Rabu, 27 Oktober 2021
Minggu, 24 Oktober 2021
WALIMAH AQIQOH || Jangan Lupa pake minyak ini
Kamis, 21 Oktober 2021
Sifat Murid yang Baik || INGAT JASA JASA GURU || dalam rangka HSN 2021
Minggu, 17 Oktober 2021
Senin, 11 Oktober 2021
Nabi Musa mengusir Musa Samiri
Mulanya, Musa Samiri adalah salah satu bayi selain Nabi Musa as yang selamat dari kebijakan Fir'aun yang hendak membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Berbeda dengan Nabi Musa, Musa Samiri ditinggalkan di sebuah gua oleh ibunya tanpa ada seorang pun yang menemukannya.
Hingga akhirnya malaikat Jibril diutus oleh Allah untuk menyelamatkan bayi Samiri. Setelah dirawat dan dibesarkan oleh malaikat Jibril, Samiri tumbuh menjadi seorang pemuda yang kerap menyendiri dan tidak bisa berbaur dengan masyarakat. Dari situ pula Samiri mendapat kemampuan lebih dan mengenali malaikat Jibril layaknya seorang nabi.
Musa Samiri yang bernama asli Mikha atau Musa bin Zhafar setelah dewasa menjadi pengikut Nabi Musa as dan menjadi bagian dari kaum Bani Israil. Ketika peristiwa Nabi Musa membelah laut, Samiri pun termasuk bagian dari mereka yang diselamatkan dari kejaran Fir'aun si raja kejam.
Pada saat itu pula Samiri menyadari bahwa rombongan Nabi Musa itu didampingi malaikat Jibril yang menunggangi kuda. Hasrat sesat Samiri saat mengetahui yang menunggangi kuda adalah malaikat Jibril membuatnya mengumpulkan tanah bekas jejak langkah Jibril dan menyimpannya.
Hingga suatu hari, saat Nabi Musa beserta kaumnya hendak meninggalkan Mesir, rombongan itu melewati sebuah desa yang menyembah patung anak sapi. Melihat itu, kaum Bani Israil bukannya semakin menguatkan keimanan malah meminta Nabi Musa agar membuatkan patung sebagaimana yang penduduk desa itu sembah. Mendengar permintaan tersebut Nabi Musa pun geram dan meminta kaum Bani Israil agar selalu menjaga ketauhidan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Saat melanjutkan perjalanan itu, Nabi Musa mendapat perintah dari Allah untuk mengasingkan diri ke bukit Thur guna mendapat mukjizat Taurat. Sebenarnya, Nabi Musa berniat pergi ke bukit tersebut selama 10 malam, tetapi karena suatu hal maka ditambah hingga 40 malam.
Sebelum pergi, Nabi Musa menitipkan Bani Israil kepada Nabi Harun agar selalu menjaga ketauhidan mereka. Namun apa boleh buat, Samiri yang teringat dengan tanah jejak langkah Jibril yang disimpannya timbul niatan buruk. Samiri meminta Bani Israil untuk mengumpulkan emas dan kemudian dileburnya. Setelah dilebur, emas itu dilempar tanah jejak langkah Jibril dan jadilah patung anak sapi.
Kaum Bani Israil yang sejak semula meminta patung itu kepada Nabi Musa terhipnotis dengan apa yang dilakukan Samiri dan menyembahnya. Nabi Harun pun tidak kuasa mengendalikan kemusyrikan itu sendirian karena Bani Israil memang kaum yang teramat sulit dikendalikan.
Setelah 40 malam Nabi Musa di bukit Thur, ia pun kembali dan betapa marahnya ia dengan apa yang dilakukan Samiri karena telah menyesatkan Bani Israil. Nabi Musa akhirnya mengusir Samiri sehingga membuatnya kembali hidup terasing dari masyarakat.
Atas apa yang dilakukan Samiri, ia kemudian mendapat azab dari Allah di mana ia mengidap penyakit aneh. Kulitnya akan terasa terbakar apabila ada orang lain yang menyentuhnya. Samiri pun selalu berteriak kepada orang lain agar jangan menyentuhnya mengingat sakit yang dideritanya akan sangat menyiksa.
Itulah kisah umat terdahulu yang terkandung di dalam Al-Qur'an semoga kita dapat mengambil hikmahnya.
Wallahu a'lam.
Minggu, 10 Oktober 2021
10 Keistimewaan Nabi SAW
Selasa, 05 Oktober 2021
majaz istiaroh
Isti’arah adalah lafadz yang digunakan bukan pada tempatnya sebab ada hubungan (Alaqoh) persamaan antara keduanya. Seperti lafadz اسد (untuk laki-laki yang gagah. Adapun Alaqoh (perhubungan)nya ialah sama-sama gagahnya.
Isti’arah pada alam dilarang adanya, kecuali mengandung makna sifat, seperti lafadz رأيت حاتما saya melihat seorang dermawan. lafadz حاتما ialah nama orang yang sudah terkenal sifat keterdemawannya, yang dimaksudkan ialah “Hatim bin Atho’I”, sehingga orang yang menyerupainya dalam keterdemawannya di sebut Hatim. Maka lafadz Hatim bagi putra Atho’I adalah hakikat, sedangkan bagi yang lainnya adalah majaz.
2) Macam-macam Isti’arah
1. Mufrod, seperti رايت اسدايرمي saya melihat laki-laki yang gagah itu melempar.
2. banyak (tersusun), seperti يرمي علىفرسه في الهيجاع saya melihat laki-laki itu melempar di atas kudanya di dalam peperangan.
3. pertalian satu dengan yang lainnyadan semuannya menjadi qorinah, bukan satu kesatuan, seperti kata syair di bawah ini
وصاعقة من نصله ثنكفي بها # على ارؤس الاقران خمس سحائب
Banyak sekali petir berbalik dengan lima ujung jari orang itu, dari katajaman pedang orang itu kepada kepala teman-temannya.
Yang menjadi contoh istiaroh, ialah lafadz سحائب dalam arti انامل yang menjadi korinahnya adalah tersusun dari lafadz صاعقة dan seterusnya, kesemuanya itu adalah korinah bagi majaz tersebut.
3) Isti’arah Ditinjau dari Kedua Ujungnya
Majaz isti’arah jika ditinjau dari kedua ujungnya, yaitu musta’ar minhu dan musta’aroh terbagi pada:
1. Inadiyah, yaitu yang kedua ujungnya tidak bias bersatu sebab bertolak belakang (berlawanan), seperti mengisti’arohkan yang makdum pada yang maujud, orang mati kepada yang hidup yang bodoh, seperti رايت الميت في المدرسة saya telah meihat mayat di dalam sekolah.
2. Wifakiya, yaitu yang kedua ujungnya itu dapat bersatu, seperti pengisti’arohan penghidupan pada pemberian hidayah, seperti firman Allah اومن كان ميتا فاحييناه ataukah yang sudah menjadi mayat, lalu kami menghidupkannya.
Sedangkan isti’aroh Inadiyah itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Tamlihiyah (agar tampak lucu) seperti رايت اسدافي المسجد saya melihat singa di masjid.
2. Tahakkumiyah (memperolok-olok), seperti رايت اسدا اي تريد جبانا saya melihat seekor singa yakni ingin menakut-nakuti.
4) Isti’arah Ditilik dari Jihad Jami’
Isti’aroh jika dilihat dari sisi jihad Jami’ itu terbagi menjadi dua bagian:
1. Qoribah (dekat atau mudah), seperti رايت اسدايرمي على فرسه aku melihat seekor singa melempar atas kudanya; aku melihat bulan sedang membaca.
2. Ghoribah (sulit dimengerti), seperti kata syair
وإذا احتبي قربوسه بعنانه # علك السكيم إلى انصر اف الزائر
bila kuda itu duduk menghimpunkan pelawan dengan telinganya, besi mulutnya berbolak balik berpaling kepada dirinya. Isti’aroh semacam ini disebut ghoribah, sukar dicari sisi perpaduannya
5) Isti’arah Ditinjau dari Segi Lafadznya
Majaz isti’aroh jika dititik pada segi lafadtnya, terbagi pada asliyah dan tarbiyah.
1. Kalau musta’ar terdiri dari isim jenis, maka isti’aroh itu disebut asli.
Isim jenis adalah lafadz yang menunjukkan zat yang pantas untuk menunjukkan banyak, tanpa mmemandang sifatnya. (atau disebut juga isim jamid)
Sedangkan yang dimaksud dengan zat adalah lafat yang berdiri sendiri sendiri,berikut pemahamanya, baik keadaanya berbentuk benda atau pengertian, seperti اسد ضرب kecuali alam, isim dhomir, dan isyarah, tidak termasuk isim jenis.
2. Kalau musta’ar itu terdiri dari isim sifat seperti الحال ناطقة بكذا atau jumlah fi’liyah seperti نطقت الحال بكذا Atau jumlah kharfiyah, seperti فالتقطه الفرعون ليكون لهم عدوا وحزنا maka keluarga fir’aun menumukan musa itu, syupaya kemudian menjadi misuh keprihatinan kepada mereka.
Jadi mustasnanya ialah “laam kay” pada lafazd kesemuanya disebut isti’aroh tabi’iyah.