Senin, 01 April 2019

Kisah Syech Abdul Qodir RA

Syaikh Abu Naja Al-Baghdadi,
pelayan Syaikh Abdul Qadir meriwayatkan

bahwa pernah suatu ketika hutang sang Syaikh kepada beberapa orang telah mencapai 250 dinar, lalu datanglah orang yang tidak aku kenal dan masuk tanpa ijin lalu duduk dihadapan sang Syaikh.
Dia mengeluarkan uang seraya berkata, ini adalah pembayar hutang kemudian ia pergi. Kemudian beliau memerintahkan agar uang tersebut dibagikan kepada yang berhak. Kemudian kata Syaikh Abu Naja- ketika aku menanyakan siapa orang tersebut, sang Syaikh berkata, Dia adalah yang berjalan menurut Al-Qadar. Siapa yang berjalan menurut Al-Qadar tanyaku lagi. Beliau menjawab, Dia adalah malaikat yang diutus Allah kepada para waliNya yang memiliki hutang untuk melunasi hutang-hutang mereka.

*****

Syaikh Uday bin Abu Barakat meriwayatkan bahwa ayahnya meriwayatkan dari pamannya Syaikh Uday bin Musafir.
Beliau berkata, suatu ketika saat Syaikh Abdul Qadir memberikan pengajaran, turunlah hujan yang membuat orang-orang berpencar.
Sang Syaikh menengadahkan kepalanya ke arah langit dan berkata, Aku mengumpulkan mereka untukMu dan Engkau cerai beraikan mereka seperti ini. Seketika itu pula hujan berhenti, tidak ada satu tetespun air yang turun di majlis tersebut sedangkan di luar madrasah hujan tetap lebat.

*****

Syaikh AbdulLah Al-JabaI meriwayatkan,  Pada suatu hari Syaikh Abdul Qadir sedang berbicara tentang bagaimana menghilangkan ujub.
Tiba-tiba Beliau memalingkan Muka Beliau kepadaku dan berkata, Apabila engkau melihat sesuatu yang berasal dari Allah dan hal tersebut menggiringmu untuk melakukan kebaikan serta engkau dapat melepaskan dirimu dari (meminta) penjelasan akan hal tersebut maka engkau telah lepas dari sifat ujub.

*****

Syaikh orang-orang sufi, Syaikh Syihabuddin Umar As-Sahrawardi berkata, Dulu saat aku masih muda, aku menenggelamkan diriku untuk mempelajari ilmu kalam. Aku hafal berbagai karangan dalam bidang tersebut dan segera menjadi seorang pakarnya. Pamanku telah memperingatkanku akan hal tersebut namun aku tidak mempedullikannya, sampai suatu hari aku dan dia menziarahi Syaikh Abdul Qadir. Beliau berkata kepadaku, Umar, Allah SWT berfirman, Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin), sebelum pembicaraan itu. Kami adalah orang-orang yang kalbunya selalu mendapatkan bisikan dari Allah. Sekarang lihatlah posismu di hadapan Allah agar engkau dapat melihat keberkahan melihat-Nya. ketika kami sudah duduk bersamanya, pamanku berkata kepada beliau, Kemenakanku ini menyibukkan dirinya dengan ilmu kalam. Aku sudah larang dia akan tetapi dia tidak mematuhiku. Mendengar penuturan pamanku, beliau mengulurkan tangannya yang penuh berkah ke dadaku dan berkata, Kitab apa saja yang telah engkau hafal ?. Akupun menjawab dengan menyebutkan berbagai kitab yang telah aku hafal. Demi Allah, saat beliau mengangkat tangannya dari dadaku, tidak ada satu katapun dari kitab-kitab, yang sebelumnya aku hafal di luar kepala, yang masih aku ingat. Saat itu juga Alah Taala telah melupakan aku tentang berbagai masalahnya dan menanamkan dalam dadaku ilmu laduni. Aku bangkit dari hadapannya sambil berbicara dalam bahasa hikmah. Lalu beliau berkata kepadaku, Umar, engkau adalah orang-orang terakhir yang termasuk golongan orang-orang masyhur di Iraq. Syaikh Abdul Qadir adalah Sulthan ahl-Thariqah yang dianugerahi otoritas atas semua eksistensi.

*****

Abu Faraj bin Hamami bercerita, Aku banyak mendengar cerita-cerita mustahil yang muncul dari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ra. Yang tidak dapat aku terima. Akan tetapi karena itulah aku ingin sekali bertemu dengan beliau.
Suatu saat, aku pergi ke Bab Al-Azij untuk suatu keperluan. Ketika pulang aku melewati madrasahnya dan tepat pada saat itu muazin telah mengumandangkan shalat ashar. Dalam hati aku berkata, aku akan shalat ashar dan berkenalan dengan sang Syaikh. Saat itu aku lupa bahwa aku belum berwudhu dan langsung shalat. Setelah selesai shalat, Syaikh Abdul Qadir menjumpaiku dan berkata kepadaku, Anakku, jika engkau datang kepadaku dengan suatu hajat pasti akan aku kabulkan. Sayangnya sekarang engkau benar-benar lupa bahwa engkau belum berwudhu ketika melakukan shalat. Pengetahuan beliau terhadap sesuatu yang tersembunyi menimbulkan kekaguman kepadaku akan kondisi spiritual yang telah beliau capai. Sejak saat itu aku selalu mengikutinya, mencintainya dan melayaninya. Dari kejadian tersebut aku mengetahui keluasan berkah beliau.

*****

Al-JabaI berkata, ketika mendengar kitab Haliyatul Auliya oleh ibnu Nashir, terbetik dalam hatiku untuk berkontemplasi, menjauhkan diri dari manusia dan menyibukkan diri beribadah. Saat shalat Ashar, aku berjamaah bersama Syaikh Abdul Qadir. Selesai shalat beliau melihat ke arahku dan berkata, jika engkau benar-benar ingin berkontemplasi (khalwat), maka jangan lakukan itu sebelum engkau benar-benar menguasai agama, bergaul dengan para Syaikh dan belajar dari mereka. Saat itulah engkau boleh berkontemplasi (khalwat). Jika engkau tidak melakukan itu maka engkau akan terputus sebelum engkau menjadi ahli dalam bidang agama. Engkau juga akan merasa bangga atas apa yang engkau miliki. Tapi ketika ada masalah agama yang engkau tidak ketahui, engkau akan keluar dari zawiyahmu dan bertanya kepada orang-orang tentang hal tersebut. Sebaik-baik kontemplator (orang yang berkhalwat) adalah mereka yang bagaikan lilin, memberikan penerangan dengan cahayanya.

*****

Syaikh Abu Abbas Al-Khidr Al-Husain Al-Maushuli meriwayatkan, pada suatu malam, saat kami sedang berada di madrasah Syaikh Abdul Qadir, datanglah khalifah AL-Mustanjid biLlah Abu Mudzaffar Yusuf bin Al-Imam Al-Muftaqi li amriLlah Abu AbduLlah Muhammad Ad-Dabbas. Beliau mengucapkan salam kepada sang Syaikh dan memohon nasihatnya sambil meletakkan 10 kantung uang yang dipikul oleh 10 orang budak. Syaikh berkata, Aku tidak membutuhkan harta ini. Namun sang Imam berkeras agar Syaikh Abdul Qadir menerimanya. Syaikh Abdul Qadir kemudian mengambil 2 kantung uang yang paling besar dan paling berat lalu memeras keduanya dengan tangan beliau, maka mengalirlah darah. Berkatalah Syaikh kepada Khalifah, Mudzafar, engkau peras darah rakyat lalu engkau berikan kepadaku. Tidakkah engkau malu kepada Allah ?. sang khalifahpun pigsan mendengar hal tersebut. Kemudian sang Syaikh melanjutkan, Kalau bukan karena rasa hormatku kepada garis keturunannya dengan RasuluLlah SAW, akan aku biarkan darah tersebut mengalir hingga pintu istananya.

*****

Syaikh Abu Hasan Ali Al-Quraisy berkata, saat aku menghadiri salah satu majlis sang Syaikh tahun 559 H datanglah rombongan golongan rafidah membawa dua buah keranjang tertutup dan berkata kepada beliau, Beritahu kami apa isi dua keranjang ini. Beliau turun dari kursi dan mengulurkan tangannya memegang salah satu keranjang tersebut dan berkata, Yang ini berisi anak yang lumpuh. Lalu beliaiu memerintahkan puteranya Abdurrazaq membuka keranjang tersebut dan isinya seperti yang beliau ucapkan. Beliau pegang kaki anak tersebut kemudian berkata, Bangkitlah dengan ijin Allah. Seketika anak tersebut bangkit. Kemudian beliau memegang keranjang yang lain dan berkata, keranjang ini berisi anak yang sehat dan tidak cacat. Ketika keranjang tersebut dibuka, maka keluarlah seorang anak yang sehat, sang Syaikh memegang ubun-ubunnya dan berkata, Duduklah. Seketika itu pula anak tersebut menjadi lumpuh. Rombongan rafidah tersebut bertobat di hadapan beliau dan pada saat itu 3 orang meninggal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.