Jumat, 15 Juni 2018

MUHASABAH IDUL FITRI

Muhasabah idul fitri


Saudara-saudariku, di Hari Raya Idul Fitri ini, hari yang mustajab untuk berdoa, apa artinya dan apalah jadinya diri kita jika tidak ditolong oleh Allah, semoga Allah yang maha mendengar lagi maha menatap, mengabulkan semua doa-doa kita.


Marilah sejenak, kita tutup mata, kita bebaskan pikiran, singkirkan dulu semua permasalahan kehidupan kita, kita berzikir, Memohon , Marilah kita merenungi diri dengan zikir yang sederhana tapi penuh keyakinan bahwa Allah benar-benar mendengar, melihat, menyaksikan  kita ini.


Saudara-saudariku, Kenanglah orang tua kita, Ayah dan Ibu kita. Ibu yang menyayangi kita, Ibu yang selalu meneteskan airmata ketika kita pergi, Ibu yang rela tidur tanpa selimut demi melihat kita tidur nyenyak dengan dua selimut. Ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kita terbaring sakit. Ibu yang selalu ingin melihat kita tersenyum walaupun ia harus bekerja keras. Coba renungkan ketika ibu kita melahirkan kita, Beliau rela mengorbankan nyawa untuk kita. Beberapa puluh tahun lalu saat kita dikandung oleh orang tua kita, betapa bahagia mereka, mereka menantikan kelahiran kita, dan mengharap anak yang akan lahir adalah anak yang sholeh dan sholehah, yang berbakti dan selalu sayang kepada mereka.

Saat Ibu melahirkan kita, ibu kita merasakan sakit yang amat sangat, menangis kesakitan, antara hidup dan mati. Bahkan mungkin jika diberi pilihan oleh Tuhan antara menyelamatkan nyawanya atau nyawa bayinya, pastilah ia akan memilih menyelamatkan bayinya dari pada nyawanya sendiri, 

Tapi apa? Apa yg kita lakukan saat ini, kita hanya melihat beliau, Ibu dan Ayah kita, dengan penderitaannya, mencaci makinya, melawannya, mengacuhkannya… 

Apakah kita pernah berfikir ingin memeluk mereka..?? Apakah terfikir dibenak kita untuk membuat mereka tersenyum??

Mungkin, saat ini beliau masih ada, masih sehat. Tetapi perhatikanlah, bayangkanlah … rambut mereka satu persatu makin memutih… kulit mereka makin berkerut… sinar wajahnya makin meredup.

Masihkah kita belum sadar? Kata-kata yang telah kita ucapkan yang kadang membuat mereka terbangun di tengah malam untuk menangis karena kata-kata kasar kita, namun mengapa kita tak pernah menyadari. Mengapa kita tak mau minta maaf? 

Ingatlah… masihkah kita ingin menyakiti hati mereka, membuat mereka menangis karena tingkah laku kita. 

Ayah, ibu, maafkan kami. Maafkan Anakmu yang tak tahu diri ini.


Allahuma shalli wa sallim wa barik ’ala Sayidina Muhammad, wa’ala alihi wa ashabihi ajmain.


Ya Allah, wahai Dzat Yang Maha Mendengar, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.


Ya Allah, inilah kami, hamba-hamba-Mu yang hina berlumur nista, kini tengah menengadahkan tangan menghiba kepada-Mu. Sehina apapun diri kami, kami adalah makhluk ciptaan-Mu. Kami memohon di hari yang penuh kemuliaan ini, ampunilah seluruh dosa-dosa kami.


Rabbana zhalamna anfusana wa illam tagfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin. 

(Wahai Rabb kami, sungguh kami telah zalim kepada diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami, tentulah kami akan menjadi orang-orang yang merugi).


Duhai Allah Yang Maha Mendengar, ampuni orang tua kami. Ampuni segala kezaliman kami kepada ibu-bapak kami. Andaikata kedurhakaan kami menjadi penggelap kehidupan mereka, maka jadikanlah kami saat ini menjadi anak-anak yang saleh dan salehah yang dapat menjadi cahaya bagi kehidupan orangtua kami, di dunia dan di akhirat.


Allahummaghfirlana waliwalidaina warhamhuma kama rabbayana sighara.


Ya Allah, selamatkanlah orang tua kami yang berlumur dosa. Islamkan yang belum Islam. Beri hidayah bagi yang masih tersesat. Pertemukan bagi yang belum pernah berjumpa ibu-bapaknya ya Allah. Lapangkan kuburnya bagi yang ada di alam kubur. Terangi kuburnya dan ringankan hisabnya. Jadikan mereka ahli surga-Mu, ya Allah.


Ya Allah, selamatkan seluruh anggota keluarga kami. Jangan biarkan keluarga kami menjadi sumber bencana. Beri hidayah bagi yang belum mengenal-Mu. Jangan biarkan keluarga kami cerai berai, hina di dunia, hina di akhirat.


Ya Rabb, selamatkanlah guru-guru kami, para ulama yang telah mewakafkan hidupnya di jalan-Mu. Selamatkan orang-orang yang mendoakan kami, secara terang-terangan maupun tersembunyi.


Duhai Tuhan yang Maha Pengampun, ampuni tetangga-tetangga kami, sahabat-sahabat kami. Ampuni para pemimpin atas dosa-dosanya. Jangan biarkan bangsa kami dipimpin oleh orang yang tidak mengenal-Mu, yang tega berkhianat kepada-Mu. Jadikan bangsa kami dipimpin oleh orang-orang yang saleh, yang amat mencintai-Mu, mencintai agama-Mu, juga mencintai hidup lurus di atas jalan-Mu.


Ya Allah yang Maha Mendengar, berkahilah hari ini dan hari-hari selanjutnya. Demi keagungan-Mu ya Allah, demi segala janji-janji-Mu yang tiada mungkin Engkau ingkari,

ijabah -lah siapapun yang bermunajat saat ini, ya Allah. 


Ya Hayyu Ya Qayyum birahmatika nastaghits


La ilaha illa Anta subhanaka inna kunna minaz zhalimin. 


Ya Allah Sembuhkanlah penyakit kami keluarga kami saudara kami... ringankan penyakitnya angkat rasa sakitnya hilangkan penyakitnya 


Ya Hayyu Ya Qayyum, Ya Hannan Ya Mannan, Ya Badius samawati wal ardhi, Ya Dzal jalali wal ikram.


Ya Allah, berikan kelapangan bagi yang dihimpit kesusahan. Berikan jalan keluar bagi yang dihimpit kesulitan . Beri kecukupan bagi yang selalu kekurangan. 

Ya Allah, bayarkan bagi mereka yang hidupnya dililit hutang.


Ya Allah, angkat derajat mereka yang selalu dihina dan direndahkan. Lindungi kaum muslimin dan muslimat yang terancam dan teraniaya. Tolonglah para pejuang di jalan-Mu. 


Ya Allah, jadikan umur yang tersisa ini menjadi seindah-indah umur. Jadikan siapapun yang bermunajat ini menjadi ahli shalat yang khusyuk, ahli tahajjud, ahli puasa.

Jangan biarkan kami jauh dari Al-Quran. Jadikan kami di umur yang masih tersisa ini menjadi ahli sedekah yang tulus, ahli amal yang istiqamah.

Terpatri zikir dihati melangkah dengan penuh kesadaran diri berharap ridho dan bisa mawas diri


Allahumma inna nas’aluka imanan kamilan wa yaqinan shadiqan wa qalban khasyi’an wa lisanan dzakiran. 


Allahumma inna nas’aluka taubatan qablal maut, wa rahmatan ‘indal maut wa maghfiratan ba’dal maut.


Allahumma inna nas’aluka husnul khatimah wa na’udzubika min su’il khatimah.


Allahummaghfir lil mukminina wal mukminat wal muslimina wal muslimat, alahya’I minhum wal amwat, innaka sami’un qaribun mujibud da’awat, ya qadhiyal hajat.


RABBANA ATINA FIDDUNYA HASANAH WAFIL AKHIRATI HASANAH WAQINA ADZABANNAR.


Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifun wasalamun ‘alal mursalin walhamdulillahi Rabbil ‘alamin

Kamis, 14 Juni 2018

Saat Kyai punya mobil mewah

SAAT KYAI DITEGUR PUNYA MOBIL MEWAH RATUSAN JUTA
#KISAHLEBARAN
#MaknaZuhud
#ceritamudik

Alkisah seorang ulama kharismatik di daerahnya—sebut saja Kiai Iman—membeli sebuah mobil mewah seharga hampir 700 juta rupiah. Padahal, di rumahnya sudah ada mobil yang juga cukup mahal, kira-kira 200-an juta rupiah. Dipakailah mobil mewat itu untuk mudik Lebaran sebagaimana lazimnya para perantau.

Suatu ketika seorang tamu datang ke kediaman Kiai Iman untuk bersilaturahim dan halal bihahal dengannya. Melihat dua mobil mewah terparkir di depan rumah, si tamu pun tak betah menahan tanya.

"Mohon maaf, Kiai, itu mobil mewah punya Kiai?

"Ya, itu mobil saya. Kenapa? Tanya balik Kiai Iman.

"Enggak apa-apa, Kiai. Ngomong-ngomong harganya berapa, kok keren banget?” Si tamu makin kepo.

Kiai pun menjawab, "Ah itu mobil murah, cuma 663 juta.”

Mendengar jawaban sang kiai tamu pun tercengang. Mungkin benaknya memberontak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya: mana mungkin seorang kiai yang kesibukanya mengajar di pesantren mampu membeli mobil dengan harga fantastis?

Entah apa yang dipikirkan, si tamu tiba-tiba memberanikan diri untuk menegur sang kiai. "Mohon maaf, Kiai, Anda ini seorang kiai kenapa Anda mengajarkan kepada santri untuk cinta dengan duniawi?”

"Kok bisa?” Sahut Kiai Iman.

"Ya jelas, karena Kiai membeli mobil mewah, padahal sudah punya mobil mahal.”

"Kalau orang melihat saya beli mobil, lalu mereka ingin seperti saya, kenapa kalau saya shalat malam orang tidak ingin seperti saya. Kalau saya zikir malam kenapa mereka tak ingin seperti saya. Kalau saya berbuat baik kenapa orang tak ingin berbuat baik seperti saya.”

Mendengar jawaban sang kiai, si tamu pun terdiam. Tampak merenung dengan apa yang disampaikan oleh Kiai Iman. Ia pun seperti sadar bahwa dirinya terkena wabah iri terhadap hal-hal duniawi bukan iri terhadap hal-hal ukhrawi.

Cinta dunia sesungguhnya tak diukur dari seberapa besar harta yang dimiliki.
Zuhud seseorang bergantung pada sikap batinnya.
Seseorang yang memiliki kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, meski tampak tak punya harta sama sekali, itu sudah masuk cinta dunia (hubbud dunya).

*****

Pancen *"SORO"*
golek *"ARTO"*
ora wengi ora *"RINO"*
awak di *"PEKSO"*
batin ke *"SIO²"*
ati ke *"LORO²"*
golek seng di gawe nyambung *"NYOWO"*
arane *"SEGO"*
direwangi ninggal *"DESO"*
nyebrang *"SEGORO"*
totohane *"NYOWO"*
adoh sanak lan *"KELUARGO"*
awak remuk ora di *"ROSO",*
ati loro mung di *"JARNO"*,
mugo² ndang ketekan urip seng *"MULYO"*
nek wis Mulyo gak usah *"NEKO²"*, 
ayo Eling marang sing *"KUOSO"*
mumpung isih urip nang alam *"DUNYO"*
nek mati *"BONDO"*
gak di *"GOWO"*, 
makane ayo konco² ndang *"TOBATO"*

*"POSO"* kurang se*"DINO"*
sak durunge *"KULO"*
lan sak *"KELUARGO"*
jaluk *"NGAPURO"* 
mugo² ben ketemu suk *"RIYOYO"*
lan *"SEDHOYO"* mlebu *"SUARGO"* ..
ojo lali lek mlebu suargo *HP* ne di *"GOWO"*,
ben iso ngabari *KONCO²*.....

Ngapunten sedoyo lepat kulo sakeluargo.

Rabu, 13 Juni 2018

Makna ketupat S.Kalijaga

LEBARAN..LUBERAN..
LEBURAN..LABURAN...

Yaa Ketupat....
makanan khas dari beras yang dibungkus dengan janur dengan bentuk persegi empat jajaran genjang yang sejak awal dikenalkan oleh Sunan Kalijaga
dimana dari sisi - sisinya yang empat tersebut terselip makna hari raya yang begitu dalam.

1. Sisi pertama ketupat bermakna LEBARAN....
lebar dalam bahasa jawa artinya USAI....dan akhiran an mengandung arti JAMAK....jadi arti lebaran adalah sesuatu yang usai dikerjakan secara bersama - sama oleh banyak orang yaitu PUASA....
sehingga pada hari itu semua umat Islam diharamkan melakukan puasa

Ketika ramadhan akan berlalu....para sahabat banyak yang menangis dihadapan Rasulullah karena mereka tahu betapa besarnya pahala yang diberikan oleh Allah kepada hamba - hamba Nya yang menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan sehingga mereka banyak yang memohon kepada Allah agar bulan - bulan selain bulan ramadhan sepanjang tahun untuk dijadikan semuanya menjadi bulan ramadhan....Subhaanallah...

Karena begitu sayang dan cintanya Allah kepada umat Muhammad SAW maka dengan rahman Nya....
Allah melalui Rasul Nya merisalahkan puasa 6 hari di bulan syawal yang fadilahnya sama dengan puasa sepanjang tahun....Subhaanalla.

Dari Abu Ayub ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Barangsiapa yang berpuasa pada bulan ramadhan kemudian mengikutinya enam hari di bulan syawal maka sama seperti puasa selama satu tahun. ( HR Shahih Sunan Tirmidzi 759, Shahih Ibnu Majah 1716 )

Dimana afdhalnya adalah menyambungnya berturut - turut dimulai tanggal 2 syawal selama 6 hari....

namun Ibnu Al Mubarak berkata bahwa apabila seseorang mengerjakan puasa enam hari pada bulan syawal secara terpisah maka tidak menyambung....loncat - loncat maka itu diperbolehkan.

2. Sisi kedua ketupat bermakna LUBERAN....
luber dalam bahasa jawa mempunyai arti MELIMPAH RUAH....
ini adalah barakah dari hari raya dimana hampir semua orang mendapatkan luberan barakah dalam bentuk bagi - bagi rizki kepada orang tua, kerabat, fakir miskin bahkan orang - orang yang jualan makanan pada hari itu hampir semuanya diserbu oleh pembeli.

Sebagai gambaran dari spending maping pemetaan pengeluaran selama ber hari raya dari mulai mudik sampai dengan keperluan lain - lainya maka diperkirakan ada uang yang dikeluarkan oleh umat Islam di negeri ini sebesar Rp. 67 trilliun....

sebuah angka yang sangat besar dan banyak orang yang kebagian dari uang sebanyak itu....Subhaanallah.

3. Sisi ketiga ketupat bermakna LEBURAN....
lebur dalam bahasa jawa berarti MENCAIR....
dengan bertemu dan mengunjungi banyak orang, kerabat handai taulan terutama kedua orang tua....
akan mencairkan kebekuan perasaan yang masih mengganjal akibat ucapan lisan dan perbuatan yang khilaf....
salah dan dosa selama ini....
untuk saling memaafkan atas segala salah dan khilaf....
inilah ajaran indah dari Islam yang dahsyat, memaafkan lahir batin sehingga dosa sesama manusia termaafkan.

Seyogyanya ini akan menjadi kebiasaan yang bisa menggelorakan interaksi sosial....
hablun minan naas....
untuk menjaga agar tidak berbuat dzalim dan menyakiti sesama manusia dan segera memohon maaf atas kesalahan dan dosa yang dilakukannya serta membuka pintu maaf kepada sesama yang pernah menyakitinya.

4. Sisi keempat ketupat bermakna LABURAN....
labur dalam bahasa jawa mempunyai arti KAPUR....
yang berwarna putih dimana hal ini sebagai simbol kembalinya seseorang kepada fitrahnya, kesuciaannya seperti bayi yang baru terlahir, tanpa dosa baik dosa kepada Allah maupun dosa kepada sesama manusia.

Lembaran putih bersih inilah yang harus selalu dijaga dengan ketat agar tidak kembali ternoda oleh noktah - noktah hitam sebagai akibat perbuatan yang keji dan munkar yang kesemuanya merupakan daya upaya iblis untuk menyesatkan manusia.
Mudah - mudahan hari kemenangan kali ini bisa bernuansa makna - makna yang dalam, yang sarat akan nilai - nilai luhur ajaran Islam yang sangat indah dan haq....
Amiin.

Senin, 11 Juni 2018

Melafalkan niat zakat fitrah

Seluruh amal ibadah harus melibatkan niat. Bukan hanya ibadah wajib tapi juga ibadah sunnah. Niat merupakan bagian dari penentu sah atau tidaknya suatu amalan. Tak terkecuali pada pelaksanaan zakat fitrah yang wajib ditunaikan oleh setiap individu Muslim, baik laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak, merdeka, atapun hamba sahaya.
Niat adalah iktikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan. Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh ) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut. Talaffudh berguna dalam memantapkan iktikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.
Berikut beberapa lafal niat zakat fitrah dalam bahasa Arab:
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْﺳﻲْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
Niat Zakat Fitrah untuk Istri
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺯَﻭْﺟَﺘِﻲْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ ... ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ ... ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻧِّﻲْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُﻧِﻲْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ‏( (….. ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk… (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
Saat menerima zakat fitrah, seorang penerima disunnahkan mendoakan pemberi zakat dengan doa-doa yang baik. Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa pun. Di antara contoh doa tersebut adalah seperti di bawah ini:
ﺁﺟَﺮَﻙ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﻋْﻄَﻴْﺖَ، ﻭَﺑَﺎﺭَﻙَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﺑْﻘَﻴْﺖَ ﻭَﺟَﻌَﻠَﻪُ ﻟَﻚَ ﻃَﻬُﻮْﺭًﺍ
“Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan berkah atas harta yang kau simpan dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu.”

Jumat, 08 Juni 2018

Sholat kafarat di jumat akhir Ramadhan

HUKUM SHOLAT KAFAROT JUMAT AKHIR RAMADHAN

Menurut fuqoha & muhadditsin bahwa hadits hadits yang menerangkan sholat kaffaroh adalah hadits hadits maudlu’, sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Hajar dalam Fatawa Fiqhiyyah juz 2 hal. 325, Syekh Syarwani dalam komentarnya tentang hal itu, Syekh Ismail Al Ajluni, Syekh Darwisy dan tidak ketinggalan Assyaukani.
Namun yang juga perlu diketahui sholat kaffaroh pernah -bahkan- dijadikan adat masyarakat Yaman dengan acuan bahwa sholat itu dikerjakan oleh wali besar,
Syekh Abu Bakar bin Salim . Menghadapi dilema ini, Habib Abu Bakar Assegaf (seperti yang dituturkan oleh Kyai Ma’ruf Khozin, Wakil Katib Syuriah PCNU Pasuruan) pernah ditanya soal sholat di hari Jumat akhir Ramadlan :
ﻋﻔﻮﺍ ﻳﺎ ﺳﻴﺪﻱ ﻫﻞ ﻋﺮﻓﺘﻢ ﺑﺼﻼﺓ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭﺓ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ؟ ﺃﻓﺘﻮﻧﻲ ﻣﺄﺟﻮﺭﻳﻦ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ
“Maaf Sayid Abu Bakar, apakah Anda pernah tahu tentang sholat Kaffaroh di hari Jumat terakhir di bulan Ramadlan? Berilah fatwa pada saya, insyaallah Anda mendapatkan pahala”.
Habib Abu Bakar Assegaf menjawab :
ﻟﻴﺴﺖ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭﺓ، ﺑﻞ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ . ﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺳﻴﺪﻱ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ ﺍﻟﻤﺪﻓﻮﻥ ﻓﻲ ﻋﻴﻨﺎﺕ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻣﻦ ﺃﻛﺎ ﺑﺮ ﺃﻭﻟﻴﺎﺀ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻪ . ﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻨﻮﻱ ﺑﻬﺎ ﻟﺠﺒﺮ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺪﻫﺮ ﻛﻤﺎ ﺣﺮﻣﻮﺍ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ . ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﻋﻤﻠﻮﺍ ﺫﻟﻚ ﻭﺟﻌﻠﻬﺎ ﺩﺃﺑﺎ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺇﻗﺘﺪﺍﺀﺍ ﺑﻪ ﻭﻋﻠﻘﻮﺍ ﻧﻴﺘﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ ﺍﻟﻤﻠﻘﺐ ﺑﻔﺨﺮ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ . ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺣﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻃﺎﻫﺮ ‏( ﻣﺆﻟﻒ ﺳﻠﻢ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ‏) ﺳﺄﻟﻪ ﺃﻫﻞ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻟﻤﺎ ﺃﺷﻜﻠﻮﻩ ﻓﻘﺎﻝ ﺳﻠﻤﻨﺎ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻧﻮﻳﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻧﻮﺍﻩ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ
“Ini bukan sholat kaffaroh, namun sholat qodlo’. Ini adalah amalan Sayyid Syaikh Abu Bakar bin Salim yang dimakamkan di ‘Inat, Hadlramaut (Yaman). Beliau adalah pembesar wali para sayyid di masanya. Namun sholat tersebut tidak boleh diniati sebagai pengganti sholat selama setahun, sebagaimana diharamkan oleh Ulama fiqh. Para Sayid (Habaib) hanya mengamalkannya dan menjadikannya sebagai kebiasaan di akhir Jum’at bulan Ramadlan, karena mengikuti Beliau. Mereka menyesuaikan niat mereka dengan niat Sayid Abu Bakar bin Salim yang bergelar Fakhr al-Wujud. Pengarang kitab Sullamut Taufiq, Al-Habib Husain bin Thahir ditanya oleh penduduk Hadlramaut tentang hal ini, Beliau menjawab : “Kita taslim (menerima) terhadap amalan Wali Allah. Dan kita niatkan seperti niat Sayyid Abu Bakar bin Salim”.
ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺤﺒﺎﺋﺐ ﻣﻨﻌﻮﺍ ﺩﻋﻮﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻟﻔﻌﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻣﺜﻼ ﻭﻓﻌﻠﻮﻫﺎ ﻣﻊ ﺃﺳﺮﺗﻬﻢ ﻓﻲ ﺑﻴﻮﺗﻬﻢ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺍﻹﺷﻜﺎﻻﺕ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ
“Tetapi para Habaib melarang mengajak orang-orang melakukan sholat ini di masjid, misalnya. Beliau-beliau mengamalkannya bersama keluarga di kediaman masing-masing, khawatir ada kejanggalan dari sebagian orang”.
———————————
Tgk. Alizar Yang Mulia, saya ingin bertanya, bagaimana status hadist tentang masalah shalat kafarat pada hari jum’at akhir bulan ramadhan ? Bagaimana menurut sepengetahuan Tgk. yg mulia?
Jawab :
Hadits tersebut pernah kami lihat dalam kitab al-Majmu’ah al-Mubarakah disebutkan :
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﻓﺎﺗﻪ ﺻﻼﺓ ﻓﻰ ﻋﻤﺮﻩ ﻭﻟﻢ ﻳﺤﺼﻬﺎ ﻓﻠﻴﻘﻢ ﻓﻰ ﺍﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﻳﺼﻠﻰ ﺍﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﺑﺘﺸﻬﺪ ﻭﺍﺣﺪ ﻳﻘﺮﺍ ﻓﻰ ﻛﻞ ﺭﻛﻌﺔ ﻓﺎﺗﺤﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺧﻤﺴﺔ ﻋﺸﺮ ﻣﺮﺓ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻜﻮﺛﺮ ﻛﺬﺍﻟﻚ ﻭ ﻳﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻧﻮﻳﺖ ﺃﺻﻠﻲ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻤﺎ ﻓﺎﺗﻨﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
“Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak empat rakaat dengan satu kali tasyahud, tiap rakaat membaca satu kali al-Fatihah, kemudian surat al-Qadar 15 kali dan surat al-Kautsar seperti itu juga dan berkata pada niatnya : “aku niatkan shalat empat raka’at sebagai kafarat shalatku yang tertinggal.”
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﺓ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺍﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﺳﻨﺔ ﺣﺘﻰ ﻗﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻛﺮﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺟﻬﻪ ﻫﻰ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺍﻟﻒ ﺳﻨﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﺩﻡ ﻳﻌﻴﺶ ﺳﺘﻴﻦ ﺳﻨﺔ ﺍﻭ ﻣﺎﺋﺔ ﺳﻨﺔ ﻓﻠﻤﻦ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺰﺍﺋﺪﺓ ﻗﺎﻝ ﺗﻜﻮﻥ ﻻﺑﻮﻳﻪ ﻭﺯﻭﺟﺘﻪ ﻭﻻﻭﻻﺩﻩ ﻓﺎﻗﺎﺭﺑﻪ ﻭﺍﻫﻞ ﺍﻟﺒﻠﺪ
Abu Bakar berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda shalat tersebut sebagai kafarat shalat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali bin Abi Thalib shalat tersebut sebagai kafarat 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat : “Umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang dinegerinya.”
Catatan ;
Menurut hemat kami, ada beberapa catatan penting yang berhubungan dengan hadits ini dan kandungannya, antara lain :
1. Hadits ini disebut tanpa sanadnya dan sejauh penelusuran kami hadits ini tidak dijumpai dalam kitab-kitab hadits mu’tabar
2. Kandungan hadits ini bertentangan dengan ijmak ulama bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja wajib diqadha sesuai dengan jumlah shalat yang ditinggalkannya. Dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab disebutkan :
“Telah terjadi ijmak ulama yang mu’tabar atas orang yang meninggalkan shalat secara sengaja wajib mengqadhanya.”
3. Kandungan hadits ini bertentangan dengan kandungan hadits shahih berikut ini :
ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻭﻧﺎﻡ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻜﻔﺎﺭﺗﻬﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻴﻬﺎ ﺇﺫﺍﺫﻛﺮﻫﺎ
Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa atau karena tertidur, maka kifaratnya adalah shalat apabila sudah mengingatnya.(H.R. Muslim)
ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻠﻴﺼﻠﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺫﻛﺮﻫﺎ ﻻ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻬﺎ ﺍﻻ ﺫﺍﻟﻚ
Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa, maka hendaklah ia shalat apabila sudah mengingatnya dan tidak ada kafarat baginya selain itu. (H.R. Muslim)
Berdasarkan hadits ini, maka kafarat bagi orang yang meninggalkan shalat karena lupa atau tertidur adalah mengqadhanya pada waktu lain, tidak ada kafaratnya selain itu.
4. Dalam hadits ini adanya pengucapan lafadz niat dalam shalat. Padahal sebagaimana dimaklumi para ulama berbeda pendapat tentang hukum melafadzkan niat shalat karena tidak ada hadits yang sharih yang menjelaskan tentang melafadkan niat shalat. Sepanjang pengetahuan kami, para ulama yang mendukung dianjurkan melafadz niat shalat tidak pernah menyertakan hadits ini sebagai dalilnya, bahkan mereka berdalil dengan jalan qiyas. Seandainya hadits ini ada asalnya, pasti mereka akan mendatangkan hadits ini sebagai dalil.
5. Pengarang kitab Fathul Mu’in telah menyebutkan sebagai perbuatan bid’ah yang sangat keji adalah amalan yang mirip dengan kandungan hadits di atas, yakni dilakukan pada Jum’at terakhir dari bulan Ramadhan, namun bukan shalat empat rakaat sebagaimana halnya hadits di atas, tetapi shalat lima waktu dengan anggapan sebagai kafarat bagi shalat yang tertinggal setahun atau seumur hidup. Beliau mengatakan :
“Yang sangat keji dari bid’ah-bid’ah itu adalah apa yang sudah menjadi adat pada sebagian negeri yakni shalat lima waktu pada Jum’at terakhir dari pada bulan Ramadhan sesudah shalat Jum’at dengan anggapan bahwa shalat-shalat itu dapat menjadi kafarat bagi shalat yang tertinggal setahun atau seumur hidup. Yang demikian itu adalah haram.”
*****
ﻭﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﻮﺿﻊ ﻇﺎﻫﺮﺓ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ﺣﺪﻳﺜًﺎ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ” ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ” ‏( ﺹ 54 ‏) ، ﻭﻧﺼﻪ : ” ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻠﻴﻠﺔ، ﻗﻀﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﻞ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺳﻨﺘﻪ ”. ﺛﻢ ﻗﺎﻝ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ” ﻫﺬﺍ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ، ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎﺀ، ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ، ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺫﻟﻚ، ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ؛ ﻓﻘﺒﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ”.
ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ‏( /1 270 ‏) ‏( ﻗﻮﻟﻪ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻓﺔ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﺇﻟﺦ ‏) ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ ﻓﻲ ﺇﺭﺷﺎﺩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻤﺬﻣﻮﻣﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﺄﺛﻢ ﻓﺎﻋﻠﻬﺎ ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻭﻻﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻣﻨﻊ ﻓﺎﻋﻠﻬﺎ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﺍﺛﻨﺘﺎ ﻋﺸﺮﺓ ﺭﻛﻌﺔ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻌﺸﺎﺀﻳﻦ ﻟﻴﻠﺔ ﺃﻭﻝ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ ﻭﺻﻼﺓ ﻟﻴﻠﺔ ﻧﺼﻒ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻣﺎﺋﺔ ﺭﻛﻌﺔ ﻭﺻﻼﺓ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺳﺒﻌﺔ ﻋﺸﺮ ﺭﻛﻌﺔ ﺑﻨﻴﺔ ﻗﻀﺎﺀ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺍﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﻳﻘﻀﻬﺎ ﻭﺻﻼﺓ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﺃﻭ ﺃﻛﺜﺮ ﻭﺻﻼﺓ ﺍﻷﺳﺒﻮﻉ ﺃﻣﺎ ﺃﺣﺎﺩﻳﺜﻬﺎ ﻓﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﺑﺎﻃﻠﺔ ﻭﻻ ﺗﻐﺘﺮ ﺑﻤﻦ ﺫﻛﺮﻫﺎ
ﻭﻗﺪ ﺳﺌﻞ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻬﻴﻨﻤﻲ ﺍﻟﻤﻜﻲ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﺎﻥ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺼﻠﻴﻦ ﻳﺼﻠﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﻳﺴﻤﻴﻬﺎ “ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺒﺮﺍﺀﺓ ” ، ﻫﻞ ﺗﺼﺢ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺃﻡ ﻻ؟
ﻓﺄﺟﺎﺏ ﺑﻘﻮﻟﻪ : “ ﺃﻣﺎ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺒﺮﺍﺀﺓ ﻓﺈﻥ ﺃﺭﻳﺪ ﺑﻬﺎ ﻣﺎ ﻳﻨﻘﻞ ﻋﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺑﻌﺪ ﺁﺧﺮ ﺻﻼﺓ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻣﻌﺘﻘﺪﺍً ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻔﺮ ﻣﺎ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺟﻤﻠﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺗﻬﺎﻭﻥ ﻓﻲ ﺻﻼﺗﻬﺎ ﻓﻬﻲ ﻣﺤﺮﻣﺔ ﺷﺪﻳﺪﺓ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ، ﻳﺠﺐ ﻣﻨﻌﻬﻢ ﻣﻨﻬﺎ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﺇﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﻌﺪ ﺧﺮﻭﺝ ﻭﻗﺘﻬﺎ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ، ﻭﻛﺬﺍ ﻓﻴﻮﻗﺘﻬﺎ ﺑﻼ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻭﻻ ﺳﺒﺐ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﺫﻟﻚ . ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺻﺎﺭ ﺳﺒﺒﺎً ﻟﺘﻬﺎﻭﻥ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺃﺩﺍﺀ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ؛ ﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻫﻢ ﺃﻥ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻜﻴﻔﻴﺔ ﻳﻜﻔﺮ ﻋﻨﻬﻢ ﺫﻟﻚ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ . ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ، ﺝ : /2 ﺹ : .325
ﻭﻧﺺ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ “ ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺡ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ، ﺝ : /2 ﺹ : :457 “ ﻭﺃﻗﺒﺢ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﺍﻋﺘﻴﺪ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ‏( ﺃﻱ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ‏) ﻋﻘﺐ ﺻﻼﺗﻬﺎ ﺯﺍﻋﻤﻴﻦ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻔﺮ ﺻﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﺃﻭ ﺍﻟﻌﻤﺮ ﺍﻟﻤﺘﺮﻭﻛﺔ، ﻭﺫﻟﻚ ﺣﺮﺍﻡ ﺃﻭ ﻛﻔﺮ ﻟﻮﺟﻮﻩ ﻻ ﺗﺨﻔﻰ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺸﺮﻭﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﺣﺎﺷﻴﺘﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ : ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻟﻮﺟﻮﻩ ﺇﻟﺦ ‏) “ ﻣﻨﻬﺎ : ﺍﺳﻘﺎﻁ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻭﻫﻮ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻠﻤﺬﺍﻫﺐ ﻛﻠﻬﺎ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻛﺮﺩﻱ .
ﻗﺎﻝ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻌﺠﻠﻮﻧﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ “ ﻛﺸﻒ ﺍﻟﺨﻔﺎﺀ ﻭﻣﺰﻳﻞ ﺍﻹﻟﺒﺎﺱ ﻋﻤﺎ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻋﻠﻰ ﺃﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻨﺎﺱ ” ، ﺝ : /2 ﺹ : :325
“ ﻣﻦ ﻗﻀﻰ ﺻﻼﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺟﺎﺑﺮﺍً ﻟﻜﻞ ﺻﻼﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺳﻨﺔ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ : ﺑﺎﻃﻞ ﻗﻄﻌﺎ؛ً ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺎﻗﺾ ﻟﻺﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺷﻴﺌﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﻣﻘﺎﻡ ﻓﺎﺋﺘﺔ ﺳﻨﻮﺍﺕ، ﺛﻢ ﻻ ﻋﺒﺮﺓ ﺑﻨﻘﻞ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ ﻭﻻ ﺑﺒﻘﻴﺔ ﺷﺮﺍﺡ ﺍﻟﻬﺪﺍﻳﺔ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ، ﻭﻻ ﺃﺳﻨﺪﻭﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﻟﻰ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻤﺨﺮﺟﻴﻦ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺩﺭﻭﻳﺶ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺃﺳﻨﻰ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﺐ ﻓﻲ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﺍﻟﻤﺮﺍﺗﺐ، ﺝ : /1 ﺹ : :282
“ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻗﻀﻰ ﺻﻼﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺮﻳﻀﺔ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺟﺎﺑﺮﺍً ﻟﻜﻞ ﺻﻼﺓ ﻓﺎﺗﺘﺔ ﻓﻲ ﻋﻤﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺳﻨﺔ، ﻻ ﺃﺻﻞ ﻟﻪ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ “ ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ، ﺝ : /1 ﺹ : :”54
“ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ﻗﻀﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﻞ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺳﻨﺘﻪ، ﻫﺬﺍ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ، ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎﺀ ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ - ﺃﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﺍﻷﻭﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﻥ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﻋﺸﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺠﺮﺓ - ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺫﻟﻚ، ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ ﻓﻘﺒﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
ﻭﻟﻢ ﺃﻗﺼﺪ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﻨﻘﻞ ﺇﻻ ﻣﺠﺮﺩ ﺟﻮﺍﺏ ﺳﺆﺍﻝ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ، ﻭﻧﺮﺟﻮ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺍﻟﻜﺮﺍﻡ ﺃﻥ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻋﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻉ

Selasa, 05 Juni 2018

Sambutan Halalbihalal


PIDATO KATA SAMBUTAN  KETUA PANITIA MUSHOLA BAITURROHIIM

DALAM ACARA HALAL BIHALAL 1439 H

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirobbilalamin, wassalatuwasallamul ala asrofil anbiya i walmursalin waalla alihi wassabihi ajmain, ammaba’du :

Yang kami Hormati :

Para Alim Ulama para Ustad para guru ngaji para sesepuh
wabil khusus Bapak KH. Abdul Qodir al_utsmani dari ngaliyan semarang selaku Pemberi mauidhoh hasanah, Penyiram Rohani penyejuk Jiwa

Bapak Kepala desa... beserta perangkatnya..
Bapak aparat kepolisian Bapinsa dan tamu undangan serta masyarakat dusun panggangayom

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang kami hormati, Hadirin dan hadirat yang berbahagia,

Pertama-tama dan yang Paling Utama Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kita semua, sehinggga pada malam yang berbahagia ini kita masih bisa diberi nikmat kesempatan, kesehatan dan yang tak kalah pentingnya nikmat Iman dan Islam, sehingga kita semua dapat hadir disini dapat bertemu bersilaturahmi, dalam acara halal bihalal di Mushola Baiturrohiim yang sederhana ini,

Hadirin dan hadirat yang berbahagia.

Saya atas nama Panitia Halalbihalal Mushola Baiturrohiim, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada hadirin, yang dengan penuh keikhlasan telah sudi meluangkan waktu untuk menghadiri acara Halal bihalal ini, dengan berharap semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal perbuatan yang baik di hadapan Allah SWT..
Ucapan terima kasih juga pada para masyarakat dan para pemuda yg telah membantu terselenggaranya acara pada malam hari ini semoga Allah membalas dg balasan yg Lebih baik
Teriring doa :
جزاكم الله احسن الجزاء

JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA'

Para hadirin dan hadirat yg berbahagia
Dalam kesempatan acara halalbihalal ini, ingin saya menyampaikan bahwa :

Sebagai umat Islam sudah selayaknya kita berlapang dada dan saling memaafkan, khususnya terhadap sesama muslim dan muslimah, yang sudah barang tentu dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya sehingga adanya rasa ketidaknyaman dihati kita, baik itu hasil dari perbuatan kita maupun dari ucapan kita, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, perbuatan langsung maupun tidak langsung, Spontan maupun terencana, rasa sakit hati, Iri, dengki,  dendam, maupun ghibah, yang tentunya akan menambah dan menyuburkan dosa-dosa kita.. Untuk itu dalam kesempatan yang berbahgia ini kami mengajak hadirin dan hadirat, untuk melapangkan dada, membuka hati dengan rasa sabar dan penuh keikhlasan, atas rido Allah SWT, meminta dan memberi maaf atas kesalahan di antar kita semua,

Salah satu hikmah yang dapat kita petik lewat halal bi halal ini ialah terciptanya ukhuwwah islamiyah, tergalangnya persaudaraan yang lebih akrab diantara sesama kita. Rasa sakit hati, iri, dengki maupun ghibah yang pernah kita lakukan, akan musnah kalau kita saling mengikhlaskan dan melupakannya. Akan lebih baik lagi, apabila disertai dengan  saling berjabat tangan. Rasulullah saw.pernah bersabda :

Yang Artinya:

“ Berjabatlah tanganlah kamu sekalian, sesungguhnya berjabat tangan itu dapat menghilangkan dendam dalam hati” ( H.R. Al Bajhaqi ).

Untuk itu kami mohon kepada hadirin yang hadir disini sebelum acara halal bihalal ini berakhir, marilah kita saling berjabat tangan diantara kita,

Selaku pribadi dan selaku Panitia, kami dalam kesempatan ini pula kami mohon maaf yg sebesarbesarnya jika dalam acara ini masih banyak ditemukan kekurangan dan kekhilafan.... dan kurang berkenan di hati para hadirin sekalian.

Semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan diantara kita semua dan memberikan kekuatan lahir dan bathin.  Amin.

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, acara akan diisi oleh siraman rohani yang InsyaAllah nanti akan disampaikan oleh Bpk KH. Abdul Qodir dr semarang, yg juga diiringi oleh qasidah Qidiriyah dr semarang..
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan Beliau dan rombongan untk hadir dan memberikan ceramah dan meramaikan pada acara malam ini

Demikianlah, Ramadhan adalah bulan membakar semua dosa, syawal bulan peningkatan amal dan Idul Fitri kembali fitrah, Semoga semua amal baik kita, pahalanya dilipatgandakan oleh Allah SWT dan segala khilaf dan dosa mendapat ampunan dari Allah Rabbul alamin.

Amin Allahumma amin..

Akhirulkalam,

Wabilahitaufiqwalhidayah
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jumat, 01 Juni 2018

KETIKA ALLAH INGIN DIKENAL

Ketika ALLAH Ingin Dikenal

”Aku adalah perbandaharaan tersembunyi.
Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk.”
Hadits Qudsi
*****

Seorang guru pernah bertanya kepada murid-muridnya.
”Menurut pemahaman kalian ... apakah Tuhan yang butuh kepada manusia ataukah manusia yang butuh kepada Tuhan?”
Murid-murid yang ditanya hampir semuanya menjawab bahwa manusialah yang butuh kepada Tuhan, bukan sebaliknya Tuhan yang butuh kepada manusia. Alasan yang dikemukakan pun sangat logis, bahwa Tuhan itu Zat Yang Mahakuasa sedangkan manusia itu makhluk yang sangat lemah, tidak mungkin
dong yang Mahakuasa membutuhkan yang ”mahalemah”. Tuhan pun, kata mereka, adalah Zat Yang Maha Pencipta, sedangkan manusia adalah yang diciptakan. Mana mungkin yang menciptakan membutuhkan yang diciptakan. Yang terjadi pasti sebaliknya, yang diciptakan akan sangat bergantung pada yang menciptakan.
Alasan yang diungkapkan para murid itu benar adanya. Betapa tidak, kita tidak mungkin ada di dunia apabila tidak ada Zat yang menciptakan. Hal ini saja sudah membuktikan bahwa tanpa adanya kehendak Yang Mahakuasa manusia—dan juga alam semesta beserta isinya—tidak mungkin ada.

Namun, di sinilah persoalannya sekaligus jawabannya, kata sang guru. Justru Tuhanlah yang pertama kali membutuhkan manusia sehingga Dia dengan ilmu dan kuasa-Nya menciptakan makhluk yang akan sangat membutuhkan dan bergantung kepada-Nya. Jadi sebenarnya, Tuhan yang butuh kepada manusia sehingga Dia dikenal eksistensi-Nya. Apabila kemudian, manusia teramat membutuhkan-Nya, itu merupakan implikasi logis dari posisinya sebagai makhluk. Antara Tuhan dan yang diciptakannya dengan demikian ada timbal balik yang saling ”melengkapi”. Begitu kira-kira penjelasan Pak Guru di hadapan murid-murid ngajinya yang tampak ragu dengan penjelasan tersebut.

*****

Apabila kita renungkan, sekelumit cerita yang bernada filosofis ini mengandung sebuah kebenaran yang boleh jadi akan mengejutkan sebagian dari kita. Bukankah beragam dalil dari Al-Quran dan hadits menginformasikan bahwa manusia tidak boleh menggantungkan harapannya kecuali kepada Allah? Itu sangat benar. Namun, apabila kita merujuk nash-nash yang ada, kita pun akan menemukan keterangan yang mengungkapkan keinginan Tuhan; Allah Azza wa Jalla untuk dikenal oleh makhluk-Nya, khususnya manusia. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman,
”Aku adalah perbandaharaan tersembunyi. Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk .”

Pernyataan bernada metaforis ini, bahwa
Al-Khâliq ingin dikenal oleh makhluk-Nya, mengandung sebuah pesan tersirat yang sangat dalam maknanya. Allah SWT menciptakan segala yang ada dengan cinta dan kasih sayang-Nya. Dengan demikian, bentangan alam semesta lahir karena semangat cinta-Nya. Segenap makhluk yang ada di dalamnya, termasuk manusia, lahir karena cinta dan terwujud dari citra-Nya.
Ibnu Arabi menjelaskan hal ini dengan sangat indah. ”Karena manusia ada berdasarkan citra Ilahi, dia pun menjadi tidak tahan apabila terpenjara. Lalu, Tuhan membebaskannya dari keterpenjaraan itu melalui Napas Yang Maha Pengasih, karena napas-Nya adalah sifat dari cinta-Nya. Dengannya, Tuhan menggambarkan diri-Nya dalam kata-kata, ’Aku ingin dikenal’ .
Zat Yang Mahakuasa menciptakan manusia melalui Napas Yang Maha Pengasih. Itulah mengapa, Napas Ilahi ini identik dengan eksistensi alam semesta. Alam semesta pun ’mengenal-Nya’ sebagaimana yang diinginkan-Nya. Dengan demikian, alam semesta ini identik dengan rahmat dan kasih sayang-Nya.”

Seorang ulama besar masa Abad Pertengahan, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, mengomentari pula pernyataan Tuhan bahwa ”Aku ingin dikenal”. Menurut Al-Jailani, pernyataan ini menuntut manusia agar berusaha untuk mengenal-Nya. Dia telah menganugerahkan manusia mata fisik (mata kasar) agar dapat mengindera segala hal yang lahir. Dia pun melengkapi mata fisik tersebut dengan mata batin (bashîrah ) sehingga manusia bisa melihat hakikat di luar pandangan lahir. Apabila bashîrah sudah terbuka, Allah Azza wa Jalla pun akan membukakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya yang tidak bisa dilihat dengan mata lahir. Itulah yang terjadi pada Rasulullah saw. ketika beliau melakukan perjalanan Isra Mi’raj, ” Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami ...” (QS Al-Isra’, [17]:1)
*****

”Keberadaan Allah ditunjukkan dengan ciptaan-Nya.
Pikirkanlah ciptaan-Nya, maka engkau akan sampai kepada Dia.
Seorang Mukmin yang arif memiliki mata lahir dan mata batin.
Ia melihat semua ciptaan-Nya di bumi dengan mata lahirnya,
dan melihat semua ciptaan-Nya di langit dengan mata batinnya.”
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
*****

Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara Allah SWT — yang tiada terbatas ilmu dan kesempurnaan-Nya itu — memperkenalkan diri-Nya kepada manusia — yang memiliki keterbatasan dalam ilmu dan kapabilitas dirinya? Sampai di mana pula manusia bisa memahami dan mengenal Zat Allah SWT?

Salah satu jawaban yang dapat diungkapkan di sini adalah bahwa Allah SWT memperkenalkan Diri-Nya dengan Nama-Nama-Nya yang agung.

Kita sering menyebutnya dengan Asmâ’ul Husna . Secara proaktif, Allah SWT memperkenalkan diri melalui nama dan sifat-sifat-Nya itu melalui firman-Nya dan lisan utusan-Nya. Dalam QS Al-A’râf ayat 180 misalnya, Allah SWT berfirman, ”Hanya milik Allah Asmâ’ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang indah itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan .”

Sejumlah riwayat yang sangat popular menyatakan bahwa jumlah Asmâ’ul Husna adalah sembilan puluh sembilan. Ini tidak berarti bahwa nama dan sifat Allah hanya sejumlah itu. Para ulama yang juga merujuk Al-Quran menemukan jumlah nama atau sifat yang berbeda-beda. Muhammad Hussain Ath-Thabathaba’i dalam Tafsir Al-Mîzân misalnya, mengumpukan tidak kurang dari 127 nama, Ibnu Barjam Al-Andalusi mengumpulkan sebanyak 132 nama, Imam Al-Qurthubi mengumpulkan lebih dari 200 nama, demikian pula ulama-ulama lainnya. Bahkan, menurut Abu Bakar Ibnu ‘Arabi, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir, nama Tuhan yang berhasil dikumpulkan para ulama dari Al-Quran dan Hadits ada sebanyak seribu nama.

Berapa pun jumlahnya, nama-nama ini semuanya dapat dijangkau oleh nalar dan pemahaman manusia. Akan tetapi, agar tidak
kebablasan dalam memahaminya, pemikiran atau pemahaman manusia pun harus ”digantung”. Apa gantungannya? Itulah konsep
laitsa kamitslihi syai’ûn , bahwa Allah tidak mungkin serupa atau diserupai oleh sesuatu pun dari makhluk-Nya.

Dengan demikian, ketika Allah SWT memperkenalkan diri-Nya sebagai Yang Mahakuasa, jangan gambarkan kekuasaan Allah itu dengan kekuasaan tertinggi yang kita kenal atau kita bayangkan, semisal presiden, raja, kaisar, atau aneka jabatan dan kekuasaan yang dimiliki manusia. Manusia harus senantiasa mengaitkan pemahamannya bahwa hakikat Allah SWT tidak sebagaimana yang dipahami oleh dirinya.
Kita meyakini bahwa Allah SWT itu Mahaluas ilmu-Nya, akan tetapi luasnya ilmu Allah itu—dalam realitasnya—jauh melebihi bayangan yang ada dalam benak kita. Jadi, manusia memiliki keterbatasan dalam mengenal Dia. Dengan demikian, sekali lagi, Allah SWT memperkenalkan diri-Nya kepada manusia sesuai dengan tingkat intelektualitas manusia. Ambil contoh, ketika kita mengajak kucing makan, kita tidak menggunakan bahasa manusia untuk mengajaknya, akan tetapi menggunakan bahasa yang dipahami oleh kucing. Apa yang kita pahami tentang kuasa, kesempurnaan, ilmu, kehendak, kebijaksanaan, keagungan, dan segala kelebihan-Nya, hanya sekelumit atau sedikit saja dari hakikat yang Dia miliki.
Dengan kata lain, manusia mengenal Allah hanyalah pada nama atau sifat-Nya saja, itu pun dengan sangat terbatas. Manusia tidak akan mampu mengenal hakikat dan Zat-Nya. Kita dapat mengenal kecerdasan dan kepiawaian seorang penyair dari bait-bait syair yang ditulisnya. Kita dapat mengakui kehalusan seni seseorang pemahat dari patung yang dibuatnya. Walau tidak pernah bertemu secara langsung, kita dapat mengenalnya sebagai pencipta lagu yang terampil dan pemahat ulung melalui karya-karyanya. Pengenalan atau pertemuan maknawi bisa lebih intens daripada pertemuan fisik secara langsung yang tidak menangkap makna apa-apa.
*****

Terkait hal ini, Ustadz Abdul Karim Al-Khatib (dalam Shihab, 1998: xxii) mengatakan, “Yang melihat atau mengenal Tuhan, pada hakikatnya hanya melihat-Nya melalui wujud yang terhampar di bumi serta yang terbentang di langit. Yang demikian itu adalah penglihatan tidak langsung serta memerlukan pandangan hati yang tajam, akal yang cerdas lagi kalbu yang bersih. Mampukah Anda dengan membaca kumpulan syair seorang penyair atau mendengar gubahan seorang komposer, melihat lukisan seorang pelukis atau pahatan seorang pemahat? Mampukah Anda dengan melihat hasil karya seni mereka, mengenal mereka tanpa melihat mereka secara langsung? Memang, Anda bisa mengenal selayang pandang tentang mereka, bahkan boleh jadi melalui imajinasi, Anda dapat membayangkannya sesuai dengan kemampuan Anda membaca karya seni, akan tetapi Anda sendiri pada akhirnya akan sadar bahwa gambaran yang dilukiskan oleh imajinasi Anda menyangkut para seniman itu, adalah bersifat pribadi dan merupakan ekspresi dari perasaan Anda sendiri. Demikian juga yang dialami orang lain yang berhubungan dengan para seniman itu, masing-masing memiliki pandangan pribadi yang berbeda dengan yang lain. Kalau pun ada yang sama, persamaan itu dalam bentuk gambaran umum menyangkut kekaguman dalam berbagai tingkat. Kalau dalam memandang seniman melalui karya-karya mereka sudah demikian adanya, bagaimana pula dengan Tuhan, sedang Anda adalah setetes dari ciptaan-Nya?”
*****

Al-Ghazali mengomentari pengenalan melalui sifat-sifat tersebut, “Barangsiapa yang mendengar asma’ Allah, memahaminya dari segi tafsiran dan sifatnya, serta meyakini bahwa makna tersebut adalah milik Allah, sesungguhnya ia baru memperoleh bagian yang kecil saja daripadanya dan masih rendah tingkatannya.”
Pertemuan dengan Allah melalui nama atau sifat-sifat-Nya itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda sesuai dengan pemahaman, penghayatan, dan pengalaman yang telah dijalani. Setidaknya, ada tiga proses yang melingkupi hal ini. Pertama, mengetahui dan yakin bahwa Allah memiliki sifat-sifat tersebut. Kedua, memahami makna-makna yang terkadung dalam sifat tersebut dan menghayati wujud makna tersebut pada fenomena alam dan peristiwa kehidupan yang dilihat dan dialaminya. Ketiga, selain menghayati wujud makna sifat itu, seseorang berusaha menyerap dan merealisasikan sifat-sifat tersebut pada tindakan dan perilakunya.
Di sinilah kita bertemu dengan sebuah konsep yang diajarkan Nabi saw bahwa tugas terpenting manusia di dunia adalah takhaluq bi akhlaqillâh , atau ”berakhlak dengan akhlak Allah”. Di sini tampak sebuah proses di mana manusia wajib mengenal nama-nama Allah, untuk kemudian menjadikannya model dan proyeksi dalam bertingkah laku sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia. Terlebih dengan kedudukan sebagai khalifah alias wakil Allah di muka bumi, manusia harus menyeleraskan diri dengan Allah SWT sebagai pihak yang memberikan perintah.
Memaknai Allah sebagai Zat Pencipta
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, Allah SWT memiliki sejumlah nama yang teramat indah. Jumlah yang popular di kalangan kaum Muslimin adalah 99 nama. Setiap nama mewakili sejumlah sifat dan keutamaan, di mana sifat dan keutamaan tersebut saling berhubungan dan saling melengkapi antara satu sama lain.
*****
Karena sejumlah keterbatasan, penulis hanya akan mengambil tiga nama dari Asmâ’ul Husna yang mengerucut pada makna ”penciptaan”. Ketiga nama tersebut adalah Al-Khâliq , Al-Bâri , dan Al-Mushawwir .
Ketiga nama ini terangkai indah dalam QS Al-Hasyr ayat 24. ” Huwwa Allâhu Al-Khâliq Al-Bâri Al-Mushawwiru; Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Maha Membentuk ...”

Sebagai nama Tuhan, sementara ulama menyamakan makna Al-Khâliq dengan Al-Bâri’ dan Al-Mushawwir . Memang ketiga nama ini memiliki kesamaan makna, yaitu bahwa ketiganya berkaitan dengan ciptaan. Akan tetapi, masing-masing nama memiliki makna tersendiri dan berbeda dengan lainnya. Allah sebagai Khâliq adalah yang mewujudkan sesuai dengan ukuran yang ditetapkan-Nya, sedang mewujudkannya saja dari ketiadaan menuju ada–tanpa ukuran—itulah Al-Bâri’.
Adapun Al - Mushawwir berarti Allah memberi ciptaan-Nya bentuk dan rupa. Demikian ungkap Abu Hamid Al-Ghazali.

Untuk mempermudah pemahaman, penulis kitab monumental berjudul Ihyâ ’Ulumuddin ini, memberikan sebuah ilustrasi menarik yang menggambarkan ketiga Nama Tuhan yang terangkai dalam satu tersebut. Walaupun makna ketiganya terkesan sama, yaitu mengarah pada penciptaan, akan tetapi masih-masing memiliki penekanan dan kesa yang berbeda dalam proses penciptaan tersebut.
”Layaknya sebuah bangunan, dia membutuhkan seorang yang mengukur apa dan berapa banyak kayu, bata, luas tanah, jumlah bangunan yang dibutuhkan, termasuk panjang dan lebarnya. Ini dilakukan oleh seorang arsitek yang akan membuat sketsa atau gambar (blue print) dari bangunan tersebut. Setelah itu, dibutuhkan orang-orang yang mengerjakannya sehingga tercipta bangunan sebagaimana yang ada dalam rancangan. Selanjutnya, masih dibutuhkan orang yang memperhalus dan memperindah bangunan, yang tentu saja ditangani oleh seorang ahli yang berbeda dari pekerja bangunan. Inilah yang biasa terjadi dalam membangun sebuah bangunan. Dalam menciptakan sesuatu, Allah SWT melakukan ketiganya. Oleh karena itu, Dia adalah Al-Khâliq , Al-Bâri , dan Al-Mushawwir .
Berdasarkan ilustrasi tersebut, Al-Khâliq mengandung arti yang spesifik, yaitu ”menciptakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya” dan ”pengaturan yang sangat teliti berdasarkan ukuran-ukuran tertentu”. Ustadz Quraish Shihab menyimpulkan, bahwa penciptaan, sejak proses pertama hingga lahirnya sesuatu dengan ukuran tertentu, bentuk, rupa, cara dan substansi tertentu dilukiskan dan dapat dipadatkan dalam nama
Al-Khâlik .
Adapun Al-Bâri’ berarti ”menciptakan segala sesuatu dari asalnya tidak ada” dan ”mengadakan segala sesuatu dengan harmonis”. Laleh Bakhtiar mengungkapkan bahwa Allah menjelmakan sifat Al-Bâri’ , Yang Maha Mengadakan dengan mengadakan secara sangat serasi, di mana tidak hanya tiap-tiap benda itu sendiri, tetapi juga semua makhluk lain dalam kaitannya satu sama lain. Semuanya saling berkaitan. Jika satu bagian diadakan, semua baginya dihasilkan juga karena fungsi satu hal bergantung pada fungsi dari yang lainnya”.
Sedangkan Al-Mushawwir menunjukkan makna bahwa Allah SWT yang memberi bentuk dan rupa, cara, dan substansi bagi ciptaan-Nya dalam kualitas yang terbaik. Sebagai manifestasi dari Al-Mushawwir , kita dapat melihat bentuk, rupa dan fungsi bermacam benda di semesta alam dengan sangat indah, detail, dan serasi.
*****

PENGINDERAAN MANUSIA dan PERSEPSI OTAK
Untuk menghasilkan lukisan yang baik dan indah, seorang seniman harus terampil sekaligus jeli dalam mengamati segala hal yang ada di sekitarnya. Seniman yang baik adalah mereka yang pandai menangkap detail kecil akan tetapi sangat penting yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Dia pandai melihat bagaimana cahaya mengenai benda-benda, warna-warni pada sayap kupu-kupu, atau bagaimana embun yang berkilau pada dedaunan, dan kemudian mampu meletakkan pengamatannya itu pada gambar atau lukisan yang dibuatnya. Hanya dengan kesungguhan, kejelian, dan kecerdasan dalam memperhatikan dunia di sekitarnya, seseorang dapat mengetahui apa itu keindahan, kecantikan, dan kebahagiaan, terkadang pula aneka ketidakpantasan dan kengerian.
Sesungguhnya, Allah SWT melebihi semua kemampuan yang digambarkan tersebut. Dia adalah ”Seniman Yang Mahacerdas” yang keindahan karya-Nya tidak mungkin ditandingi siapapun. Jika manusia hanya mampu menghasilkan lukisan yang statis, Allah SWT mampu menciptakan lukisan semesta alam yang hidup, dinamis, proporsional, harmonis dalam setiap unsurnya, dengan detail dan sistematika yang mengagumkan. Hal ini terjadi karena Dia adalah Al-Khâliq , Al-Bâri , dan Al-Mushawwi r.

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas dan mendalam tentang nama-nama Allah tersebut, pembaca bisa merujuk pada buku-buku yang membahas tentang Asmâ’ul Husna. Di sini, penulis hanya ingin menekankan bahwa proses penciptaan alam semesta dan semua yang ada, sejak awal sampai akhir, Allah SWT melakukannya dengan sangat cerdas, sempurna, dan tidak ada cacat sedikit pun di dalamnya. Ada kreativitas luar biasa yang ditunjukkan Allah SWT karena Dia menciptakan sesuatu tanpa contohnya terlebih dahulu. Ada keunikan sekaligus harmoni yang tiada terkira dari semua ciptaan-Nya. Ada ketelitian, proporsionalitas, keseimbangan, keserasian, dan keindahan dalam karya-karya-Nya. Gambaran ini, selain menunjukan kemahabesaran Allah SWT, sekaligus menjadi tantangan bagi manusia sebagai khalifah Allah untuk bisa meneladaninya. ***