BAB AHLI WARIS (Orang-Orang yang mendapat Warisan)
Orang-orang yang berhak menerima warisan dari kelompok laki-laki ada 10 orang, yaitu:
1. ibnun ( ابن ) anak laki-laki
2. Ibnul-ibni ( ابن الابن ) cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Abun ( أب ) Ayah/Bapak
4. Akhun ( ا خ ) Saudara laki-laki
– Akhun li abawaen ( اخ لابوين ) saudara seayah seibu
– Akhun li abin ( اخ لاب ) saudara laki-laki seayah
– Akhun li ummin ( اخ لام ) saudara laki-laki seibu
5. Jaddun ( جد ) kakek dari ayah
6. Ibnul-akhi ( ابن الاخ ) keponakan laki-laki dari saudara laki-laki
– Ibnul-akhi li abawaen ( ابن الاخ لابوين ) keponakan laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah seibu
– Ibnul-akhi li abin ( ابن الاخ لاب ) keponakan laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah
7. ‘Amun ( عم ) paman dari ayah
-‘Ammun syaqiq ( عم شقيق ) paman yang seayah seibu dengan ayah
-‘Ammun li abin ( عم لاب ) paman yang seayah dengan ayah
8. Ibnul-‘ammi ( ابن العم ) saudara sepupu/anak paman dari ayah
-Ibnul-‘ammi syaqiq ( ابن العم شقيق ) saudara sepupu/anak paman yang seayah seibu dengan ayah
-Ibnul-‘ammi li abin ( ابن العم لاب ) saudara sepupu/anak paman yang seayah dengan ayah
9. Zaujun ( زوج ) suami
10. Mu’tiq ( معتق ) majikan laki-laki yang memerdekakan
Apabila semua ahli warits tersebut hadir (masih hidup), maka yang lebih berhak mendapat warisan hanya 3 orang dan yang lainnya tidak mendapat warisan karena terhijab oleh orang yang lebih dekat hubungannya dengan mayit. 3 orang itu adalah :
1. zaujun ( زوج ) Suami mempunyai bagian rubu’ (1/4)
2. abun ( أب ) ayah mempunyai bagian sudus (1/6)
3. ibnun ( ابن ) Anak laki-laki mempunyai bagian ‘Ashobah ( عصبة ) yaitu sisa
Jadi apabila mayit meninggalkan warisan sebesar 24 juta, maka bagiannya adalah
– suami ( زوج ) adalah 1/4×24=6 juta
– ayah ( أب ) adalah 1/6×24=4 juta
– anak laki-laki adalah 24-(6+4)=14 jutaباب الوارثات من النساء
Orang-orang yang berhak menerima warisan dari kelompok perempuan ada 7 (tujuh), yaitu:
1. Bintun ( بنت ) anak perempuan
2. Bintul-ibni ( بنت الابن ) cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ummun ( أم ) ibu
4. jiddatun ( جدة ) nenek
-Jiddatun minal-abi ( جدة من الاب ) nenek dari ayah
-Jiddah minal-ummi ( جدة من الأم ) nenek dari ibu
5. Zaujatun ( زوجة ) istri
6. Ukhtun ( أخت ) saudara perempuan
-Ukhtun li abawen ( أخت لابوين ) saudara perempuan seayah seibu
-Ukhtun li abin ( أخت لاب ) saudara perempuan seayah
-Ukhtun li ummin ( أخت لام ) saudara perempuan seibu
7. Mu’tiqah ( معتقة ) majikan perempuan yang memerdekakan
Apabila semua ahli warits dari kelompok perempuan tersebut hadir (masih hidup), maka yang lebih berhak mendapat warisan hanya 5 orang dan yang lainnya tidak mendapat warisan karena terhijab oleh orang yang lebih dekat hubungannya dengan mayit.
5 orang itu adalah :
1. Zaujatun ( زوجة ) istri mendapat bagian tsumun (1/8)
2. Bintun ( بنت ) anak perempuan mendapat bagian nishfu (1/2)
3. Bintul-ibni ( بنت الابن ) cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat bagian sudus (1/6)
4. Ummun (أم ) ibu medapat bagian sudus (1/6)
5. Ukhtun li abawen ( أخت لابوين ) mendapat bagian asobah (sisa)
Jadi apabila mayit meninggalkan harta sebesar 24 juta, maka bagiannya adalah:
– Zaujatun ( زوجة ) adalah 1/8×24=3 juta
– Bintun ( بنت ). adalah 1/2×24=12 juta
– Bintul-ibni (بنت الابن ) adalah 1/6×24=4 juta
– Ummun ( أم ) adalah 1/6×24=4 juta
– Ukhtun li abawain ( أخت لابوين ) adalah 24-(3+12+4+2=1 juta
Dan apabila ahli waris dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan semuanya berkumpul, maka yang akan mendapatkan warisan hanya 5 orang yaitu:
Apabila yang meninggalnya suami, maka ahli warisnya :
1. Zaujatun (istri) ==>1/8
2. Abun (ayah). ==>1/6
3. Ummun (ibu). ==>1/6
4. Ibnun (anak laki-laki). => ‘ashobah binnafsi
5. Bintun (anak perempuan)=>’ashobah bilgoer
Apabila yang meninggalnya istri, maka ahli warisnya :
1. Zaujun (suami) ==> 1/4
2. Abun (ayah). ==>1/6
3. Ummun (ibu). ==>1/6
4. Ibnun (anak laki-laki). ==>’ashobah binnafsi
5. Bintun (anak perempuan) ==>’ashobah bilgoer
Penjelasannya :
Mencakup pembahasan berikut ini :
Ashab Furudh
Ashobah
Al Hajb
Ta’siil Masalah
Qismah Tarikah
Mirots Dzawil Arham
Mirots Haml
Mirots Huntsa Musykil
Mirots Mafqud
Mirots Ghorqo wal Hadma wa nahwihi
Mirots Qotil
Mirots Ahlul Milal
Mirots Mar’ah
ILMU WARIS (FARAIDH)
Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia tingkat bahayanya, paling tinggi kedudukannya, paling besar ganjarannya, oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan takarannya, Dia terangkan jatah harta warisan yang didapat oleh setiap ahli waris, dijabarkan kebanyakannya dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya merupakan sumber ketamakan bagi manusia, sebagian besar dari harta warisan adalah untuk pria dan wanita, besar dan kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat atau berbicara dengan hawa nafsu.
Oleh sebab itu Allah-lah yang langsung mengatur sendiri pembagian serta rincianya dalam Kitab-Nya, meratakannya diantara para ahli waris sesuai dengan keadilan serta maslahat yang Dia ketahui.
Manusia memiliki dua keadaan: keadaan hidup dan keadaan mati, kebanyakan hukum yang ada dalam ilmu Faraidh berhubungan dengan mati, maka Faraidh bisa dikatakan setengah dari ilmu yang ada, seluruh orang pasti butuh kepadanya.
Pada zaman Jahiliyyah dahulu, mereka hanya membagikan harta untuk orang-orang dewasa tanpa memberi kepada anak-anak, kepada laki-laki saja tidak kepada wanita, sedangkan Jahiliyyah pada zaman ini memberikan jatah kepada para wanita apa-apa yang bukan hak mereka dari kedudukan, pekerjaan maupun harta, sehingga bertambahlah kerusakan, sedangkan Islam telah berbuat adil kepada wanita dan memuliakannya, memberikan hak yang sesuai untuk mereka seperti pemberian kepada lainnya.
Ilmu Faraidh : Ilmu yang diketahui dengannya siapa yang berhak mendapat waris dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.
Pembahasannya : Seluruh peninggalan, yaitu apa yang ditinggalkan oleh Mayit baik itu berupa harta ataupun lainnya.
Hasilnya : Penyampaian seluruh hak kepada mereka yang berhak menerimanya diantara ahli waris.
Faridhah : adalah jatah tertentu sesuai syari’at bagi setiap ahli waris, seperti : sepertiga, seperempat dan lainnya.
Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan ada lima, dilaksanakan berurutan jika semua itu ada, sebagaimana dibawah ini :
1. Dikeluarkan dari harta waris untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain kafan dan lainnya.
2. kemudian hak-hak yang berhubungan dengan barang yang ditinggalkan, seperti hutang dengan sebuah jaminan barang dan semisalnya.
3. Kemudian pelunasan hutang, baik itu yang berhubungan dengan Allah seperti zakat, kafarat dan semisalnya, ataupun yang berhubungan dengan manusia.
4. Kemudian pelaksanakan wasiat.
5. kemudian pembagian waris –dan inilah yang dimaksud dalam ilmu ini-
Rukun waris ada tiga :
1. Al-Muwarrits, yaitu mayit.
2. Al-Warits, yaitu dia yang masih hidup setelah meninggalnya Al-Muwarrits.
3. Alhaqqul Mauruts, yaitu harta peninggalan
Penyebab waris ada tiga :
1. Nikah dengan akad yang benar, hanya dengan akad nikah maka suami bisa mendapat harta warisan istrinya dan istripun bisa mendapat jatah dari suaminya.
2. Nasab (keturunan), yaitu kerabat dari arah atas seperti kedua orang tua, keturunan seperti anak, ke arah samping seperti saudara, paman serta anak-anak mereka.
3. Perwalian, yaitu ashobah yang disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya dengan menjadikannya merdeka, maka dia berhak untuk mendapatkan waris jika tidak ada ashobah dari keturunannya atau tidak adanya ashab furudh.
Penghalang waris ada tiga :
1. Perbudakan : Seorang budak tidak bisa mewarisi dan tidak pula mendapat waris, karena dia milik tuannya.
2. Membunuh tanpa dasar : Pembunuh tidak berhak untuk mendapat waris dari orang yang dibunuhnya.
3. Perbedaan agama : seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi Muslim.
Dari Usamah bin Zaid r.a bahwa Nabi SAW bersabda :
“Orang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi orang Muslim” Muttafaq alaihi.
(H.R Muttafaq Alaih, Riwayat Bukhori nomer (6764) dan Muslim nomer (1614)).
Seorang istri yang di ceraikan dengan talak ruju’ masih tetap mendapatkan jatah waris antara dia dengan suaminya selama masih dalam iddahnya.
Seorang istri jika di cerai suaminya dengan talak bain, jika suaminya dalam keadaan sehat maka tidak ada perwarisan diantara keduanya, sedangkan jika dalam keadaan sakit parah dan tidak ada sangkaan kalau dia menceraikan dengan tujuan agar istrinya tidak mendapat waris, maka dalam keadaan seperti inipun istrinya tidak berhak untuk mendapat waris, akan tetapi jika diperkirakan kalau dia menceraikannya dengan tujuan agar istrinya tidak mendapat waris maka sesungguhnya dia berhak untuk mendapatkannya.
Macam-macam waris :
1. Waris dengan fard : yaitu jika seorang ahli waris mendapat jatah tertentu, seperti: setengah, seperempat (ataupun lainnya).
2. Waris dengan Ta’shib: yaitu seorang ahli waris yang mendapat jatah yang tidak terbatasi.
Furudh yang terdapat dalam Al-Qur’an ada enam: Setengah, Seperempat, Seperdelapan, Dua pertiga, Sepertiga, Seperenam, adapun sepertiga dari sisa ditetapkan oleh ijtihad.
Secara rinci Laki-laki yang berhak mendapat waris ada lima belas, mereka adalah:
Putra serta putranya (cucu) dan seterusnya dari keturunan laki-laki, ayah serta kakek dan seterusnya dari orang tua laki-laki, saudara kandung, saudara satu ayah, saudara satu ibu, putra saudara kandung serta putra saudara satu ayah dan seterusnya dari keturunan laki-laki mereka, suami, paman kandung dan keatasnya, paman satu ayah dan keatasnya, putra paman kandung serta putra paman satu ayah dan keturunan mereka yang laki-laki, orang yang memerdekakan dan asobahnya.
Laki-laki selain dari mereka termasuk Dzawil Arham, seperti: saudara-saudara ibu (paman dari ibu), putra saudara satu ibu, paman satu ibu, putra paman satu ibu dan lainnya.
Secara rinci wanita yang berhak mendapat waris ada sebelas, mereka adalah:
Putri, putri dari anak laki (cucu) dan keturunannya selama ayahnya dari anak laki, ibu, nenek dari ibu dan keatasnya dari ibu mereka, nenek (ibunya ayah) dan keatasnya dari ibu mereka, neneknya ayah, saudari kandung, saudari satu ayah, saudari satu ibu, istri dan wanita yang memerdekakan budak.
Wanita selain dari mereka termasuk dari Dzawil Arham, seperti para saudari ibu (bibi) dan lainnya.
Allah berfirman:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”
1. ASHAB FURUDH
Waris ada dua macam: Fardhu dan Ta’shib, para ahli waris menurut keduanya terbagi menjadi empat bagian:
1. Dia yang hanya mendapat waris dengan fardhu saja, mereka ada tujuh: ibu, saudara satu ibu, saudari satu ibu, nenek dari fihak ibu, nenek dari fihak ayah, suami dan istri.
2. Dia yang hanya mendapat waris dengan ta’shib saja, mereka ada dua belas: putra, cucu laki dari putra dan keturunannya, saudara kandung, saudara satu ayah, putra saudara kandung serta putra saudara satu ayah dan keturunannya, paman kandung serta paman satu ayah dan ayah mereka, putra paman kandung serta putra paman satu ayah dan keturunannya, laki-laki yang memerdekakan dan wanita yang memerdekakan.
3. Dia yang terkadang mendapat waris dengan fardhu, terkadang dengan ta’shib dan terkadang dari kedua-duanya, mereka ada dua: ayah dan kakek, satu dari keduanya mendapat jatah fardhu seperenam jika mayit memiliki keturunan, dan menjadi ta’shib sendirian jika mayit tidak memiliki keturunan, serta menjadi fardhu dan ta’shib jika hanya terdapat keturunan mayit yang wanita, itupun jika tersisa setelah ashabul furudh lebih dari seperenam, contoh: seseorang meninggal dengan meninggalkan (satu putri, ibu dan ayah), maka permasalahannya dari enam: untuk putri setengah, ibu seperenam, dan sisanya dua untuk ayah sebagai fardhu dan ta’shib.
4. Dia yang terkadang mendapat waris dengan fardhu, terkadang dengan ta’shib dan tidak berkumpul pada keduanya, mereka ada empat: satu orang putri atau lebih, putri anak laki (cucu) satu orang atau lebih dan yang dibawahnya dari anak laki, saudari kandung satu orang atau lebih, dan saudari satu ayah satu orang atau lebih, mereka mendapat waris dengan fardhu ketika tidak ada yang menjadikan mereka ashobah, yaitu saudara laki-laki mereka, jika ada saudara laki-laki maka mereka akan menjadi ashobah, seperti putra dengan putri, saudara dengan saudari, maka para putri serta saudari menjadi ashobah.
Ashabul furudh ada sebelas orang, mereka: suami, istri satu orang atau lebih, ibu, ayah, kakek, nenek satu orang atau lebih, anak perempuan, putri anak laki (cucu wanita dari anak laki), saudari kandung, saudari satu ayah, saudara satu ibu baik laki maupun wanita, pembagian waris mereka seperti berikut ini:
1. Bagian Waris Suami
1. Suami mendapat jatah waris setengah dari peninggalan istrinya jika si istri tidak memiliki keturunan, yang dimaksud keturunannya adalah: “anak-anaknya, baik itu putra maupun putri, cucu dari putranya sampai kebawah” adapun cucu dari putri mereka termasuk dari keturunan yang tidak mendapat waris.
2. Suami mendapat jatah waris seperempat dari istrinya jika si istri memiliki keturunan, baik itu keturunan darinya ataupun dari suami lain.
Allah berfirman:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya..”
2. Bagian Waris Istri
1. Seorang istri mendapat seperempat dari peninggalan suaminya jika si suami tidak memiliki keturunan.
2. Istri mendapat waris seperdelapan dari suami jika dia (suami) memiliki keturunan, baik itu darinya ataupun dari istrinya yang lain.
berkumpul beberapa orang istri dalam seperempat atau seperdelapan jika mereka lebih dari satu orang. Allah berfirman:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu..”
3. Bagian Waris Ibu
1. Ibu mendapat sepertiga peninggalan dengan tiga syarat: Mayit tidak memiliki keturunan, tidak adanya sejumlah saudara, baik laki-laki maupun wanita, serta permasalahannya tidak termasuk dari Umariyatain (permasalahan dua Umar).
2. Ibu mendapat jatah seperenam: jika mayit memiliki keturunan, atau adanya sejumlah saudara, baik laki-laki maupun wanita.
3. Ibu mendapat jatah sepertiga dari sisa harta dalam permasalahan Umariyatain, dan disebut pula permasalahan Ghorowiatain,
kedua permasalahan tersebut adalah:
1. Istri, ibu dan ayah: permasalahannya dari empat: untuk istri seperempat yaitu satu, untuk ibu sepertiga dari sisa harta yaitu satu, dan sisanya yang dua untuk ayah.
2. Suami, ibu dan ayah: permasalahan dari enam: untuk suami setengah, yaitu tiga, untuk ibu sepertiga dari sisa yaitu satu dan sisanya yang dua lagi untuk ayah.
Ibu diberi bagian sepertiga dari sisa harta; agar apa yang dia dapat tidak melebihi bagian ayah, padahal keduanya satu derajat bagi si mayit, agar bagian laki-laki menjadi dua kali lebih banyak dari wanita.
Allah berfirman:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
… Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya..”
4. Bagian Waris Ayah
1. Ayah mendapat waris seperenam secara fardhu dengan syarat adanya keturunan laki-laki bagi si mayit, seperti putra ataupun cucu dari putranya.
2. Ayah mendapat waris sebagai ashobah jika si mayit tidak memiliki keturunan.
3. Ayah mendapat waris dengan fardhu dan ta’shib sekaligus jika terdapat keturunan mayit yang wanita, seperti: putrinya atau putri dari putranya (cucu), dalam keadaan ini ayah berhak mendapat seperenam sebagai fardhu dan juga mendapatkan sisa harta sebagai ashobah.
Saudara-saudara kandung atau satu ayah ataupun satu ibu, seluruhnya jatuh (tidak mendapat waris) dengan keberadaan ayah atau kakek.
5. Bagian Waris Kakek
Kakek yang berhak untuk mendapat waris adalah dia yang tidak terdapat diantara dirinya dengan mayit seorang wanita, seperti ayahnya ayah, besarnya apa yang dia dapat sama seperti ayah kecuali dalam permasalahan Umariatain (dua Umar), sesungguhnya ibu dalam kedua permasalahan ini akan mendapatkan
sepertiga harta walaupun ada kakek, sedangkan ketika bersama ayah, ibu akan menerima sepertiga dari sisa setelah diambil oleh jatah suami atau istri, sebagaimana yang telah lalu.
1. Kakek akan mendapat waris seperenam secara fardhu dengan dua syarat: adanya keturunan mayit, tidak adanya ayah.
2. Kakek akan mewarisi sebagai ashobah jika mayit tidak memiliki keturunan, tidak ada ayah.
3. Kakek akan mewarisi dengan fardhu dan ta’shib bersamaan ketika ada keturunan mayit yang wanita, seperti putri dan putrinya putra (cucu).
6. Bagian Waris Nenek
Nenek yang berhak untuk mendapat waris: adalah ibunya ibu, ibunya ayah, ibunya kakek dan begitulah seterusnya dengan asal wanita, dua orang dari arah ayah dan satu dari arah ibu.
Secara mutlak tidak ada jatah waris untuk seluruh nenek jika ada ibu, sebagaimana pula tidak ada waris secara mutlak untuk kakek ketika ada ayah.
Waris yang didapat oleh satu orang nenek ataupun lebih adalah seperenam (mutlak) dengan syarat tidak ada ibu.
7. Bagian Waris anak-anak putri
1. Satu orang putri ataupun lebih akan mendapat waris dengan ta’shib jika ada bersama mereka saudara laki-laki, dengan hitungan untuk laki-laki seperti jatah dua orang wanita.
2. Seorang putri mendapat waris setengah harta dengan syarat tidak adanya muasshib baginya, yaitu saudara laki-lakinya, tidak ada yang menyertainya, yaitu saudarinya yang lain.
3. Dua orang putri ataupun lebih berhak mendapat waris dua pertiga dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, tidak ada muasshib bagi mereka, yaitu saudara laki-laki mereka.
Allah berfirman:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.. ” (An-Nisaa: 11)
8. Bagian Waris Cucu (Cucu Dari Anak Laki-Laki)
1. Seorang cucu perempuan dari anak laki ataupun lebih dari satu akan mendapat waris sebagai ta’shib jika ada bersamanya saudara laki-laki mereka yang sederajat dengannya, yaitu putranya putra (cucu laki).
2. Binti Ibn mendapat waris setengah harta dengan syarat tidak ada muasshibnya, yaitu saudara laki-lakinya, tidak ada yang menyertainya, yaitu saudarinya yang lain, tidak ada keturunan mayit yang lebih tinggi derajatnya, seperti putra ataupun putri mayit.
3. Dua orang binti ibn ataupun lebih akan mendapat waris dua pertiga dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, tidak adanya muasshib mereka, yaitu saudara laki-laki mereka, tidak adanya keturunan yang derajatnya lebih tinggi dari mereka.
4. Satu orang atau lebih dari binti ibn mendapat waris seperenam dengan syarat tidak adanya muasshib mereka, yaitu saudara laki-laki mereka, tidak ada keturunan mayit yang lebih tinggi derajat darinya kecuali satu orang putri yang berhak mendapat setengah harta peninggalan, karena mereka tidak akan mengambil seperenam kecuali dengan keberadaannya, begitu pula hukumnya dengan putrinya cucu bersama cucu perempuan dari anak laki, dst.
9. Bagian Waris Saudari Kandung
1. Seorang saudari kandung mendapat waris setengah dari harta dengan syarat tidak ada yang menyertainya dari saudari lainnya, tidak ada muasshib, yaitu saudaranya, tidak ada asli waris, yaitu ayah atau kakek si mayit, tidak ada keturunan.
2. Beberapa saudari kandung mendapat bagian dua pertiga dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, mayit tidak memiliki keturunan, tidak ada asal waris yang pria, tidak ada muasshib mereka, yaitu saudara mereka.
3. Seorang saudari kandung ataupun lebih akan menjadi ashobah jika ada bersama mereka muasshibnya, yaitu saudara laki, dengan pembagian untuk laki-laki sama dengan dua bagian wanita, atau ketika mereka bersama keturunan mayit yang wanita seperti putri mayit.
Allah berfirman:
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal..”
10. Bagian Waris Saudari se-Ayah
1. Saudari satu ayah mendapat bagian setengah harta dengan syarat tidak ada yang menyertainya dari saudari selainnya, tidak ada muasshib, yaitu saudara laki-lakinya, tidak ada asal waris dari laki-laki, tidak ada keturunan mayit, tidak ada saudara kandung, baik laki-laki maupun wanita.
2. Saudari satu ayah berhak mendapat dua pertiga bagian dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, tidak ada muasshib, yaitu saudara laki-laki mereka, tidak ada asli waris laki, tidak ada keturunan, tidak ada saudara kandung, baik laki-laki maupun wanita.
3. Seorang saudari satu ayah atau lebih akan mendapat bagian seperenam dengan syarat adanya seorang saudari kandung mayit yang mendapat bagian setengah dengan fardhu, tidak ada muasshib baginya, tidak ada keturunan mayit, tidak ada asli waris laki-laki, tidak ada saudara kandung, baik itu satu orang ataupun lebih.
4. Seorang saudari satu ayah ataupun lebih akan mendapat waris sebagai ta’shib jika ada bersama mereka muasshibnya, yaitu saudara laki-laki mereka, maka pembagiannya untuk satu orang laki-laki sama dengan dua orang wanita, atau mungkin juga jika mereka ada bersama keturunan mayit yang wanita, seperti putri mayit.
11. Bagian Waris Saudara Se-Ibu
Saudara satu ibu tidak dibedakan antara laki-laki dan wanitanya, laki-laki mereka tidak menta’shibkan wanitanya, bahkan mereka mendapat bagian dengan merata (sama).
1. Saudara satu ibu, baik laki-laki maupun wanita mendapat bagian seperenam dengan syarat si mayit tidak memiliki keturunan, tidak ada asli waris yang laki-laki, dia hanya satu orang.
2. Saudara satu ibu, baik itu laki-laki ataupun wanita mendapat bagian sepertiga dengan syarat jumlah mereka lebih dari satu orang, mayit tidak memiliki keturunan, tidak ada asli waris yang laki-laki.
Allah berfirman:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”
Permasalahan Ahlul Furudh
Permasalah Faraidh berdasarkan apa yang ada didalamnya dari furudh terbagi menjadi tiga:
1. Apabila bagian (siham) yang ada didalamnya sama dengan asli masalah, yang demikian dinamakan al-adilah.
Contoh: suami dan saudari, masalahnya dari dua, untuk suami setengah, yaitu satu dan untuk saudari juga setengah, yaitu satu.
2. Apabila bagian yang ada didalamnya lebih sedikit dari asli masalah, yang seperti ini dinamakan an-naqisoh, apa yang tersisa darinya diberikan kepada ashabul furudh selain dari suami istri, apabila ashabul furudh tidak menghabiskan harta peninggalan dan tidak ada ashobah, maka mereka lebih berhak atas pembagian dan mengambil sesuai dengan bagian masing-masing.
Contoh: istri dan putri, asal masalah dari delapan, untuk istri seperdelapan: satu, dan untuk putri tujuh, sebagai fardhu dan bagian sisa.
3. Apabila bagian yang ada lebih banyak dari asli masalah, yang seperti ini dinamakan aailah.
Contoh: suami dan dua orang saudari (bukan satu ibu), jika suami diberi setengah, maka tidak akan cukup bagian untuk kedua orang saudari tersebut, yaitu dua pertiga, maka asli masalah yang enam dirubah menjadi tujuh, untuk suami setengah, yaitu tiga, dan untuk kedua saudari dua pertiga, yaitu empat, sehingga kekurangan mencakup seluruhnya, sesuai dengan bagian masing-masing.
2. ASHOBAH
Ashobah adalah mereka yang mendapat waris dengan tanpa batasan.
Ashobah terbagi menjadi dua: 1- Ashobah binnasab 2- Ashobah bissabab
1. Ashobah binnasab terbagi menjadi tiga bagian:
1. Ashobah binnafsi
Mereka adalah seluruh ahli waris laki-laki kecuali (suami, saudara satu ibu, orang yang memerdekakan), rinciannya adalah: putra, cucu (putranya putra) dan seterusnya kebawah, ayah, kakek dan seterusnya keatas, saudara kandung, saudara satu ayah, putra saudara kandung dan seterusnya kebawah, putra saudara satu ayah dan seterusnya kebawah, paman kandung, paman satu ayah, putra paman kandung dan seterusnya kebawah, putra paman satu ayah dan seterusnya kebawah.
Jika hanya ada satu orang saja diantara mereka, maka dia akan mendapat seluruh harta, dan jika berkumpul dengan ashabul furudh, dia akan mengambil apa yang tersisa setelah ashabul furudh, dan jika ashabul furudh telah mengambil seluruh harta peninggalan, maka dia tidak mendapat harta.
Tingkatan ashobah ini sebagiannya lebih dekat dari sebagian lainnya, secara berurutan mereka ada lima: Bunuwah (anak dan keturunannya), kemudian ubuwwah (ayah dan keatasnya), kemudian ukhuwah (saudara dan keturunannya), kemudian a’mam (paman dan keturunannya), kemudian wala (perwalian/yang memerdekakan).
Jika terdapat dua ashobah atau lebih, maka akan ada beberapa keadaan:
1. Keadaan pertama: Jika keduanya berkumpul dalam satu tingkat, derajat dan kekuatan, seperti dua orang putra, dua orang saudara atau dua orang paman, dalam keadaan ini keduanya akan berbagi harta secara merata.
2. Keadaan kedua: Jika keduanya berkumpul dalam tingkatan dan derajat akan tetapi berbeda dalam kekuatannya, seperti jika berkumpul antara paman kandung dan paman satu ayah, maka yang lebih kuat akan lebih dikedepankan, oleh karenanya hanya paman kandung yang akan menerima waris, sedangkan paman satu ayah tidak.
3. Keadaan ketiga: Jika keduanya berkumpul dalam satu tingkatan akan tetapi berbeda dalam derajatnya, seperti bertemunya putra dan cucu (cucu laki dari putra), maka yang lebih dekat derajatnyalah yang akan dikedepankan, sehingga harta peninggalan hanya akan didapat oleh putra.
4. Keadaan keempat: Jika keduanya berbeda tingkatan, maka yang tingkatannya terdekat yang akan dikedepankan dalam waris, walaupun derajatnya sangat jauh dari mayit jika dibandingkan dengan tingkatan yang jauh walaupun derajatnya dekat (dari mayit), maka cucu (putra dari anak laki) lebih diutamakan dari ayah.
2. Ashobah bilghoir
Mereka ada empat: Satu orang putri atau lebih dengan satu orang putra atau lebih, satu orang cucu (putri dari putra) atau lebih dengan satu orang cucu (putranya putra) atau lebih, satu orang saudari kandung atau lebih dengan satu orang saudara kandung atau lebih, satu orang saudari satu ayah atau lebih dengan satu orang saudara satu ayah atau lebih, pembagian waris diantara mereka adalah jatah satu orang laki-laki sama dengan jatah dua orang wanitanya, mereka mendapatkan apa yang tersisa setelah ashabul furudh, dan jika ashabul furudh telah mengambil seluruh harta maka merekapun tidak akan mendapatkan apa-apa.
3. Ashobah ma’alghoir
Mereka ada dua kelompok: Satu orang saudari kandung atau lebih bersama satu orang putri atau lebih atau bersama satu orang cucu (putrinya putra) atau lebih ataupun juga bersama keduanya, lalu satu orang saudari satu ayah atau lebih bersama satu orang putri atau lebih atau bersama satu orang cucu (putrinya putra) atau lebih ataupun juga bersama keduanya, disini saudari perempuan selalu bersama putri atau cucu (putrinya putra) menjadi ashobah bersama, bagi mereka adalah apa yang tersisa setelah ashabul furudh, dan jika ashabul furudh telah mengambil seluruh harta, maka merekapun tidak akan mendapat apa-apa.
2. Ashobah bissabab: Mereka adalah laki-laki atau perempuan yang memerdekakan budak, dan keashobahan mereka dinisbatkan kepada diri mereka masing-masing.
1- Allah berfirman:
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” An-Nisaa:176
2- Dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata: telah bersabda Rosulullah SAW:
“Berikanlah jatah harta peninggalan kepada orang yang berhak atasnya, dan apa yang masih tersisa berikanlah kepada dia yang lebih berhak dari golongan laki-laki”
H.R Bukhori. (Riwayat Bukhori nomor (6732) dan Muslim nomor (1615))
3. AL-HAJB
Al-Hajb: adalah Larangan terhadap dia yang berhak mendapat waris dari jatah warisnya secara keseluruhan atau dari jatah terbesarnya.
Al-Hajb termasuk dari bab Faraidh terpenting dan terbesar, barang siapa yang tidak mengetahuinya maka bisa jadi dia akan melarang hak seseorang untuk sampai kepadanya, atau mungkin juga dia akan memberikan harta kepada dia yang tidak berhak atasnya, padahal pada keduanya terdapat dosa serta kedzoliman.
Ada tiga keadaan jika seluruh ahli waris berkumpul:
1. Jika seluruh laki-laki berkumpul, maka yang akan mendapat waris diantara mereka hanyalah tiga: Ayah, Putra dan Suami.
Permasalahan mereka dari duabelas: untuk ayah seperenam yaitu dua, untuk suami seperempat yaitu tiga, dan sisanya tujuh untuk putra sebagai ashobah.
2. Jika seluruh wanita berkumpul, maka yang akan mendapat waris diantara mereka hanyalah lima: Putri, Cucu (putrinya putra), Ibu, Istri, Saudari kandung, selain mereka akan jatuh dan tidak mendapat waris.
Permasalahannya dari duapuluh empat: untuk istri seperdelapan yaitu tiga, untuk ibu seperenam yaitu empat, untuk putri setengah yaitu duabelas, sisanya satu untuk saudari kandung sebagai ashobah.
3. Jika berkumpul seluruh laki-laki dan wanita, maka yang akan mendapatkan waris diantara mereka hanyalah lima: Ibu, Ayah, Putra, Putri, dan salah satu Suami atau Istri.
1. Jika bersama mereka ada istri, maka permasalahannya dari duapuluh empat: untuk ayah seperenam yaitu empat, untuk ibu seperenam yaitu empat, untuk istri seperdelapan yaitu tiga, dan sisanya untuk putra dan putri sebagai ashobah, untuk laki-laki seperti bagian untuk dua orang wanita.
2. Jika bersama mereka ada suami, maka permasalahannya dari duabelas: untuk ayah seperenam yaitu dua, untuk ibu seperenam yaitu dua, untuk suami seperempat yaitu tiga, dan sisanya untuk putra dan putri sebagai ashobah, untuk laki-laki seperti bagian untuk dua orang wanita.
Macam-Macam Al-Hajb
Al-Hajb terbagi menjadi dua bagian:
1. Al-Hajb bilwasf: yaitu seorang ahli waris yang disifati sebagai salah satu yang terlarang dari bagian waris, dia adalah: perbudakan, pembunuhan atau perbedaan agama, hal ini mencakup seluruh ahli waris, siapa yang saja yang memiliki salah satu dari sifat tersebut, maka dia tidak mewarisi dan keberadaannya seperti tidak ada.
2. Al-Hajb bissyahsi: -inilah yang dimaksud disini- yaitu jika sebagian dari ahli waris terhalangi oleh ahli waris lainnya, bagian ini terbagi menjadi dua: Hajb Nuqson dan Hajb Hirman, penjelasannya sebagai berikut:
1. Hajb Nuqson: Yaitu penghalangan seseorang dari bagian terbesarnya, bagian yang dia dapat akan berkurang disebabkan oleh dia yang menutupinya, permasalahan ini terbagi tujuh: empat intiqol (perpindahan) dan tiga izdiham (berdesak-desakan),
adapun intiqol:
1. Berpindahnya dia yang di Hajb dari fardhu kepada fardhu yang lebih sedikit, mereka ada lima: suami-istri, ibu, cucu (putrinya putra), saudari satu ayah, contohnya adalah seperti perpindahan suami dari seperempat menjadi seperdelapan.
2. Perpindahan dari ashobah kepada fardhu yang lebih sedikit bagiannya, ini khusus hanya dalam permasalahan ayah dan kakek saja.
3. Perpindahan dari fardhu kepada ashobah yang bagiannya lebih kecil, ini berkaitan dengan mereka yang termasuk dari kelompok yang mendapat jatah setengah: putri, cucu (putrinya putra), saudari kandung dan saudari satu ayah, hal ini terjadi jika ada bersama setiap dari mereka saudaranya yang laki-laki.
4. Perpindahan dari ashobah kepada ashobah yang lebih sedikit bagiannya, ini berhubungan dengan ashobah ma’alghoir, maka saudari kandung ataupun yang satu ayah ketika bersama putri ataupun cucu (putrinya putra) akan mengambil sisa yaitu setengah, padahal jika bersama saudara laki-lakinya, dia akan mengambil seluruh sisa bersama dan pembagiannya bagi laki-laki sama seperti dua bagian wanita.
5. Sedangkan izdiham akan terjadi dalam fardhu, dan ini terjadi dalam tujuh golongan dari ahli waris, mereka adalah: kakek, istri, sejumlah putri dan cucu
(putrinya putra), beberapa orang saudari kandung, beberapa orang saudari satu ayah, dan beberapa orang saudara satu ibu.
6. Izdiham dalam ashobah: ini akan terjadi pada mereka yang menjadi penyebab ashobah, seperti putra, saudara, paman dan semisalnya.
7. Izdiham dalam Aul: ini akan terjadi pada ashabul furudh jika mereka saling berdesakan.
2. Hajb Hirman: Seseorang menjatuhkan orang lain dari waris secara keseluruhan, ini akan terjadi pada seluruh ahli waris kecuali enam: ayah, ibu, suami, istri, putra dan putri.
Beberapa kaidah dalam hajb hirman bissyahsi:
1. Setiap ahli waris dari ushul (atas) menjatuhkan dia yang berada lebih atas darinya, jika mereka satu jenis, oleh karena itu ayah akan menjatuhkan kakek dan ibu menjatuhkan nenek, begitulah seterusnya.
2. Setiap ahli waris dari keturunan yang laki-laki akan menjatuhkan dia yang berada dibawahnya, baik itu satu jenis ataupun tidak, seorang putra akan menjatuhkan seluruh cucu, baik itu cucu laki-laki ataupun wanita, sedangkan keturunan wanita, dia tidak akan menjatuhkan kecuali dia yang berada dibawahnya, itupun jika dia telah mengambil duapertiga, maka akan jatuhlah seluruh wanita yang berada dibawahnya, kecuali jika dijadikan ashobah bersama saudara laki-lakinya, bagi mereka apa yang masih tersisa dari harta.
3. Setiap ahli waris baik itu yang ushul ataupun keturunan, dia akan menjatuhkan seluruh hawasyi (arah samping), baik itu laki-laki ataupun wanita, tanpa terkecuali.
Hawasyi: mereka adalah seluruh saudara atau saudari, baik itu yang kandung ataupun satu ayah beserta keturunan mereka yang laki-laki, saudara-saudara satu ibu, paman, baik kandung ataupun satu ayah beserta keturunan laki-laki mereka. Adapun wanita, baik itu ushul ataupun keturunan, mereka tidaklah menjatuhkan hawasyi kecuali hanya keturunan saja, mereka adalah: putri dan putrinya putra (cucu) yang menjatuhkan saudara satu ibu.
4. Hawasyi sebagian mereka bersama sebagian lainnya, setiap dari mereka yang menjadi ashobah maka dia akan menjatuhkan siapa saja yang berada dibawahnya, baik itu dari segi arah, kedekatan ataupun kekuatan.
Saudara satu ayah akan jatuh oleh saudara kandung ataupun saudari kandung yang menjadi ashobah ma’alghoir, putra saudara kandung akan jatuh oleh keberadaan saudara kandung, saudari kandung yang menjadi ashobah ma’alghoir, saudara satu ayah dan saudari satu ayah yang menjadi ashobah ma’alghoir, putra saudara satu ayah akan jatuh oleh empat kelompok diatas dan oleh putra saudara kandung.
Paman kandung akan jatuh oleh lima kelompok diatas dan oleh putra saudara satu ayah, paman satu ayah akan jatuh oleh enam kelompok diatas dan oleh paman kandung, putra paman kandung akan jatuh oleh tujuh kelompok diatas dan oleh paman satu ayah, putra paman satu ayah akan jatuh oleh delapan kelompok diatas dan oleh putra paman kandung, adapun saudara-saudara satu ibu mereka akan jatuh oleh keturunan ahli waris serta oleh ushul waris yang laki-laki.
5. Ushul tidak ada yang bisa menjatuhkan mereka kecuali ushul juga, keturunanpun tidak bisa dijatuhkan kecuali oleh keturunan pula, sebagaimana yang telah lalu, sedangkan hawasyi akan dijatuhkan oleh ushul, keturunan dan hawasyi lainnya –sebagaimana yang telah lalu-.
6. Berdasarkan hajb hirman, ahli waris terbagi menjadi empat bagian:
Kelompok pertama bisa menjatuhkan namun tidak bisa dijatuhkan, mereka adalah kedua orang tua serta putra dan putri, kelompok kedua bisa dijatuhkan tapi tidak bisa menjatuhkan, mereka saudara-saudara satu ibu, kelompok ketiga tidak bisa menjatuhkan dan tidak bisa pula dijatuhkan, mereka adalah suami dan istri, kelompok keempat adalah mereka yang bisa menjatuhkan dan bisa dijatuhkan, mereka adalah ahli waris selain dari yang telah disebut diatas.
7. Orang yang memerdekakan budak, baik itu laki-laki ataupun wanita akan jatuh oleh setiap ashobah dari kerabat mayit.
4. TA’SILUL MASAIL
Asli dari setiap permasalahan akan berbeda sesuai dengan perbedaan ahli waris, jika mereka seluruhnya hanya ashobah, maka asli masalahnya sesuai dengan jumlah setiap bagian dari mereka, untuk laki-laki seperti dua bagian wanita, seperti jika seseorang meninggal dan hanya meninggalkan satu putra dan satu putri, maka asli masalahnya dari tiga, untuk putra dua dan untuk putri satu.
Jika dalam permasalahan terdapat seorang ashabul furudh dan ashobah, maka asli masalahnya diambil dari ashabul furudh tersebut, seperti jika seseorang meninggal dan meninggalkan seorang istri dan satu putra, maka permasalahannya dari delapan, untuk istri seperdelapan, yaitu satu dan sisanya untuk putra sebagai ashobah.
Jika dalam permasalahan terdapat beberapa ashabul furudh saja, atau ada ashobah bersama mereka, maka dilihat antara ashabul furudh dengan nisab yang empat, yaitu (mumatsalah, mudaholah, muwafaqoh dan mubayanah) kemudian hasilnya dijadikan asli masalah, pada furudh seperti setengah, seperempat, seperenam, sepertiga, seperdelapan dan dua pertiga, jika terjadi mutamatsilan (dua yang serupa) maka cukuplah dengan salah satunya, jika mutadahilan (saling masuk) maka cukup dengan yang terbesar, jika mutawafiqon, maka perkecilan dari salah satunya dikalikan dengan yang lainnya, dan jika mutabayinan, maka keduanya dikalikan langsung, contohnya seperti berikut ini:
Mumatsalah (1/3 dan 1/3),
mudaholah (1/6 dan 1/2),
muwafaqoh (1/8 dan 1/6),
mubayanah (2/3 dan 1/4) dst.
Asli masalah untuk ashabul furudh ada tujuh: dua, tiga, empat, enam, delapan, duabelas dan duapuluh empat.
Jika harta masih tersisa setelah ashabul furudh dan tidak terdapat ashobah, maka dia harus dibagikan kepada ashabul furudh, selain suami dan istri, contoh suami dan putri, permasalahan dari empat: untuk suami seperempat yaitu satu dan sisanya untuk putri sebagai fardhu dan rod .. dst.
5. PEMBAGIAN TARIKAH (Harta Pusaka)
Tarikah: Apa yang ditinggalkan mayit dari harta ataupun lainnya.
Peninggalan akan dibagikan kepada ahli waris dengan menggunakan salah satu dari beberapa cara berikut ini:
1. Nisbah: Yaitu dengan cara menyandarkan bagian setiap waris kepadanya, lalu memberikan hasilnya dari peninggalan sesuai dengan hitungannya, jika seseorang meninggal dan meninggalkan (istri, ibu dan paman) lalu harta peninggalannya sebesar seratus duapuluh, maka asli masalahnya dari duabelas, untuk istri seperempat yaitu tiga, untuk ibu sepertiga yaitu empat dan sisanya untuk paman yaitu lima. Bagian istri dari asli masalah adalah seperempatnya, maka dia berhak atas seperempat peninggalan yaitu tigapuluh, bagian ibu sepertiganya, maka dia akan mendapat empatpuluh, bagian paman yang lima menurut asli masalah adalah seperempat dan seperenamnya, maka dia mendapat limapuluh.
2. Cara berikutnya adalah dengan cara mengalikan bagian setiap waris dengan peninggalan, kemudian hasilnya dibagi oleh asli masalah, maka akan keluarlah bagian yang akan didapatnya, dalam permasalahan lalu, istri mendapat seperempat yaitu tiga, kalikanlah dengan peninggalan (120) hasilnya adalah (360) lalu bagilah dengan asli masalah (12) sehingga menjadikan bagiannya dari peninggalan adalah (30) begitulah seterusnya.
3. Berikutnya adalah dengan cara membagi peninggalan terhadap asli masalah, nilai yang dihasilkannya dikalikan oleh bagian setiap waris dalam permasalahan, hasil yang didapat adalah bagian yang akan diperoleh oleh setiap ahli waris.
Dalam permasalahan lalu, peninggalan (120) dibagi oleh asli masalah (12), maka akan diperoleh hasil (10), hasil ini dikalikan oleh bagian setiap waris, maka bagian ibu dalam masalah tersebut mendapat sepertiga yaitu empat, kita kalikan dengan sepuluh (10 x 4 = 40), demikianlah hasil yang didapatnya dari peninggalan, dst.
Jika pada waktu pembagian waris ada kerabat mayit yang tidak mendapat waris namun dia hadir, ada juga anak-anak yatim, ataupun orang miskin, hendaklah mereka diberi dari harta peninggalan sebelum dibagi.
Allah berfirman:
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik“.
6. MIROTS (BAGIAN) DZAWIL ARHAM
Dzawil Arham: Mereka adalah seluruh kerabat dekat yang tidak mendapat waris, tidak dengan fardhu dan tidak pula dengan ashobah.
Dzawil arham akan mendapat waris dengan dua syarat: Tidak adanya ashabul furudh selain suami-istri, tidak adanya ashobah.
Pembagian waris terhadap dzawil arham dilakukan dengan cara melihat kedudukan, setiap dari mereka menduduki tempat yang menjadi penghubungnya, kemudian barulah hasilnya dibagikan terhadap mereka, maka apapun bagian yang didapat oleh penghubung, itulah yang akan mereka dapat, rinciannya sebagai berikut:
1. Putra dari putri (cucu), putranya cucu putri, mereka menempati kedudukan ibu mereka.
2. Putri saudara dan putrinya keponakan, kedudukan mereka sama seperti kedudukan ayahnya, putra saudara satu ibu kedudukannya sama dengan kedudukan saudara satu ibu, putra saudari secara mutlak kedudukannya sama seperti kedudukan ibu mereka.
3. Saudara ibu baik yang laki ataupun wanita dan ayahnya ibu, kedudukannya sama seperti ibu.
4. Saudari ayah dan paman satu ibu menduduki kedudukan ayah.
5. Nenek yang jatuh (mereka yang tidak berhak waris) baik itu dari arah ayah ataupun ibu, seperti ibu ayahnya ibu (neneknya ibu) dan ibu ayahnya kakek (neneknya ayah), yang pertama menduduki kedudukan nenek dari arah ibu dan kedua menduduki kedudukan nenek dari arah ayah.
6. Kakek yang jatuh (mereka yang tidak berhak waris), baik itu dari arah ayah ataupun ibu, seperti ayahnya ibu dan ayah ibunya ayah (ayahnya nenek), yang pertama menduduki kedudukan ibu dan kedua menduduki kedudukan nenek (ibunya ayah).
7. Setiap dari dia yang berhubungan dengan ini, maka dia akan menduduki kedudukan orang yang menjadi penghubungnya, seperti bibinya saudari ayah dan bibinya saudari ibu dst.
Arah dzawil arham hanya tiga:
bunuwwah (keturunan),
ubuwwah (keatas) dan
umumah (paman).
7. MIROTS (BAGIAN) AL-HAML
Al-Haml: Adalah janin yang masih berada dalam perut ibunya.
Al-Haml akan mendapat waris setelah dia terlihat mengeluarkan suara, ketika mayit meninggal dia sudah berada dalam janin walaupun hanya berbentuk air mani, suaranya bisa dengan teriakan, karena haus, menangis ataupun semisalnya.
Dari Abu Hurairoh r.a: bahwasanya Rosulullah SAW bersabda: “Tidak ada seorangpun keturunan Adam yang dilahirkan kecuali dia akan disentuh oleh setan pada saat dilahirkan, sehingga dia akan berteriak mengeluarkan suara yang disebabkan oleh sentuhan setan tersebut, kecuali Maryam dan putranya“. (Muttafaq ‘Alaih, riwayat Bukhori nomor (3431) dan lafadz darinya, Muslim nomor (2366))
Barang siapa yang meninggalkan ahli waris dan terdapat padanya haml, ada dua keadaan bagi mereka:
1. Mereka menunggu sampai janin dilahirkan dan jelas kelaminnya, barulah kemudian dilakukan pembagian waris.
2. Atau bisa juga mereka meminta untuk dibagikan harta peninggalan sebelum dia dilahirkan, dalam keadaan seperti ini akan disisakan untuk janin dari harta waris sebesar bagian dua orang putra atau dua orang putri, setelah dilahirkan dia akan mengambil bagiannya, sedangkan sisanya akan dikembalikan kepada dia yang berhak, siapa saja yang tidak terhajb (terhalangi) oleh janin, maka dia akan mengambil seluruh bagiannya, contohnya adalah nenek, dan siapa yang sekiranya akan berkurang olehnya, maka dia akan mengambil bagian terkecil, contohnya seperti istri dan ibu, dan siapa saja yang sekiranya akan jatuh olehnya, maka dia tidak akan mengambil bagian sedikitpun, contohnya seperti saudara.
8. MIROTS (BAGIAN) HUNTSA MUSYKIL (BANCI)
Huntsa Musykil adalah dia yang berkelamin ganda (memiliki kelamin pria dan wanita) Huntsa Musykil jika tidak jelas keadaannya, maka dia akan mendapat setengah bagian laki-laki dan setengah bagian wanita.
Apabila huntsa tersebut bisa diharapkan untuk diketahui kejelasan kelaminnya, maka dia harus ditunggu sampai ada kejelasannya, jika mereka tidak mau menunggu dan meminta agar harta peninggalan dibagi, maka hendaklah diberikan kepada dia ataupun lainnya dengan bagian terkecil, kemudian sisanya dibiarkan terlebih dahulu sampai terbukti keadaannya. Pertama-tama buatlah permasalahan dengan menganggap dia itu seorang pria, kemudian buatlah permasalahan baru dengan menjadikannya seorang wanita, setelah itu berikanlah kepada huntsa
ataupun ahli waris lainnya bagian terkecil, sedangkan sisa harta hendaklah dibiarkan sampai keadaannya bisa dibedakan.
Diketahui kejelasan keadaan huntsa oleh beberapa perkara:
Kencing atau keluarnya air mani dari salah satu kelamin, jika kencing dari keduanya maka hendaklah melihat kepada yang lebih dahulu keluar, akan tetapi jika berbarengan, maka hendaklah melihat dari segi banyaknya, kecondongannya terhadap lawan jenis, tumbuhnya jenggot, haid, hamil, tumbuhnya dua buah susu, keluarnya air susu dari dadanya, dlsb.
9. MIROTS (BAGIAN) MAFQUD
Mafqud: Adalah dia yang terputus beritanya, keadaannya tidak diketahui, apakah dia masih hidup ataukah meninggal.
Mafqud memiliki dua keadaan: meninggal dan hidup, pada keduanya ada pembahasan hukum khusus, hukum yang berhubungan dengan istrinya, hukum yang berhubungan dengan warisannya dari orang lain, warisan orang lain darinya, serta warisan bersama antara dia dengan yang lainnya, jika tidak bisa dipastikan keadaannya antara hidup dan mati, maka haruslah ditentukan waktu tertentu untuk membuktikan kenyataannya dan juga kesempatan untuk mencarinya, ketentuan waktu tersebut diserahkan kepada ijtihad seorang hakim.
Keadaan mafqud:
1. Jika mafqud sebagai orang yang diwarisi, apabila waktu menunggu yang telah ditentukan habis dan keadaannya belum diketahui, maka dia dihukumi telah meninggal, lalu harta pribadinya dibagikan, begitu pula dengan harta miliknya yang dihasilkan dari warisan orang lain terhadapnya, seluruhnya dibagikan kepada ahli warisnya yang ada ketika dia dihukumi meninggal, dan tidak diberikan kepada mereka yang telah meninggal pada masa penantian.
2. Jika mafqud menjadi salah seorang yang mendapat waris dan tidak ada orang lain padanya, maka harta tersebut untuk sementara dibiarkan sampai ada kejelasan tentangnya, atau habis masa penantiannya, jika ada ada ahli waris lain bersamanya dan mereka menuntut agar harta tersebut dibagikan, hendaklah seluruhnya diperlakukan dengan mendapat bagian terkecil, sementara sisanya dibiarkan sampai ada kejelasan tentangnya, jika hidup maka dia akan mengambil
bagiannya dan jika meninggal maka harta yang ada dibagikan kepada mereka yang berhak.
Pertama kali hendaklah dibuat sebuah permasalahan yang dianggap padanya kalau mafqud hidup, kemudian dibuat sebuah permasalahan kedua dengan menganggapnya sebagai mayit, barang siapa yang mendapat waris pada dua keadaan tersebut dengan bagian berbeda, maka hendaklah diberikan kepadanya bagian terkecil, barang siapa yang pada keduanya mendapat bagian yang sama, maka diberikan haknya secara penuh, sedangkan dia yang hanya mendapat bagian pada salah satunya saja, maka dia tidak diberikan harta sedikitpun, lalu apa yang masih tersisa dari harta dibiarkan untuk sementara sampai ada kejelasan tentang keadaan mafqud.
10. MIROTS (BAGIAN) GHORQO, HADMA DAN SEMISALNYA
Yang dimaksud disini: Sekelompok ahli waris yang meninggal bersama dalam sebuah kejadian tertentu, seperti tenggelam, kebakaran, peperangan, runtuhnya gedung, kecelakaan mobil, pesawat, kereta api dan semisalnya.
Keadaan mereka: mereka memiliki lima keadaan:
1. Diketahui dengan pasti kalau salah seorang dari mereka meninggal belakangan, maka dia berhak untuk mendapat waris dari dia yang meninggal lebih dahulu, dan tidak sebaliknya.
2. Diketahui jika mereka seluruhnya meninggal berbarengan, maka mereka tidak akan saling mewarisi satu dengan lainnya.
3. Tidak diketahui bagaimana mereka meninggal, apakah meninggalnya satu persatu? Ataukah berbarengan? Maka mereka tidak akan saling mewarisi.
4. Diketahui jika meninggalnya mereka berurutan, akan tetapi tidak diketahui dengan pasti siapa yang meninggal terakhir diantara mereka, maka dalam keadaan inipun mereka tidak akan saling mewarisi.
5. Diketahui siapa yang terakhir meninggal, namun kemudian dilupakan, maka dalam keadaan inipun mereka tidak akan saling mewarisi.
Dalam empat keadaan terakhir mereka tidak saling mewarisi, dengan demikian harta dari setiap mereka hanya dibagikan kepada ahli warisnya yang masih hidup saja, tidak dengan mereka yang meninggal berbarengan.
11. MIROTS (BAGIAN) AL-QOTIL (PEMBUNUH)
Barang siapa yang membunuh langsung orang yang mewarisinya atau ikut secara langsung dalam pembunuhannya ataupun menjadi penyebabnya tanpa hak, maka dia tidak berhak untuk mendapat warisan darinya, pembunuhan dengan tidak hak: dia yang terjamin oleh beberapa ketentuan, diyat ataupun kafarat, seperti pembunuhan dengan disengaja dan yang mirip dengan disengaja ataupun kesalahan dalam membunuh, serta apa saja yang mirip dengan kesalahan mebunuh, seperti pembunuhan dengan sebab, pembunuhan anak kecil, orang tidur dan orang gila.
Orang yang membunuh dengan sengaja tidak berhak untuk mendapat waris, hikmah darinya adalah: keterburu-buruan untuk mendapat waris, dan siapa saja yang menyegerakan sesuatu sebelum saatnya tiba, maka dia akan dihukum dengan tidak mendapatkannya, sedangkan pembunuhan yang tidak sengaja, pelarangannya dari waris sebagai bentuk penutupan terhadap ancaman dan penjagaan terhadap penumpahan darah; agar tidak dijadikan penyebab atas ketamakan dalam menumpahkan darah.
Jika pembunuhan dalam bentuk qisos, had ataupun pembelaan diri dan semisalnya, hal seperti ini tidak menghalangi seseorang dari mendapat waris.
Orang murtad tidak mewarisi siapapun dan tidak pula mendapat waris, jika dia meninggal dalam keadaan murtad, maka seluruh harta miliknya diserahkan kepada baitul mal kaum muslimin.
12. MIROTS (BAGIAN) LAIN AGAMA
Seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi Muslim; dikarenakan oleh perbedaan agama mereka, orang kafir itu seperti mayit dan mayit tidak bisa mewarisi.
Orang-orang kafir sebagian mereka mewarisi sebagian lainnya, jika mereka satu agama, dan tidak saling mewarisi jika berlainan agama, karena agama ini bermacam-macam, yahudi merupakan sebuah agama, nasrani agama, majusi agama dan begitulah seterusnya.
Orang-orang yahudi akan saling mewarisi sesama mereka, orang-orang nasrani dan majusipun demikian, sama halnya dengan agama-agama yang lainnya, sehingga seorang yahudi tidak mungkin akan mewarisi dari nasrani, begitu pula dengan agama lainnya.
13. WARIS (BAGIAN) WANITA
Islam telah memuliakan wanita, menghargainya serta memberinya bagian dari waris yang sesuai dengan keadaannya, sebagaimana berikut ini:
1. Terkadang dia mendapat bagian yang sama dengan pria, sebagaimana yang terjadi dengan saudara dan saudari satu ibu, ketika bergabung mereka akan menerima bagian yang sama.
2. Terkadang dia mendapat bagian yang sama atau lebih sedikit dari pria, sebagaimana yang terjadi dengan ayah dan ibu, jika terdapat bersama keduanya putra mayit yang laki atau laki dan perempuan, maka setiap dari ayah dan ibu akan menerima seperenam, dan jika yang ada hanya keturunan mayit yang perempuan saja, maka untuk ibu seperenam dan untuk ayah seperenam beserta sisa harta ketika tidak ada ashobah.
3. Terkadang wanitapun akan mendapat setengah dari bagian laki-laki, dan inilah yang lebih umum.
Penyebabnya: bahwa Islam telah mewajibkan kepada laki-laki beberapa beban dan kewajiban dari hartanya, pada saat hal tersebut tidak diharuskan terhadap wanita, seperti pembayaran mahar (mas kawin), menyediakan rumah, memberi nafkah kepada istri dan anak, membayar diyat, sementara wanita tidak diwajibkan bagi mereka untuk memberi nafkah, tidak terhadap dirinya dan tidak pula terhadap anak-anaknya.
Oleh sebab itu semua, Islam telah memuliakan wanita ketika meniadakan seluruh beban tersebut darinya, dan membebankannya kepada laki-laki, kemudian memberikan setengah bagian dari apa yang didapat oleh laki-laki, sehingga hartanya semakin bertambah, sementara harta laki-laki akan berkurang oleh nafkah terhadap dirinya, istrinya dan juga anak-anaknya, inilah dia bentuk keadilan diantara dua jenis kelamin yang berbeda, karena sesungguhnya Rob kalian tidak akan pernah berbuat kedzoliman terhadap hamba-Nya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
1. Allah berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…“.
2. Firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran“. (An-Nahl: 90)