Sudah tidak asing lagi bahwa bulan ramadhan juga dikenal dengan syahru Al-Quran/bulan Al-Quran, bulan dimana Al-Quran diturunkan kepada baginda nabi besar Muhammad saw, sehingga salah satu amalan yang sangat digemari oleh para sahabat dan tabiin dahulunya ketika tiba bulan ramdhan adalah aktivitas mendekatkan diri dengan Al-Quran, baik kuantitas membacanya yang ditingkatkan, maupun tradisi lainnya berupa memahami makna dan isyarat Al-Quran untuk meniti kehidupan.
Mereka adalah orang yang oleh Al-Quran disifati dengan:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ، وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malamو dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Kebersamaan mereka dengan Al-Quran sangat luar biasa sekali di bulan ini. Salafus saleh kita terdahulu ada yang menghatamkan Al-Quran per dua hari, ada yang menyelesaikanya per tiga hari, ada yang mengkhatamkannya dengan dijadikan bacaan pada shalat malam, bahkan dalam sebagian riwayat ada yang mengkhatamkan Al-Quran bahkan hingga 60 kali selama ramadhan.
Memang ada penjelasan hadits dari Rasulullah saw berkenaan dengan jangan sampai mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari, seperti dalam riwayat Imam Ahmad misalnya, namun Imam Az-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulum al-Quran, jilid 1, hal. 470 menyebukan melalui hadits ini dan dengan melihat kenyataan yang ada bahwa banyak juga para sahabat yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari menilai bahwa waktu mengkhatamkan Al-Quran itu disesuaikan dengan kualitas orang yang membacanya, sehingga tidak salah jika sahabat Utsman bin Affan misalnya justru sering mengkhatamkan Al-Quran dalam satu malam.
Mungkin orang-orang seperti kita inilah yang baiknya tidak mengkhatamkan Al-Quran dibawah tiga hari, mengingat sebagian besar kita bukanlah orang yang hafal Al-Quran, belum lagi bacaan Al-Quran kita masih banyak masalahnya, juga kualitas tadabur dan memahami makna bacaan yang juga butuh banyak waktu untuk sampai pada sebuah pemahaman yang benar. Ide satu bulan satu juz itu menurut penulis sudah benar, itupun kadang-akdang masih berat dijalani oleh sebagian besar kita khususnya umat Islam di Indonesia.
Keutamaan Khatam Al-Quran
Ada banyak riwayat yang menyebutkan tentang keutamaan mengkhatamkan Al-Quran, walaupun banyak juga riwayat-riwayat tersebut dikritisi oleh para ulama terkait kualitas haditsnya, namun gabungan dari semuanya bolehlah kita ambil secara umum untuk motivasi kita dalam amal baik ini. Berikut beberapa riwayat dari sunan Ad-Darimi:
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ» . قِيلَ: وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ؟ قَالَ: «صَاحِبُ الْقُرْآنِ يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ، وَمِنْ آخِرِهِ إِلَى أَوَّلِهِ، كُلَّمَا حَلَّ، ارْتَحَلَ»
Dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, bahwa nabi Muhammad saw ditanya: “Pekerjaan apakah yang paling utama?”, beliau bersabda: “al-Hal al-Murtahil”, dikatakan: “Apa itu al-Hal al-Murtahil?”, beliau bersabda: “Seseorang yang membaca Al-Quran dari awal hingga akhir, dan dari akhir hingga awal, setiap kali selesai dia mulai melanjutkan bacaannya”
«مَنْ شَهِدَ الْقُرْآنَ حِينَ يُفْتَحُ، فَكَأَنَّمَا شَهِدَ فَتْحًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ شَهِدَ خَتْمَهُ حِينَ يُخْتَمُ، فَكَأَنَّمَا شَهِدَ الْغَنَائِمَ حِينَ تُقْسَمُ»
“Barang siapa yang menyaksikan Al-Quran ketika mulai dibuka/dibaca, maka seakan-akan dia menyaksikan perang dijalan Allah, dan barang siapa yang menyaksikan khatam Al-Quran maka seakan-akan dia menyakiskan harta ghonimah ketika dibagikan”
عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: «كَانَ رَجُلٌ يَقْرَأُ فِي مَسْجِدِ الْمَدِينَةِ، وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ قَدْ وَضَعَ عَلَيْهِ الرَّصَدَ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ خَتْمِهِ، قَامَ فَتَحَوَّلَ إِلَيْهِ»
Dari Qatadah: “Dahulu kala ada seseorang yang membaca Al-Quran dari awal hingga akhir dihadapan sahabatnya, lalu Ibnu Abbas mengutus seseorang untuk terus mengintai mereka, sehingga ketika mereka sudah mau khatam Ibnu Abbas ra hadir bersama mereka.”
عَنْ عَبْدَةَ، قَالَ: «إِذَا خَتَمَ الرَّجُلُ الْقُرْآنَ بِنَهَارٍ، صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ فَرَغَ مِنْهُ لَيْلًا، صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُصْبِحَ»
Dari Abdah berkata: “Jika seseorang mengkhatamkan Al-Quran pada siang hari maka Malaikat akan mendoakannya hingga sore hari, dan jika dia menyelesaikannya ketika malam, maka Malaikat akan mendoakannya hingga subuh”
Sebagian dari riwayat berikut penulis sarikan dari kitab Fadhail al-Quran, karya al-Qasim ibn as-Salam dan Ibn ad-Dharris:
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ: «مَنْ خَتَمَ الْقُرْآنَ فَلَهُ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ»
Abdullah bin Masud berkata: “Siapa yang mengkhatamkan Al-Quran maka doanya mustajab”
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ شَهِدَ خَاتِمَةَ الْقُرْآنِ كَانَ كَمَنْ شَهِدَ الْغَنَائِمَ حِينَ تُقَسَّمُ»
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang hadir/menyaksikan khataman Al-Quran maka seakan-akan dia hadir saat pembagian harta ghanimah (harta rampasan perang)”
لِأَنَّهُ كَانَ يُقَالُ: «إِذَا خُتِمَ الْقُرْآنُ نَزَلَتِ الرَّحْمَةُ عِنْدَ خَاتِمَتِهِ، أَوْ حَضَرَتِ الرَّحْمَةُ عِنْدَ خَاتِمَتِهِ»
Mujahid, Abdah bin Abi Lubabah dan sebagian yang lainnya mengatakan bahwa dahulu Rasulullah saw pernah bersabda: “Jika khataman Al-Quran turunlah rahmat ketika itu, atau rahmat akan hadir ketika ada khataman Al-Quran”.
عَنْ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ، قَالَ: كَانَ يُقَالُ: «اشْهَدُوا خَتْمَ الْقُرْآنِ»
Dari Malik bin Dinar, berkata, dikatakan bahwa: “Hadirilah/saksikanlah khatman Al-Quran”
Terakhir, Imam At-Thabrani, didalam al-Mu’jam al-Kabir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
«مَنْ صَلَّى صَلَاةَ فَرِيضَةٍ فَلَهُ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ، وَمَنْ خَتَمَ الْقُرْآنَ فَلَهُ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ»
“Barang siapa yang selesai melaksanakn shalat fardu maka baginya doa yang mustajab, dan barang siapa yang selesai membaca Al-Quran maka baginya juga doa yang mustajab”
Mengumpulkan Keluarga Ketika Khataman
Ada hal yang menarik dari sahabat Rasulullah saw yang bernama Anas bin Malik, bahwa setiap kali beliau hendak mengkhatamkan Al-Quran beliau selalu mengumpulkan keluarganya, baik istri, anak-anaknya, dan lainnya, yang demikian beliau lakukan untuk kemudian menutup khataman Al-Quran itu dengan berdoa, dan salah satunya adalah guna mendoakan keluarganya, demikiana banyak meriwayat menyebutkan salah satunya yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani dalam kitabnya al-Mujam al-Kabir, juga diriwayatkan oleh imam Al-Baihaqi dalam Syuab Al-Iman, dengan redaksi:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شُعَيْبٍ السِّمْسَارُ، ثنا خَالِدُ بْنُ خِدَاشٍ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ ثَابِتٍ، «أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، كَانَ إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ، فَدَعَا لَهُمْ»
Muhammad bin Ali bin Syuaib As-Simsar bercerita kepada kami, Khalid bin Khidasy bercerita kepada kami, Ja’far bin Sulaiman bercerita kepada kami, dari Tsabit, bahwa sahabat Anas bin Malik ketika mengkhatamkan Al-Quran beliau mengumpulkan keluarga dan anaknya, lalu beliau mendoakan mereka.
Menurut Imam Al-Baihaqi, masih didalam Syuab Al-Iman, memang ada yang meriwayatkan bahwa cerita diatas sebenarnya sampai kepada Rasululah saw, namun Imam Al-Baihaqi bisa meyakinan bahwa riwayat diatas hanya sifatnya mauquf yaitu hanya sampai kepada sahabat Anas bin Malik saja.
Dengan demikian, Imam An-Nawawi misalnya dengan bersandarkan kepada perilaku sahabat Anas bin Malik, maka beliau berpendapat bahwa mustahab hukumnya menghadiri menghadiri majlis khataman Al-Quran, demikian beliau menuturkannya dalam kitab al-Majmu’, jilid 2, hal. 168. Bahkan fakar tafsir kontemporer Syaikh Rasyid Ridho, dalam Tafsir Al-Manar, jilid 9, hal. 462 dengan tegas menyebutkan bahwa mencontoh perilaku sahabat Anas bin Malik tersebut adalah perilaku yang dinilai baik/mustahab.
Khataman
Khataman Al-Qur’an sering dilaksanakan di berbagai kegiatan di Indonesia, seperti haul para pendiri pesantren, orang tua, atau lainnya. Ada yang dilakukan dengan membaca mushaf (bin nadhar), ada pula dengan hafalan (bil ghaib). Yang terakhir ini selain untuk keperluan kirim hadiah pahala, biasanya juga untuk menguatkan ingatan bagi penghafal Qur’an. Sebagaimana tawassul dan beberapa bacaan lainnya di awal, yang hampir tak mungkin lepas dari khataman ini adalah doa penutup. Bahkan, hukum membaca doa setelah mengkhatamkan Al-Qur’an adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Sebagaimana ad-Dârimi meriwayatkan dengan sanadnya dari Humaid al-A’raj, ia berkata:
من قرأ القرآن ثم دعا أمن على دعائه أربعة آلاف
“Barangsiapa membaca Al-Qur’an, kemudian berdoa, maka doanya diamini oleh 4.000 malaikat.” Sementara itu, Imam an-Nawawi dalam kitab at-Tibyân fî Adâb Hamalati al-Qurân secara eksplisit menganjurkan kepada orang yang selesai menuntaskan seluruh bacaan Al-Qur’an untuk berdoa yang di dalamnya mengandung kemaslahatan bersama:
وينبغي أن يلحّ في الدعاء وأن يدعو بالأمور المهمة وأن يكثر في ذلك في صلاح المسلمين وصلاح سلطانهم وسائر ولاة أمورهم
“Hendaklah dia bersungguh-sungguh dalam bedoa dan mendoakan hal-hal yang penting serta memperbanyak doa untuk kebaikan kaum muslimin dan para pemimpin mereka.” (Imam an-Nawawi, at-Tibyân fî Adâb Hamalati al-Qurân, Dar el-Minhaj, halaman 184)
اللَّهُمَّ إِنَّا عَبِيْدُكَ، اَبْنَاءُ عَبِيْدِكَ، اَبْنَاءُ إِمَائِكَ، نَوَاصِيْنَا بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيْنَا حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيْنَا قَضَاؤُكَ، نَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ العَظِيْمَ رَبِيْعَ قُلُوْبِنَا، وَنُوْرَ اَبْصَارِنَا وَشِفَاءَ صُدُوْرِنَا وَجِلاَءَ أَحْزَانِنَا وَذَهَابَ هُمُوْمِنَا وَغُمُوْمِنَا، وَسَائِقَتَنَا وَقَائِدَنَا إِلَيْكَ وَالَى جَنَّاتِكَ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ وَدَارِكَ دَارِ السَّلاَمِ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْن َبِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللّهُمَّ اجْعَلْهُ لنا شفاءً وهدىً وإماماً ورحمةً، وارزقنا تلاوته على النحْو الذي يُرضيك عنا . اللهم لا تجعل لنا ذنباً إلا غفرته ولا هماً إلا فرجته ، ولا دَيناً إلا قضيته ولا مريضاً إلا شفيته ، ولا عدواً إلا كفيته ، ولا غائباً إلا رددته ، ولا عاصياً إلا عصمته ، ولا فاسداً إلا أصلحته ، ولا ميتاً إلا رحمته ، ولا عيباً إلا سترته ، ولا عسيراً إلا يسرته ، ولا حاجة من حوائج الدنيا والآخرة لك فيها رضاً ، ولنا فيها صلاح إلا أعنتنا على قضائها في يسر منك وعافيةٍ برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم انصر عبادك المجاهدين نصراً عزيزاً وافتح لهم فتحاً مبينا . اللهم انفعنا بما علمتنا وعلمنا ما ينفعنا ، اللهم افتح لنا بخير ، واجعل عواقب أمورنا إلى خير ، اللهم إنا نعوذ بك من فواتح الشر وخواتمه وأوله وآخره وباطنه وظاهره . اللهم لا تجعل بيننا وبينك في رزقنا أحداً سواك ، واجعلنا أغنى خلقك بك ، وأفقر عبادك إليك ، وهب لنا غنىً لا يطغينا ، وصحة لا تلهينا ، وأغننا عمن أغنيته عنا ، واجعل آخر كلامنا شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله ، وتوفنا وأنت راضٍ عنا غير غضبان ، واجعلنا في موقف القيامة من الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون برحمتك يا أرحم الرحمين . اللهم إنا نسألك إخبات المخبتين وإخلاص المؤمنين ومرافقة الأبرار، واستحقاق حقائق الإيمان والغنيمة من كل بر ، والسلامة من كل إثم ووجوب رحمتك وعزائم مغفرتك ، والفوز بالجنة والنجاة من النار .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.