Rabu, 31 Maret 2021

Jauhi Sifat Ujub

SIFAT UJUB DAN OBATNYA

SUATU
 hari di tepi sungai Dajlah, Syeich Hasan al-Basri melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang perempuan.

Di sisi mereka terletak sebotol arak memabukkan…… Kemudian Syeich Hasan berbisik dalam hati, “Alangkah buruk akhlak orang itu & baiknya kalau dia seperti aku!” . Tiba-tiba Syeich Hasan melihat sebuah perahu di tepi sungai yang sedang tenggelam.

Lelaki yang duduk di tepi sungai tadi segera terjun utk menolong penumpang perahu yang hampir lemas karena karam.

Enam dari tujuh penumpang itu berhasil diselamatkan. . Kemudian dia berpaling ke arah Hasan al-Basri dan berkata, “Jika engkau memang lebih mulia daripada saya, maka dengan nama Allah, selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong. Engkau diminta untuk menyelamatkan satu orang saja, sedang saya telah menyelamatkan enam orang” .

Bagaimanapun Syeich Hasan al-Basri gagal menyelamatkan yang seorang itu. Maka lelaki itu berkata padanya, “Tuan, sebenarnya perempuan yg duduk di samping saya ini adalah saudara saya sendiri, sedangkan botol itu hanya berisi air biasa, bukan anggur atau arak” .

Hasan al-Basri tertegun lalu berkata, “Kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan enam orang tadi dari bahaya tenggelam ke dalam sungai, maka selamatkanlah saya dari tenggelam dalam kebanggaan dan kesombongan”.

Lelaki itu menjawab, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan tuan” . Semenjak itu, Hasan al-Basri semakin & selalu merendahkan hati bahkan ia menganggap dirinya sebagai makhluk yg tdk lebih daripada orang lain.

Jika Allah membukakan pintu solat tahajud untuk kita, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yg sedang tertidur nyenyak.

Jika Allah membukakan pintu puasa sunnah, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang tidak ikut berpuasa sunnah . Boleh jadi orang yang gemar tidur & jarang melakukan puasa sunnah itu lebih dekat dengan Allah, daripada diri kita. Ilmu Allah sangat amatlah luas. Jangan pernah ujub & sombong pada amalanmu ...

*****

Syech Abu yazid al Bustami adalah guru sufi terkemuka di jamannya. Ia mempunyai padepokan sufi dengan murid yang banyak. Salah satu murid Syech Abu yazid al Bustami telah memiliki perguruan sendiri, ia juga memiliki banyak Jamaah. Kedudukannya sebagai ulama itu menjadikan sang murid selalu memakai jubah putih, sorban dan wewangian, sebagai bentuk mengikuti sunnah nabi. Atribut itu menjadi penanda bahwa sang murid adalah seorang yang saleh.

Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Syech Abu yazid al Bustami,

“Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apa pun yang Tuan gambarkan. Hati saya selalu gelisah, tak bisa tenang.”

Syech Abu yazid al Bustami menjawab:

“Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu kecemerlangan dalam hidupmu.”.

Murid itu heran: “Mengapa, ya Tuan Guru?”

“Karena kau tertutup oleh dirimu sendiri,” jawab Syech Abu yazid al Bustami.

“Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap?” pinta sang murid.

“Bisa,” ucap Bayazid, “tapi kau takkan melakukannya,”lanjut Syech Abu yazid al Bustami

“Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah murid itu.

“Baiklah kalau begitu,” kata Syech Abu yazid al Bustami, “sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, “Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang.”

“Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, “Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!” lanjut Syech Abu yazid al Bustami.

“Subhanallah, masya Allah, lailahailallah,” kata murid itu terkejut. Syech Abu yazid al Bustami berkata, “Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.”.

Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu?”
Syech Abu yazid al Bustami menjawab, “Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu sendiri. Ketika kau katakan: Tuhan mahasuci, seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu.”. ”

“Kalau begitu,” murid itu kembali meminta, “berilah saya nasihat lain.”.

Syech Abu yazid al Bustami menjawab, “Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya!”

Kisah dialog antara Syech Abu yazid al Bustami dan muridnya itu begitu menampar. Ujub, rasa kagum pada diri sendiri dan sombong membuat ibadah ribuan kali tak berguna.

Ibadah menjadi sarang pamer kesombongan, bukan bentuk ketawadhuan dan ketaatan. Ibadah tidak membuat hati lembut dan welas asih, tapi justru membuat hati keras dan kasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.