Sabtu, 09 November 2024

Muraqabah 20

MURAQABAH 20

Dalam kitab Fathul Arifin Pendiri Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Syekh Ahmad Khatib Syambas ibnu Abdul Ghaffar Ra.  mengatakan bahwa muraqabah itu ada 20, yaitu

1. Muraqabah Ahadiyah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi dalam Zat, Sifat dan Af’al-Nya, serta mengingat Sifat 20 yang wajib bagi Allah beserta sifat Muhal bagi-Nya. Adapun kegunaan dari muraqabah ini adalah berharap akan memperoleh anugerah keutamaan Allah dari arah yang enam (atas, bawah, depan, belakang, kanan dan kiri) dari sifat Jaiz Allah Swt. Dalil dari Muraqabah Ahadiyah adalah,

قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ

“Katakanlah sesungguhnya Allah itu adalah Zat yang Maha Esa”. (Qs. Al Ikhlas [112]: 1)

2. Muraqabah Ma’iyyah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan besertanya Allah Swt. di dalam setiap bagian-bagian dalam diri kita yang bersifat maknawi (tidak bias dilihat adanya beserta Allah Swt. dalam diri kita). Kegunaan dari Muraqabah Ma’iyyah adalah berharap akan memperoleh anugerah keutamaan Allah dari arah yang enam (atas, bawah, depan, belakang, kanan dan kiri) dari sifat Jaiz Allah Swt. Adapun dalilnya adalah,


وَهُوَمَعَكُمْ اَيْنَماَ كُنْتُمْ

“Allah secara maknawi itu bersama, dimanapun kalian berada.” (Qs. Al-Hadid [57]: 4)

3. Muraqabah Aqrabiyyah

Yaitu, mengawasi sesungguhnya Allah Swt. itu lebih dekat kepada kita dibandingkan pendengaran kuping kita, penglihatan mata kita, penciuman hidung kita, perasa lidah kita, dan pikiran hati kita. Dalam arti Allah itu lebih dekat dibandingkan dengan seluruh anggota tubuh kita yang bersifat maknawi. Kita memikirkan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt, seperti manusia dan hewan yang berada di atas bumi, yang terbang di awang-awang, semua makhluk yang berada didalam laut. Mengingat alam yang berada di atas, seperti langit lapis tujuh beserta isi-isinya (bulan, matahari, bintang, mega, dan lain-lain), alam yang berada di bawah, seperti bumi yang lapis tujuh beserta isi-isinya (lautan, gunung, pepohonan, daun-daunan, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam, dan lain-lain). Dalilnya adalah,

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

“Aku (Allah) itu lebih dekat terhadap hamba-hamba-Ku dibandingkan dengan urat leher manusia.” (Qs. Qaaf [50]:16)

Kegunaan dari Muraqabah Aqrabiyyah adalah mengharapkan anugerah Allah kepada halus-halusnya otak yang berhubungan dengan lathaif yang lima yang berada di dalam dada yang dinamakan ‘Alam al-Amri. ‘Alam al-Amri adalah lokasi ijazahnya guru kepada murid. Adapun lafazijazahnya adalah:

اَلْبَسْتُكَ خِـرْقَةَ الْفَقِـيْرِيَّةِ الصُّوْفِـيَّةِ وَاَجَزْتُكَ

اِجاَزَةً مُطْلَـقَةً لِلْاِرْشَادِ والْاِجَازَةِ وَجَعَلْتُكَ خَلِيْفَةً

“Aku pakaikan pakaian yang hina yang murni, dan aku ijazahkan kepadamu secara mutlak untuk dijadikan petunjuk dan ijazah dan kau kujadikan khalifah (pengganti).”

Kemudian si murid menjawab:

قَبِلْتُ وَرَضِيْتُ عَلَى ذلِكَ

“Saya menerima, ridla atas ijazahnya guru kepadaku.”

Maka murid sudah menjadi khalifah kecil. Inilah akhir dari wilayah shughra (wilayah kecil) dan permulaan wilayah kubra (wilayah besar).

4. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Ula

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan kecintaan Allah Swt. kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridla dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita sebagai makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya di dalam maqam yang pertama, serta mengingat asmaul husna yang berjumlah 99, mengingat kepada keabadian Allah yang tidak berujung.

Kegunaan Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Ula adalah mengharapkan anugerah Allah kepada lathaif nafs (halusnya otak yang terletak di tengah-tengahnya kedua belah mata dan kedua belah alis).

5. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan kecintaan Allah Swt. kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridla dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita sebagai makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya di dalam maqam yang kedua, serta mengingat-ingat Sifat Allah yang ma’ani dan ma’nawiyyah.

Manfaat Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs.

6. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Qausi

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi akan kecintaan Allah Swt. kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridla dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya di dalam maqam yang lebih dekat yang dipribahasakan dengan kadar se-bendera (isyarat kepada hal yang dekat sekali).

Kegunaan Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs. Dalilnya ketiga muraqabah diatas adalah,

يُحِبُّنَهُمْ وَيُحِبُّوْ نَهُ

“Allah mencintai orang-orang yang beriman kepada-Nya, dan mereka juga mencinta Allah Swt.” (Qs. Al Maidah [5]:54)

7. Muraqabah Wilayah al-‘Ulya

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan wilayah Malaikat as. Dalilnya,

هُوَالْأَوَّلُ وَالْأَخِـرُوَالظَّـاهِرُوَالْبَاطِنُ

“Allah itu Zat Yang terdahulu tanpa awal, Zat Yang Akhir tanpa ada ujungnya, Zat yang zahir pekerjaannya, dan Zat yang bersifat maknawi.” (Qs. Al Hadid [52]: 3)

Firman Allah SWT,

اِنَّ الَّذِيْنَ عِنْدَ رَبِّكَ لاَيَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُوْنَهُ وَلَهُ يَسْجُدُوْنَ

“Sesungguhnya Semua Malaikat yang ada disamping Tuhanmu itu tidak mau menyombongkan diri dari beribadah kepada Tuhanmu. Mereka membaca tasbih dan sujud kepada Allah.” (Qs. Al A’raf [7]:206 )

Oleh sebab itu hendaklah kalian meniru sifat-sifat Malaikat di dalam memakai pakaian taqwa atau sifat Malakatnya, sifat mahmudah munjiyat, dan meninggalkan sifat syaithaniyah, nafsiyyah, bahimah-hayawaniyyah dan sifat mazmumat muhlikat.

Manfaat Muraqabah Wilayah al-Ulya adalah unsur tiga yang ada pada manusia yaitu air, api dan angin.

8. Muraqabah Kamalat al-Nubbuwwah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan kesempurnaan sifat kenabian. Dalilnya,

وَلَقَدْفَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّيْنَ عَلَى بَعْضٍ

“Sungguh Aku (Allah) lebih mengutamakan para Nabi mengalahkan kepada sebagian yang lainnya.” (Qs. Al Isra’ [17]: 55)

Manfaat Muraqabah Kamalat al-Nubbuwwah adalah unsur tanah pada manusia.

9. Muraqabah Kamalat al-Risalah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan kesempurnaan sifat para Rasul. Dalilnya,

وَمَااَرْسَلْناكَ اِلاَّرَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

“Aku (Allah) tidak mengutus kepada Mu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Qs. Al Anbiya’ [12]: 107)

Dan firman Allah SWT,

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَابَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

“Aku (Allah) mengutamakan Para Rasul mengalahkan keutamaan yang lainnya.” (Qs. Al Baqarah [2]: 253)

Manfaat Muraqabah Kamalat al-Risalah adalah sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah)

10. Muraqabah Uli al-‘Azmi

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan Rasul dengan title ulil azmi, yaitu Nabi Muhammad saw, Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as, Nabi isa as, Nabi Nuh as. Dalilnya,

وَاصْبِرْ كَمـَاصَبَرَاُوْلُوْالْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

“Sabarlah kalian semua seperti para Rasul yang mempunyai pangkat ulil azmi.” (Qs. Al Ahqaaf [46]: 35)

Manfaat dari Muraqabah Uli al-‘Azmi adalah sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah)

11. Muraqabah al-Mahabbah fi-Daerah al-Khullah wahiya Haqiqat Ibrahim ‘alaihi al-Salam

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan Nabi Ibrahim yang mempunyai pangkat khalilullah (kekasih Allah). Dalilnya,

وَاتَّخَذَاللهُ اِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً

“Allah telah menjadikan hakikatnya Nabi Ibrahim as sebagai kekasih.” (Qs. An Nisa’ [4]: 125)

Kegunaan dari Muraqabah al-Mahabbah fi-Daerah al-Khullah wahiya Haqiqat Ibrahim ‘alaihi al-Salam adalah sifat Wahdaniyyah ¬(lathaif 10 buah)

12. Muraqabah Daerah al-Mahabbah al-Shirfah wahiya haqiqat Musa ‘Alaihi al-Salam

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang memberikan kasih sayang kepada Nabi Musa as yang mempunyai gelar Kalimullah. Dalilnya,

وَاَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي

“Aku Telah melimpahkan kepadamu (Musa) kasih sayang yang datang dari- Ku.” (Qs. Thaaha [20]:39)

Kegunaan dari Muraqabah Daerah al-Mahabbah al-Shirfah wahiya haqiqat Musa ‘Alaihi al-Salam adalah Wahdaniyyah ¬(lathaif 10 buah)

13. Muraqabah al-Dzatiyyah al-Mumtazijah bi al-Mahabbah wahiya haqiqat al-Muhammadiyyah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan hakikatnya Nabi Muhammad saw. menjadi kekasih yang utama serta sifat belas asih. Dalilnya,

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلاَّ رَسُوْلٌ

“Tidaklah nabi Muhammad itu kecuali sebagai Utusan Allah.” (Qs. Ali Imran [3]: 144)

Kegunaan Muraqabah al-Dzatiyyah bi al-Murabbah wahiya haqiqat al-Muhammadiyyah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

14. Muraqabah al-Mahbubiyyah al-Shirfah wahiya haqiqat al-Ahmadiyyah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan hakikatnya Nabi Ahmad yang mempunyai sifat yang belas asih dan lembut. Dalilnya,

وَمُبَشِّرًا بِرَسُوْلٍ يَأْتِى مِنْ بَعْدِىْ اِسْمُهُ  اَحْمَدُ

“Bergemberilah wahai Nabi Isa as dengan Rasul yang akan diutus di dalam akhir zaman yang bernama Nabi Ahmad saw.” (QS. Ashshaaf [61]: 6)

Kegunaan Muraqabah al-Mahbubiyyah al-Shirfah wahiya haqiqat al-Ahmadiyyah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

15. Muraqabah al-Hubbi al-Shirfi

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang mengasihi orang-orang mukmin yang mencintai Allah, para Malaikat, para Rasul, Nabi, Ulama, dan semua saudara-saudara yang beragama satu (Islam). Dalilnya,

وَالَّذِيْن أمَنُوْااَشَدَّ حُبًّا لِلَّهِ

“Sesungguhnya orang yang beriman itu lebih besar kecintaan kepada Allah Swt.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 165)

Kegunaan Muraqabah al-Hubbi al-Shirfi adalah Sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

16. Muraqabah Laa Ta’yin

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang tidak bisa dinyatakan dengan Zat-Nya dan tidak ada makhluk baik itu Malaikat muqarrabin, Para Nabi dan Rasul yang dapat menemukan Zat-Nya. Dalilnya,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ وَهُوَالسَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Tidak ada sesuatu yang menyamai Allah. Dia adalah Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. Asy-Syuraa [42]: 11)

Kegunaan Muraqabah Laa ta’yin adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

17. Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang telah menjadikan Ka’bah menjadi tempat sujud para mukmin kepada Allah Swt. Dalilnya,

فَوَلِّ وَجْـهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

“Hadapakanlah dadamu kea rah Ka’bah yang berada di Masjidil Haram.”(Qs. Al Baqarah [2]: 144)

Kegunaan Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

18. Muraqabah Haqiqat al-Qur’an

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang menjadikan hakikatnya Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dinilai ibadah membacanya, menjadi dakwah dengan ayat yang paling pendek sekalipun. Dalilinya,

وَاِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبٍ مِمَّانَزَّلْنَا عَلَى عبْدِنَافَأتُوْابِصُوْرَةٍمِنْ مِثْلِهِ

“Jika kalian semua ragu terhadap Al-Qur’an yang telah kami turunkan kepada hambaKu Nabi Muhammad SAW, maka jika kalian mampu buatlah satu surat yang menyamai seperti surat ini.” (Qs. Al Baqarah [2]: 23)

Kegunaan dari muraqabah Haqiqat al-Qur’an adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

19. Muraqabah Haqiqat al-Shalat

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang telah mewajibkan kepada hamba-hambaNya untuk mengerjakan shalat wajib lima waktu, yang mengandung beberapa ucapan dan gerakan, dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan beberapa syarat, rukun, tata caranya, menjauhi beberapa hal yang bias membatalkan shalat, menjaga waktunya, disertai dengan khudu’ dan khusu’. Dalilnya,

اِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتاَباً مَوْقُوْتًا

“Sesungguhnya shalat itu wajib dilaksanakan oleh setiap orang mukmin pada waktu yang telah ditentukan.” (Qs. An Nisa’ [4]: 103)

Kegunaan muraqabah Haqiqat al-Shalat adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

20. Muraqabah Daerah al-Ma’budiyyah al-Shirfah

Yaitu, mengingat Allah Swt. dengan i’tikad yang kuat merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengawasi yang berhak untuk disembah oleh makhluk-Nya dengan tulus ikhlas karena Zat-Nya. Dalilnya,

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ والْاِنْسَانَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidak Aku (Allah) jadikan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah tulus ikhlas kepada Allah SWT”. (Qs. At-Thuur [52]: 56)

HADIS QUDSI TENTANG QALBU

HADIS QUDSI TENTANG QALBU

Firman Allah Ta'ala: 
 بنيت فى جوف ابن ادم قصرا وفى القصر صدرا وفى الصدر قلبا وفى القلب فؤادا وفى الفؤد شغافا وفى الشغاف لبا وفى اللب سرا وفى السر انا. 
Artinya: 
"Aku buatkan didalam rongga anak Adam satu mahligai, dan didalam mahligai itu ada DADA, dan didalam Dada itu ada HATI, dan didalam Hati itu ada FUAD, dan didalam Fuad itu ada SYAGHOFAN, dan didalam Syaghofan itu ada LUBBAN, dan dalam Lubban itu ada RAHASIA, dalam Rahasia itu ANA." (Hadis Qudsi). 

Syarah (penjelasan) :
1. SHODRON (Dada), dinamai Shodron sebabnya karena dia adalah tempat terbitnya "Nurul Islam".
Seperti firman Allah: 
افمن شرح الله صدره للاسلام فهو على نور من ربه. 
"Adakah sama barangsiapa dibukakan Allah Ta'ala Dadanya kepada agama Islam adalah dia beroleh cahaya dari pada Tuhannya. " (az-Zumar: 22).

2. QOLBAN (Jantung hati), sebabnya ialah tempat terbitnya cahaya "Iman".
Firman Allah: 
 اولئك كتب فى قلوبهم الايمان. 
 "Merekalah yg disurat Allah didalam hatinya iman. " 

3. FUADAN. Yakni tempat batin sanubari, disebabkan karena ia tempat terbitnya cahaya "Ma'rifat".
Firman Allah: 
   ما كذب الفؤاد ما راءى. 
"Tiada bohong fuadnya pada barang yg dilihatnya. " (an-Najm: 11).

4. SYAGHOFAN. Umpama embun, karena dia tempat terbitnya cahaya "Mahabbah" (cinta). 
Firman Allah: 
قد شغفها حبا. 
"Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu sangat mendalam. " (Yusuf: 30).

5. LUBBAN (Budi), sebab dia tempat terbitnya "Tauhid" atau cahaya fana' pada Allah. 
Firman Allah: 
ان فى ذلك لذكرى لاؤلى الالباب. 
"Sesungguhnya pd yg demikian itu benar2 terdapat pelajaran bagi orang berakal. " (az-Zumar: 21).

6. SIRRON. Yaitu "Rahasia", atau cahaya baqo' dengan Allah. 
Firman Allah: 
 فانه يعلم السر و اخفى. 
"Maka mengetahui rahasia dan yg lebih tersembunyi. " (Thoha: 7).

7. ANA, yakni Aku. Tempat tajalli Aku, tempat Aku taruh rahasia-Ku, tempat mengenal Aku. 
Firman Allah: 
 قل اننى انا الله لا اله الا انا. 
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada ada Tuhan selain Aku. " (Thoha: 14).

Firman Allah dlm Hadis Qudsi: 
الانسان سرى و انا سره. 
"Manusia itu rahasia-Ku dan Aku pun rahasianya."


Wallahua'lam...

Rabu, 23 Oktober 2024

khutbah taat kepada pemimpin

Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ اُوْصِيْكم و نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita pada Allah subhanahu wata’ala melalui upaya terus melakukan ikhtiar untuk menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Pada kesempatan ini pula mari kita senantiasa menyadari dan merenungi betapa banyak nikmat Allah subhanahu wata’ala yang telah dianugerahkan pada kita, bangsa Indonesia. Di tengah beragamnya suku, bangsa, budaya, dan agama, Indonesia senantiasa damai sehingga warganya dapat menjalankan ibadahnya dengan khusu’ tanpa ada yang menggangu.

Mari kita ungkapkan rasa syukur ini biqauli Alhamdulillâhirabbil ‘âlamîn dan senantiasa sekuat tenaga berusaha bersama-sama mempertahankan situasi kondusif, damai, dan sentosa ini. Bukan hanya saat ini saja, namun kita juga harus menanamkan kesadaran ini kepada para generasi muda untuk senantiasa menjaga Indonesia agar bisa abadi sampai akhir nanti. Dan di antara usaha untuk mewujudkan ini adalah dengan senantiasa menjadi warga negara yang baik.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Di antara ikhtiar untuk menjadi warga negara yang baik, bisa kita lakukan dengan senantiasa menjunjung tinggi hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negara kita. Hal ini akan menciptakan harmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terwujud kehidupan masyarakat yang damai sesuai dengan cita-cita seluruh elemen bangsa. Patuh pada hukum ini juga merupakan wujud ketaatan kita kepada para pemimpin yang memang menjadi salah satu perintah Allah.

Kita tahu, dalam sebuah negara, sudah tentu ada seseorang yang diamanahi untuk menjadi pemimpin. Posisi ini bisa diduduki oleh seseorang sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh warganya. Ada yang menggunakan sistem demokrasi, kerajaan, dan sistem-sistem lainnya. Agar tercipta kelancaran dalam memimpin serta bisa meraih tujuan bersama dalam bernegara, Allah telah mengingatkan kita semua untuk menjadi warga negara yang baik dengan menaati ulil amri atau pemimpin.

Hal ini difirmankan Allah subhanahu wata’ala dalam QS An-Nisa: 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Dalam ayat ini, taat pada ulil amri atau pemimpin diletakkan di urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini bisa kita artikan bahwa ketaatan pada pemimpin memiliki arti yang sangat penting, selama apa yang menjadi kebijakannya tidak membawa kemudaratan bagi bangsa. Hal ini sesuai dengan kaidah yang sangat populer yaitu: 

لاطاعة لمخلوق فى معصية الخالق

Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah).”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Selain taat pada pemimpin dan peraturan yang ada, warga negara yang baik adalah mereka yang senantiasa hati-hati dalam bermuamalah dan menerima informasi yang beredar. Apalagi di era digital saat ini di mana perkembangan teknologi begitu pesat, informasi mengalir deras tiap detik tanpa kenal batas waktu dan tempat. Informasi yang datang menghampiri kita ini tidak semua benar. Banyak informasi yang beredar merupakan berita bohong atau hoaks yang jika kita konsumsi dengan tidak melakukan tabayun (klarifikasi) maka bisa mengganggu stabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam QS Al Hujurat ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Setiap kita harus mewaspadai gerakan-gerakan yang ingin Indonesia tidak damai. Berbagai cara dilakukan oleh segelintir kelompok melalui berbagai media, khususnya media sosial, untuk menggoyahkan pola pikir masyarakat agar ikut dengan pemahaman mereka. Propaganda dilakukan secara masif dengan menghalalkan hoaks dan ujaran kebencian di media sosial untuk kepentingan mengubah ideologi bangsa.

Menggunakan bumbu agama dalam narasi-narasi yang dibangun di media sosial, kelompok ini mengusung misi mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara yang berlandaskan agama tertentu. Hal ini tentu bertentangan dengan kesepakatan para ulama dan pendiri negara ini yang telah menjadikan Indonesia sebagai darul mitsaq (negara kesepakatan) dengan Pancasila sebagai kalimatun sawa (titik temu) yang mempertemukan kebinekaan yang merupakan anugerah dari Allah untuk negeri ini.

Kita harus terus memupuk kecintaan kita pada bangsa dan tanah air sehingga kita tidak akan mudah goyah terhadap propaganda kelompok yang ingin mengoyak persatuan bangsa. Kita perlu menyadari bahwa “hubbul wathan minal iman” (nasionalisme adalah sebagian dari iman). Agama dan nasionalisme harus saling memperkuat bukan untuk dipertentangkan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Untuk memaksimalkan wujud syukur terhadap anugerah Indonesia yang damai ini, sudah seharusnya setiap elemen masyarakat juga harus terus mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif. Hal ini bisa dilakukan dengan semaksimal mungkin menjalankan peran masing-masing individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang menjadi pemimpin harus amanah dan mampu mengatur yang dipimpin dengan baik. Yang dipimpin juga harus mendukung para pemimpin dan terus berkiprah sesuai dengan profesinya sehingga Indonesia akan lebih kuat.

Semua elemen bangsa harus bahu-membahu saling dan membantu untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Setiap individu tidak boleh merugikan orang lain dengan tindakan-tindakan negatif. Sebaliknya, setiap individu harus mampu memberi manfaat bagi orang lain. Rasulullah telah mengingatkan kita dengan haditsnya:

عن جابر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " الْمُؤْمِنُ آلِفٌ مَأْلُوفٌ وَلا خَيْرَ فِيمَنْ لا يَأْلَفُ وَلا يُؤْلَفُ خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: Dari Jabir, Ia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR ath-Thabrani dan Daruquthni).

Hadits ini mengingatkan seluruh elemen bangsa khususnya umat Islam untuk berbuat baik kepada sesama manusia karena sesungguhnya tidak ada kebaikan yang bisa diambil jika kita tidak berlaku baik pada sesama manusia. Mari kita mulai dari hal-hal yang kecil seperti membantu orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita seperti tetangga yang sedang kesusahan dan lain sebagainya.

Dengan berbuat baik pada orang lain, mudah-mudahan kita juga menjadi hamba Allah yang disayangi dan juga menjadi umat Nabi yang baik. Sungguh sangat terpuji akhlak seseorang jika ia bisa menjadi sebaik-baiknya manusia di muka bumi ini dengan selalu menebarkan kebaikan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah singkat ini, semoga kita bisa menjadi warga negara yang baik dengan senantiasa berbuat baik untuk menjadikan bangsa ini lebih baik. Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kehidupan kita senantiasa dalam kebaikan dan kita mampu menjalankan ibadah dengan khusyuk dan baik. Amin

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ



Sabtu, 14 September 2024

Nama Nabi Yang Munshorif

Nama para Nabi ajam atau Arab?

Setidaknya dalam masalah ini ada 2 pendapat yang kami ketahui:

Pendapat pertama, semua nama para Nabi adalah nama ajam, kecuali Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam, Syu'aib, Shalih dan Adam 'alaihimussalam.

Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Fununul Afnan (hal. 345-346) disandarkan sebagai pendapat dari Abu Manshur. Demikian juga ini pendapat Al Jaulaqani yang dinukil oleh As Suyuthi dalam Al Itqan fi Ulumil Qur'an (hal. 1963).

Pendapat kedua, semua nama para Nabi adalah nama ajam, kecuali Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam, Syu'aib, Shalih dan Hud 'alaihimussalam.

Ini disebutkan oleh Muhammad Ad Dimyathi dalam Al Misykah Al Fathiyyah (hal. 38), juga Muhammad bin Ahmad bin Abdil Bari dalam Kawakib Ad Durriyyah (hal. 98).

Kalau kita gabungkan dua pendapat ini, maka nama para Nabi yang mu'rab adalah:
* Muhammad (محمد) Shallallahu'alaihi Wasallam
* Syu'aib (شعيب) 'alaihissalam
* Shalih (صالح) 'alaihissalam
* Adam (أدم) 'alaihissalam
* Hud (هود) 'alaihissalam

Muhammad Ad Dimyathi dalam Al Misykah Al Fathiyyah (hal. 38) juga memberikan faedah bahwa ada 3 nama Nabi yang ajam namun munsharrif (bisa di-tashrif) :
* Luth (لوط) 'alaihissalam
* Nuh (نوح) 'alaihissalam
* Syits (شيث) 'alaihissalam

Sehingga total ada 8 nama para Nabi yang munsharrif.

Pengetahuan ini berfaedah bagi yang sudah bisa baca kitab Arab gundul, karena ada perlakuan khusus untuk isim yang ghayru munsharrif.

Tambahan:
Seperti pada gambar screenshot, Muhammad Ad Dimyathi dalam Al Misykah Al Fathiyyah (hal. 38) juga memberikan faedah menarik lagi, bahwa semua nama Malaikat itu ajam kecuali 4: Ridhwan (رضوان), Malik (مالك), Munkar (منكر), Nakir (نكير).

Semoga manfaat.

4 teladan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menjadi sosok teladan sepanjang masa. Keteladanan umat Islam juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak kisah yang menggambarkan tentang keteladanan Nabi Muhammad SAW.
Teladan Nabi Muhammad tergambar dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

Arab-Latin: Laqad kāna lakum fī rasụlillāhi uswatun ḥasanatul limang kāna yarjullāha wal-yaumal-ākhira wa żakarallāha kaṡīrā

Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."


1. Tidak Pernah Sombong
Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari:

عَنْ عُمَرَ بن الخطاب - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَإِنَّمَا أَنَا عَبْد، فَقُولوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Dari Umar bin Khattab RA, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda, "Jangan goda aku (juga) karena orang-orang Nasrani menyanjung Isa bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka sebutlah (kamu) hamba Allah dan Rasul-Nya." (HR Bukhari)

2. Lemah Lembut
Rasulullah SAW tidak pernah membalas perbuatan buruk yang menimpanya kepada siapa pun. Bahkan meskipun disakiti, beliau tetap mendoakan orang yang menyakitinya. Hal ini dijelaskan dalam riwayat sebagai berikut:

عن أبي عبد الله الجَدَلِي قال: سألتُ عائشة -رضي الله عنها-، عن خُلُق رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فقالت: «لم يكن فاحِشًا ولا مُتَفَحِّشًا ولا صَخَّابًا في الأسواق، ولا يَجْزي بالسيئةِ السيئةَ، ولكن يَعْفو ويَصْفَح».

Dari Abu Abdilah al-Jadali RA dia berkata, "Saya berkata kepada Aisyah, 'Bagaimana sikap Nabi terhadap keluarganya?' Aisyah menjawab, "Dia adalah orang yang paling terpuji. Rasulullah tidak pernah bersikap dengan buruk, kasar atau berteriak di tengah pasar. Dia tidak akan membalas kejahatan dengan kejahatan. Tapi dia memaafkan dan memaafkan hal-hal buruk yang ditujukan kepadanya secara pribadi." (HR Imam Ahmad)

3. Toleran
Rasulullah selalu bersikap toleran, dari Anas bin Malik RA, dia berkata, "Saya pernah berjalan dengan Rasulullah, yang pada waktu itu mengenakan sorban dari daerah Najran, yang tebal bahannya. Kemudian seseorang dari desa mengikutinya, penduduk badui itu menarik sorbannya begitu keras hingga aku melihat bekas luka di sisi leher Nabi karena gaya tarik-menarik. Kemudian badui itu berkata, "Wahai Muhammad, berilah aku kekayaan Allah yang kamu miliki!" Rasulullah SAW menoleh dan tertawa. Dia memerintahkan untuk memberikan kepada badui hadiah." (HR Bukhari dan Muslim)

4. Dermawan
Kisah kedermawanan Rasulullah banyak dijelaskan dalam sebuah hadis, salah satunya:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه: أن رجلًا سأل النبي صلى الله عليه وسلم غنمًا بين جبلين، فأعطاه إياه، فأتى قومه فقال: أيْ قومِ، أسلموا، فوالله إن محمدًا ليعطي عطاءً ما يخافُ الفقر،

Dari Anas bin Malik RA dia berkata, "Seorang pria mendatangi Nabi SAW dan meminta kambing yang jumlahnya sama dengan jarak antara dua gunung, maka beliau memberikan apa yang dia minta. Si pria lantas pulang ke kaumnya dan berkata, "Wahai umatku, masuklah ke agama Islam, karena Muhammad akan memberimu hadiah yang tidak akan kamu inginkan lagi khawatir jatuh miskin." (HR Muslim).

Itulah beberapa sifat keteladanan Nabi Muhammad SAW.

Senin, 19 Agustus 2024

isim ghoiru munshorif mutamakin ghoira amkan

 
Telah dijelaskan pada pelajaran dahulu “Alfiyah Bait 15. Isim Mu’rob dan Isim Mabni” bahwa Isim ada dua :

1. Isim Mabni
2. Isim Mu’rob

Isim Mabni disebut Isim Ghair Mutamakkin/Tidak Mutamakkin (tidak menduduki pangkat keisiman) dikarenakan tidak dapat menerima perubahan harkat.

Sedangkan Isim Mu’rob disebut Mutamakkin yakni menduduki pangkat keisiman dikarenakan dapat menerima perubahan tanda-tanda i’rob. Isim Mutamakkin dibagi dua :

1. Isim Mutamakkin Amkan :

yaitu Isim yg dapat dimasuki oleh Tanwin yg disebut Tanwin Tamkin atau disebut juga Tanwin Tamakkun/Tanwin Amkaniyah/Tanwin Shorf.

Definisi Tanwin Tamkin/tamakkun/amkaniyah/shorf :

Adalah Tanwin yg menunjukkan atas suatu makna “bahwa Isim yg dapat menyandang tanwin ini disebut Isim Mutamakkin Amkan”.

Penjelasan Definisi Tanwin Tamkin/tamakkun/amkaniyah/shorf :

Suatu makna, dalam difinisi tsb artinya: tidak adanya kalimah Isim serupa dengan kalimah Huruf yg menjadikan Isim Mabni, atau tidak serupa dengan kalimah Fi’il yg menjadikan Isim tidak menerima Tanwin.
Disebut Isim Mutamakkin Amkan, yakni kuatnya setatus keisimannya dikarenakan mencakupi pada dua tanda Isim “I’rob dan Tanwin”. Maka isim tersebut dinamakan “Mutamakkin” (berkedudukan) sebab menerima tanda-tanda i’rob, dan disebut “Amkan” (lebih kuat kedudukannya) sebab dapat bertanwin. dengan arti bahwa isim tersebut tidak menyerupai Fi’il yg mencegah tanwin, juga tidak menyerupai Huruf yg mencegah I’rab.

Keluar dari definisi “Menunjukkan atas suatu Makna”, adalah berupa Tanwin Muqabalah dan Tanwin ‘Iwadh.
“Tanwin Muqabalah” ada pada Jamak Mu’anntas Salim karena status tanwin ini dipasang sebagai muqabalah/perbandingan saja dari NUN pada Jamak Mudzakkar Salim. Tanwin Muqabalah ini bisa masuk pada Isim Munsharif, contoh:

هؤلاء بناتٌ فاهماتٌ
HAA’ULAAI BANAATUN FAAHIMAATUN = mereka anak-anak perempuan yg faham.

juga masuk pada isim Ghair Munsharif, contoh :

سعادات
SU’AADAATU = beberapa Su’ad (nama perempuan).

lafazh SU’AADAATU = boleh ditanwin menjadi SU’AADAATUN karena mempertimbangkan pada asal bentuknya yaitu jama’ mu’annats salim dan disebut tanwin muqabalah bukan tanwin tamkin. juga boleh tidak ditanwin dengan mempertimbangkan keadaannya yg sebagai “Isim Alam dan Mu’annats” termasuk dari dua illat isim tidak munsharif.

“Tanwin Iwadh” bisa masuk pada Isim-Isim Munsharif seperti “KULLUN” dan “BA’DHUN” juga bisa masuk pada Isim Ghair Munsharif seperti : “DAWAA’IN” dan “LAYAALIN” (akan dijelaskan pada bait-bait selanjutnya InsyaAllah).


2. Isim Mutamakkin Ghair Amkan:

Isim Mutamakkin Ghair Amkan adalah bagian Isim Mu’rob yg kedua, yakni bagian Isim yg tidak dapat dimasuki oleh Tanwin atau disebut Isim Ghair Munsharif atau Isim yg tidak dapat menerima Tanwin. Disebut Mutamakkin karena dapat menerima tanda I’rob, dan disebut Ghair Amkan karena tidak bertanwin sebab serupa dengan Fi’il.

Rabu, 14 Agustus 2024

khutbah jumat 16 agustus 2024

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى :  يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Kita semua tentu punya rumah. Tempat kita singgah dalam waktu yang lama. Tempat bernaung dan memperoleh keamanan dan kenyamanan. Di rumah kita menikmati adanya privasi, kedaulatan untuk—misalnya—beribadah secara khusyuk, belajar dengan fokus, dan sejenisnya. Rumah adalah kebutuhan pokok sekaligus hak seseorang yang tak boleh dirampas. Siapa pun tak berhak mencuri harta benda atau mengganggu rumah kita. Islam menjamin hak-hak ini sehingga si pemilik boleh membela diri. Seorang pencuri dalam Islam juga tak lepas dari sebuah sanksi.

Lebih luas dari rumah, kita menyebutnya rukun tetangga atau RT. Lebih luas lagi, ada rukun warga atau RW, kemudian kampung, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga negara. Dalam bahasa Arab, untuk menyebut istilah-istilah tersebut dikenal kata dâr yang biasa diartikan rumah, tempat tinggal, negeri, atau sejenisnya. Kata lain yang juga digunakan adalah wathan yang berarti tanah air, tanah kelahiran, atau negeri.
Al-Jurjani pernah menyebut istilah al-wathan al-ashli, yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.

اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ

Artinya, “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).

Tempat tinggal merupakan keperluan alamiah (thabi’i). Seluruh manusia, bahkan juga binatang, meniscayakan kebutuhan yang satu ini. Tapi mencintainya adalah bagian dari mencintai kebutuhan primer manusiawi yang memang sangat dijunjung tinggi syariat. Tidak salah bila para ulama mengatakan bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman (hubbul wathan minal iman).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah mengungkapkan rasa cintanya kepada tanah kelahiran beliau, Makkah. Hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas radliyallahu ‘anh yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu” (HR Ibnu Hibban).

Setelah pengusiran tersebut, Nabi lantas hijrah ke kota Yatsrib yang di kemudian hari bernama Madinah. Di tempat tinggal yang baru ini, Rasulullah pun berharap besar bisa mencintai Madinah sebagaimana beliau mencintai Makkah.

Seperti yang terungkap dalam doa beliau yang terekam dalam Shahih Bukhari.

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ

Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah.” (HR al-Bukhari 7/161)

Jamaah shalat jum’at hadaakumullah,

Jelaslah bahwa cintah tanah air bukanlah ‘ashabiyah (fanatisme) sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kalangan. Seolah-olah cinta tanah air berarti fanatik buta kepada negeri sendiri lalu mengabaikan atau bahkan merendahkan negeri lain. Tidak demikian. ‘Ashabiyah yang menjangkiti suku-suku zaman jahiliyah adalah sesuatu yang sangat dibenci Rasulullah. Fanatisme kesukuan memicu munculnya banyak perseteruan antargolongan. Menganggap cinta tanah sebagai ‘ashabiyah sama dengan menganggap Rasulullah melakukan sesuatu yang beliau benci sendiri. Tentu pandangan ini sama sekali tidak masuk akal.

Cinta tanah air bukan soal egoisme kelompok. Cinta tanah air adalah tentang pentingnya manusia memiliki tempat tinggal yang memberinya kenyamanan dan perlindungan. Cinta tanah air juga tentang kemerdekaan dan kedaulatan. Sehingga siapa pun yang berusaha menjajah atau mengusir dari tanah tersebut, Islam mengajarkan untuk melakukan pembelaan. Ketika kondisi aman, mencintai tanah air adalah sebuah hal wajar, bahkan sangat dianjurkan.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut juga mengindikasikan bahwa Al-Qur’an menyejajarkan antara agama dan tanah air. Al-Qur’an memberi jaminan kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Lalu apa manfaat dari cinta tanah air? Apa beda cinta tanah air dengan cinta kita terhadap jenis makanan tertentu atau cinta kita terhadap tayangan televisi tertentu? Kita mafhum bahwa kata cinta bermakna lebih dari sekadar kesukaan atau kegemaran. Cinta mengandung asosiasi mengasihi, merawat, mengembangkan, juga melindungi. Ketika Rasulullah mencintai negeri Makkah, beliau menjadi orang yang sangat peduli terhadap penindasan dan bejatnya moral masyarakat musyrik kala itu. Saat beliau mencintai Madinah, beliau juga membangun masyarakat beradab dengan sistem hukum yang adil untuk masyarakat yang majemuk di Madinah.

Dengan demikian, cinta tanah air jauh dari pengertian fanatisme kelompok. Ia hadir justru dari semangat untuk menghargai seluruh manusia yang tinggal dalam satu tanah air yang sama meski berasal dari kelompok yang berbeda-beda. Cinta tanah air menandaikan seseorang untuk hidup saling menghargai, saling menolong, dan saling melindungi. Karena tanah air adalah tempat mereka lahir, sumber makanan, tempat beribadah, dan mungkin sekali juga tempat peristirahatan terakhir bagi kita.

Semoga Allah menjadikan negeri kita dalam limpahan keberkahan, aman, damai, dan sejahtera. Warga di dalamnya dianugerahi petunjuk sehingga mampu bersatu dan bersama-sama membangun kemaslahatan untuk semua.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم