
2. Peserta hanya dari pegawai/karyawan yang hanya berstatus muqim (menempat sementara) atau musafir.
3. Penyelenggaraan shalat Jumat di tempat itu bukan satu-satunya.
Bagaimana sekarang tawaran hukum yang berkembang dalam fiqih? Mengingat penyelenggaraan shalat Jumat dalam ketiga kasus di atas sulit untuk dihindari.
Lagian karena mungkin dihantui oleh ketidakabsahan akibat tidak memenuhi persyaratan di atas, banyak alumni pesantren Aswaja An-Nahdliyah yang enggan mengisi ruang dan mimbar yang sebetulnya perlu mendapat sentuhan para awak pesantren tersebut, sehingga ruang dan mimbar itu menjadi milik orang lain yang pada kesudahannya mereka leluasa menyebarkan paham mereka di ruang dan mimbar itu.
Apakah kita akan membiarkan hal itu seterusnya, tanpa memberikan alternatif hukum lain?
Nah, di sinilah kiranya penting memberikan jawaban atas ketiga kasus di atas sebagai alternatif hukum, meski bukan satu-satunya hukum.
Jawaban alternatif hukum atas kasus pertama:
Sayyid Bakri pengarang I'anah menyatakan bahwa Assyafi'i dalam qoul qodim ada dua pendapat:
1. Minimal peserta Jumat empat orang penduduk tetap
2. Minimal dua belas orang penduduk tetap
فلا ينافي ان له قولين قديمين في العدد أيضا أحدهما اقلهم أربعة .......ثاني القولين اثنا عشر
Apakah boleh menggunakan pendapat qoul qodim dalam hal ini (pendapat imam Assyafi'i saat beliau di Bagdad)?
Ya tentu boleh asal qoul qodim itu didukung oleh Ashab (santri santri Assyafi'i)
وهل بجوز تقليد هذين القولين الجواب نعم فانه قول للامام نصره بعض اصحابه ورجحه
Jawaban alternatif hukum atas kasus kedua:
Alyaqut Annafis menyatakan: shalat Jumat dengan peserta jamaah yang berstatus muqim qhoiru mustauthin (mukim sementara) ada dua wajah:
1. Sah
2. Tidak sah
Nah, berarti alternatif hukum sah terbuka
وجاء في المهذب هل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين فيه وجهان قال علي بن ابي هريرة تنعقد بهم لأنه تلزمهم الجمعة فانعقدت بهم كالمستوطنين وقال ابو اسحق لا تنعقد
Syekh Zainudin Almalibari memberi alternatif hukum mengenai peserta Jumat yang berstatus musafir bahwa dalam madzhab Abu Hanifah peserta Jumat yang hanya berstatus musafir itu sah.
فتنعقد عنده بأربعة ولو عبيدا او مسافرين.
Jawaban alternatif hukum atas kasus ketiga
Syekh Ismail bin Zain dalam Qurrotul Ain menyatakan boleh penyelenggaraan shalat Jumat lebih dari satu dalam satu tempat dalam waktu yang sama, yang penting pesertanya minimal empat puluh orang penduduk tetap.
اما مسالة تعدد الجمعة فالظاهر جواز ذلك مطلقا.بشرط ان لا ينقص عدد كل عن اربعين رجلا
Jadi, dalam kasus penyelenggaraan shalat Jumat di perkantoran/perusahaan dengan kemungkinan terjadinya tiga kasus di atas itu terbuka hukum diperbolehkannya sebagai alternatif pilihan hukum, meski sangat mungkin terbuka terjadinya talfiq (mencampur madzhab) yang menurut pendapat kuat di kalangan Syafi'i tidak dibenarkan sebagaimana penjelasan Syekh Zainuddin Almalibari, tapi pendapat lain sebagaimana yang dikatakan Fathul A'llam adalah boleh.
والذي اذهب اليه واختاره القول بجواز التقليد في التلفيق لا بقصد تتبع ذلك لان من تتبع الرخص فسق.
Sekali lagi ini hanyalah alternatif pilihan hukum.
Wabillahittaufiq
Alfaqir M Sholeh, Wakil Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jombang