Rabu, 21 September 2022

lirik qolbu mutayam

Sholawat ini dibawakan oleh grup Hadroh Az Zahir dalam bahasa Arab

اَلقَلْبُ مُتَيَّمْ بِطٰهَ النَّبِی ۰۞۰  وَصَلَّی وَسَلَّمْ عَلَی طٰهَ النَّبِی

Hati Rindu mendalam kepada Nabi Thaha

Semoga sholawat dan salam tercurah kepada Nabi Thaha

نَبِيْنَا الْمُگرَّمْ نَبِيْنَا الْمُشَرَّفْ ۰۞۰ طٰهَ العَرَبِيّ طَهَ العَرَبِيّ

Nabi dari kalangan orang terhomat, nabi Yang mulia (keturunan Bani Hasyim) Thaha adalah orang Arab, Thaha adalah orang Arab

أَحْمَدُ هَدَانَا وَالْمَوْلَی قَدْشَاء ۰۞۰  بِالْخَيْرِ اَتَانَا وَبِالْحَقِّ جَاء

Ahmad telah membimbing kita, dan itulah yang diinginkan Tuhan 

Dengannya kebaikan dan kebenaran haqiqi itu datang

لِلتَّقْوَی دَعَانَا لِدَرْبِ الرَّجَاء ۰۞۰ وَالْمَوْلَی اَغْنَانَا بِطٰهَ النَّبِی

Kepada orang-orang yang bertaqwa ia mendoakan untuk jalan pengharapan
Dan Tuhan mencukupi kita dengan berkah Nabi thaha

يَارَسُوْلَ اللّٰه جِئْتَ بِالْقُرْآن  ۰۞۰  مِنْ وَحْیِ الْإِلٰه مَوْلَانَا الرَّحْمٰن

Wahai Utusan Allah, Dengan perantaramu Al-Quran datang Wahyu dari Tuhan Yang Maha Pemurah

وَبِعَوْنِ اللّٰه نَشَرْتَ الْإِيْمَان ۰۞۰  يَاحَبِيْبَ اللّٰه يَاطٰهَ النَّبِی

Dan dengan Pertolongan Allah, engkau menyebarkan iman

wahai kekasih Allah, wahai Nabi Thaha

گمْ يَخْطُو فُؤَادِی لِتِلْكَ الدِّيَار ۰۞۰ وَبِشَوْقٍ يُنَادِیْ شَافِعِی الْمُخْتَار

Bagaimana langkah saya ke rumah itu

Dan dengan penuh kerinduan ia memanggil penolong lagi terpilih

قَدْ طَالَ ابْتِهَادِی عَنْ اَغْلَی مَقَام ۰۞۰  وَالحَجُّ مُرَادِی وَدِيَارُ النَّبِي

Sungguh dalam kerinduanku pada tempat tertinggi itu (Mekkah dan Madinah) Haji adalah tujuanku dan juga rumah Nabi (Masjid Nabawi)

Selasa, 20 September 2022

khutbah cinta Rosul SAW

Khutbah 1
اَلْحَمْدُ لله الَذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَهَدَانَا إلَى صِرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ صِرَاطِ الَذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَاالضَالِّيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ اَلْمَالِكُ الْحقُّ الْمُبِيْنُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًارَسُوْلُ الله صَادِقُ الْوَعْدِ الْاَمِيْن
اَللّٰـهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلأَوَّلِيْنَ وَصَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلآخِرِيْنَ وَصَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلـمُرْسَلِيْنَ وَصَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى الْمَلَإِ اْلأَعْلٰى إِلٰى يَوْمِ الدِّيْنَ.اَمَّا بَعْدُ فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوااللهَ  حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ 
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Pada kesempatan ini marilah kita perkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan iman dan takwa yang sebenar-benarnya. Berusaha keras melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang. 
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Kita sekarang di penghujung  bulan safar sebentar lagi Memasuki bulan kelahiran manusia sempurna pilihan Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam, yakni Nabi Muhammad ﷺ. 
Memperingati dalam arti mempelajari sejarah perjuangannya dalam mendakwahkan agama Islam, meneladani kebaikan-kebaikan akhlaknya, dan mengikuti sunnah-sunnah serta memperbanyak bacaan shalawat atasnya. Agar kita semua termasuk orang-orang yang selalu mencintai dan dicintai oleh Rasulullah ﷺ dan akan mendapatkan syafaatnya di dunia sampai di akhirat kelak. 
Ma’asyiral muslminin wazumratal mu’minin rahimakumullâh,
Nabi Muhammad bin Abdillah. Beliau bukan hanya diutus untuk kalangan bangsa Arab saja, namun seluruh manusia bahkan alam semesta. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat as-Saba’ ayat 28 dan Alanbiya 107
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. As-Saba’[34]: 28).

وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡنَ
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.(alanbiya 107)
Ayat2 ini memiliki empat hal pokok yang harus dimengerti, yaitu 1.ada yang mengutus yakni Allah ﷻ., 2.adanya utusan Allah dalam hal ini Rasulullah Muhammad ﷺ, 3.diutus kepada seluruh manusia dan alam semesta 4.sebagai بَشِيرًا وَنَذِيرًا pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan serta rahmat bagi seluruh alam
Rasulullah Muhammad ﷺ bukan sekadar membawa rahmat bagi seluruh alam namun justru kepribadian beliau lah yang menjadi rahmat. Begitu mulianya sifat Rasulullah Muhammad sehingga Allah menyebutkan dengan pujian yang sangat agung.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍۢ
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al-Qalam: 4)
Kemuliaan sifat Rasulullah tercermin dalam cara beliau berdakwah. Sehingga Islam dikenal sebagai agama yang mengajarkan kepada kemaslahatan dunia dan akhirat.  Rasulullah mengajarkan untuk saling menghargai, saling menolong, menjaga persaudaraan, perdamaian, dan sebagaianya. Lebih dari itu, Rasulullah juga mengajarkan etika terhadap binatang. Sehingga dalam melakukan sembelihan binatang pun diajarkan cara-cara yang maslahat dan tidak menyakiti binatang. 
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa visi pendidikan Rasulullah adalah terciptanya kedamaian dan keselamatan dunia dan akhirat. Sepantasnya sebagai umatnya kita semua kaum muslimin bersyukur atas diutusnya Rasulullah dan  senantiasa mencintai beliau dengan sepenuh hati, dengan kecintaan yang sebenar-benarnya.
Walaupun tidak ada aturan yang menjelaskan cara mencintai rasul secara khusus, namun kecintaan terhadap Rasulullah dapat dibuktikan dengan beberapa hal, di antaranya dengan memperbanyak membaca shalawat. Sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 56,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab[33]: 56).
Para sahabat Rasulullah telah membuktikan kecintaanya terhadap Rasulullah secara nyata. Pertama, Ali Bin Abi Thalib menggantikan menggantikan Rasulullah saat pengepungan oleh kaum Quraisy pada saat Rasulullah hendak hijrah. Kedua, berkaitan dengan peristiwa Isra Mi’raj. Ketika tidak ada satupun orang yang percaya kepada rasulullah telah diisra mi’rajkan, Abu Bakar Ash-Shidiq lah orang yang pertama kali meyakini akan kebenaran tersebut. Ketiga, Umar Bin Khattab tidak rela Rasulullah dikabarkan telah meninggal, sehingga siapapun yang berani mengatakan berita itu akan dipukul oleh beliau. 

Selain memperbanyak bacaan shalawat, cara kita mencintai Rasulullah adalah dengan mengikuti sunnah-sunnahnya. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun segala kebiasaan sikap Rasulullah. dengan jalan memperbanyak bershalawat dan mengikuti sunnah-sunnah rasullah semoga kita semua menjadi orang-orang yang dicinta oleh Rasulullah.
Dikisahkan dalam kitab Nashaihul Ibad karya Imam Nawawi, Syekh Syibli mendatangi Ibn Mujahid, secara sepontan Ibn Mujahid merangkul dan mencium kening Syekh Syibli. Syekh Syibli pun bertanya tentang hal itu. Syekh ibn Mujahid menceritakan bahwa ia pernah bermimpi dan melihat Rasulullah mencium kening Syekh Syibli. Dalam mimpinya Ibn Mujahid bertanya kepada Rasulullah, hal apa yang menyebabkan Rasulullah begitu mencintai Syekh Syibli. Rasulullah menjawab bahwa Syekh Syibli selalu membaca dua ayat terakhir Surat at-Taubah dan shalawat setiap selesai shalat fardhu.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ 
Dan membaca shalawat 
صَلَّى اللهُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّد
Kemudian Ibn Mujahid menanyakan akan hal itu terhadap syaikh syibli dan ternyata syaikh syibli selalu mengamalkan apa yang diceritakan Rasulullah dalam mimpi Ibn Mujahid.

Melihat kisah tersebut, bukan hanya berapa banyak shalawat yang dibaca, namun konsisten, terus menerus dan kecintaan sebenar-benarnya kepada Rasulullah.lah yang dapat menjadikan kita semua dikenal oleh Rasulullah dan akan mendapatkan cintanya. 

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu bershalawat dan menjalankan sunnah Rasulullah sebagai bukti cinta kita. Dan kita semua akan mendapatkan cinta dan syafaat dari beliau Rasulullah Muhammad ﷺ, amiin ya Rabbal ‘alamin.

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم
وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡنَ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْاَنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنَا وَاِيَّاكُمْ بِالْاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ 
فَاسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ وَ كَفَرَ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ حَبِيْبُهُ وَ خَلِيْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَ الْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَاعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
قال الله تعالى فى القران الكريم اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَ سَلَّمْتَ وَ بَارَكْتَ عَلَى سيدنا اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ سيدنا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ * ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ * ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُّﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺻْﻠِﺢْ ﺃَﺋِﻤَﺘَﻨَﺎ ﻭَﺃُﻣَّﺘَﻨَﺎ * ﻭَﻗُﻀَﺎﺗَﻨَﺎ ﻭَﻋُﻠَﻤَﺎﺀَﻧَﺎ ﻭَﻓُﻘَﻬَﺎﺀَﻧَﺎ * ﻭَﻣَﺸَﺎﻳِﺨَﻨَﺎ ﺻَﻼَﺣًﺎ ﺗَﺎﻣًّﺎ ﻋَﺎﻣًّﺎ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻫُﺪَﺍﺓَ ﻣُﻬْﺘَﺪِﻳْﻦَ 
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍْﻧﺼُﺮْ ﻣَﻦْ ﻧَﺼَﺮَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺍﺧْﺬُﻝْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ * ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻫْﻠِﻚْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ * ﻭَﺃَﻟِّﻒْ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮْﺏِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ * ﻭَﻓُﻚَّ ﺃَﺳْﺮَ ﺍﻟْﻤَﺄْﺳُﻮْﺭِﻳْﻦَ * ﻭَﻓَﺮِّﺝْ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺮُﻭْﺑِﻴْﻦَ * ﻭَﺍﻗْـﺾِ ﺍﻟﺪَّﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺪْﻳُﻮْﻧِﻴـْﻦَ * ﻭَﺍﻛْﺘُﺐِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻟﺴَّﻼَﻣَﺔَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ * ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻐُﺰَّﺍﺓِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪِﻳْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِﻳْﻦَ * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * 
ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍﺩْﻓَﻊْ ﻋَﻨَّﺎ ﺍﻟْﻐَﻠَﺎﺀَ * ﻭَﺍﻟْﺒَﻼَﺀَ ﻭَﺍﻟْﻮَﺑَﺎﺀَ * ﻭَﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲَ ﻭَﺍﻟﺴُّﻴُﻮْﻑَ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ * ﻭَﺍﻟﺸَّﺪَﺍﺋِﺪَ ﻭَﺍﻟْﻤِﺤَﻦَ * ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ * ﻣِﻦْ ﺑَﻠَﺪِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺧَﺎﺻَّﺔً * ﻭَﻣِﻦْ ﺑُﻠْﺪَﺍﻥِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻣَّﺔً * ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ * ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻹِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ ﺑﺎﻹِﻳـْﻤَﺎﻥِ * ﻭَﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲْ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻨَﺎ ﻏِﻼًّ ﻟِّﻠَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺅُﻭْﻑٌ ﺭَّﺣِﻴْﻢ
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎْﻟﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍْﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳْﺘَﺎﺀِﺫِﻯ ﺍْﻟﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍْﻟﺒَﻐْﻰِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭْﻥَ * ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺳْﺌَﻠُﻮْﻩُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ﻳُﻌْﻄِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮُ

Jumat, 16 September 2022

Barang wakaf rusak masihkah berpahala

Syekh Al-Imam Taqiyuddin menjelaskan mengenai makna wakaf secara etimologi adalah pemanfaatan barang yang memiliki kriteria tahan lama dan tidak boleh dialokasikan untuk tujuan lainnya melainkan hanya untuk kebaikan semata karena bermaksud mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sebagaimana dalam keterangan beliau dalam kitab Kifayatul Akhyar (juz II, halaman 303-304)

حبس مَال يُمكن الِانْتِفَاع بِهِ مَعَ بَقَاء عينه مَمْنُوع من التَّصَرُّف فِي عينه تصرف مَنَافِعه فِي الْبر تقرباً إِلَى الله تَعَالَى

Artinya:

Menahan suatu aset yang bisa diambil manfaatnya bersamaan dengan tetapnya wujud fisik, disertai larangan mengalokasikan fisik barang wakaf sehingga fisik itu musnah. Pengalokasiaan manfaat aset wakaf adalah untuk kebaikan semata karena bermaksud sebagai pendekatan kepada Allah Ta’ala.”

Di samping kriteria yang telah disebutkan di atas mengenai terus mengalirnya pahala amal, disyaratkan benda wakaf tersebut masih dipakai atau dimanfaatkan. Maka apabila benda yang kita wakafkan itu sudah rusak atau tidak dimanfaatkan lagi maka tidak ada pahala yang mengalir kepada kita. Ini sebagaimana dijelaskan dalam keterangan berikut,

‏( ﻗﻮﻟﻪ ﻷﻧﻪ ‏) ﺃﻱ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﺔ ﻻﺷﺘﺮﺍﻁ ﻛﻮﻥ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺗﻔﻴﺪ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻭﻫﻲ ﺑﺎﻗﻴﺔ ﺃﻱ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﺷﺘﺮﻁ ﺫﻟﻚ ﻟﻜﻮﻥ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﺇﻧﻤﺎ ﺷﺮﻉ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﺬﻟﻚ ﺇﻻ ﺇﻥ ﺣﺼﻞ ﺍﻹﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﺎﻟﻌﻴﻦ ﻣﻊ ﺑﻘﺎﺋﻬﺎ ‏.

Artinya:

Hal ini merupakan persyaratan bagi benda wakaf yang bisa memberikan manfaat, karena sesungguhnya persyaratan utuhnya/ tetapnya benda wakaf hanya dikarenakan keberadan disyariatkan wakaf adalah supaya menjadi shodaqoh jariyah, dan hal tersebut tidak tercapai kecuali jika benda wakaf tersebut bisa diambil manfaatnya beserta tetapnya benda wakaf tersebut. (Hasyiyah I’anatut Tholibin, juz 3, halaman 159)

ﻳﻘﺼﺪ ﺑﺎﻟﻮﻗﻒ ﺩﻭﺍﻡ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﻭﺗﺤﺼﻴﻞ ﺍﻟﺜﻮﺍﺏ ﻭﺍﻷﺟﺮ ﺑﻨﻔﻌﻪ ﺍﻫـ

Artinya

Tujuan dari wakaf, adalah kekalnya pemanfaatan benda wakaf dan diperolehnya pahala sebab manfaatnya benda wakaf tersebut (Fiqhul Islam wa Adillatuhu, juz 8, halaman 228)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pahala wakaf akan tetap mengalir kepada orang yang beramal selama benda tersebut masih dipakai atau dimanfaatkan. Maka apabila barang wakaf rusak atau tidak dimanfaatkan lagi maka tidak ada pahala yang mengalir kepada kita. Demikian. Wallahu a’lam.

Selasa, 13 September 2022

Tukar Guling tanah wakaf

Tanah yang telah diikrarkan sebagai wakaf oleh orang yang mewakafkan (waqif) itu sudah menjadi kewenangan Nadhir wakaf dalam tasharrufnya bukan kewenangan waqif lagi. Waqif boleh membuat syarat ketika mewaqafkan seperti : “Kayu jati ini saya waqafkan untuk masjid dengan syarat dijadikan daun pintu pada pintu utama masjid” tetapi waqif tidak punya kewenangan menukar, menyewakan, meminjamkan dsb. Yang mempunyai kewenangan adalah nadhir.

Kemudian tanah yang telah diwakafkan -dalam pandangan ulama madzhab Syafi`i- tidak boleh ditukarkan dengan tanah yang lain لا يجوز استبدال الوقف . Tetapi dalam pandangan ulama madzhab Hanafi diperbolehkan jika membawa kemaslahatan. Dan jika mengikuti madzhab Hanafi maka yang melakukan penukaran pun harus Nadhir. Jika waqif melakukan penukaran maka harus seizin Nadhir.

Seseorang ingin menyumbangkan sejumlah uang kepada masjid apabila tanah sawahnya laku terjual. Tetapi setelah ditawarkan, tanah sawah itu tidak laku, karena termasuk tanah yang tidak produktif. Akhirnya orang tersebut mewakafkan sawah itu kepada masjid. Sekarang setelah tanah sawah itu menjadi inventaris wakaf masjid, ditawar oleh salah satu investor untuk mendirikan sebuah pabrik. Pihak nadhir masjid tidak dapat mengambil manfaat dari sawah itu kecuali dengan menjualnya lalu uang hasil penjualan dibelikan sawah yang produktif.

 

Dasar Pengambilan Dalil :

 

1 .اعانة الطالبين  جزء 3 ص 179 :

         (ولا يباع موقوف) اي ولا يوهب للخبر المار أول الباب وكما يمتنع بيعه وهبته يمتنع تغيير هيئته كجعل البستان دارا . وقال السبكى يجوز بثلاثة شروط ان يكون يسيرا لايغير مسماه وعدم ازالة  شيئ من عينه بل ينقله من جانب الى اخر وان يكون فيه مصلحة للوقف.

  1. I`anatut Thalibin Juz 3 hal 179 :

               Barang wakaf tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan berdasarkan Hadits yang dahulu pada Bab Pertama. Sebagaimana barang wakaf tidak boleh dijual dan dihibahkan maka tidak boleh pula dirubah keadaannya seperti kebun dijadikan rumah. As-Subki berkata: Boleh merubah dengan tiga syarat: 1. Perubahan hanya sedikit yang tidak mengubah nama, 2. Tidak menghilangkan bagian dari dzat wakaf, bahkan memindahkannya dari satu bentuk ke bentuk yang lain dan 3. Perubahan itu membawa kemaslahatan bagi barang wakaf.

2 . حاشية الشرقاوى  جزء 2 ص 178:

           ولا يجوز استبدال الموقوف عندنا وان خرب خلافا للحنفية وصورته عندهم : ان يكون المحل قد آل الى السقوط فيبدل بمحل اخر احسن منه بعد حكم حاكم يرى صحته ويمتنع قسمة الموقوف أو تغيير هيئته.

 

  1. Hasyiyah As-Syarqawi Juz 2 hal 178 :

              Tidak boleh mengganti barang wakaf menurut ulama madzhab Syafi`i walaupun telah rusak, berbeda dengan pendapat ulama madzhab Hanafi. Contoh penggantian barang wakaf menurut ulama madzhab Hanafi seperti: Ada tempat yang akan runtuh maka boleh diganti di tempat lain yang lebih baik bagus setelah adanya keputusan hakim yang menganggap keabsahannya. Dan tidak boleh membagi barang wakaf atau merubah keadaannya.

  1. بغية المسترشدين ص 174 :

          وتجوز بل تجب عليه المعاوضة فى ملك المسجد ان رأى المصلحة كأن كانت ارض المسجد لا تحرث أو تحرث نادرا فرغب فيها شخص بأرض تحرث دائما

  1. Bughyatul Mustarsyidin hal 174 :

               Boleh atau bahkan wajib pertukaran wakaf milik masjid jikalau ada kemaslahatan, seperti ada tanah masjid yang tidak ditanami atau ditanami tapi jarang sekali, lalu ada seseorang yang ingin menukarnya dengan tanah yang bisa ditanami selamanya.

  1. الفوائد المكية ص 60 :

           واعلم أن الأصح من كلام المتأخرين كالشيخ ابن حجر وغيره أنه يجوز الانتقال من مذهب الى مذهب من المذاهب المدونة ولو بمجرد التشهي سواء انتقل دواما او في بعض الحادثة

  1. Al-Fawaidul Makkiyyah hal 60 :

Menurut pendapat yang sangat sahih dari komentar ulama muta`akhkhirin seperti Ibn Hajar dan lainnya, bahwa perpindahan dari satu madzhab ke madzhab yang lain di antara madzhab-madzhab yang mudawwan (artinya: dibukukan, yang dimaksud adalah madzhab empat) adalah boleh meskipun karena hanya selera, baik selamanya atau sementara dalam sebuah kejadian.


Hukum menjual harta wakaf

A.    Hukum Dasar Menjual Harta Wakaf 

Pengertian wakaf

Wakaf secara bahasa adalah menahan (al-habs). Sedang menurut syara` wakaf adalah menahan harta-benda tertentu yang bisa diambil manfaatnya untuk hal-hal yang diperbolehkan (mubah) sembari tetap utuhnya dzat atau materinya, dengan larangan mentasharufkan dzatnya.

 كِتَابُ اْلوَقْفِ هُوَ لُغَةً اَلْحَبْسُ وَشَرْعًا حَبْسُ مَالٍ يُمْكِنُ الِانْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِ فِي رَقَبَتِهِ عَلَى مَصْرِفٍ مُبَاحٍ.  

“Bab tentang wakaf. Secara bahasa wakaf artinya menahan (al-habs), sedang menurut syara` wakaf adalah menahan harta-benda yang bisa diambil manfaatnya untuk hal yang diperbolehkan berserta tetap utuhnya harta-benda itu sediri dengan cara tidak mentasharufkan dzatnya. (Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarhi Manhaj ath-Thullab, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418 H, juz, I, h. 440) 

Adapun di antara dalil yang menjadi dasar wakaf salah satunya adalah hadits riwayat Muslim yang menyatakan bahwa: “Ketika anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga yaitu sedekah jariyah (sedekah yang selalu mengalir pahalanya), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendo’akan orang tuanya”. Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud sedekah jariyah di dalam hadits tersebut adalah wakaf. Hal ini sebagaimana dikemukakan Zakariya al-Anshari.

 وَالْأَصْلُ فِيهِ خَبَرُ مُسْلِمٍ { إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ } .وَالصَّدَقَةُ الْجَارِيَةُ مَحْمُولَةٌ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ عَلَى الْوَقْفِ 

Adapun dasar tentang wakaf adalah hadits riwayat Muslim: ‘Ketika anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga yaitu sedekah jariyah (sedekah yang selalu mengalir pahalanya), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendo’akan orang tuanya’. Menurut para ulama sedekah jariyah ditafsirkan atau mengandung pengertian wakaf,” (Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarhi Manhaj ath-Thullab, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418 H, juz, I, h. 440).

 Penjelasan tentang wakaf di atas mengandaikan bahwa harta benda wakaf tidak boleh dijual-belikan. Menurut madzhab syafi’i, imam Malik, imam Ahmad dan para ulama berpendapat bahwa jual-beli harta-benda wakaf adalah batal, baik hakim (pihak pemerintah) menetapkan kesahannya maupun tidak. Hanya imam Abu Hanifah yang memperbolehkan jual-beli harta-benda wakaf tetapi dengan catatan belum disahkan oleh hakim.

  فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي بَيْعِ الْعَيْنِ اَلْمَوْقُوفَةِ ذَكَرْنَا اَنَّ مَذْهَبَنَا بُطْلَانُ بَيْعِهَا سَوَاءٌ حَكَمَ بِصِحَّتِهِ حَاكِمٌ اَوْلَا وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَاَحْمَدُ وَالْعُلَمَاءُ كَافَّةً اِلَّا أَبَا حَنيِفَةَ فَقَالَ يَجُوزُ بَيْعُهُ مَا لَمْ يَحْكُمْ بِصِحَّتِهِ حَاكِمٌ  

“Pandangan para ulama mengenai hukum jual-beli benda yang diwakafkan. Kami telah menyebutkan bahwa madzhab kami (madzhab syafi’i) berpendapat bahwa jual-beli harta-benda wakaf adalah batal baik kesahannya telah ditetapkan oleh pihak pemerintah (hakim) atau belum. Inilah pandangan yang dipegangi imam Malik, imam Ahmad dan seluruh ulama kecuali imam Abu Hanifah dimana beliau berpendapat bolehnya jual-beli herta-benda wakaf selama belum ditetapkan kesahannya oleh hakim” (Lihat Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, IX, h. 246) Kendati demikian dalam kasus tertentu dimana harta-benda wakaf tersebut sama sekali tidak bisa dimanfaatkan lagi maka ada pendapat yang memperbolehkannya. Misalnya menjual tikar atau karpet masjid yang sudah rusak dan tidak layak untuk dipakai. 

   وَالْأَصَحُّ جَوَازُ بَيْعِ حُصْرِ الْمَسْجِدِ إِذَا بَلِيَتْ وَجُذُوعُهُ إِذَا انْكَسَرَتْ وَلَمْ تَصْلُحْ إِلَّا لِلْإِحْرَاقِ 

“Pendapat yang lebih sahih menyatakan bahwa boleh menjual tikar (atau karpet, pent) apabila sudah rusak atau tiangnya jika sudah rapuh dan tidak sudah tidak layak dipakai kecuali dibakar”. (Muhyiddin Syarf, Minhaj ath-Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin, Bairut-Dar al-Ma’rifah, h. 81) 

Kebolehan dalam konteks ini harus dibaca dalam kerangka untuk menghindari adanya penyia-nyian terhadap harta-benda tersebut, sehingga menjualnya diperbolehkan. Sedangkan hasil penjualannya diperuntukkan bagi kepentingan wakaf itu sendiri, yang dalam hal ini adalah untuk kemaslahatan masjid.  

*****

Dasar hukum

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : أَنْ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ أَصَابَ أرْضًا بخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَهِ، إنِّي أصَبْتُ أرْضًا بخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ، فَمَا تَأْمُرُ بِهِ؟ قَالَ: إنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ: فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ، أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوْهَبُ وَلَا يُوْرَثُ، وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ، وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ، وَفِي سَبِيلِ اللهِ، وَابْنِ السَّبِيْلِ، وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالمَعْرُوفِ، وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ 

”Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Umar bin al- Khattâb mendapat sebidang tanah di khaibar. Beliau mendatangi Rasulullah SAW meminta pendapat beliau,"Ya Rasulallah, aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku dapat harta lebih berharga dari itu sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan untukku dalam masalah harta ini?". Maka Rasulullah SAW berkata,"Bila kamu mau, bisa kamu tahan pokoknya dan kamu bersedekah dengan hasil panennya. Namun dengan syarat jangan dijual pokoknya (tanahnya), jangan dihibahkan, jangan diwariskan". Maka Umar ra bersedekah dengan hasilnya kepada fuqara, dzawil qurba, para budak, ibnu sabil juga para tetamu. Tidak mengapa bila orang yang mengurusnya untuk memakan  hasilnya atau memberi kepada temannya secara makruf, namun tidak boleh dibisniskan.” (Al-Bukhari, Shahîh Al-Bukhârî, (Ttp, Darel Thuq An-Najah, 1422H), cet. 1, jilid 3, h. 198, no. 2737)  
1.     Jumhur Berdasarkan hadis di atas, maka jumhur ulama bersepakat harta wakaf tidak boleh dijual. Ketika seseorang berwakaf menurut jumhur ulama, telah lepaslah kepemilikan harta tersebut dari si wakif untuk selama-lamanya, dan berpindah kepemilikannya sepenuhnya kepada Allah.
2.     Abu Hanifah Beliau dalam hal ini membolehkan jika seorang wakif menarik kembali harta wakafnya atau menjualnya jika hal tersebut atas keinginan wakif sendiri semasa hidupnya. Karena bagi beliau akad wakaf sifatnya tidak lazim, dia seperti akad ’ariyah (Pinjam), dimana dalam akad pinjam seseorang meminjamkan hartanya kepada orang lain, pada saat itu subtansinya dia memberikan manfaat pada orang lain, tapi dari segi kepemilikan harta tersebut tetap menjadi milik dia, suatu saat jika dia ingin menarik atau meminta kembali, maka sah dan boleh saja. Begitu pula dalam wakaf menurut Abu Hanifah, kepemilikan harta wakaf ketika diwakafkan masih sepenuhnya hak wakif, hanya manfaatnya yang dia sedekahkan kepada orang lain. Yang artinya wakif masih punya kewenangan sepenuhnya terhadap harta wakafnya. Baik dia ingin menjualnya, atau hanya mewakafkannya untuk batasan waktu tertentu, silahkan saja dengan syarat itu dilakukan oleh wakif sendiri semasa hidupnya.  

B.     Tukar Guling (Istibdal/Ruislag)
1.     Pengertian Tukar Guling Istilah tukar guling dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah istibdâl. Secara bahasa adalah meminta ganti atau badal. Fahruroji menjelaskan secara lebih luas, bahwa tukar guling di dalam fikih adalah menjual harta benda wakaf untuk dibelikan harta benda lain sebagai penggantinya, baik harta benda pengganti itu sama dengan harta benda wakaf yang dijual atau berbeda. Adapula yang mengartikan mengeluarkan suatu harta benda dari status wakaf dan menggantikannya dengan harta benda lainnya. Adapun ibdâl adalah penggantian harta benda wakaf dengan harta benda wakaf lainnya. (Fahruroji, Tukar Guling Tanah Wakaf Menurut Fikih dan Peraturan Perundang-undangan, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2016), Cet. Ke-1, h. 7) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa istibdal adalah perbuatan menukar harta benda wakaf dengan harta benda lainnya. Seperti menjual tanah wakaf kemudian hasil penjualannya dibelikan kembali tanah sebagai pengganti tanah wakaf yang dijual.  

2.     Macam-macam Istibdâl (Tukar Guling) Dalam pelaksanaannya istibdal bisa terjadi dengan beberapa model:
a.       Pengganti Sejenis Istibdâl wakaf dengan harta benda pengganti yang sejenis. Contoh tanah wakaf ditukar dengan tanah wakaf, tanah wakaf yang di atasnya ada bangunan masjid harus ditukar dengan tanah wakaf yang di atasnya ada masjid.
b.      Pengganti Tidak Sejenis Istibdâl wakaf dengan harta tidak sejenis. Contoh menukar tanah wakaf dengan bangunan. Seperti yang pernah terjadi di Aceh. Tanah seluas 4.831 M² yang terletak di Desa Kute Lintang kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi D. I. Aceh. Nazhir menjual tanah wakaf tersebut seharga Rp. 45.000.000,00 dan uang hasil penjualan dipergunakan untuk membangun mushola di tiga desa.
c.       Parsial Istibdâl wakaf parsial, yaitu menjual sebagian tanah wakaf, dan uang hasil penjualannya digunakan untuk membiayai pengembangan sisa dari tanah wakaf yang tidak dijual.
d.      Kolektif Istibdâl wakaf kolektif yaitu menjual aset wakaf yang sudah tidak produktif, dengan satu aset wakaf yang produktif. Contoh yang terjadi di Singapura, MUIS Menggunakan instrument istibdal dalam mengembangkan tanah wakaf, yaitu dengan menukar 20 tanah wakaf yang nilainya rendah, dan hasilnya sedikit menjadi tanah wakaf yang bernilai tinggi dan hasilnya banyak.  

C.     Tukar Guling Harta Wakaf Dalam Fiqih
1.     Madzhab Hanafi
Al-Kasâni menyebutkan di dalam madzhab Hanafi menukar harta wakaf dibolehkan apabila wakif mensyaratkan di dalam ikrar wakaf, dan ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad. Dari Abû      Yûsuf,   apabila seorang wakif mensyaratkan bagi dirinya untuk menjual harta wakaf dan menggantinya dari hasil tersebut harta wakaf yang lebih baik maka hukumnya boleh. Sesungguhnya menetapkan syarat dalam wakaf, tidak membatalkan wakaf. Karena menjual pintu masjid ketika dia rusak, atau menjual pohon wakaf yang telah kering, kemudian menggantinya dengan yang lain sesungguhnya itu tidak memutus wakaf. Namun apabila di dalam ikrar wakaf tidak mensyaratkan, maka menurut Abû Hanîfah dan Muhammad tidak boleh, sedangkan menurut AbûYusuf tetap boleh.
2.     Madzhab Maliki
“Menurut ulama kami, tidka diperbolehkan menjual harta wakaf, kecuali berupa rumah yang berada disamping masjid, kemudian diperlukan untuk perluasan masjid. Maka mereka membolehkan melakukan penukaran dengan syarat hasil dari penjualan rumah tersebut dipergunakan untuk membeli harta wakaf pengganti.” (al-Ghârnâthî, Al-at-Tâj wal Iklîl li Mukhtashar Khalîl, (tt.p:, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1416 H/1994 H), Cet. ke-1, jilid. 7, h. 663
3.     Madzhab Asy-Syafi’i
“sehingga tidak bisa dipakai untuk shalat, maka hal tersebut tidak dapat mengembalikan kepemilikan  kepadanya, dan tidak boleh menjual atau menukarnya, karena kepemilikan atas masjid tersebut telah dan selamanya milik Allah. Tidak akan kembali meski telah terjadi sirna. Sama seperti seorang budak yang telah dimerdekakan, maka akan selamanya dia merdeka setelah itu. Adapun jika seseorang mewakafkan kebun kurma, kemudian kurma tersebut kering, atau mewakafkan hewan ternaknya, kemudian hewan tersebut  sakit- sakitan, atau mewakafkan batang kurma kemudian batang tersebut lapuk, maka dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan  haram  melakukan  penukaran, seperti halnya wakaf masjid. Pendapat kedua mengatakan boleh, karena harta wakaf tersebut sudah  tidak  dapat  diharapkan   memberi manfaat, maka menjualnya itu lebih baik daripada membiarkannya rusak  tanpa  ada  gunanya,  hal itu berbeda dengan masjid yang masih dapat digunakan melakukan shalat disitu meskipun dalam keadaan rusak. Apabila barang- barang wakaf tersebut ditukar, nilai barang penukar harus senilai barang wakaf…” (Asy-Syairâzi, al-Muhadzdzab, (tt. p, Darel kutub al-‘Ilmiyah, tt), Vol. 2, h. 331.)
“Pendapat yang paling kuat adalah boleh menjual menjual harta benda wakaf berupa puing-puing masjid jika telah rusak, atau ada ganti yang lebih dari baik dari yang ada tersebut, supaya harta wakaf tersebut tidak hilang dan sirna begitu saja tanpa memberi manfaat. Hasil penjualannya dibelikan kembali gantinya, maka disini tidak masuk dalam kaidah menjual, karena harta wakaf tersebut tergantikan, yang baru menggantikan yang telah tiada. (Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, (tt. p, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415H/1994M), Cet. ke-1, Vol. 3, h. 550)
4.     Madzhab Hambali
“Sesungguhnya Imam Ahmad bin Hambal membolehkan mengganti masjid dengan masjid yang lain karena untuk kemashlahatan, begitu juga mengubahnya. Pendapat ini berdasarkan hadis Umar, bahwasanya Umar RA menukar masjid kufah yang lama dengan masjid yang lain. Sehingga bekas masjid yang lama kemudian menjadi pasar kurma. Dan Imam Ahmad juga membolehkan seandainya ditimpa  musibah seperti tsunami, maka boleh memindahkan masjid yang  ada  disana  ke  tempat  yang  lain.  Bahkan boleh menukar masjid, misalkan warganya disana sudah tidak butuh lagi terhadap masjid tersebut, kemudian masjid itu dijual dan hasilnya dibangunkan kembali masjid di tempat  yang lain. (Ibnu  Taimiyah,  Majmu’  al-Fatâwa, (Suadi Arabia: Majma’ Malik Fahd, 1416 H/1995M), Vol. ke-31, h. 266)
5.     Madzhab Azh-zhahiri
Apabila seseorang mewakafkan hartanya, kemudian mengatakan akan menjualnya jika dia membutuhkan, dari segi hukum wakafnya sah, tapi syarat  dalam  ikrar  wakaf  merujuk  kembali  harta wakaf adalah syarat yang bâthil. (Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 8, h. 161)  

Di antara empat madzhab tersebut, disamping ada perbedaan-perbedaannya, juga ada persamaan- persamaannya, antara lain :

  1. Secara umum para ulama melarang tukar guling tanah wakaf terhadap harta wakaf. Terutama kalau harta wakafnya berupa masjid kalau tanpa alasan yang dibenarkan secara syariah.
  2. Mereka sepakat untuk sebisa mungkin barang wakaf harus dijaga kelestariannya dan dilindungi keberadaannya.
  3. Menurut mayoritas ulama penukaran atau merubahharta wakaf hanya dibolehkan apabila ada kemashlahatan, atau dalam kondisi darurat atau untuk mempertahankan manfaatnya. Dengan syarat hasil penukaran maupun penjualan barang wakaf harus diwujudkan menjadi barang wakaf penggantinya.
  4. Dan pelaksanaan tukar guling dengan seizing atau melibatkan qadhi (hakim) atau pemerintah dalam pelaksanaaannya menurut sebagian mereka.  

D.    Tukar Guling Wakaf dalam Hukum Positif
1.     PP Nomor 28 Tahun 1977 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun1977 terdiri dari 7 Bab dan 18 Pasal.36 Pada Bab IV dan Bab IV, Pasal 11 sampai Pasal 14 telah diatur ketentuan mengenai istibdal tanah wakaf, sebab dan akibatnya. Pada Pasal 11 ayat (1) berbunyi, bahwa pada dasarnya tanah milik yang telah di wakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukkan atau penggunaan lainnya dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dibuat semuanya bertujuan supaya tanah yang diwakafkan tidak disalah gunakan pemanfaatannya sesuai dengan tujuan diwakafkannya.

2.     Kompilasi Hukum Islam Perubahan status atau tukar menukar tanah wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur dalam buku III, Bab IV Pasal 225 ayat (1) dan ayat (2), Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.

3.     UU No.41 Tahun 2004 Undang-Undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, merupakan penyempurna dari Peraturan Pemerintah sebelumnya, yang berkaitan dengan perwakafan di Indonesia, yaitu instruksi Prisiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Buku III Hukum Perwakafan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Hukum dan aturan istibdal dalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ini, dimasukkan dalam“hukum pengecualian“. Seperti disebut dalam BAB IV Pasal 40 dan 41 ayat (1).Dalam Pasal 40 dinyatakan secara tegas, bahwa Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang , dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

4.     PP No. 42 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah tukar guling terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 . PadaBab VI dan Bab V menjelaskan tentang penukaran tanah wakaf dan mekanisme pelaksanaannya. Dalam Bab IV Pasal 49 berbunyi: “Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.”   Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat(1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagaiberikut: Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tataruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.   Kemudian Pasal 51 mengatur mekanisme pelaksanaan penukaran tanah wakaf. Penukaran terhadap tanah wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut;
Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukartersebut;

  1. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;
  2. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kotamadya setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat(3), dan selanjutnya Bupati / Walikota setempat membuat Surat Keputusan;
  3. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota. meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan
  4. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri,maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.



Jumat, 19 Agustus 2022

hukum darah nyamuk saat sholat

PERTANYAAN :

Assalamualaikum, darah yang ada pada nyamuk lalu kita pukul serta menempel pada baju waktu sholat apakah hukum darah itu najis dan bisa menggugurkan sholat kita ? [Adhi Chunk].

JAWABAN :

Wa'alaikumsalam. Ma'fuww kalau ukuran darah yang terlihat sangat kecil sekali tapi masih bisa dilihat mata,kalo darahnya banyak (nyamuknya sudah kenyang dan kelihatan merahnya--biasanya geraknya lambat) maka tidak ma'fuww. Kalau darah nyamuknya banyak tidak dima’fu (diampuni) kalau sedikit menurut pendapat yang shahih masih diampuni

ويعفى عن دم نحو برغوث ) مما لا نفس له سائلة كبعوض وقمل لا عن جلده ( قوله عن دم نحو برغوث ) الإضافة فيه لأدنى ملابسة لأنه ليس له دم في نفسه وإنما دمه رشحات يمصها من بدن الإنسان ثم يمجها

( بغير فعله )

فإن كثر بفعله قصدا كأن قتل نحو برغوث في ثوبه أو عصر نحو دمل أو حمل ثوبا فيه دم براغيث مثلا وصلى فيه أو فرشه وصلى عليه أو زاد على ملبوسه لا لغرض كتجمل فلا يعفى إلا عن القليل على الأصح كما في التحقيق والمجموع

Dan dima’fu (diampuni) darah yang keluar dari binatang semacam kutu, nyamuk yaitu binatang-binatang yang pada dasarnya tidak memiliki darah yang mengalir melainkan berasal dari yang ia hisap dari badan manusia kemudian ia muntahkan tapi tidak kulit binatang tersebut… bila darah tersebut bukan akibat pekerjaannya. Bila keluarnya akibat ulahnya seperti ia sengaja membunuh kutu di bajunya atau sengaja memencet bisulnya atau ia shalat dengan memakai pakaian atau beralaskan perkara yang ada darah kutunya atau ia mengenakan pakaian berlebih tanpa ada tujuan maka darah-darah yang semacam ini tidak lagi diampuni kecuali bila sedikit menurut pendapat yang shahih seperti keterangan dalam kitab at-Tahqiiq dan al-Majmuu’. [ I’aanah at-Thoolibiin I/100 ].

وَيَبْقَى الْكَلَامُ فِيمَا إذَا مَرَّتْ الْقَمْلَةُ بَيْنَ أَصَابِعِهِ هَلْ يُعْفَى عَنْهُ أَوْ لَا وَالْأَقْرَبُ عَدَمُ الْعَفْوِ لِكَثْرَةِ مُخَالَطَةِ الدَّمِ لِلْجِلْدِ ع ش وَفِي الْكُرْدِيِّ عَنْ الْإِرْشَادِ وَلَا تَبْطُلُ بِدَمِ نَحْوِ بُرْغُوثٍ وَبَثْرَتِهِ مَا لَمْ يَكْثُرْ بِقَتْلٍ وَعَصْرٍ ا هـ .


Pembahasan yang tersisa mengenai masalah bila seekor nyamuk hinggap diantara jemari orang shalat apakah najisnya diampuni ? Pendapat yang mendekati kebenaran tidak dimaafkan karena bercampurnya darah pada kulit, dan dalam al-Kurdy dari al-Irsyad dijelaskan dan shalat tidak batal akibat darah semacam kutu atau jerawat selagi tidak banyak yang bukan akibat ia bunuh (kutunya) atau pencet (jerawatnya). [ Tuhfah al-Muhtaaj VI/340 ]. Wallaahu A'lamu Bis Showaab.

Selasa, 16 Agustus 2022

khutbah kemerdekaan 082022


Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ والَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ، 
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا ْمُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُم بإِحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدّينْ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَاأَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا 
Jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah,

Kaum Muslimin patut bersyukur memiliki ajaran yang begitu memuliakan manusia. Islam lahir dari latar sejarah bangsa Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan yang parah, pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain, perjudian, dan lain sebagainya. Dalam ajarannya pun, komitmen tersebut juga sangat jelas. Allah berfirman, 

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ

Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.


Islam juga menjamin kehidupan yang berkeadilan, aman secara jasmani dan ruhani, serta merdeka dari belenggu penindasan. Dalam tradisi ushul fiqih, kita mengenal prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs), terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul 'aql), jaminan kepemilikan harta (hifdhul mâl), dan terjaganya kesucian keluarga (hifdhun nasl). Beberapa hal pokok inilah yang lazim disebut maqâshidus syarî‘ah .

Umat Islam, juga seluruh umat manusia lainnya, masing-masing memiliki hak untuk hidup yang wajar. Sebagai implementasi dari nilai-nilai utama tadi, mereka seyogianya mendapat keleluasaan dalam mencari ilmu, beribadah, mengekspresikan pikiran, berkarya, dan sejenisnya. Jaminan tersebut wajib ada selama dilaksanakan dalam kerangka kemasyarakatan yang bertanggung jawab. Apabila kebebasan tersebut dirampas secara zalim maka sangatlah wajar sebuah perlawanan dan pembelaan kemudian mengemuka.
 
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yang teraniaya itu adalah) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata "Tuhan kami hanyalah Allah".

Jika kita perhatikan secara seksama, Surat Al-Hajj ayat 39-40 ini menegaskan bahwa tiap orang memiliki hak atas kampung halaman, rumah, tempat tinggal, tanah air yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut diyârihim (berasal dari kata dâr, rumah). Sebab itu, tatkala mereka diusir atau dirampas hak-haknya, Allah memberi kewenangan mereka untuk membela diri. Mengapa demikian? Karena kampung halaman atau tanah air adalah tempat berpijak untuk melaksanakan kehidupan secara wajar dan aman sebagai manusia yang dimuliakan di buka bumi. Tanah air adalah tempat untuk mencari nafkah, makan, berkeluarga, menunaikan kewajiban agama, bermasyarakat, mengembangkan pendidikan, dan seterusnya.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Begitu pula yang diteladankan Rasulullah. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat berjuang keras melindungi hak-hak mereka. Mereka berperang bukan semata hanya untuk menyerang. Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman kaum Musyrik Quraisy yang merenggut kebebasan kaum Muslim dalam bertauhid dan hidup tanpa gangguan siapa pun. Artinya, umat Islam berperang justru karena tak menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka bumi.

Semangat serupa juga dikobarkan para ulama-ulama kita era pra-kemerdekaan Indonesia. Selama proses penjajahan Jepang dan Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri. Mereka tersingkir dari kehidupan yang layak: susah belajar, susah makan, susah bekerja, dan susah beribadah. Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong para ulama bersama umat Muslim, dan para pahlawan lain untuk mengusir kaum kolonial. Kalau kita pernah mendengar “Resolusi Jihad” maka itu adalah salah satu cerminan nyata dari semangat tersebut. Resolusi Jihad adalah deklarasi perang kemerdekaan sebagai “jihad suci” yang digelorakan para kiai di Indonesia pada 22 Oktober 1945 guna menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak menjajah Indonesia. Berkat perjuangan yang gigih, gelora keislaman yang tinggi, serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan bangsa Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya, menyusun strategi, bahkan perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh. Umat Islam sadar bahwa membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang nilai maslahatnya akan dirasakan oleh jutaan orang. Terlebih saat Resolusi Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah negara yang baru dua bulan berdiri.

Para ulama dan cendekia Muslim sadar betul, bahwa sebagai makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan, baik secara syar’i maupun ‘aqli, karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran negara. Oleh karena itu, al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:
 
المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.”

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini kita diami adalah hasil kesepakatan bangsa (mu’ahadah wathaniyyah), dengan Pancasila sebagai dasar negara. Ia dibangun atas janji bersama, termasuk di dalamnya mayoritas umat Islam. Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah para tokoh dan ulama Muslim. Karena itu, sebagai penganut agama yang sangat menghormati janji, seluruh umat Islam wajib menaati dasar tersebut, apalagi kita tahu nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi ajaran Islam. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
 
المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ

Artinya: “Kaum Muslimin itu berdasar pada syarat-syarat (kesepakatan) mereka.” (HR Al-Baihaqi dari Abi Hurairah)

Indonesia memang bukan Negara Islam (dawlah Islamiyyah), akan tetapi sah menurut pandangan Islam. Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia tidak bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Sebagai konsekuensi sahnya NKRI, maka segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan membela kedaulatannya. Pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan. Sedangkan kewajiban rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Kita patut bersyukur bahwa negara kita, Indonesia, cukup aman dibanding sebagian negara di belahan lain dunia. Umat Islam di sini dapat menjalankan ibadah dan menuntut ilmu agama dengan tenang kendatipun berbeda-beda madzhab dan kelompok. Kita juga relatif bebas dari kekangan di Tanah Air dalam menjalankan hidup sehari-hari. Udara kemerdekaan ini adalah karunia besar dari Allah subhanahu wata’ala.

Mari kita syukuri kemerdekaan ini dengan bersyukur, dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif. Kita mungkin tak lagi sedang berperang secara fisik sebagaimana ulama-ulama dan pahlawan kita terdahulu, tapi kita masih punya cukup banyak masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, kekerasan, narkoba, dan lain-lain yang juga wajib kita perangi.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
أعوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطانِ الرَّجيم؛ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

الخطبة الثانية

. ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺟَﻌَﻞَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ﺍَﻳَّﺎﻡِ ﺍْﻻُﺳْﺒُﻮْﻉِ
ﻭَﺍﺧْﺘَﺼَّﻪُ ﺑِﺴَﺎﻋَﺔٍ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻣُﺠَﺎﺏٌ ﻣَﺴْﻤُﻮْﻉٌ .

ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠّٰﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻟَﺎ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ ﺷَﻬَﺎﺩَﺓً ﻣُﺤَﺘَﻮِﻳَﺔً ﻋَﻠَﻰ ﻛَﻤَﺎﻝِ ﺍْﻻِﺧْﻼَﺹِ ﻭَﺍﻟْﺤُﻀُﻮْﻉِ .
ﻭَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﺳَﻴِّﺪَﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ ﺻَﺎﺣِﺐُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﻡِ ﺍﻟْﻤَﺤْﻤُﻮْﺩِ ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﺍﻟْﻤَﺮْﻓُﻮْﻉِ .

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺍٰﻟِﻪِ ﻭَ ﺻَﺤْﺒِﻪِ ﺫَﻭِﻯ ﺍﻟﺰُّﻫْﺪِ ﻭَﺍﻟْﺨُﺸُﻮْﻉِ .
ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ........ .
ﻓَﻴَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ، ﺍِﺗَّﻘُﻮْﺍ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﻓِﻰ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﺍﻟْﺤَﺎﻻَﺕِ
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺟَﻞَّ ﺟَﻼَﻟُﻪُ : ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺻَﻠُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ .
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﻧُﻮْﺭِ ﺍْﻻَﻧْﻮَﺍﺭِ ﻭَﺳِﺮِّ ﺍْﻻَﺳْﺮَﺍﺭِ ﻭَﺗِﺮْﻳَﺎﻕِ ﺍْﻻَﻏْﻴَﺎﺭِ ﻭَﻣِﻔْﺘَﺎﺡِ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟْﻴَﺴَﺎﺭِ، ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﻥِ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﺎﺭِ ﻭَ ﺍٰﻟِﻪِ ﺍْﻻَﻃْﻬَﺎﺭِ، ﻭَ ﺍَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﺍْﻻَﺧْﻴَﺎﺭِ ﻋَﺪَﺩَ ﻧِﻌَﻢِ ﺍﻟﻠّٰﻪِ ﻭَ ﺍِﻓْﻀَﺎﻟِﻪِ
ﻭَ ﺍَﺭْﺣَﻤْﻨَﺎ ﻭَﺍﺣْﺸُﺮْﻧَﺎ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺍَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ .

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕِ ﺍَﻟْﺎَﺣْﻴَﺂﺀِ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻭَﺍﻟْﺎَﻣْﻮَﺍﺕِ ﺇِﻧَّﻚَ ﺳَﻤِﻴْﻊٌ ﻗَﺮِﻳْﺐٌ ﻣُﺠِﻴْﺐُ ﺍﻟﺪَّﻋَﻮَﺍﺕِ، ﻳَﺎ ﻗَﺎﺿِﻲَ ﺍﻟْﺤَﺎﺟَﺎﺕِ ﻭَ ﻳَﺎ ﻋَﺎﻟِﻢِ ﺍﻟﺴِّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻔِﻴَّﺎﺕِ .

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻧْﺼُﺮِ ﺍﻹِﺳْﻠَﺎﻡَ ﻭَﺍﻟﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻧْﺼُﺮْ ﺟُﻴُﻮْﺵَ ﺍﻟْﻤُﻮَﺣِّﺪِﻳْﻦَ ﻭَ ﺍَﻋْﻞِ ﻛَﻠِﻤَﺘَﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ .

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﻓِّﻘْﻨَﺎ ﻭَﺟَﻤِﻴْﻊَ ﻭُﻻَﺓِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَ ﻗُﻀَﺎﺗِﻬِﻢْ ﻟِﻠْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﻧُﺼْﺮَﺓِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﻭَﺍﺗِّﺒَﺎﻉِ ﺷَﺮِﻳْﻌَﺔِ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻧْﺼُﺮْﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺪُﻭِّﻫِﻢْ ﺍَﻋْﺪَﺍﺋِﻚَ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ
ﻭَ ﺍَﻫْﻠِﻚِ ﺍﻟْﻜَﻔَﺮَﺓَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺒْﺘَﺪِﻋَﺔَ ﻭَﻛُﻞَّ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﻋَﺪُﻭٌ ﻟِﻠﺪِّﻳِﻦِ .

ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍٰﺗِﻨَﺎ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺎٰﺧِﺮَﺓِ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَ ﻗِﻨَﺎ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ .

ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠّٰﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﻳَٲ ﻣُﺮُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِ ﺫِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَ ﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ ﻓَﺎﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢَ ﻳَﺬْﻛُﺮْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻌَﻤِﻪِ ﻳَﺰِﺩْﻛُﻢْ ﻭَﻟَﺬِﻛْﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻛْﺒَﺮُ