Kamis, 16 April 2020

Ridlo wejangan Syeikh Abdul Qodir Al Jailani

Wejangan Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani

Siapa yang ingin meraih ridho atas ketentuan Allah Azza wa-Jalla hendaknya ia terus mengingat kematian. Karena dengan mengingatnya meringankan beban musibah dan bencana. Dan anda jangan berhasrat pada dirimu, hartamu, pada anakmu. Namun ucapkan, “Tuhanku lebih tahu tentang diriku dibanding diriku sendiri.”

Bila anda bisa melanggengkan itu, anda akan didatangi oleh kelezatan ridho dan keselarasan dengan kehendakNya. Maka, bencana dengan akar dan rantingnya akan sirna, lalu datanglah gantinya, berupa nikmat-nikmat dan kebajikan. Sepanjang anda beserasi dengan ridho, disaat bencana datang, justru nikmat-nikmat yang bakal tiba dari berbagai arah dan tempat.

Namun sungguh celaka anda ini, hai orang yang alpa pada Allah Swt. Janganlah anda sibuk menjauhiNya dan mencari selain Dia. Sudah berapa lama anda memburu keleluasaan rejeki, tetapi malah menjadi bencana bagimu, sedangkan anda tidak tahu kebaikan itu ada dimana.

Mulailah anda diam dan berselaraslah denganNya, carilah ridhoNya atas tindakan-tindakanNya dan bersyukur dalam berbagai situasi. Karena berlimpahnya rejeki malah menjadi bencana manakala tidak disertai syukur. Begitu juga sempitnya rejeki menjadi bencana manakala tidak disertai sabar. Syukur menambah nikmat padamu dan mendekatkanmu kepada Allah Azza wa-Jalla. Sementara sabar meneguhkan langkah-langkah hatimu, menolongmu, menguatkanmu, menguntungkan dirimu. Akibat sabar adalah terpujinya seseorang di dunia dan akhirat. Karena kontra kepada Allah Azza wa-Jalla berarti menzalimi hati dan wajah.

Wahai orang bodoh, gantilah kesibukanmu yang terus menentang Tuhanmu dengan kesibukan memohon kepadaNya Azza wa-Jalla, teruslah demikian sampai hilang bencana dan cobaan, serta api cobaan sirna.

Anda wahai orang yang mengaku berserasi dengan kehendak Allah Azza wa-Jalla, yang mengaku melihat khazanah perbendaharaan rahmatNya dan cintaNya memohonlah kepada Allah Azza wa-Jalla manakala anda ada di JalanNya, sebelum sampai di hadapanNya.

Bila anda bingung, katakan, “Wahai Dzat yang memberi petunjuk bagi orang-orang bingung, tunjukkanlah padaku.”

Bila anda lemah dan kehilangan kesabaran, ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, tolonglah aku, dan sabarkanlah diriku, bukakanlah jalan keluar bagiku.”

Namun bila anda telah sampai (wushul) dan hatimu sudah masuk di hadapanNya serta dekat padaNya, maka tidak ada lagi permohonan yang harus diutarakan, melainkan diam dan menyaksikanNya. Anda menjadi tamuNya, dan tamu yang baik tidak menginginkan apa-apa, justru harus berbudi adab yang bagus. Tidak makan kecuali yang disuguhkan, mengambil apa yang diberi. Kecuali jika ditanyakan, “Anda ingin sesuatu?”. Ia pun berkeinginan itu, sebagai bentuk pelaksanaan perintah, bukan karena pilihannya sendiri.

Meminta itu, berarti jauh dariNya. Sedangkan diam, berarti dekat denganNya.

Orang-orang arif senantiasa tidak mengenal kecuali Al-Haq Azza wa-Jalla. Semua bentuk ketergantungan putus dan semua sebab akibat  sirna dari hatinya. Bahkan seandainya tidak ada makanan dan minuman berhari-hari dan berbulan-bulan ia tidak peduli dan tidak berubah. Karena Allah azza wa-Jalla memberikan makanan kepada mereka, konsumsi yang sesuai dengan kehendakNya.

Siapa yang mengaku mencintai Allah Azza wa-Jalla, tetapi masih mencari selain Dia, berarti ia dusta dalam mencintaiNya. Namun jika ia dicintaiNya, ia telah wushul menjadi tamuNya, dan begitu dekat denganNya, lalu dikatakan padanya, “Carilah,…”, dan anda memang menginkannya, maka ucapkanlah, “Terserah apa yang Engkau Kehendaki, karena KehendakMu itu bebas…”.

Sang pecinta senantiasa tergenggam, dan yang dicintai senantiasa menghamparkan keleluasaan. Bagi pecinta segalanya terlarang, bagi yang dicinta meraih segalanya. Sepanjang hamba menjadi pecinta ia senantiasa bimbang, tercabik-cabik, dan penuh upaya sepanjang waktu. Bila ia telah kembali kepadaNya, ia menjadi tercinta. Segalanya jadi terbalik pada haknya. Datanglah kemudahan-kemudahan, kesejahteraan, tenang, rizki melimpah dan makhluk lain patuh padanya. Semua itu berkah kesabaran dan keteguhan pada situasi mencintaiNya. Kedekatan hamba hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, sedangkan cintanya Allah azza wa-Jalla pada hambaNya, bukan seperti cintanya makhluk pada sesamanya. Karena Tuhan kita Azza wa-Jalla:

“Tidak satu pun yang menyamaiNya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura : 11)

Jadikan padanan itu hanya pada sesama manusia. Maka carilah pemahaman dariNya, carilah kebaikan qalbu dariNya. Karena Dia senantiasa memberikan keluasan kebajikan qalbu pada yang dikehendakiNya, Dialah yang memperbanyak rizki qalbu pada yang dikehendakiNya.

Salah satu dari kaum Sufi hatinya begitu luas melampaui langit dan bumi, sehingga hatinya seperti Tongkat Musa as. Tongkat Nabi Musa as,  pada awalnya  adalah hikmah, kemudian menjadi qudroh (memiliki kemampuan). Tongkat itu digunakan membawa bekalnya manakala ia tidak mampu membawanya. Tongkat itu bisa jadi kendaraan yang dinaiki, manakala ia tidak mampu berjalan. Tongkat itu bisa menolak bahaya, sedangkan ia sedang duduk dan tidur.  Bahkan bisa berbuahkan buah-buahan dari berbagai jenis buah dan menjadi payung ketika ia duduk. Allah menampakkan kekuasanNya dalam tongkat itu, lalu Nabi Musa merasa bahagia dengan KekuasaanNya melalui perantara tongkat itu. Katika Allah Azza wa-Jalla menjadikan dirinya sebagai Nabi, dan memberikan ke-taqarrub-an, mengajaknya bicara dan memberikan tugas padanya, Allah berfirman pada Nabi Musa as. :

“Apa yang ada di tangan kananmu wahai Musa?” Maka Musa menjawab, “Inilah tongkatku, aku gunakan pegangan (bertelekan)  padanya, dan aku gunakan menggembala kambingku, dan bagiku ada kegunaan lain padanya.” (Thaha 18)

Kemudian Allah Azza wa-Jalla berfirman, “Lemparkanlah tongkatmu…” Tiba-tiba menjadi ular besar, dan Musa lari dari ular itu. Maka Allah Azza wa-Jalla berfirman:

“Ambillah ia, dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya (jadi tongkat lagi)”. (Thaha 21)

Tujuan utama dari itu adalah menampakkan Kekuasaan Allah Swt, sehingga imperium Fir’aun terasa hina, sekaligus menegaskan perang melawan Fir’aun dan pasukannya, dan keluarbiasaan itu sebagai piranti untuk memerangi mereka dan menampakkan hal yang luar biasa. Di awalnya memang menimpulkan rasa sesak di hati dan dada, kemudian Allah melapangkannya, dan memberikan hukum, kenabian dan pengetahuan kepada Musa as.

Hai bodoh, ini pun KekuasaanNya, namun tetap dilalaikan dan diingkari. Karena itu jangan anda melupakan Dzat yang tak pernah lupa padamu, jangan anda alpa pada Yang tidak pernah melupakanmu. Ingatlah pada mati, karena malaikat maut yang siap mencabut nyawa mereka. Karena itu kemudaanmu, hartamu dan semua yang engkau miliki tidak akan pernah memperdayaimu, karena tidak lama lagi akan diambil semua darimu. Sementara anda hanya mengenang keteledoranmu dan sia-siamu di hari-hari ini, penuh dengan tindak kebatilan. Anda menyesal, dan tak ada penyesalan kemudian.

Tidak lama lagi anda mati, dan anda baru ingat kata-kataku, nasehatku padamu dan anda sangat berharap agar aku ada disampingmu ketika engkau dalam kuburmu, mendengarkan saran nasehatku.

Karena itu berusahalah dengan serius untuk menerima kata-kataku dan mengamalkannya, hingga engkau bersamaku di dunia dan akhirat. Berbaiksangkalah padaku sampai anda mengambil manfaat ucapanku, lalu berbaiksangkalah pada selainmu, namun berburuk sangkalah pada nafsumu. Bila anda melakukan tindakan ini, anda bisa meraih manfaat dan yang lain mendapatkan manfaat darimu.

Sepanjang anda dengan selain Allah azza wa-Jalla, maka anda terus susah dan gelisah, syirik dan berat.

Keluarkanlah makhluk dari hatimu dan bersambunglah dengan Allah azza wa-Jalla, maka anda akan melihat sesuatu yang tak terbayang mata, dan tak pernah terbesit di telinga, tidak pula terlintas di hati manusia. Inilah yang anda ada di dalamnya, dalam kondisi anda tidak benar dan tidak sempurna. Karena prinsip dasarnya masih ada yang lain, bukan Dia sebagai penentu. Dia terbuang, dan anda telah membangun keruntuhan.

Bertaubatlah kepada Allah azza wa-Jalla dan mohonlah perubahan posisi anda kepadaNya., yang berupa ambisi duniawimu dan kontra akhirat itu. 

(Sumber : sufinews.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.