Selasa, 08 Mei 2018

SATUS Wetenge di Sat mripati ditus

SATUS

Berpuasa pati geni yakni berpuasa 3 hari 3 malam, ketika memasuki waktu maghrib makan nasi putih sebanyak 3 kepalan tangan tanpa lauk dan tanpa perasa (mutih), minum air satu gelas,
hingga 3 malam tidak makan.

“kui tebusane Satus, wetenge di sat, mripate di tus”
(itu tembusannya seratus. Perutnya dikuras, matanya ditiriskan)

Maksud dari perkataan tebusane satus yakni proses ngelmu yang harus dilakukan yakni wetenge
disat atau menguras perut yang artinya menahan lapar diperut dengan berpuasa. Puasa yang harus
dilakukan juga bermacam-macam sesuai bidang keilmuan yang dibutuhkan. Mripate ditus atau
meniriskan mata, artinya kita harus menahan kantuk yang berlebih karena salah satu prosesnya yakni
melekan atau begadang selama berpuasa sehingga ketika kita menahan mata yang terjaga akan meneteskan air mata.

Selain itu, ilmu ini  memiliki dua cara yakni kebatinan dan perewangan
di mana keduanya sangat berbeda meskipun tujuannya sama.

Ilmu kebatinan adalah ilmu mbatin atau ilmu syoro untuk melihat batin seseorang dalam melihat penyakit dan penyembuhan.

Istilah amalan menurut orang Jawa dianggap sebagai rapal yang juga memiki arti bacaan sedangkan menurut istilah santri adalah wirid.

Perewangan adalah salah satu unsur ilmu Praktisi batin  yang dibantu oleh roh. Roh yang membantu tergantung si pemilik ilmu entah dari buyut yang sudah meninggal dan mempunyai ilmu Praktisi batin  maupun dari pujonggo. Meskipun kedua unsur tersebut berbeda namun untuk
pelaksanaan proses regenerasi ilmu Praktisi batin  masih sama yaitu menggunakan puasa dan amalan.

Pewarisan ilmu Praktisi batin memang tidak dapat diketahui oleh orang awam karena menurut nantinya akan ditakutkan adanya penyalahgunaan maupun penyepelehan ilmu Praktisi batin.

Pewarisan ilmu Praktisi batin juga memiliki syarat khusus yang telah dipercaya sejak keturunan
terdahulu.

Syarat pertama yakni tidak sombong. Seorang Praktisi batin tidak diperbolehkan untuk menyombongkan dirinya.
Calon Praktisi batin yang masih muda dinggap kurang dapat bersungguh-sungguh dalam menjalankan ngelmu Praktisi batin, yang mana masih memiliki sikap labil dan diwaspadai
dapat menyombongkan diri atas kemampuannya.
Sikap tersebut dianggap akan mempermalukan guru dan akan dicap “sok tahu” oleh lainnya.

Seorang Praktisi batin juga tidak diperbolehkan mengajarkan ilmu Praktisi batin kepada seseorang yang belum memiliki cucu dipercaya dapat mengakibatkan seorang calon Praktisi batin tersebut mati muda.
Alasan tersebut dianggap sebagai kepercayaan yang telah dipercaya sejak leluhur terdahulu.

Selain itu, seorang Praktisi batin juga tidak diperbolehkan untuk memperjual belikan ilmu Praktisi batin serta dapat benar-benar melakukan kebiasaan praktek Praktisi batin yang tidak boleh ditulis akan tetapi dihafalkan secara berangsur-angsur tiap harinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.