Jumat, 08 Juni 2018

Sholat kafarat di jumat akhir Ramadhan

HUKUM SHOLAT KAFAROT JUMAT AKHIR RAMADHAN

Menurut fuqoha & muhadditsin bahwa hadits hadits yang menerangkan sholat kaffaroh adalah hadits hadits maudlu’, sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Hajar dalam Fatawa Fiqhiyyah juz 2 hal. 325, Syekh Syarwani dalam komentarnya tentang hal itu, Syekh Ismail Al Ajluni, Syekh Darwisy dan tidak ketinggalan Assyaukani.
Namun yang juga perlu diketahui sholat kaffaroh pernah -bahkan- dijadikan adat masyarakat Yaman dengan acuan bahwa sholat itu dikerjakan oleh wali besar,
Syekh Abu Bakar bin Salim . Menghadapi dilema ini, Habib Abu Bakar Assegaf (seperti yang dituturkan oleh Kyai Ma’ruf Khozin, Wakil Katib Syuriah PCNU Pasuruan) pernah ditanya soal sholat di hari Jumat akhir Ramadlan :
ﻋﻔﻮﺍ ﻳﺎ ﺳﻴﺪﻱ ﻫﻞ ﻋﺮﻓﺘﻢ ﺑﺼﻼﺓ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭﺓ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ؟ ﺃﻓﺘﻮﻧﻲ ﻣﺄﺟﻮﺭﻳﻦ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ
“Maaf Sayid Abu Bakar, apakah Anda pernah tahu tentang sholat Kaffaroh di hari Jumat terakhir di bulan Ramadlan? Berilah fatwa pada saya, insyaallah Anda mendapatkan pahala”.
Habib Abu Bakar Assegaf menjawab :
ﻟﻴﺴﺖ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭﺓ، ﺑﻞ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ . ﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺳﻴﺪﻱ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ ﺍﻟﻤﺪﻓﻮﻥ ﻓﻲ ﻋﻴﻨﺎﺕ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻣﻦ ﺃﻛﺎ ﺑﺮ ﺃﻭﻟﻴﺎﺀ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻪ . ﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻨﻮﻱ ﺑﻬﺎ ﻟﺠﺒﺮ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺪﻫﺮ ﻛﻤﺎ ﺣﺮﻣﻮﺍ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ . ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﻋﻤﻠﻮﺍ ﺫﻟﻚ ﻭﺟﻌﻠﻬﺎ ﺩﺃﺑﺎ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺇﻗﺘﺪﺍﺀﺍ ﺑﻪ ﻭﻋﻠﻘﻮﺍ ﻧﻴﺘﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ ﺍﻟﻤﻠﻘﺐ ﺑﻔﺨﺮ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ . ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺣﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻃﺎﻫﺮ ‏( ﻣﺆﻟﻒ ﺳﻠﻢ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ‏) ﺳﺄﻟﻪ ﺃﻫﻞ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻟﻤﺎ ﺃﺷﻜﻠﻮﻩ ﻓﻘﺎﻝ ﺳﻠﻤﻨﺎ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻧﻮﻳﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻧﻮﺍﻩ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ
“Ini bukan sholat kaffaroh, namun sholat qodlo’. Ini adalah amalan Sayyid Syaikh Abu Bakar bin Salim yang dimakamkan di ‘Inat, Hadlramaut (Yaman). Beliau adalah pembesar wali para sayyid di masanya. Namun sholat tersebut tidak boleh diniati sebagai pengganti sholat selama setahun, sebagaimana diharamkan oleh Ulama fiqh. Para Sayid (Habaib) hanya mengamalkannya dan menjadikannya sebagai kebiasaan di akhir Jum’at bulan Ramadlan, karena mengikuti Beliau. Mereka menyesuaikan niat mereka dengan niat Sayid Abu Bakar bin Salim yang bergelar Fakhr al-Wujud. Pengarang kitab Sullamut Taufiq, Al-Habib Husain bin Thahir ditanya oleh penduduk Hadlramaut tentang hal ini, Beliau menjawab : “Kita taslim (menerima) terhadap amalan Wali Allah. Dan kita niatkan seperti niat Sayyid Abu Bakar bin Salim”.
ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺤﺒﺎﺋﺐ ﻣﻨﻌﻮﺍ ﺩﻋﻮﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻟﻔﻌﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻣﺜﻼ ﻭﻓﻌﻠﻮﻫﺎ ﻣﻊ ﺃﺳﺮﺗﻬﻢ ﻓﻲ ﺑﻴﻮﺗﻬﻢ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺍﻹﺷﻜﺎﻻﺕ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ
“Tetapi para Habaib melarang mengajak orang-orang melakukan sholat ini di masjid, misalnya. Beliau-beliau mengamalkannya bersama keluarga di kediaman masing-masing, khawatir ada kejanggalan dari sebagian orang”.
———————————
Tgk. Alizar Yang Mulia, saya ingin bertanya, bagaimana status hadist tentang masalah shalat kafarat pada hari jum’at akhir bulan ramadhan ? Bagaimana menurut sepengetahuan Tgk. yg mulia?
Jawab :
Hadits tersebut pernah kami lihat dalam kitab al-Majmu’ah al-Mubarakah disebutkan :
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﻓﺎﺗﻪ ﺻﻼﺓ ﻓﻰ ﻋﻤﺮﻩ ﻭﻟﻢ ﻳﺤﺼﻬﺎ ﻓﻠﻴﻘﻢ ﻓﻰ ﺍﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﻳﺼﻠﻰ ﺍﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﺑﺘﺸﻬﺪ ﻭﺍﺣﺪ ﻳﻘﺮﺍ ﻓﻰ ﻛﻞ ﺭﻛﻌﺔ ﻓﺎﺗﺤﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺧﻤﺴﺔ ﻋﺸﺮ ﻣﺮﺓ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻜﻮﺛﺮ ﻛﺬﺍﻟﻚ ﻭ ﻳﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻧﻮﻳﺖ ﺃﺻﻠﻲ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻤﺎ ﻓﺎﺗﻨﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
“Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak empat rakaat dengan satu kali tasyahud, tiap rakaat membaca satu kali al-Fatihah, kemudian surat al-Qadar 15 kali dan surat al-Kautsar seperti itu juga dan berkata pada niatnya : “aku niatkan shalat empat raka’at sebagai kafarat shalatku yang tertinggal.”
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﺓ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺍﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﺳﻨﺔ ﺣﺘﻰ ﻗﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻛﺮﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺟﻬﻪ ﻫﻰ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺍﻟﻒ ﺳﻨﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﺩﻡ ﻳﻌﻴﺶ ﺳﺘﻴﻦ ﺳﻨﺔ ﺍﻭ ﻣﺎﺋﺔ ﺳﻨﺔ ﻓﻠﻤﻦ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺰﺍﺋﺪﺓ ﻗﺎﻝ ﺗﻜﻮﻥ ﻻﺑﻮﻳﻪ ﻭﺯﻭﺟﺘﻪ ﻭﻻﻭﻻﺩﻩ ﻓﺎﻗﺎﺭﺑﻪ ﻭﺍﻫﻞ ﺍﻟﺒﻠﺪ
Abu Bakar berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda shalat tersebut sebagai kafarat shalat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali bin Abi Thalib shalat tersebut sebagai kafarat 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat : “Umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang dinegerinya.”
Catatan ;
Menurut hemat kami, ada beberapa catatan penting yang berhubungan dengan hadits ini dan kandungannya, antara lain :
1. Hadits ini disebut tanpa sanadnya dan sejauh penelusuran kami hadits ini tidak dijumpai dalam kitab-kitab hadits mu’tabar
2. Kandungan hadits ini bertentangan dengan ijmak ulama bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja wajib diqadha sesuai dengan jumlah shalat yang ditinggalkannya. Dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab disebutkan :
“Telah terjadi ijmak ulama yang mu’tabar atas orang yang meninggalkan shalat secara sengaja wajib mengqadhanya.”
3. Kandungan hadits ini bertentangan dengan kandungan hadits shahih berikut ini :
ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻭﻧﺎﻡ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻜﻔﺎﺭﺗﻬﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻴﻬﺎ ﺇﺫﺍﺫﻛﺮﻫﺎ
Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa atau karena tertidur, maka kifaratnya adalah shalat apabila sudah mengingatnya.(H.R. Muslim)
ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻠﻴﺼﻠﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺫﻛﺮﻫﺎ ﻻ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻬﺎ ﺍﻻ ﺫﺍﻟﻚ
Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa, maka hendaklah ia shalat apabila sudah mengingatnya dan tidak ada kafarat baginya selain itu. (H.R. Muslim)
Berdasarkan hadits ini, maka kafarat bagi orang yang meninggalkan shalat karena lupa atau tertidur adalah mengqadhanya pada waktu lain, tidak ada kafaratnya selain itu.
4. Dalam hadits ini adanya pengucapan lafadz niat dalam shalat. Padahal sebagaimana dimaklumi para ulama berbeda pendapat tentang hukum melafadzkan niat shalat karena tidak ada hadits yang sharih yang menjelaskan tentang melafadkan niat shalat. Sepanjang pengetahuan kami, para ulama yang mendukung dianjurkan melafadz niat shalat tidak pernah menyertakan hadits ini sebagai dalilnya, bahkan mereka berdalil dengan jalan qiyas. Seandainya hadits ini ada asalnya, pasti mereka akan mendatangkan hadits ini sebagai dalil.
5. Pengarang kitab Fathul Mu’in telah menyebutkan sebagai perbuatan bid’ah yang sangat keji adalah amalan yang mirip dengan kandungan hadits di atas, yakni dilakukan pada Jum’at terakhir dari bulan Ramadhan, namun bukan shalat empat rakaat sebagaimana halnya hadits di atas, tetapi shalat lima waktu dengan anggapan sebagai kafarat bagi shalat yang tertinggal setahun atau seumur hidup. Beliau mengatakan :
“Yang sangat keji dari bid’ah-bid’ah itu adalah apa yang sudah menjadi adat pada sebagian negeri yakni shalat lima waktu pada Jum’at terakhir dari pada bulan Ramadhan sesudah shalat Jum’at dengan anggapan bahwa shalat-shalat itu dapat menjadi kafarat bagi shalat yang tertinggal setahun atau seumur hidup. Yang demikian itu adalah haram.”
*****
ﻭﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﻮﺿﻊ ﻇﺎﻫﺮﺓ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ﺣﺪﻳﺜًﺎ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ” ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ” ‏( ﺹ 54 ‏) ، ﻭﻧﺼﻪ : ” ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻠﻴﻠﺔ، ﻗﻀﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﻞ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺳﻨﺘﻪ ”. ﺛﻢ ﻗﺎﻝ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ” ﻫﺬﺍ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ، ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎﺀ، ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ، ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺫﻟﻚ، ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ؛ ﻓﻘﺒﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ”.
ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ‏( /1 270 ‏) ‏( ﻗﻮﻟﻪ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻓﺔ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﺇﻟﺦ ‏) ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ ﻓﻲ ﺇﺭﺷﺎﺩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻤﺬﻣﻮﻣﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﺄﺛﻢ ﻓﺎﻋﻠﻬﺎ ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻭﻻﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻣﻨﻊ ﻓﺎﻋﻠﻬﺎ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﺍﺛﻨﺘﺎ ﻋﺸﺮﺓ ﺭﻛﻌﺔ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻌﺸﺎﺀﻳﻦ ﻟﻴﻠﺔ ﺃﻭﻝ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ ﻭﺻﻼﺓ ﻟﻴﻠﺔ ﻧﺼﻒ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻣﺎﺋﺔ ﺭﻛﻌﺔ ﻭﺻﻼﺓ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺳﺒﻌﺔ ﻋﺸﺮ ﺭﻛﻌﺔ ﺑﻨﻴﺔ ﻗﻀﺎﺀ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺍﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﻳﻘﻀﻬﺎ ﻭﺻﻼﺓ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﺃﻭ ﺃﻛﺜﺮ ﻭﺻﻼﺓ ﺍﻷﺳﺒﻮﻉ ﺃﻣﺎ ﺃﺣﺎﺩﻳﺜﻬﺎ ﻓﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﺑﺎﻃﻠﺔ ﻭﻻ ﺗﻐﺘﺮ ﺑﻤﻦ ﺫﻛﺮﻫﺎ
ﻭﻗﺪ ﺳﺌﻞ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻬﻴﻨﻤﻲ ﺍﻟﻤﻜﻲ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﺎﻥ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺼﻠﻴﻦ ﻳﺼﻠﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﻳﺴﻤﻴﻬﺎ “ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺒﺮﺍﺀﺓ ” ، ﻫﻞ ﺗﺼﺢ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺃﻡ ﻻ؟
ﻓﺄﺟﺎﺏ ﺑﻘﻮﻟﻪ : “ ﺃﻣﺎ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺒﺮﺍﺀﺓ ﻓﺈﻥ ﺃﺭﻳﺪ ﺑﻬﺎ ﻣﺎ ﻳﻨﻘﻞ ﻋﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺑﻌﺪ ﺁﺧﺮ ﺻﻼﺓ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻣﻌﺘﻘﺪﺍً ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻔﺮ ﻣﺎ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺟﻤﻠﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺗﻬﺎﻭﻥ ﻓﻲ ﺻﻼﺗﻬﺎ ﻓﻬﻲ ﻣﺤﺮﻣﺔ ﺷﺪﻳﺪﺓ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ، ﻳﺠﺐ ﻣﻨﻌﻬﻢ ﻣﻨﻬﺎ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﺇﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﻌﺪ ﺧﺮﻭﺝ ﻭﻗﺘﻬﺎ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ، ﻭﻛﺬﺍ ﻓﻴﻮﻗﺘﻬﺎ ﺑﻼ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻭﻻ ﺳﺒﺐ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﺫﻟﻚ . ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺻﺎﺭ ﺳﺒﺒﺎً ﻟﺘﻬﺎﻭﻥ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺃﺩﺍﺀ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ؛ ﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻫﻢ ﺃﻥ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻜﻴﻔﻴﺔ ﻳﻜﻔﺮ ﻋﻨﻬﻢ ﺫﻟﻚ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ . ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ، ﺝ : /2 ﺹ : .325
ﻭﻧﺺ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ “ ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺡ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ، ﺝ : /2 ﺹ : :457 “ ﻭﺃﻗﺒﺢ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﺍﻋﺘﻴﺪ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ‏( ﺃﻱ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ‏) ﻋﻘﺐ ﺻﻼﺗﻬﺎ ﺯﺍﻋﻤﻴﻦ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻔﺮ ﺻﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﺃﻭ ﺍﻟﻌﻤﺮ ﺍﻟﻤﺘﺮﻭﻛﺔ، ﻭﺫﻟﻚ ﺣﺮﺍﻡ ﺃﻭ ﻛﻔﺮ ﻟﻮﺟﻮﻩ ﻻ ﺗﺨﻔﻰ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺸﺮﻭﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﺣﺎﺷﻴﺘﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ : ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻟﻮﺟﻮﻩ ﺇﻟﺦ ‏) “ ﻣﻨﻬﺎ : ﺍﺳﻘﺎﻁ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻭﻫﻮ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻠﻤﺬﺍﻫﺐ ﻛﻠﻬﺎ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻛﺮﺩﻱ .
ﻗﺎﻝ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻌﺠﻠﻮﻧﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ “ ﻛﺸﻒ ﺍﻟﺨﻔﺎﺀ ﻭﻣﺰﻳﻞ ﺍﻹﻟﺒﺎﺱ ﻋﻤﺎ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻋﻠﻰ ﺃﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻨﺎﺱ ” ، ﺝ : /2 ﺹ : :325
“ ﻣﻦ ﻗﻀﻰ ﺻﻼﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺟﺎﺑﺮﺍً ﻟﻜﻞ ﺻﻼﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺳﻨﺔ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ : ﺑﺎﻃﻞ ﻗﻄﻌﺎ؛ً ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺎﻗﺾ ﻟﻺﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺷﻴﺌﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﻣﻘﺎﻡ ﻓﺎﺋﺘﺔ ﺳﻨﻮﺍﺕ، ﺛﻢ ﻻ ﻋﺒﺮﺓ ﺑﻨﻘﻞ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ ﻭﻻ ﺑﺒﻘﻴﺔ ﺷﺮﺍﺡ ﺍﻟﻬﺪﺍﻳﺔ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ، ﻭﻻ ﺃﺳﻨﺪﻭﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﻟﻰ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻤﺨﺮﺟﻴﻦ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺩﺭﻭﻳﺶ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺃﺳﻨﻰ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﺐ ﻓﻲ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﺍﻟﻤﺮﺍﺗﺐ، ﺝ : /1 ﺹ : :282
“ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻗﻀﻰ ﺻﻼﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺮﻳﻀﺔ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺟﺎﺑﺮﺍً ﻟﻜﻞ ﺻﻼﺓ ﻓﺎﺗﺘﺔ ﻓﻲ ﻋﻤﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺳﻨﺔ، ﻻ ﺃﺻﻞ ﻟﻪ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ “ ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ، ﺝ : /1 ﺹ : :”54
“ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ﻗﻀﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﻞ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺳﻨﺘﻪ، ﻫﺬﺍ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ، ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎﺀ ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ - ﺃﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﺍﻷﻭﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﻥ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﻋﺸﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺠﺮﺓ - ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺫﻟﻚ، ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ ﻓﻘﺒﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻟﻢ ﺃﻗﺼﺪ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﻨﻘﻞ ﺇﻻ ﻣﺠﺮﺩ ﺟﻮﺍﺏ ﺳﺆﺍﻝ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ، ﻭﻧﺮﺟﻮ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺍﻟﻜﺮﺍﻡ ﺃﻥ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻋﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻉ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.